Anda di halaman 1dari 76

BAB VI STATISTIK DALAM PENELITIAN

Istilah statistik pada dasarnya mempunyai dua macam pengertian, yaitu


yang luas dan yang sempit. Dalam pengertian yang sempit, kata statistik
dipergunakan untuk menunjuk semua kenyataan yang berwujud angka-angka
tentang sesuatu kejadian khusus, seperti statistik kecelakaan lalu lintas,
statistik nikah-talak-rujuk, statistik kelahiran dan kematian, statistik import dan
eksport, statistik penerimaan mahasiswa, dan sebagainya. Dalam pengertian
yang luas, yaitu pengertian teknik metodologik, statistik berarti cara-cara
ilmiah yang dipersiapkan untuk mengumpulkan, menyusun, menyajikan, dan
menganalisis data penelitian yang berwujud angka-angka.
Ditinjau dari pengertian statistik di atas, maka secara terperinci, fungsi
dan peranan statistik itu dalam penelitian adalah:
(1) Statistik memungkinkan pencatatan secara paling eksak data
penelitian;
(2) Statistik memaksa peneliti menganut tata pikir dan tata kerja yang
definit dan eksak;
(3) Statistik menyediakan cara-cara meringkas data ke dalam bentuk yang
lebih banyak artinya dan lebih gampang mengerjakannya;
(4) Statistik memberi dasar-dasar untuk menarik kesimpulan-kesimpulan
melalui proses-proses yang mengikuti tata yang dapat diterima oleh
ilmu dan pengetahuan;
(5) Statistik memberi landasan untuk meramalkan secara ilmiah tentang
bagaimana sesuatu gejala akan terjadi dalam kondisi-kondisi yang
telah diketahui; dan
(6) Statistik memungkinkan peneliti menganalisis, menguraikan sebab-
akibat yang kompleks dan rumit, yang tanpa statistik akan merupakan
peristiwa yang membingungkan, ataupun merupakan kejadian yang tak
teruraikan.

Selain di atas, kita sering mendengar istilah statistik deskriptif dan


statistik inferensial. Sebenarnya kedua istilah ini merupakan suatu kesatuan
yang berkesinambungan. Jadi statistik deskriptif (yakni sampai pada

49
penjelasan dalam bilangan yang terbatas pada sekumpulan data) akan
dilanjutkan dengan statistik inferensial (yang meramalkan sesuatu kesimpulan
untuk suatu populasi yang lebih besar dari sekumpulan data yang diselidiki).
Metode statistik inferensial membutuhkan cara pemikiran yang yang lebih
kompleks jika dibandingkan dengan statistik deskriptif.

1. Ukuran Kecenderungan Sentral

Kalau kita memiliki sekumpulan data, biasanya data itu dijelaskan


dengan mempergunakan petunjuk yang berpusat pada titik sentral dari
penyebaran data tersebut. Itulah yang dinamakan dengan ukuran
kecenderungan sentral, ia mengukur kecenderungan sentral sekumpulan nilai
atau skor. Ukuran demikian biasanya merupakan satu bilangan yang
menunjukkan sebuah nilai rata-rata. Ukuran kecenderungan sentral ini
biasanya ditunjukkan oleh: Mode (Mo), Mean (M), dan Median (Mdn).
Mode adalah nilai di dalam penyebaran sekumpulan data, yang
memiliki frekuensi terbesar atau yang paling sering muncul. Kadang-kadang
sebuah penyebaran bermode dua (bimodel), atau bermode banyak (multi
model). Misalnya kita tes 10 orang anak, nilai tesnya berturut-turut: 20, 20, 45,
40, 20, 35, 60, 40, 40, 40; yang menjadi modenya adalah 40. Guna mode ini
adalah dapat dengan cepat memberi gambaran kesan tentang penyebaran,
dan tidak dapat dipakai untuk perhitungan statistik lanjutan.
Mean adalah ukuran rata-rata, yang lebih teliti, karena diperoleh
dengan cara mengikut sertakan semua jenis nilai yang terdapat dalam sebuah
penyebaran. Semua nilai dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah banyaknya
kesatuan nilai. Hasil bagi itulah yang merupakan angka rata-rata di dalam
pengertian mean. Kalau hasil tes 10 anak di atas dipakai sebagai contoh,
maka jumlah nilai seluruhnya adalah 360, dibagi dengan banyaknya (N) skor
yaitu 10, didapat 36 sebagai mean.
Rumus dasarnya adalah:
∑X
M =
N
Selanjutnya ada yang disebut mean yang ditimbang, contoh berikut
menggambarkannya. Misalnya ada 4 orang berpenghasilan Rp 10,- seorang

50
berpenghasilan Rp 15,- dan seorang lagi berpenghasilan Rp 20,- Hal ini dapat
dicari dengan tabel 6.1 sebagai berikut ini.

Tabel 6.1. Tabel untuk Contoh Mencari Mean yang Ditimbang


Penghasilan (X) Frekuensi (f) fX
20 1 20
15 1 15
10 4 40
- N = ∑f = 6 ∑ f X = 75

Rumus Mean yang ditimbang adalah sebagai berikut:

∑ fX 75
M = = = 12,50
N 6
Berikut ini disajikan contoh menghitung mean untuk distribusi
bergolong.

Tabel 6.2. Tabel untuk Menghitung Mean dari Distribusi Bergolong

Interval Nilai Titik Tengah (X) f fX


145 – 149 147 1 147
140 – 144 142 3 426
135 – 139 137 5 685
130 – 134 132 8 1056
125 – 129 127 11 1397
120 – 124 122 17 2074
115 – 119 117 21 2457
110 – 114 112 22 2464
105 – 109 107 24 2568
100 – 104 102 20 2040
95 – 99 97 15 1455
90 – 94 92 12 1104
85 – 89 87 6 522
80 – 84 82 2 164
Jumlah: - N = 167 ∑ fX =18559

51
Nilai X di sini tidak lagi mewakili nilai variabel individual, melainkan
mewakili titik tengah interval kelas. Dengan memasukkan data-data pada tabel
6.2 di atas, maka akan diperoleh harga Mean, yakni:
∑ fX 18559
M = = = 111,13
N 167
Median adalah suatu nilai yang membatasi 50 persen frekuensi
distribusi bagian bawah dengan 50 persen frekuensi distribusi bagian atas.
Perlu ditegaskan bahwa seperti mean, juga median mungkin sekali tidak
menjadi milik dari salah satu individu dalam distribusi. Hal ini akan menjadi
jelas, setelah kita bicarakan lebih lanjut.
Sebagai contoh misalnya distribusi penghasilan 7 orang seperti
disajikan pada tabel 6.3 berikut ini.

Tabel 6.3. Tabel Distribusi Penghasilan Fiktif untuk Contoh Mencari Median
Individu Penghasilan
1 Rp.10
2 12
3 13
4 14
5 16
6 16
7 20

Menurut definisinya, Median adalah suatu nilai yang membatasi 50


persen frekuensi distribusi sebelah bawah dengan 50 persen frekuensi
distribusi sebelah atas. Dalam distribusi tersebut di atas, maka nilai yang
dimiliki oleh individu nomor 4 yang menjadi batas itu. Sehingga dikatakanlah
bahwa median distribusi itu adalah Rp 14,-. Individu nomor 4 itu membatasi 50
persen individu di atas dan 50 persen individu di bawahnya.
Dari contoh di atas dengan jelas disajikan bahwa median hanya
tergantung kepada banyaknya frekuensi, tidak tergantung kepada variasi nilai-
nilai variabel. Kalau sekiranya individu nomor 4 itu berpenghasilan Rp 16,-
maka mediannya akan menjadi Rp 16,- Bagaimanakah median pada distribusi

52
dengan frekuensi genap? Hal ini dijawab sebagai berikut. Bila suatu distribusi
frekuensi genap, maka median ditentukan secara kompromi, yaitu dengan
membagi dua nilai-nilai variabel yang ada di tengah-tengah distribusi.
Misalkan ada 4 orang yang masing-masing mempunyai tinggi badan: 162,
162, 164, dan 166 cm, maka median tinggi badan 4 orang tersebut adalah 163
cm (diperoleh dari 162 cm ditambah 164 cm, kemudian dibagi dua).
Pemecahan semacam ini sama sekali tidak bertentangan dengan definisi
median, sebab angka 163 cm itu sebagai batas antara tinggi 162 cm dan 164
cm, membatasi 50 persen frekuensi variabel di bagian bawah distribusi, yaitu
dua orang, dan 50 persen frekuensi variabel di bagian atas distribusi, yaitu dua
orang.
Selanjutnya, untuk mencari median dari distribusi bergolong dengan
rumus sebagai berikut:
½N− cfb
Median = Bb + { }i
fd

Keterangan:
Bb = batas bawah (nyata) dari interval yang mengandung median
cfb = frekuensi kumulatif di bawah interval yang mengandung median
fd = frekuensi dalam interval yang mengandung median
i = lebar interval
N = jumlah frekuensi dalam distribusi

Penggunaan rumus di atas dapat dilihat pada contoh berikut, dengan


data-data seperti pada tabel 6.4.
Data-data pada tabel tersebut:
½ N = 27,50 cfb = 24
fd = 13 i = 5
Bb = 79,50
27,50−24
Maka Median = 79,50 + { }. 5 = 80,85
13

Jadi median dari distribusi tersebut adalah 80,85.

53
Tabel 6.4. Tabel untuk Contoh Menghitung Median dari Distribusi Bergolong
Interval Nilai Frekuensi (f) cf
100 – 104 1 55
95 – 99 3 54
90 – 94 5 51
85 – 89 9 fd 46
80 – 84 (13) 37
75 – 79 Bb 10 (24)
70 – 74 6 cfb 14
65 – 69 4 8
60 – 64 3 4
55 – 59 1 1
- N = ∑ f = 55

Tempat kedudukan Mean, Median, dan Mode dalam satu distribusi


sangat tergantung kepada bentuk distribusinya. Bilamana dari suatu distribusi
simetris normal, jika dihitung mean, median, dan modenya, maka akan kita
jumpai sifat yang khas, yaitu bahwa ketiga tendensi (kecenderungan) sentral
itu bersekutu satu sama lain. Hal ini mudah kita mengerti, sebab pada
distribusi normal, mean membagi dua sama banyak frekuensi variabel di atas
dan di bawahnya. Dengan demikian, mean ini berfungsi sebagai median.
Karena yang menjadi mode dalam distribusi normal adalah nilai yang ada
pada mean, maka dengan sendirinya mode itu bersekutu dengan mean.
Bila mana menggunakan mean, median, dan mode?
(1) Waktu sangat terbatas, gunakanlah mode.
(2) Kejadian khusus yang membutuhkan mode.
(3) Untuk perhitungan statistik selanjutnya, kita membutuhkan mean.
(4) Ada bahan-bahan yang hilang, mean tidak dapat digunakan.
(5) Distribusi sangat juling, melaporkan salah satu tendensi sentral memberi
gambaran yang salah.
(6) Dari segi stabilitas, mean adalah tendensi sentral yang paling
memuaskan.

54
2. Ukuran Kedudukan Relatif
Kadang-kadang perlu kita jelaskan sifat penyebaran tanpa ukuran
tendensi sentral. Misalnya saja, kita ingin mengetahui satu titik nilai dimana
terdapat sebanyak 30 persen nilai di bawah titik itu. Untuk itu dipakai ukuran
yang sanggup menjelaskan keadaan penyebaran pada hampir setiap titik
dalam jarak penyebaran nilai. Ukuran itulah yang disebut ukuran kedudukan
relatif. Bentuk-bentuk ukuran yang lazim untuk keperluan ini adalah kuartil,
desil, dan persentil.

1). Kuartil
Ada tiga macam kuartil, yaitu:
a. Kuartil pertama (K1) adalah suatu nilai dalam distribusi yang membatasi
25 persen frekuensi di bagian bawah distribusi dan 75 persen di bagian
atas distribusi.
b. Kuartil kedua (K2) adalah suatu nilai dalam distribusi yang membatasi
50 persen frekuensi di bagian bawah distribusi dan 50 persen di bagian
atas distribusi.
c. Kuartil ketiga (K3) adalah suatu nilai dalam distribusi yang membatasi
75 persen frekuensi di bagian bawah distribusi dan 25 persen di bagian
atas distribusi.
Cara untuk menghitung kuartil pada prinsipnya sama saja dengan cara
menghitung median. Letak perbedaannya hanya pada komponen N-nya. Jadi
untuk K1 digunakan ¼ N, untuk K2 digunakan ½ N, dan untuk K3 digunakan
¾ N.

2). Desil
Pengertian-pengertian yang telah kita miliki tentang median dan kuartil
dapat dijadikan dasar untuk memahami desil. Kita mempunyai 9 desil dalam
tiap-tiap distribusi, yaitu: Desil pertama (D1) sampai k desil kesembilan (D9).
Sama halnya seperti kuartil, maka untuk D1 digunakan 1⁄10 N, dan untuk D9
digunakan 9⁄10 N.

55
3). Persentil
Persentil pertama adalah satu titik dalam distribusi yang menjadi batas
satu persen dari frekuensi yang terbawah. Persentil kedua adalah satu titik
dalam distribusi yang membatasi dua persen frekuensi yang terbawah,
demikian seterusnya. Dalam satu distribusi memiliki 99 persentil, yang
disingkat dengan P1, P2, . . . , P98, dan P99. Sedangkan rumus dasarnya sama
halnya dengan prinsip-prinsip kuartil dan desil, yakni:
n
100
N− cfb
Pn = Bb + { }i
fd

Keterangan: Pn adalah persentil yang ke-n dan simbol lainnya mempunyai


arti yang sama dengan apa yang telah dijelaskan di atas.

Akhirnya, perlu dicatat bahwa kuartil, desil, dan persentil adalah titik-
titik, adalah nilai-nilai, bukan jarak (range). Sebab itu tidak tepat jika
dinyatakan misalnya: “Angka ini terletak dalam K1, D4, P56, dan sejenisnya”,
karena kuartil, desil, dan persentil masing-masing adalah suatu titik, suatu nilai
tertentu, maka tidak akan ada kemungkinan nilai-nilai lain yang berada di
dalamnya. Jadi lebih tepat jika dinyatakan misalnya: “Angka ini terletak antara
K1 dan K2, dan antara D7 dan D8.

3. Ukuran Variabilitas
Dengan ukuran-ukuran terdahulu, masih ada hal-hal yang belum
segera dapat diketahui tentang penyebaran. Yang dimaksud adalah besarnya
variabilitas penyebaran. Cara yang tepat untuk memperoleh bayangan tentang
variabilitas ialah dengan meneliti selisih penyebaran, yakni selisih antara nilai
tertinggi dan nilai terendah. Selisih ini menunjukkan satu deviasi antara dua
golongan skor itu. Dengan kata lain, variabilitas adalah derajat penyebaran
nilai-nilai variabel dari sesuatu tendensi sentral dalam suatu distribusi.
Ada beberapa cara untuk mencari variabilitas. Di sini yang akan
dibicarakan hanyalah yang penting-penting saja, yaitu range, mean deviasi,
dan standar deviasi.

56
1). Range

Range adalah pengukuran variabilitas yang paling sederhana, dengan


rumus:
R = Xt - Xr dimana: R = Range
Xt = Nilai tertinggi
Xr = Nilai terendah

Kelemahan-kelemahan range adalah:


(1). Range sangat tergantung kepada dua nilai yang ekstrim,
(2). Dalam range tidak dapat dilihat petunjuk-petunjuk dimana letak tendensi
sentralnya, dengan kata lain, range tidak menunjukkan bentuk distribusi.
Sedangkan kebaikannya adalah dapat mengetahui variabilitas dengan
cepat, dan mudah dimengerti.

2). Mean Deviasi


Mean deviasi atau deviasi rata-rata dari deviasi nilai-nilai dari mean
dalam suatu distribusi, diambil nilainya yang absolut. Yang dimaksud dengan
deviasi absolut adalah nilai-nilai yang positif. Secara aritmatik, mean deviasi
dapat didefinisikan sebagai mean deviasi harga mutlak dari deviasi nilai-nilai
individual.
Untuk dapat menyelesaikan mean deviasi, pertama-tama haruslah
dicari mean, kemudian ditentukan berapa besarnya penyimpangan tiap-tiap
nilai dari mean itu. Misalnya, jika seseorang memiliki IQ = 110, sedangkan
mean IQ dari grupnya adalah 100, maka deviasi IQ orang tersebut adalah 110
– 100 = + 10, jika orang lain dalam grup itu mempunyai IQ = 85, maka deviasi
orang tersebut adalah 85 – 100 = - 15. Deviasi yang bertanda +
menunjukkan deviasi itu di atas mean, sedangkan yang bertanda –
menunjukkan deviasi di bawah mean. Akan tetapi dalam perhitungan deviasi,
tanda – ditiadakan.
Untuk statistik, deviasi diberi simbol dengan huruf-huruf kecil, seperti x,
y, d, dan sebagainya. Rumusnya adalah: x = X – M, y = Y – M, d=
D – M, dan sebagainya.

57
Adapun rumus mean deviasi adalah:
∑ !x!
MD = dimana: MD = Mean Deviasi
N
∑ !x! = jumlah deviasi dalam harga
mutlak
N = jumlah individu
Rumus lainnya adalah:
∑ f !x!
MD =
N
Contoh:
Tabel 6. 5. Tabel Contoh untuk Mencari Mean Deviasi

X f fX !x! f !x!

Rp 13,- 1 13 1,57 1,57


Rp 12,- 3 36 0,57 1,71
Rp 11,- 1 11 0,43 0,43
Rp 10,- 2 20 1,43 2,86

Total: N=7 ∑ fX = 80 - ∑ f ! x! = 6,57

80
Mean = = 11,43
7
∑ f !x! 6,87
Mean Deviasi = =
= 0,94
N 7
Keunggulan mean deviasi terhadap range adalah mulai dipenuhinya
definisi tentang variabilitas oleh mean deviasi itu, yaitu penyebaran nilai-nilai
yang ditinjau dari tendensi sentral. Mean deviasi tidak membuang data
sedikitpun, nilai-nilai yang ekstrim tetap dipakai. Akan tetapi mean deviasi
mempunyai satu kelemahan pokok, karena cara perhitungannya
mengabaikan tanda-tanda plus dan minus, sehingga mean deviasi tidak dapat
dikenai perhitungan-perhitungan matematik yang tetap mempertahankan nilai-
nilai plus dan minus. Untuk mengatasi kelemahan itu maka timbullah cara
pengukuran variabilitas lain yang dinamakan Standar Deviasi.

58
3). Standar Deviasi
Secara matematik, standar deviasi (lazim juga disebut simpangan
baku) dibatasi sebagai: “Akar dari jumlah deviasi kuadrat dibagi banyaknya
individu.” Untuk memudahkan pengertiannya, perhatikanlah contoh berikut ini.

Tabel 6.6. Tabel Contoh untuk Mencari Standar Deviasi

Nilai Variabel Deviasi dari Mean Deviasi dari Mean


(X) (x) Kuadrat (x2)
19 +5 25
18 +4 16
17 +3 9
16 +2 4
15 +1 1
14 0 0
13 - 1 1
12 - 2 4
11 - 3 99
10 - 4 16
9 - 5 25

∑ X = 154 - ∑ x2 = 110

ΣX 154
Pertama, hitunglah mean, yaitu: M = = = 14.
N 11
Kedua, dengan mengetahui mean ini, maka selanjutnya dapat mengisi kolom
kedua dan kolom ketiga.
Ketiga, setelah kolom kedua dan ketiga diisi, maka Standar Deviasi dihitung
dengan rumus:

∑x2 110
SD = √ = √ = 3,162
N 11

Kuadrat dari Standar Deviasi disebut Varians. Dengan demikian,


varians dapat dikatakan sebagai mean dari jumlah deviasi kuadrat atau
dinyatakan dengan rumus:

59
∑x2
Varians V = SD2 =
N
Rumus menghitung Standar Deviasi seperti yang telah diuraikan di
atas, adalah rumus yang paling sederhana. Dalam banyak hal, banyak
dijumpai data yang tidak sesederhana seperti pada contoh di atas. Frekuensi
tiap-tiap nilai tidaklah satu, melainkan berbeda-beda, bergerak dari bilangan 0
ke bilangan yang tidak terhingga. Sehingga rumus Standar Deviasi untuk hal
seperti ini adalah:

∑fx2
SD = √ (Rumus ini juga disebut rumus deviasi).
N

Rumus Standar Deviasi di atas disebut rumus deviasi, karena rumus ini
menggunakan deviasi dari mean sebagai salah satu komponennya. Berikut ini
adalah contoh penggunaan rumus di atas.
Tabel 6.7. Tabel untuk Menghitung SD dengan Rumus Deviasi

X f fX x x2 f x2
10 3 30 + 3,60 12,96 38,88
9 9 81 + 2,60 6,76 60,84
8 13 104 + 1,60 2,56 33,28
7 23 161 + 0,60 0,36 8,28
6 24 144 - 0,40 0, 16 3,84
5 13 65 - 1,40 1,96 25,48
4 10 40 - 2,40 5,76 57,60
3 5 15 - 3,40 11,56 57,80
- N = 100 ∑ fX = 640 - - ∑fx2 = 286,00

ΣfX 640 ∑fx2 286,00


M = = = 6,40 SD = √ = √ = 1,69
N 100 N 100

Uraian-uraian di atas hanya membahas Standar Deviasi data yang


berdistribusi tunggal. Bagaimana halnya jika datanya berdistribusi bergolong?

60
Pada prinsipnya mencari Standar Deviasi data yang berdistribusi bergolong
tidak ada bedanya dengan data yang berdistribusi tunggal. Rumus untuk data
yang berdistribusi tunggal berlaku sepenuhnya untuk mencari Standar Deviasi
data yang berdistribusi bergolong. Hanya saja nilai X disini bukan lagi mewakili
nilai variabel individual, melainkan mewakili titik tengah dari tiap-tiap interval
kelas. Berikut ini adalah contoh mencari Standar Deviasi untuk data yang
berdistribusi bergolong dengan rumus Standar Deviasi angka kasar !

Tabel 6.8. Tabel untuk Mencari SD Data yang Berdistribusi Bergolong

Interval Titik Tengah fX X2 fX2


f
Kelas (X)
115 – 119 117 1 117 13689 13689
110 – 114 112 0 0 12544 0
105 – 109 107 11 1117 11449 125939
100 – 104 102 21 2142 10404 218484
95 – 99 97 22 2134 9409 206998
90 – 94 92 23 2116 8464 194672
85 – 89 87 14 1218 7569 105966
80 – 84 82 3 246 6724 20172
75 – 79 77 4 308 5929 23716
70 -- 74 72 1 72 5184 5184

Jumlah: N = 100 ∑fX=9530 - ∑fX2=914020

2 2
SD = √∑fX − (∑fX)
N N

2
SD = √914020 − (9530)
100 100

SD = 7,62299

Selanjutnya akan dibahas tentang Nilai Standar. Konsep Standar


Deviasi adalah sebagai pengukuran variabilitas yang dinyatakan dalam angka
kasar seperti cm, kg, rupiah, dan sebagainya, tergantung kepada satuan

61
pengukuran yang digunakan dalam distribusi. Apa yang disebut nilai standar
mempunyai satu keistimewaan, yaitu bahwa nilai standar tidak lagi tergantung
kepada satuan pengukuran seperti cm, kg, rupiah, dan sebagainya itu.
Nilai standar yang paling asli adalah nilai standar yang dalam literatur
statistik biasa disebut z-score. Menurut definisinya, z-score adalah suatu
bilangan yang menunjukkan seberapa jauh suatu nilai (angka kasar)
menyimpang dari mean dalam satuan SD, atau secara singkat, nilai standar
adalah indeks deviasi sesuatu nilai.
Rumusnya adalah sebagai berikut:
X−M
z = dimana: z = nilai standar
SD
X = sesuatu angka kasar
M = mean distribusi
SD = standar deviasi
Karena X – M = x maka rumus di atas dapat juga ditulis sebagai berikut:
x
z =
SD
Dilihat dari definisi dan rumusnya, z-score dapat dipandang sebagai
indeks pengukuran jarak semacam range atau SD, bedanya dengan range
dan SD adalah bahwa z-score tidak lagi menggunakan angka kasar dan
satuan pengukuran, melainkan suatu jarak dalam satuan SD. Konsep di atas
dapat diterangkan dengan contoh berikut.
Misalnya, seorang siswa A mendapat nilai 70 dalam pelajaran PKn. Mean dari
distribusi nilai PKn dalam kelas siswa A adalah 50, sedangkan SD-nya adalah
10. Berapa z-score siswa tersebut?
X−M 70−50
z = = = +2
SD 10
Jadi z-score siswa A dalam pelajaran PKn adalah + 2, artinya bahwa
nilai siswa A dalam pelajaran PKn adalah 2 SD di atas mean, karena bertanda
+ menunjukkan bahwa nilai siswa A berada di atas mean. Jelaslah, bahwa 70
menyimpang 20 dari M yang besarnya 50. Karena SD = 10 maka
penyimpangan 20 itu dalam satuan SD sama dengan 2 SD. Dengan z-score
akan dimungkinkan untuk membandingkan kecakapan seorang siswa dalam

62
bermacam-macam pelajaran. Kalau misalnya seorang siswa P mendapat nilai
80 dalam pelajaran Matematika dan nilai 50 dalam pelajaran IPS, biasanya
segera kita menyimpulkan bahwa kecakapan siswa P dalam pelajaran
Matematika lebih baik dari pada kecakapannnya dalam IPS, namun benarkah
demikian?
Jawabannya adalah benar jika kita menganggap misalnya nilai 60
sebagai indeks rata-rata kecakapan para siswa untuk semua mata pelajaran.
Tetapi suatu pertanyaan segera muncul, benarkah anggapan bahwa indeks
rata-rata kecakapan siswa adalah 60? Untuk menjawab ini, harus dilihat
kedudukan siswa tersebut dalam kelompok distribusinya sebagai landasan.
Seandainya nilai rata-rata dalam pelajaran Matematika 90 dan SD-nya adalah
10, maka kedudukan nilai 80 dari siswa P dalam Matematika 1 SD di bawah
mean atau – 1 SD. Dan seandainya nilai rata-rata dalam pelajaran IPS 40 dan
SD-nya adalah 5, maka kedudukan nilai 50 dari siswa P dalam IPS adalah 2
SD di atas mean atau + 2 SD. Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa
kecakapan siswa P dalam pelajaran IPS lebih baik dari pada kecakapannya
dalam Matematika.

4). Penentuan Distribusi Frekuensi


Langkah-langkah penentuan distribusi frekuensi adalah sebagai berikut
ini.
a. Menentukan Range (R), yaitu skor tertinggi dikurangi skor
terendah.
b. Menentukan banyak kelas interval dengan rumus Sturges, yaitu:
Banyak kelas = 1 + 3,3 log n, n = jumlah sampel
c. Menentukan lebar interval kelas (p), yaitu dengan cara:
Range
p = banyak kelas

63
Tabel 6.9. Data untuk Contoh Penentuan Distribusi Frekuensi
No X f No X f No X f
1 53 2 14 92 2 27 107 9
2 59 2 15 93 7 28 108 1
3 60 4 16 94 3 29 109 1
4 70 2 17 95 7 30 110 1
5 75 3 18 96 2 31 111 1
6 78 2 19 97 4 32 112 3
7 79 2 20 98 3 33 114 1
8 82 2 21 99 4 34 117 1
9 84 3 22 101 4 35 118 4
10 87 3 23 102 2 36 120 2
11 88 1 24 103 4 37 121 1
12 89 4 25 104 2 38 122 3
13 91 3 26 105 2 39 126 3
Jumlah N = 110

Distribusi Frekuensi Skor (X)


Banyak kelas interval (k) = 1 + 3,3 log N
k = 1 + 3,3 log 110
k = 7,74 = 8 (dibulatkan)
R 73
Lebar interval kelas p = = = 9,125 = 10 (pembulatan)
k 8

Untuk mengidentifikasi kecenderungan setiap variabel dalam penelitian


ini, dipergunakan rerata skor ideal (Mi) dan simpangan baku ideal (SDi)
masing–masing variabel dengan mempedomani Kurva Normal. Berdasarkan
rerata skor ideal dan simpangan baku ideal tersebut dikategorikan menjadi
empat kelompok dengan norma sebagai berikut.

Tabel 6.10. Empat Kategori Kelompok Norma


Frekuensi Frekuensi
Kelas Interval Kelas Kategori
Observasi Relatif
˃ (Mi + 1,5 SDi) - skor
1 FO1 FR1 Tinggi
maksimum
2 ˃ Mi - (Mi + 1,5 SDi) FO2 FR2 Cukup
3 ˃ (Mi - 1,5 SDi) - Mi FO3 FR3 Kurang
Skor Minimum - (Mi - 1,5
4 FO4 FR4 Rendah
SDi)
Total ….. ….. -

64
Jika misalnya skor tertinggi ideal = 140 dan skor terendah ideal = 28, maka
rerata ideal (Mi) dan simpangan baku ideal (SDi) dihitung dengan rumus:

Skor ideal maks + Skor ideal min 140+28


Mi = = = 84
2 2
Skor ideal maks − Skor ideal min 140−28
SDi = = = 18,67
6 6

Setelah dilakukan perhitungannya, maka Distribusi Frekuensi Skor (X)


ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 6.11. Distribusi Frekuensi Skor (X)


Frekuensi Frekuensi Frekuensi
Kelas Interval Kelas
Absolut Relatif Kumulatif (%)
1 53 - 62 8 7,3 7,3
2 63 - 72 2 1,8 9,1
3 73 - 82 9 8,2 17,3
4 83 - 92 16 14,5 31,8
5 93 - 102 36 32,7 64,5
6 103 - 112 24 21,9 86,4
7 113 - 122 12 10,9 97,3
8 123 - 132 3 2,7 100,0
Jumlah 110 100,0 -

40-

36

30-

24
20-
16

12
10- 9
8
3
2
0- //
52,5 62,5 72,5 82,5 92,5 102,5 112,5 122,5 132,5
Gambar Histogram Skor X

65
Dengan mempedomani kriteria penentuan tingkat kecenderungan pada
tabel 6.10 di atas, maka hasilnya seperti pada tabel berikut.

Tabel 6.12. Tingkat Kecenderungan Skor (X)


Frekuensi Frekuensi
Kelas Interval Kelas Kategori
Observasi Relatif
1 112 - skor tertinggi 18 16,36 Tinggi
2 84 - 111 73 66,36 Cukup
3 59 - 83 17 15,46 Kurang
4 Skor terendah - 58 2 1,82 Rendah
Total 110 100,00*
*Pembulatan

4. Ukuran Perbedaan

Misalnya ingin mengetahui mana yang lebih baik antara metode


Contextual Teaching and Learning (CTL) dan metode konvensional dalam
mengajarkan suatu mata pelajaran. Kalau ada selisih hasil belajar yang cukup
besar, mungkin kita tidak ragu-ragu menetapkan metode mana yang lebih
baik. Tetapi bila selisih hasil belajar tersebut adalah relatif kecil, tentunya kita
ragu-ragu menetapkan metode mana yang lebih baik. Untuk mengatasi
keragu-raguan inilah, maka perlu menguji perbedaannya dengan
menggunakan rumus-rumus statistik.
Untuk menentukan ukuran perbedaan ini, biasanya yang paling sering
digunakan adalah:
(1) Uji-t

(2) Kai Kuadrat (𝓍 2 )


(3) Analisis Variansi (Anava)

Berikut ini akan dibahas rumus-rumus statistik yang ringkas dan praktis
saja, serta yang paling sering dipakai.

1). Uji-t
Untuk menguji perbedaan dua mean dapat diketahui dengan:

66
M1 − M2
(1). z =
SD2 2
1 + SD2

N1 N2

M1 − M2
(2). Uji-t =
∑ x2 2
1 + ∑ x2 )( 1 + 1 )
√(
N1 + N2 − 2 N1 N 2

Keterangan: M = Mean (rata-rata kelompok)


∑x 2 = jumlah deviasi dari mean kuadrat
N = frekuensi
SD = Standar Deviasi

Pada prinsipnya, kedua rumus di atas adalah sama, hanya kalau z-


score itu didasarkan atas sampel yang besar, sehingga diasumsikan bahwa
distribusinya mendekati normal, sedangkan uji-t didasarkan atas sampel yang
kecil, misalnya ≤ 30. Namun kalau diperhatikan tabel t, dimana derajat
kebebasannya sampai 120, ini berarti bahwa uji-t dapat dipergunakan untuk
sampel N1 + N2 = 120 atau derajat kebebasannya 120. Derajat kebebasan
(db) ini diperoleh dengan rumus: N1 + N2 - 2. Hasil perhitungan uji-t yang
dihitung dikonsultasikan dengan tabel t pada taraf signifikansi 5 % dan derajat
kebebasannya ditentukan seperti rumus di atas.

Contoh 1 (Penggunaan rumus z)


Misalkan kita ingin mengetahui mana yang lebih baik antara metode
Contextual Teaching and Learning (CTL) dan metode konvensional dalam
mengajarkan suatu mata pelajaran dengan jumlah siswa masing-masing kelas
adalah 50. Hasil eksperimen menunjukkan nilai rata-rata kelas yang diajarkan
dengan metode CTL adalah 6,50 dengan SD = 0,60 sedangkan nilai rata-rata
kelas yang diajarkan dengan metode konvensional adalah 6,20 dengan SD =
0,75. Jika data tersebut dimasukkan ke dalam rumus z di atas, maka:
M1 − M2 6,50−6,20
z = =
2 2
SD2 SD2
√ 1+ 2 √0,60 + 0,75
N1 N2 50 50

z = 2,21

67
Adapun hipotesis nihil (Ho) adalah M1 = M2 dan hipotesis alternatif
(Ha) adalah M1 ≠ M2 pada taraf signifikansi 5 % dengan ketentuan:
(1) Menolak hipotesis nihil (Ho) dan menerima hipotesis alternatif (Ha)
bilamana ternyata z ≤ - 1,96 atau z ≥ + 1,96.
(2) Menerima hipotesis nihil (Ho) dan menolak hipotesis alternatif (Ha)
bilamana ternyata z terletak di antara - 1,96 dan + 1,96 ataupun -
1,96 ˂ z ˂ + 1,96
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa z = 2,21 berada di atas
+ 1,96 sehingga dikenakan ketentuan pertama: menolak hipotesis nihil (Ho)
dan menerima hipotesis alternatif (Ha), dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut maka metode Contextual
Teaching and Learning (CTL) lebih baik dari metode konvensional.

Contoh 2 (Penggunaan rumus uji-t)


Misalkan kita ingin mengetahui mana yang lebih baik antara metode
Contextual Teaching and Learning (CTL) dan metode konvensional dalam
mengajarkan suatu mata pelajaran dengan jumlah siswa masing-masing kelas
adalah 15. Hasil eksperimen ditunjukkan pada tabel 6.13 berikut.
Berdasarkan data pada tabel 6.13, maka:
X 105
M1 = = = 7
N1 15
Y 90
M2 = = = 6
N2 15
M1 − M2
t =
∑ x2 2
1 + ∑ x2 )( 1 + 1 )
√(
N1 + N2 − 2 N1 N2

7−6
t =
28+ 20 1 1
√( )( + )
15+15− 2 15 15

1
t =
48 2
√( )( )
28 15

1
t = = 2,0916
0,47809

68
Tabel 6.13. Tabel Contoh Perhitungan Uji-t

Metode Pembelajaran
x y x2 y2
CTL (X) Konvens.(Y)
9 8 +2 +2 4 4
8 7 +1 +1 1 1
6 5 -1 -1 1 1
8 7 +1 +1 1 1
9 6 +2 0 4 0
6 5 -1 -1 1 1
6 4 -1 -2 1 4
9 7 +2 +1 4 1
7 6 0 0 0 0
6 5 -1 -1 1 1
8 6 +1 0 1 0
5 5 - 2 -1 4 1
7 8 0 +2 0 4
6 5 -1 -1 1 1
5 6 -2 0 4 0

∑ X = 105 ∑ Y = 90 - - ∑ x2 = 28 ∑ y2 = 20

Adapun hipotesis nihil (Ho) adalah M1 = M2 dan hipotesis alternatif


(Ha) adalah M1 ≠ M2 pada taraf signifikansi 5 % dengan ketentuan:
(1) Menolak hipotesis nihil (Ho) dan menerima hipotesis alternatif (Ha)
bilamana ternyata t hitung ˃ t tabel pada taraf signifikansi 5%.
(2) Menerima hipotesis nihil (Ho) dan menolak hipotesis alternatif (Ha)
bilamana ternyata t hitung ≤ t tabel pada taraf signifikansi 5%.

Untuk dk = N1 + N2 - 2 = 28 maka pada taraf signifikansi 5% harga t


tabel = 2,048 sehingga dikenakan ketentuan pertama: menolak hipotesis nihil
(Ho) dan menerima hipotesis alternatif (Ha), dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut maka metode
Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik dari metode konvensional.

2). Kai Kuadrat (𝔁𝟐 )


Konsep 𝓍2 banyak sekali dipergunakan dalam statistik untuk

menghitung signifikansi perbedaan, terutama bila statistik itu menghadapi data

69
yang berbentuk frekuensi, proporsi ataupun probabilitas. Adapun rumusnya
adalah sebagai berikut:
(fo − fh )2
𝓍2 = ∑
fh

Keterangan: 𝓍2 = Kai Kuadrat

fo = frekuensi obserbasi

fh = frekuensi yang diharapkan


Sama halnya dengan rumus uji-t, yaitu harus dikonsultasikan dengan

tabel 𝓍 2, untuk mengetahui apakah signifikan atau tidak. Derajat

kebebasannya ditentukan dengan rumus (b – 1)(k – 1), dimana: b = baris,


dan k = kolom.
Contoh 1.
Misalkan penelitian dilakukan terhadap dosen suatu Perguruan Tinggi
untuk mengetahui bagaimana pendapat mereka terhadap efektivitas sistem
Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi sebagai sistem yang sedang
diterapkan di Perguruan Tinggi. Kepada 100 orang dosen yang ditetapkan
secara random dijadikan sebagai responden. Adapun pertanyaan yang
diajukan adalah: Apakah penerapan sistem Pelaksanaan Kurikulum Berbasis
Kompetensi lebih efektif, sama saja, atau tidak lebih efektif jika dibandingkan
dengan sistem lama. Selanjutnya jawaban yang mereka berikan dirangkum
seperti pada tabel 6.14 berikut.

70
Tabel 6.14. Pendapat 100 Orang Dosen Suatu Perguruan Tinggi tentang
Penerapan Sistem Baru

No Pernyataan-Pernyataan: Jumlah (fo)

1 Sistem Pelaksanaan Kurikulum Berbasis 49


Kompetensi lebih efektif dari sistem lama
2 Sistem Pelaksanaan Kurikulum Berbasis 21
Kompetensi tidak lebih efektif dari sistem
lama
3 Sistem Pelaksanaan Kurikulum Berbasis 19
Kompetensi dan sistem lama sama saja
efektifnya
4 Tidak mengemukakan pendapat 11

Jumlah N = 100

Langkah berikutnya adalah menentukan frekuensi yang diharapkan (f h)


atau frekuensi teoretik, yaitu dengan menganggap bahwa porsi responden
pada empat pernyataan di atas adalah sama, sebagaimana ditunjukkan pada
tabel 6.15 berikut.

Tabel 6.15. Tabel Frekuensi Observasi dan Frekuensi yang Diharapkan


Frekuensi Frekuensi yang
No Pernyataan-Pernyataan: observasi (fo) diharapkan
(fh)
1 Sistem Pelaksanaan Kurikulum 49 25
Berbasis Kompetensi lebih efektif dari
sistem lama
2 Sistem Pelaksanaan Kurikulum 21 25
Berbasis Kompetensi tidak lebih efektif
dari sistem lama
3 Sistem Pelaksanaan Kurikulum 19 25
Berbasis Kompetensi dan sistem lama
sama saja efektifnya
4 Tidak mengemukakan pendapat 11 25

Jumlah N = 100 N = 100

71
Tabel 6.16. Tabel Perhitungan Kai Kwadrat (𝔁𝟐 )

(fo − fh )2
Pernyataan fo fh (fo − fh )2
fh
1 49 25 576 23,04
2 21 25 16 0,64
3 19 25 36 1,44
4 11 25 196 7,84
(fo −fh )2
𝓍2 = ∑ = 32,96
fh

Derajat kebebasan adalah (baris – 1)(kolom – 1) = (4 – 1)(2 – 1) = 3,


maka untuk dk = 3, harga 𝓍 2 tabel = 11,345 pada taraf signifikansi 1 %.
Adapun hipotesisnya adalah:
Ha : Di kalangan dosen terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi
yang diobservasi dan frekuensi yang diharapkan.
Ho : Di kalangan dosen tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
frekuensi yang diobservasi dan frekuensi yang diharapkan.

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka 𝓍 2 hitung lebih besar dari

𝓍 2 tabel pada taraf signifikansi 1 %, dengan demikian Ho ditolak ataupun Ha


diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa di kalangan dosen terdapat
perbedaan yang sangat signifikan antara frekuensi yang diobservasi dan
frekuensi yang diharapkan atau dengan kata lain: pendapat dosen mengenai
sistem Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah lebih efektif (49
%) dari sistem lama.

Contoh 2. (Menguji Normalitas Data).


Misalkan untuk menguji normalitas data hasil belajar statistik 40 orang
mahasiswa, dengan skor sebagai berikut: 69, 69, 69, 69, 69, 69, 69, 69, 69,
71, 71, 71, 71, 71, 71, 72, 72, 72, 72, 73, 74, 74, 74, 75, 75, 75, 75, 75, 76, 77,
77, 77, 77, 78, 78, 78, 78, 79, 83, 83.
Selanjutnya data tersebut ditabulasikan seperti yang ditunjukkan pada
tabel 6.17 berikut.

72
Tabel 6.17. Data Skor Hasil Belajar Statistik

Skor Frekuensi (f) fX f X2

69 9 621 42849
71 6 426 30246
72 4 288 20736
73 1 73 5329
74 3 222 16428
75 5 375 28125
76 1 76 5776
77 4 308 23716
78 4 312 24336
79 1 79 6241
83 2 166 13778
- N = 40 ∑ fX = 2946 ∑ fX2 = 217560

Langkah pertama, menghitung mean skor hasil belajar untuk data di atas
ΣfX 2946
maka: Mean = M = = = 73,65
N 40
Langkah kedua, menghitung Standar Deviasi skor hasil belajar untuk data di
atas, maka:

2 2
SD = √∑fX − (∑fX)
N N

2
SD = √217560 − (2946)
40 40

SD = 3,83

Langkah ketiga, menentukan besar frekuensi observasi (f o) dan frekuensi yang


diharapkan (fh). Untuk hal ini perhatikan kurva normal pada gambar 6.1 berikut,
yang terdiri atas 6 kelas, yaitu kelas I – VI. Setiap kelas jumlah frekuensi
observasi (fo) dihitung sesuai dengan rentangan skornya, misalnya kelas I,
maka rentangan skornya adalah 62,16 – 65,00 = 0 kelas II adalah 65,99 – 69
= 9, kelas III adalah 69,82 – 73,00 = 11, kelas IV adalah 73,65 – 77,00 = 13,
kelas V adalah 77,48 – 81,00 = 5 dan kelas VI adalah 81,31 – 85,14 = 2.

73
I II III IV V VI

-3 -2 -1 M +1 +2 +3
62,16 65,99 69,82 73,65 77,48 81,31 85,14

Gambar 6.1. Rentangan Skor pada Kurva Normal

Untuk menghitung frekuensi yang diharapkan (fh) adalah berdasarkan


tabel kurva normal (tabel z). Untuk z = 1, maka luas kelas III = IV adalah 34,13
%, sehingga fh untuk kelas III = IV adalah 34,13 % x 40 = 13,65, luas kelas
II = V adalah z = 2 = 47,72 % - 34,13 % = 13,59 % x 40 = 5,44 dan luas
kelas I dan VI adalah z = 4 = 50% - 47,72 % = 2,28 % x 40 = 0,91. Frekuensi
observasi (fo) dan frekuensi yang diharapkan (fh) ditabulasi sebagai berikut.

Tabel 6.18. Frekuensi Observasi (fo) dan Frekuensi yang Diharapkan (fh)

(fo − fh )2
Kelas fo fh (fo − fh )2
fh
I 0 0,91 0,828 0,910
II 9 5,44 12,674 2,329
III 11 13,65 7,023 0,514
IV 13 13,65 0,423 0,031
V 5 5,44 0,194 0,036
VI 2 0,91 1,188 1,306
2
(fo −fh )
- 40 40,00 - ∑ = 5,126
fh

Ho : Distribusi skor Hasil Belajar Statistik tidak berbeda dengan distribusi kurva
normal.
Ha : Distribusi skor Hasil Belajar Statistik berbeda dengan distribusi kurva
normal.

74
Ketentuan: Terima Ho atau tolak Ha jika 𝓍 2 hitung ≤ 𝓍 2 tabel atau sebaliknya,

tolak Ho atau terima Ha jika 𝓍 2 hitung ˃ 𝓍 2 tabel, pada taraf signifikansi 5 %.


Untuk derajat kebebasan dk = (baris – 1)(kolom – 1) = (6 - 1)(2 - 1) = 5,
maka: 𝓍 2 tabel = 11,070. Berdasarkan hasil perhitungan di atas, 𝓍 2 hitung

˂ 𝓍 2 tabel, sehingga Ho diterima ataupun Ha ditolak, dengan demikian dapat


disimpulkan bahwa distribusi skor Hasil Belajar Statistik tidak berbeda dengan
distribusi kurva normal atau dengan kata lain distribusi Hasil Belajar Statistik
adalah cenderung normal.
Catatan: Uji normalitas seperti contoh di atas digunakan jika data tersebut
dibandingkan (uji perbandingan), tetapi jika data tersebut
dikorelasikan (uji korelasi) maka uji normalitas yang harus digunakan
adalah uji Lilliefors dengan galat taksiran, sebagaimana ditunjukkan
pada contoh berikut.
Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a). Membuat tabel kerja dengan 10 kolom untuk setiap variabel penelitian
b). Mencari harga Ŷ = a + b X dan memasukkan harga-harga a dan b
c). Mencari galat taksiran (Galat T) dengan rumus: Ŷ - X (dimana X =
variabel endogenus) dan selanjutnya diurutkan (Galat T berurut)
d). Mencari standar deviasi (SD) galat taksiran
e). Mencari nilai z skor, dengan rumus : Zi = (Ŷ - X)/SD
f). Menentukan Nilai z tabel {F(zi)} dengan menggunakan tabel Kurva Normal
dari 0 ke z berdasarkan nilai z-score.
g). Menentukan S(zi) dengan rumus S(zi) = f kum : N
h). Menghitung harga Lilliefors hitung dengan rumus : L o = {F(zi) − S(zi) }
i). Mencari nilai Lilliefors terbesar sebagai Lhitung
j). Harga Lillefors tabel 5% (N=186) ditentukan dengan rumus:
0.886 0.886
Lt = = = 0.0650
√𝑁 √186

k). Membuat kesimpulan :


(a).Jika harga Lo < Ltabel maka skor galat taksiran Y atas X berdistribusi
normal

75
(b).Jika harga Lo > harga Ltabel, maka skor galat taksiran Y atas X tidak
berdistribusi normal

Uji Normalitas Galat Taksiran Motivasi Kerja (X3) Atas Kepemimpinan


Pembelajaran (X1) (a = 84,773 b = 0,378 SD = 10.51)
Ŷ – X3 Galat T
N X1 X3 Ŷ=a+bX2 Zi F(zi) S(zi) {F(zi) - S(zi)}
(Galat T) (berurut)
1 126 124 132.401 8.401 -31.943 -3.04 0.0012 0.005 0.0038
2 134 129 135.425 6.425 -31.163 -2.97 0.0015 0.011 0.0095
3 135 158 135.803 -22.197 -28.541 -2.72 0.0033 0.016 0.0127
4 138 150 136.937 -13.063 -26.833 -2.55 0.0054 0.022 0.0166
5 140 144 137.693 -6.307 -26.651 -2.54 0.0055 0.027 0.0215
6 141 140 138.071 -1.929 -26.517 -2.52 0.0059 0.032 0.0261
7 141 139 138.071 -0.929 -22.197 -2.11 0.0174 0.038 0.0206
8 147 144 140.339 -3.661 -21.383 -2.03 0.0212 0.042 0.0208
9 149 132 141.095 9.095 -21.163 -2.01 0.0222 0.048 0.0258
10 149 133 141.095 8.095 -20.211 -1.92 0.0274 0.053 0.0256
11 150 127 141.473 14.473 -18.833 -1.79 0.0367 0.059 0.0223
12 150 150 141.473 -8.527 -17.503 -1.67 0.0475 0.065 0.0175
13 151 143 141.851 -1.149 -16.125 -1.53 0.063 0.070 0.0070
14 151 153 141.851 -11.149 -14.747 -1.40 0.0808 0.075 0.0058
15 152 132 142.229 10.229 -14.077 -1.34 0.0901 0.081 0.0091
16 152 123 142.229 19.229 -13.235 -1.26 0.1038 0.086 0.0178
17 155 152 143.363 -8.637 -13.063 -1.24 0.1075 0.091 0.0165
18 156 137 143.741 6.741 -12.991 -1.24 0.1075 0.098 0.0095
19 156 152 143.741 -8.259 -12.943 -1.23 0.1093 0.102 0.0073
20 157 144 144.119 0.119 -12.919 -1.23 0.1093 0.107 0.0023
21 157 137 144.119 7.119 -11.211 -1.07 0.1401 0.112 0.0281
22 157 129 144.119 15.119 -11.211 -1.07 0.1401 0.118 0.0221
23 158 162 144.497 -17.503 -11.149 -1.06 0.1446 0.123 0.0216
24 158 138 144.497 6.497 -10.503 -1.00 0.1587 0.129 0.0297
25 158 135 144.497 9.497 -10.455 -0.99 0.1611 0.134 0.0271
26 158 155 144.497 -10.503 -10.321 -0.98 0.1635 0.139 0.0245
27 159 154 144.875 -9.125 -10.029 -0.95 0.1711 0.145 0.0261
28 159 137 144.875 7.875 -9.431 -0.90 0.1841 0.15 0.0341
29 159 161 144.875 -16.125 -9.369 -0.89 0.1861 0.155 0.0311
30 159 137 144.875 7.875 -9.297 -0.88 0.1894 0.161 0.0284
31 160 160 145.253 -14.747 -9.187 -0.87 0.1922 0.166 0.0262
32 161 155 145.631 -9.369 -9.187 -0.87 0.1922 0.171 0.0212
33 161 144 145.631 1.631 -9.125 -0.87 0.1922 0.177 0.0152
34 162 139 146.009 7.009 -8.943 -0.85 0.1977 0.182 0.0157
35 162 159 146.009 -12.991 -8.833 -0.84 0.2005 0.188 0.0125
36 162 129 146.009 17.009 -8.785 -0.84 0.2005 0.194 0.0065
37 163 145 146.387 1.387 -8.637 -0.82 0.2061 0.199 0.0071

76
38 163 153 146.387 -6.613 -8.527 -0.81 0.209 0.204 0.005
39 164 148 146.765 -1.235 -8.259 -0.79 0.2148 0.210 0.0048
40 164 160 146.765 -13.235 -8.053 -0.77 0.2206 0.215 0.0056
41 165 153 147.143 -5.857 -7.699 -0.73 0.2327 0.220 0.0127
42 165 145 147.143 2.143 -7.077 -0.67 0.2514 0.226 0.0254
43 165 147 147.143 0.143 -6.723 -0.64 0.2611 0.231 0.0301
44 166 147 147.521 0.521 -6.613 -0.63 0.2643 0.236 0.0283
45 166 149 147.521 -1.479 -6.345 -0.60 0.2743 0.241 0.0333
46 166 148 147.521 -0.479 -6.307 -0.60 0.2743 0.247 0.0273
47 166 149 147.521 -1.479 -5.857 -0.56 0.2877 0.253 0.0347
48 167 138 147.899 9.899 -5.675 -0.54 0.2946 0.258 0.0366
49 167 150 147.899 -2.101 -5.455 -0.52 0.3015 0.263 0.0385
50 167 150 147.899 -2.101 -5.321 -0.51 0.305 0.269 0.0360
51 167 138 147.899 9.899 -4.943 -0.47 0.3192 0.274 0.0452
52 168 137 148.277 11.277 -4.943 -0.47 0.3192 0.28 0.0392
53 168 116 148.277 32.277 -4.723 -0.45 0.3264 0.285 0.0414
54 168 155 148.277 -6.723 -4.455 -0.42 0.3372 0.29 0.0472
55 168 139 148.277 9.277 -4.187 -0.40 0.3446 0.296 0.0486
56 168 153 148.277 -4.723 -4.163 -0.40 0.3446 0.301 0.0436
57 168 139 148.277 9.277 -4.139 -0.39 0.3483 0.306 0.0423
58 169 145 148.655 3.655 -4.053 -0.39 0.3483 0.312 0.0363
59 169 155 148.655 -6.345 -3.675 -0.35 0.3632 0.318 0.0452
60 169 146 148.655 2.655 -3.661 -0.35 0.3632 0.322 0.0412
61 169 146 148.655 2.655 -3.651 -0.35 0.3632 0.327 0.0362
62 170 138 149.033 11.033 -3.431 -0.33 0.3707 0.333 0.0377
63 170 136 149.033 13.033 -3.053 -0.29 0.3859 0.338 0.0479
64 170 144 149.033 5.033 -2.809 -0.27 0.3936 0.344 0.0496
65 170 137 149.033 12.033 -2.699 -0.26 0.3974 0.349 0.0484
66 171 150 149.411 -0.589 -2.431 -0.23 0.409 0.354 0.055
67 171 141 149.411 8.411 -2.321 -0.22 0.4129 0.360 0.0529
68 172 170 149.789 -20.211 -2.101 -0.20 0.4207 0.366 0.0547
69 172 127 149.789 22.789 -2.101 -0.20 0.4207 0.370 0.0507
70 172 161 149.789 -11.211 -2.053 -0.20 0.4207 0.376 0.0447
71 172 161 149.789 -11.211 -2.053 -0.20 0.4207 0.381 0.0397
72 173 148 150.167 2.167 -1.929 -0.18 0.4286 0.387 0.0416
73 173 169 150.167 -18.833 -1.919 -0.18 0.4286 0.392 0.0366
74 173 145 150.167 5.167 -1.809 -0.17 0.4325 0.398 0.0345
75 173 177 150.167 -26.833 -1.785 -0.17 0.4325 0.403 0.0295
76 173 159 150.167 -8.833 -1.699 -0.16 0.4364 0.408 0.0284
77 174 138 150.545 12.545 -1.675 -0.16 0.4364 0.413 0.0234
78 174 156 150.545 -5.455 -1.479 -0.14 0.4443 0.419 0.0253
79 174 143 150.545 7.545 -1.479 -0.14 0.4443 0.425 0.0193
80 174 155 150.545 -4.455 -1.235 -0.12 0.4522 0.430 0.0222
81 174 161 150.545 -10.455 -1.187 -0.11 0.4562 0.435 0.0212

77
82 174 143 150.545 7.545 -1.149 -0.11 0.4562 0.440 0.0162
83 175 165 150.923 -14.077 -0.929 -0.09 0.4641 0.446 0.0181
84 175 158 150.923 -7.077 -0.919 -0.09 0.4641 0.450 0.0141
85 175 143 150.923 7.923 -0.895 -0.09 0.4641 0.456 0.0081
86 176 154 151.301 -2.699 -0.589 -0.06 0.4761 0.462 0.0141
87 176 129 151.301 22.301 -0.565 -0.05 0.4801 0.468 0.0121
88 176 159 151.301 -7.699 -0.479 -0.05 0.4801 0.472 0.0081
89 176 153 151.301 -1.699 -0.321 -0.03 0.488 0.478 0.0100
90 176 140 151.301 11.301 -0.053 -0.01 0.496 0.482 0.0140
91 177 162 151.679 -10.321 -0.053 -0.01 0.496 0.489 0.0070
92 177 143 151.679 8.679 0.119 0.011 0.504 0.494 0.0100
93 177 157 151.679 -5.321 0.143 0.014 0.5044 0.500 0.0044
94 177 148 151.679 3.679 0.215 0.02 0.508 0.505 0.0030
95 177 154 151.679 -2.321 0.435 0.041 0.516 0.511 0.0050
96 177 146 151.679 5.679 0.435 0.041 0.516 0.517 0.0010
97 177 152 151.679 -0.321 0.521 0.05 0.5199 0.522 0.0021
98 177 147 151.679 4.679 0.593 0.056 0.5202 0.527 0.0068
99 177 150 151.679 1.679 1.387 0.132 0.5517 0.532 0.0197
100 178 149 152.057 3.057 1.593 0.152 0.5596 0.538 0.0216
101 178 161 152.057 -8.943 1.631 0.155 0.5599 0.543 0.0169
102 178 157 152.057 -4.943 1.679 0.16 0.5636 0.548 0.0156
103 178 157 152.057 -4.943 1.813 0.173 0.5675 0.553 0.0145
104 178 184 152.057 -31.943 1.837 0.175 0.5678 0.559 0.0088
105 178 165 152.057 -12.943 1.861 0.177 0.5681 0.565 0.0031
106 178 146 152.057 6.057 2.081 0.198 0.5753 0.570 0.0053
107 179 143 152.435 9.435 2.143 0.204 0.5793 0.575 0.0043
108 179 152 152.435 0.435 2.167 0.206 0.5795 0.580 0.0005
109 179 152 152.435 0.435 2.239 0.213 0.5832 0.586 0.0028
110 179 153 152.435 -0.565 2.349 0.224 0.5871 0.590 0.0029
111 180 151 152.813 1.813 2.655 0.253 0.5987 0.596 0.0027
112 180 162 152.813 -9.187 2.655 0.253 0.5987 0.602 0.0033
113 180 154 152.813 -1.187 2.813 0.268 0.6026 0.608 0.0054
114 180 150 152.813 2.813 3.057 0.291 0.6141 0.613 0.0011
115 180 162 152.813 -9.187 3.081 0.293 0.6143 0.618 0.0037
116 180 157 152.813 -4.187 3.349 0.319 0.6217 0.623 0.0013
117 180 146 152.813 6.813 3.655 0.348 0.6331 0.629 0.0041
118 181 156 153.191 -2.809 3.679 0.35 0.6368 0.634 0.0028
119 181 155 153.191 -1.809 4.081 0.388 0.648 0.639 0.0090
120 181 149 153.191 4.191 4.191 0.399 0.6517 0.645 0.0067
121 182 149 153.569 4.569 4.569 0.435 0.6664 0.65 0.0164
122 182 157 153.569 -3.431 4.679 0.445 0.67 0.655 0.0150
123 182 156 153.569 -2.431 5.033 0.479 0.6808 0.661 0.0198
124 182 163 153.569 -9.431 5.167 0.492 0.6879 0.667 0.0209
125 183 154 153.947 -0.053 5.325 0.507 0.6915 0.672 0.0195

78
126 183 140 153.947 13.947 5.679 0.54 0.7054 0.677 0.0284
127 183 158 153.947 -4.053 5.727 0.545 0.7059 0.682 0.0239
128 183 156 153.947 -2.053 5.727 0.545 0.7059 0.688 0.0179
129 183 157 153.947 -3.053 6.057 0.576 0.7157 0.693 0.0227
130 183 154 153.947 -0.053 6.325 0.602 0.7257 0.698 0.0277
131 183 144 153.947 9.947 6.425 0.611 0.7291 0.703 0.0261
132 183 162 153.947 -8.053 6.459 0.615 0.7293 0.709 0.0203
133 183 145 153.947 8.947 6.497 0.618 0.7296 0.714 0.0156
134 183 156 153.947 -2.053 6.617 0.63 0.7357 0.72 0.0157
135 183 146 153.947 7.947 6.703 0.638 0.7361 0.726 0.0101
136 184 156 154.325 -1.675 6.741 0.641 0.7389 0.731 0.0079
137 184 148 154.325 6.325 6.813 0.648 0.7392 0.736 0.0032
138 184 145 154.325 9.325 6.971 0.663 0.7454 0.741 0.0044
139 184 149 154.325 5.325 7.009 0.667 0.7457 0.747 0.0013
140 184 160 154.325 -5.675 7.105 0.676 0.7486 0.752 0.0034
141 184 158 154.325 -3.675 7.119 0.677 0.7489 0.758 0.0091
142 184 146 154.325 8.325 7.325 0.697 0.7549 0.763 0.0081
143 184 147 154.325 7.325 7.545 0.718 0.7611 0.768 0.0069
144 185 148 154.703 6.703 7.545 0.718 0.7611 0.774 0.0129
145 185 164 154.703 -9.297 7.875 0.749 0.7703 0.78 0.0097
146 185 146 154.703 8.703 7.875 0.749 0.7703 0.785 0.0147
147 186 152 155.081 3.081 7.923 0.754 0.7734 0.790 0.0166
148 186 157 155.081 -1.919 7.947 0.756 0.7737 0.796 0.0223
149 186 168 155.081 -12.919 8.095 0.77 0.7794 0.801 0.0216
150 186 156 155.081 -0.919 8.325 0.792 0.7852 0.806 0.0208
151 186 151 155.081 4.081 8.401 0.799 0.7856 0.812 0.0264
152 186 153 155.081 2.081 8.411 0.800 0.7881 0.817 0.0289
153 187 149 155.459 6.459 8.483 0.807 0.7883 0.822 0.0337
154 187 125 155.459 30.459 8.679 0.826 0.7939 0.828 0.0341
155 187 184 155.459 -28.541 8.703 0.828 0.7943 0.833 0.0387
156 188 177 155.837 -21.163 8.947 0.851 0.8023 0.839 0.0367
157 188 154 155.837 1.837 9.095 0.865 0.8051 0.844 0.0389
158 188 160 155.837 -4.163 9.277 0.883 0.8106 0.849 0.0384
159 188 187 155.837 -31.163 9.277 0.883 0.811 0.855 0.0440
160 189 165 156.215 -8.785 9.325 0.887 0.8115 0.86 0.0485
161 189 156 156.215 0.215 9.435 0.898 0.8133 0.866 0.0527
162 189 158 156.215 -1.785 9.483 0.902 0.8186 0.871 0.0524
163 190 155 156.593 1.593 9.497 0.904 0.8238 0.876 0.0522
164 190 140 156.593 16.593 9.899 0.942 0.8264 0.881 0.0546
165 190 156 156.593 0.593 9.899 0.942 0.8355 0.887 0.0515
166 191 150 156.971 6.971 9.947 0.946 0.8412 0.892 0.0508
167 191 141 156.971 15.971 10.229 0.973 0.8461 0.898 0.0519
168 191 167 156.971 -10.029 11.033 1.05 0.8531 0.903 0.0499
169 192 161 157.349 -3.651 11.277 1.073 0.8577 0.908 0.0503

79
170 192 145 157.349 12.349 11.301 1.075 0.858 0.913 0.0550
171 192 154 157.349 3.349 12.033 1.145 0.8729 0.919 0.0461
172 192 184 157.349 -26.651 12.349 1.175 0.879 0.925 0.0460
173 192 155 157.349 2.349 12.545 1.194 0.883 0.930 0.0470
174 193 152 157.727 5.727 13.033 1.24 0.8925 0.936 0.0435
175 193 152 157.727 5.727 13.947 1.327 0.9066 0.941 0.0344
176 194 159 158.105 -0.895 14.473 1.377 0.9147 0.946 0.0313
177 194 151 158.105 7.105 14.861 1.414 0.9207 0.951 0.0303
178 195 185 158.483 -26.517 15.119 1.439 0.9236 0.956 0.0324
179 195 149 158.483 9.483 15.971 1.52 0.9357 0.962 0.0263
180 195 150 158.483 8.483 16.593 1.579 0.9419 0.968 0.0261
181 196 157 158.861 1.861 17.009 1.618 0.9463 0.973 0.0267
182 196 144 158.861 14.861 19.229 1.83 0.9664 0.978 0.0116
183 196 163 158.861 -4.139 22.301 2.122 0.983 0.984 0.0010
184 197 157 159.239 2.239 22.789 2.168 0.9846 0.989 0.0044
185 198 153 159.617 6.617 30.459 2.898 0.9981 0.994 0.0041
186 198 181 159.617 -21.383 32.277 3.071 0.999 1,000 0.0010

3). Analisis Variansi (Anava)


Bila yang dibandingkan itu lebih dari dua kelompok, maka uji-t tidak
dapat dipergunakan, jadi untuk hal ini dipergunakanlah F-tes atau Analisis
Variansi (Anava). Misalkan kita ingin membandingkan tiga kelompok sampel,
yaitu sampel A, sampel B, dan sampel C, maka pengujian perbedaan mean
tidak dapat dilakukan sekaligus, tetapi berpasangan sebagai berikut:
Pasangan pertama: Menguji perbedaan mean sampel A dengan sampel B.
Pasangan kedua :Menguji perbedaan mean sampel A dengan sampel C.
Pasangan ketiga : Menguji perbedaan mean sampel B dengan sampel C.
Untuk dapat membandingkan ke tiga pasangan perbedaan tersebut
sekaligus, maka digunakanlah Analisis Variansi atau F-tes yang
dikembangkan oleh R. A. Fisher.
Analisis Variansi ada dua macam, yakni analisis variansi klasifikasi
tunggal (satu jalan) dan analisis variansi klasifikasi ganda (dua jalan, dan
seterusnya).

(1). Analisis Variansi Satu Jalan


Analisis Variansi satu jalan hanya terdiri atas satu baris tetapi n kolom
atau banyak kolom, dan pada contoh berikut terdiri atas tiga kolom. Misalnya

80
kita ingin membandingkan hasil belajar matematika siswa sekolah X
berdasarkan pekerjaan orang tuanya. Jika pekerjaan orang tua siswa
dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu: PNS, petani, dan nelayan. Adapun
nilai-nilainya seperti dicantumkan pada tabel 6.19 berikut.
Tabel 6.19. Hasil belajar Matematika Siswa Sekolah X

PNS Petani nelayan

6 6 6
6 6 6
7 6 6
7 6 7
7 7 7
7 7 7
8 7 7
8 7 8
9 8 8
9 9 9

Adapun rumus-rumusnya adalah sebagaimana ditunjukkan pada tabel


berikut ini.

Tabel 6.20. Rumus-Rumus Analisis Variansi Satu Jalan

Sumber
dk JK KR F0
Variasi
Antar (∑ X1 )
2
(∑ X2 )
2
(∑ Xt )
2 JK a
k-1 JK a = { + +⋯} − KR a =
Kelompok N1 N2 Nt dk a KR a
F0 =
Dalam JK d KR d
Nt-k JK d = JK t − JK a KR d =
Kelompok dk d
2
(∑ Xt )
Total (t) Nt-1 JK t = ∑ X2t − - -
Nt

Keterangan: a = antar kelompok


d = dalam kelompok
t = total
JK = Jumlah Kuadrat
KR = Kuadrat Rerata
dk = derajat kebebasan
N = jumlah subjek (frekuensi)
F0 = harga F observasi

81
Berdasarkan data pada tabel 6.19 di atas, dapatlah dihitung harga-
2
harga Mean, N1,…,t , ∑ X1,…,t , (∑ X1,…,t ) seperti pada tabel 6.21 berikut ini.

2
Tabel 6.21. Harga-harga Mean, N1,…,t , ∑ X1,…,t , (∑ X1,…,t )

Yang dihitung PNS (1) Petani (2) Nelayan (3) Jumlah (t)

N 10 10 10 30
∑ Xi 74 69 71 214
∑ Xi2 558 485 513 1556
Mean 7,4 6,9 7,1 -

Berdasarkan rumus-rumus pada tabel 6.20 serta data-data pada tabel


6.21, maka:
2
2 (∑ Xt )
JK t = ∑ Xt −
Nt

(214)2
JK t = 1556 − = 1556 – 1526,53 = 29,47
30
2 2 2 2
(∑ X1 ) (∑ X2 ) (∑ X3 ) (∑ Xt )
JKa = { + + }−
N1 N2 N3 Nt

(74)2 (69)2 (71)2 (214)2


JKa = { + + }− = 1527,8 – 1526,53 = 1,27
10 10 10 30

JK d = JK t - JK a = 29,47 - 1,27 = 28,20

dka = k – 1 = 3 – 1 = 2 dan dkd = Nt - k = 30 - 3 = 27


JKa 1,27
KRa = = = 0,635
dka 2

JKd 28,20
KRd = = = 1,044
dkd 27
KRa 0,635
F0 = = = 0,608
KRd 1,044

Untuk dk = (dka; dkd) = (2 ; 27) Ftabel = 3,35 pada taraf signifikansi


5%. Adapun hipotesisnya adalah:
Ho: Tidak ada perbedaan hasil belajar matematika siswa sekolah X jika
didasarkan atas pekerjaan orang tuanya (PNS, petani, nelayan).

82
Ha: Terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa sekolah X jika
didasarkan atas pekerjaan orang tuanya (PNS, petani, nelayan).
Kesimpulan:
Berdasarkan perhitungan di atas, dimana F0 ˂ Ft(5%) maka Ho diterima
atau Ha ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan hasil
belajar matematika siswa sekolah X jika didasarkan atas pekerjaan orang
tuanya (PNS, petani, nelayan).
Jika F0 ˃ Ftabel maka dilanjutkan dengan uji perbedaan ganda yaitu
Mi −Mj
dengan uji Tukey yang rumusnya: Q =
KRd

N

Dengan ketentuan, jika Qhitung ˃ Qtabel (1% atau 5%), maka perbedaan
tersebut signifikan, dengan dk = (k ; dkd).

(2). Analisis Variansi Ganda (Khusus Dua Jalan)


Analisis variansi satu jalan yang telah dibahas terdiri atas satu baris
dan tiga kolom, yang disebut mempunyai satu variabel yaitu variabel kolom.
Berikut ini yang akan dibahas hasil belajar matematika 40 orang siswa sekolah
X dengan analisis variansi dua jalan, yang mempunyai dua variabel, yaitu
variabel kolom dan variabel baris. Variabel kolomnya adalah pekerjaan orang
tua siswa yang dikelompokkan atas dua kelompok yaitu: PNS dan swasta.
Sedangkan variabel barisnya adalah asal daerah yang dikelompokkan atas
dua kelompok, yaitu kota dan desa. Analisis dua jalan ini disebut juga faktorial
2 x 2, sebagaimana ditunjukkan pada tabel 6.22 berikut.
Tabel 6.22. Anava Faktorial 2 x 2

Hasil Pekerjaan Orang Tua: Pekerjaan Orang Tua:


Belajar PNS Swasta
Asal (A1) (A2)
Daerah

Kota (B1) A1B1 A2B1

Desa (B2) A1B2 A2B2

83
Tabel 6.23. Hasil Belajar Matematika Siswa Sekolah X

Pekerjaan Orang Tua: PNS Pekerjaan Orang Tua: Swasta


(A1) (A2)

Kota (B1) Desa (B2) Kota (B1) Desa (B2)

6 6 6 5
6 6 6 6
7 6 6 6
7 6 7 6
7 7 7 6
7 7 7 7
8 7 7 7
8 7 8 7
9 8 8 8
9 9 9 8

N1 = 10 N2 = 10 N3 = 10 N4 = 10
∑ X1 = 74 ∑ X2 = 69 ∑ X3 = 71 ∑ X4 = 66
∑ X12 = 548 ∑ X22 = 485 ∑ X32 = 513 ∑ X42 = 484
M1 = 7,4 M2 = 6,9 M3 = 7,1 M4 = 6,6

Mean = 7,15 Mean = 6,85

Pertanyaan:
a. Apakah ada perbedaan hasil belajar matematika siswa antara yang
memiliki pekerjaan orang tua PNS dan pekerjaan orang tua swasta?
b. Apakah ada perbedaan hasil belajar matematika siswa antara yang
berasal dari kota dan berasal dari desa?
c. Apakah ada interaksi jenis pekerjaan orang tua dengan daerah asal?

Penyelesaian:
Nt = 40
∑ Xtotal = 74 + 69 + 71 + 66 = 280
2
∑ Xtotal = 548 + 485 + 513 + 484 = 2030

84
2
(∑ Xt )
a. JK total = ∑ X2t −
Nt

(280)2
= 2030 −
40
= 2030 - 1960
= 70
b. JK antar kelompok =
2 2 2 2 2
(∑ X1 ) (∑ X2 ) (∑ X3 ) (∑ X4 ) (∑ Xt )
= { + + + }−
N1 N2 N3 N4 Nt

(74)2 (69)2 (71)2 (66)2 (280)2


= { + + + }− 40
10 10 10 10
= 547,6 + 476,1 + 504,1 + 435,6 - 1960
= 1963,4 - 1960
= 3,4
c. JK dalam kelompok (JKd) = JK total - JK antar kelompok
= 70 - 3,4
= 66,6
d. JK antar variabel:
(1) Variabel Pekerjaan Orang Tua (A):
2 2
2
(∑ XA ) (∑ XA ) (∑ Xt )
1 2
JKA = { + }−
NA1 NA2 Nt

(143)2 (137)2 (280)2


= { + }− 40
20 20
= 1022,45 + 938,45 - 1960
= 1960,9 - 1960
= 0,9
(2) Variabel Asal Daerah (B):
2
2 2
(∑ XB ) (∑ XB ) (∑ Xt )
1
JKB = { + }−
NB1 NB2 Nt

(145)2 (135)2 (280)2


= { + }− 40
20 20

= 1051,25 + 911,25 - 1960


= 1962 - 1960 = 2

85
e. JK interaksi (AB):
2 2 2 2
2
(∑ XA B ) (∑ XA B ) (∑ XA B ) (∑ XA B ) (∑ Xt )
1 1 1 2 2 1 2 2
= { + + + }− -
NA1B1 NA1B2 NA2B1 NA2 B2 Nt

JKA - JKB
(74)2 (69)2 (71)2 (66)2 (280)2
= { + + + }− 40
- 0,9 - 2
10 10 10 10

= 547,6 + 476,1 + 504,1 + 435,6 - 1960 - 0,9 - 2


= 1963,4 - 1960 - 0,9 - 2 = 0,5
f. Derajat Kebebasan (dk):
dk A = (A – 1) = (2 – 1) = 1
dk B = (B – 1) = (2 – 1) = 1
dk interaksi = dk AB = (A – 1)(B – 1) = (2 – 1)(2 – 1) = 1
dk d = ∑(N𝑖 − 1)
= (N1 – 1) + (N2 – 1) + (N3 – 1) + (N4 – 1)
= (10 – 1) + (10 – 1) + (10 – 1) + (10 – 1)
= 36
g. Rata-rata Jumlah Kuadrat:
JKA 0,9
RJK A = = = 0,9
dkA 1
JKB 2
RJK B = = = 2
dkB 1
JKAB 0,5
RJK AB = = = 0,5
dkAB 1
JKd 66,6
RJK d = = = 1,85
dkd 36

h. Fhitung :
RJKA 0,9
FA = = = 0,486 .................. a
RJKd 1,85
RJKB 2
FB = = = 1,08 ....................... b
RJKd 1,85
RJKAB 0,5
FAB = = = 0,270 ................. c
RJKd 1,85

i. Ftabel :
F5%(1;36) = 4,11 dan F1%(1;36) = 7,39

86
Tabel 6.24. Tabel Rangkuman Analisis Variansi

Sumber Variasi dk JK RJK Fhitung Ftabel(5%) Ftabel(1%)

Pekerjaan Orangtua (A) 1 0,9 0,9 0,468 4,11 7,39

Asal Daerah (B) 1 2 2 1,08 4,11 7,39

Interaksi (AB) 1 0,5 0,5 0,270 4,11 -

Galat 36 66,6 1,85 - - -

39 70,0 - - - -
Total

Kesimpulan:
a. Tidak terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa sekolah X
antara yang memiliki pekerjaan orang PNS dan Swasta.
b. Tidak terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa sekolah X
antara yang berasal dari kota dan desa.
c. Tidak terdapat interaksi antara pekerjaan orang tua dengan asal
daerah.

5. Ukuran Korelasi

Korelasi berarti hubungan timbal balik antara dua variabel atau lebih,
yang dinyatakan dalam angka atau grafik. Hubungan timbal balik ini sering
menjadi pusat perhatian para peneliti, misalnya hubungan antara kejahatan
dan kemelaratan, hubungan antara kelengkapan fasilitas belajar dan indeks
prestasi, hubungan antara permintaan dan penawaran, dan sebagainya.
Jika ada korelasi antara dua variabel, misalnya hubungan antara
kejahatan dan kemelaratan, biasanya orang segera menarik kesimpulan
bahwa antara dua variabel atau gejala itu tedapat hubungan sebab akibat.
Kesimpulan semacam itu kerap kali tidak benar, sebab sungguhpun semua
rangkaian sebab akibat menunjukkan adanya korelasi, namun tidak semua
korelasi menunjukkan sebab akibat.

87
Apabila hubungan antara variabel merupakan inti sebuah penelitian
ilmiah, maka perlu diketahui berbagai jenis bentuk hubungan antara variabel.
Ada tiga jenis bentuk hubungan antara variabel, yaitu hubungan simetris,
hubungan asimetris, dan hubungan timbal balik.

1). Hubungan Simetris


Dua buah variabel mempunyai hubungan simetris, apabila variabel
yang satu tidak disebabkan atau tidak dipengaruhi oleh variabel yang lainnya.
Ada empat bentuk hubungan simetris:.
(1) Kedua variabel tersebut merupakan akibat dari satu faktor yang sama.
Misalnya, berubahnya pola hidup dibarengi dengan bertambahnya alat
komunikasi. Kedua variabel itu tidak saling mempengaruhi, tetapi
keduanya merupakan akibat dari peningkatan teknologi.
(2) Kedua variabel tersebut merupakan indikator dari satu konsep yang
sama. Misalnya, pengawasan dan promosi merupakan dua indikator
dari kepuasan kerja, tingkat kelahiran dan jumlah anak lahir hidup
merupakan dua indikator dari konsep fertilitas
(3) Hubungan yang kebetulan semata-mata. Datangnya seekor kupu-kupu
ke rumah dengan tamu yang datang. Hal ini bukan berarti kedatangan
tamu disebabkan datangnya seekor kupu-kupu. (Di desa masih
diyakini, jika ada terbang kupu-kupu ke dalam rumah menunjukkan
akan ada tamu yang datang).
(4) Kedua variabel saling berkaitan secara fungsional, yakni di mana yang
satu berada maka yang lainnyapun ada di sana. Di mana ada guru, di
situ ada murid, di mana ada komandan di situ ada bawahan.

2). Hubungan Asimetris


Pada umumnya, persoalan-persoalan sosial terdapat dalam hubungan
asimetris, di mana satu variabel mempengaruhi variabel lainnya. Jadi disini
ada variabel yang mempengaruhi (variabel independen) dan variabel yang
dipengaruhi (variabel dependen). Ada enam bentuk hubungan asimetris:
(1) Hubungan antara stimulus dan respons. Bentuk hubungan seperti inilah
yang banyak ditemui dalam bidang pendidikan. Misalnya, hubungan
metode pembelajaran dengan prestasi belajar, hubungan kelengkapan

88
faslitas belajar dengan prestasi belajar. Namun, para peneliti sering
dihadapkan pada “prinsip selektivitas”. Sebagai contoh: siswa memiliki
kebiasaan belajar yang baik, ternyata memiliki minat belajar yang baik
juga. Yang dihadapkan pada prinsip selektivitas adalah: apakah siswa
yang memiliki minat belajar yang baik karena kebiasaan belajarnya
yang baik, ataukah justru sebaliknya karena memiliki kebiasaan belajar
yang baik sehingga adanya minat belajar yang baik?
(2) Hubungan antara ciri individu dan tingkah laku. Ciri individu yang
dimaksukan adalah sifat individu yang relatif tidak berubah dan tidak
dipengaruhi oleh lingkungan, seperti: suku, jenis kelamin, agama,
pendidikan, dan lainnya.
(3) Hubungan antara disposisi dan respons. Disposisi adalah
kecenderungan untuk menunjukkan respons tertentu dalam situasi
tertentu. Jika stimulus datang dari luar, sedangkan disposisi berada
dalam diri seseorang, seperti kebiasaan belajar, sikap, kemampuan,
dorongan, dan lainnya.
(4) Hubungan antara prakondisi yang perlu dengan akibat tertentu.
Misalnya, agar siswa dapat berprestasi yang lebih baik, maka perlu
memperlengkapi fasilitas belajarnya.
(5) Hubungan antara tujuan (ends) dan cara (means). Misalnya hubungan
antara frekuensi berkunjung ke perpustakaan dan prestasi belajar,
hubungan jumlah jam belajar dan prestasi belajar.
(6) Hubungan yang imanen antara dua variabel. Hubungan kedua variabel
terjalin satu sama lain, sehingga jika satu variabel berubah maka
vaiabel yang lain ikut berubah. Misalnya, jika suatu organisasi semakin
besar, maka semakin rumit juga administrasinya. Jadi administrasi
yang rumit bukan disebabkan besarnya organisasi, namun merupakan
ciri suatu organisasi yang besar semakin rumit administrasinya.

3). Hubungan Timbal Balik (Hubungan Interaktif)


Hubungan timbal balik adalah bentuk hubungan dimana satu variabel
dapat menjadi sebab dan juga menjadi akibat dari variabel lainnya. Tetapi
bukan berarti bahwa hubungan timbal balik tidak dapat ditentukan mana yang

89
menjadi sebab dan mana yang menjadi akibat. Namun, apabila suatu variabel
X misalnya mempengaruhi variabel Y, pada waktu lainnya variabel Y
mempengaruhi variabel X. Misalnya, hubungan antara motivasi belajar dan
prestasi belajar, hubungan antara kecerdasan dan kekayaan, hubungan
antara berat badan dan tinggi badan.

Ukuran korelasi dinyatakan dalam koefisien korelasi ( r ). Harga


koefisien korelasi terbesar adalah 1 dan yang terkecil adalah – 1. Untuk
menghitung koefisien korelasi ini biasanya digunakan rumus korelasi product
moment yang dikembangkan oleh Karl Pearson. Adapun rumusnya adalah:
∑ xy
rxy =
√(∑ x2 )(∑ y2 )

rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y


(∑ X)(∑ Y)
∑ xy = ∑ XY -
N
(∑ X)2
∑ x2 = ∑ X2 -
N
(∑ Y)2
∑ y2 = ∑ Y2 -
N
Contoh berikut adalah penggunaan rumus di atas.

Tabel 6.25. Tabel Contoh Menghitung Korelasi

No X Y X2 Y2 XY

1 130 20 16900 400 2600


2 132 24 17424 576 3168
3 152 28 23104 784 4256
4 184 37 33856 1369 6808
5 142 23 20164 529 3266
6 190 32 36100 1024 6080
7 150 25 22500 625 3750
8 170 23 28900 529 3910
9 181 29 32761 841 5249
10 164 35 26896 1225 5740
10 1595 276 258606 7902 44827
N ∑X ∑Y ∑ X2 ∑ Y2 ∑ XY

90
Berdasarkan data-data pada tabel 6.25 di atas, selanjutnya dihitung:
(1595)(276)
∑ xy = 44827 - = 805
10
(1595)2
∑ x 2 = 258605 - = 4202,5
10
(276)2
∑ y 2 = 7902 - = 284,4
10
∑ xy
rxy =
√(∑ x2 )(∑ y2 )
805
rxy =
√(4202,5)(284,4)

rxy = 0,736

Untuk mengetahui apakah harga rxy = 0,736 itu signifikan atau tidak,

maka harus dikonsultasikan pada tabel r, dengan N = 10 atau derajat


kebebasan dk = N – 2 = 8 (Catatan: ada tabel r yang menggunakan N, ada
juga yang menggunakan derajat kebebasan dk).
Pada tabel r dengan N = 10 diperoleh harga r pada taraf signifikansi 1%
atau rt(1%) = 0,765 sedangkan pada taraf signifikansi 5 % atau rt(5%) =

0,632. Karena rhitung ˃ rt(5%) , dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

korelasi antara variabel X dan variabel Y adalah signifikan pada taraf


signifikansi 5 %.
Rumus koefisien korelasi di atas didasarkan atas deviasi (simpangan),
berikut ini adalah rumus koefisien korelasi didasarkan atas angka kasar
beserta contoh penggunaannya.
N ∑ XY− (∑ X)(∑ Y)
rxy =
√{N ∑ X2 −(∑ X)2 }{N ∑ Y2 −(∑ Y)2 }

Dengan menggunakan data-data pada tabel 6.25 di atas, selanjutnya


dihitung:
10.44827− (1595)(276)
rxy =
√{10.258605−(1595)2 }{10.7902−(276)2 }
448270− 440220
rxy =
√(2586050−2544025)(79020−76176)
8050
rxy =
√42025.2844

91
8050
rxy =
√119519100
8050
rxy =
10932,479133298

rxy = 0,737

Harga rxy = 0,736 pada rumus koefisien korelasi atas deviasi,


sedangkan pada rumus koefisien korelasi didasarkan atas angka kasar harga
rxy = 0,737. Kedua harga tersebut berbeda, inilah yang menjadi keuntungan
rumus koefisien korelasi didasarkan atas angka kasar, yaitu lebih teliti karena
tidak ada pembulatan angka, sedangkan pada rumus koefisien korelasi atas
deviasi pada umumnya terjadi pembulatan angka.

Analisis Regresi
Suatu variabel dapat diramalkan dari variabel lainnya apabila terdapat
korelasi yang signifikan. Seperti contoh pada tabel 6.25 di atas, harga Y dapat
diramalkan dari harga X. Jika variabel yang meramalkan disebut prediktor dan
variabel yang diramalkan disebut kriterium, maka korelasi antara prediktor dan
kriterium dapat dilukiskan dalam suatu garis yang disebut garis regresi. Garis
regresi ini mungkin garis lurus (linier), mungkin garis lengkung (parabola,
hiperbola, dan sebagainya).
Suatu garis regresi dapat dituliskan dalam persamaan matematik yang
disebut persamaan regresi. Untuk garis regresi linier dengan satu variabel
prediktor, maka persamaan regresinya adalah:
Y = aX + b
Keterangan: Y = kriterium
X = prediktor
a = koefisien prediktor
b = bilangan konstanta
Untuk garis regresi linier dengan dua variabel prediktor, maka
persamaan regresinya adalah:
Y = a1 X 1 + a 2 X 2 + b
Dan untuk m variabel prediktor, maka persamaan regresinya adalah:
Y = a1 X 1 + a 2 X 2 + . . . + a m X m + b

92
Contoh 1
Suatu penelitian ingin memastikan apakah berat badan pada kelompok
umur tertentu dapat diramalkan dari tinggi badannya. Data-datanya seperti
ditampilkan pada tabel 6.26 berikut.

Tabel 6.26. Data Tinggi Badan (X) dan Berat Badan (Y)
No X Y X2 Y2 XY

1 171 64 29241 4096 10944


2 168 63 28224 3969 10584
3 170 65 28900 4225 11050
4 164 60 26896 3600 9840
5 184 70 33856 4900 12880
6 181 68 32761 4624 12308
7 160 52 25600 2704 8320
8 165 62 27225 3844 10230
9 157 49 24649 2401 7693
10 163 56 26569 3136 9128
11 190 80 36100 6400 15200
12 150 50 22500 2500 7500
13 169 64 28561 4096 10816
14 180 67 32400 4489 12060
15 152 51 23104 2601 7752

15 2524 921 426586 57585 156305


N ∑X ∑Y ∑ X2 ∑ Y2 ∑ XY

N ∑ XY− (∑ X)(∑ Y)
rxy =
√{N ∑ X2 −(∑ X)2 }{N ∑ Y2 −(∑ Y)2 }

15.156305− (2524)(921)
rxy =
√{15.426586−(2524)2 }{15.57585−(921)2 }
2344575− 2324604
rxy =
√(6398790−6370576)(863775−848241)
19971
rxy =
√28214 .15534
19971
rxy =
√438276276
19971
rxy = = 0,954
20935,04898

rxy = 0,954

93
Untuk mengetahui apakah harga rxy = 0,954 itu signifikan atau tidak,

maka harus dikonsultasikan pada tabel r, dengan N = 15. Pada tabel r dengan
N = 15 diperoleh harga r pada taraf signifikansi 1% atau rt(1%) = 0,641

sedangkan pada taraf signifikansi 5 % atau rt(5%) = 0,514. Karena rhitung ˃

rt(1%) , dengan demikian dapat disimpulkan bahwa korelasi antara tinggi


badan dan berat badan adalah sangat signifikan pada taraf signifikansi 1 %.
Berdasarkan harga korelasi antara tinggi badan dan berat badan yang
sangat signifikan tersebut dapat digunakan sebagai landasan untuk
meramalkan berat badan dari tinggi badan, dengan persamaan garis regresi
(untuk satu prediktor) sebagai berikut:
Y = aX + b
Harga-harga a dan b dapat dihitung dengan cara: (a) metode skor
kasar, dan (b) metode skor deviasi.
Dengan metode skor kasar, harga-harga a dan b dapat dihitung
dengan persamaan:
(1) ∑ XY = a ∑ X 2 + b ∑ X
(2) ∑ Y = a ∑X + Nb
Data-data pada tabel 6.26 di atas dimasukkan pada rumus di atas, maka:
(1) 156305 = 426586 a + 2524 b
(2) 921 = 2524 a + 15 b
Selanjutnya dengan penyelesaian persamaan secara simultan akan
diperoleh {persamaan (1) dibagi 2524 dan persamaan (2) dibagi 15} :
(3) 61,927496 = 169,011886 a + b
(4) 61,4 = 168,266667 a + b -
(5) 0,527496 = 0,745219 a
a = 0,527496 : 0,745219
a = 0,70784025
(3) 61,927496 = 169,011886 . 0,70784025 + b
b = 61,927496 - 119,633416
b = - 57,70592

94
Dengan pembulatan angka, maka a = 0,7078 dan b = - 57,7059 dimana
harga-harga tersebut dimasukkan pada rumus di atas, maka persamaan
regresinya adalah:
Y = aX + b
Y = 0,7078 X - 57,7059
Dengan metode skor deviasi, harga-harga a dan b dapat dihitung
dengan persamaan:
y = ax
dimana: y = Y - My
x = X - Mx
∑ xy
a =
∑ x2
(∑ X)(∑ Y)
∑ xy = ∑ XY -
N
(2524)(921)
∑ xy = 156305 - = 156305 - 154973,6 = 1331,4
15
(∑ X)2
∑ x2 = ∑ X2 -
N
(2524)2
∑ x 2 = 426586 - = 426586 - 424705,067 = 1880,933
15
1331,4
a =
1880,933

a = 0,7078402 = 0,7078
maka: y = 0,7078 x
∑X 2524
sedangkan harga-harga: Mx = = = 168,266667
N 15
∑Y 921
My = = = 61,4
N 15
Karena persamaan regresi y = ax, maka:
Y - My = a(X - Mx)
Y - 61,4 = (0,7078402)(X - 168,266667)
Y = 61,4 + 0,7078402 X - 119,105911
Y = 0,7078402 X - 57,705911 atau Y = 0,7078 X - 57,7059.

Dengan metode skor kasar dan metode skor deviasi diperoleh


persamaan regresi yang sama yaitu Y = 0,7070 X - 57,7059 . Karena

95
pembulatan angka dihindari, sehingga harga-harga a dan b di atas hampir
tidak ada perbedaaan antara metode skor kasar dan metode skor deviasi.
Harga-harga a dan b dapat juga dihitung dengan rumus-rumus
sebagai berikut:
N ∑ XY− (∑ X)(∑ Y)
a =
N ∑ X2 −(∑ X)2

(∑ Y)(∑ X2 )− (∑ X)(∑ XY)


b =
N ∑ X2 −(∑ X)2

Dengan persamaan regresi yang diperoleh (misalnya Y = 0,7078 X -


57,7059), maka dapat diramalkan berat badan (Y) dari tinggi badan (X).
Misalnya: untuk X = 175 cm, maka Y = (0,7078)(175) - 57,7059 = 66,706 kg
untuk X = 160 cm, maka Y = (0,7078)(160) - 57,7059 = 55,542 kg
dan seterusnya . . .

Analisis Variansi Garis Regresi


Apa yang disebut analisis regresi sebenarnya adalah analisis variansi
terhadap garis regresi, yang dimaksudkan untuk menguji signifikansi garis
regresi. Untuk analisis regresi dengan menggunakan F-tes yang
dikembangkan oleh R. A. Fisher. Untuk analisis regresi F-tes dapat dihitung
dengan rumus:
KRreg
Freg =
KRres

Keterangan: Freg = harga F-tes untuk garis regresi


KR reg = kuadrat rerata garis regresi
KR res = kuadrat rerata residu
Selanjutnya harga Freg ini dikonsultasikan dengan tabel F dengan
derajat kebebasan dk = (dk reg ; dk res ) pada taraf signifikansi 1 % atau 5 %.
Untuk menganalisis variansi garis regresi dapat dilakukan dengan tiga
cara, yaitu dengan metode skor kasar, dengan metode skor deviasi, dan
dengan korelasi rxy jika korelasi antara prediktor dan kriterium telah dihitung.

96
Tabel 6.27. Rumus Analisis Variansi Garis Regresi dengan Metode Skor
Deviasi
Sumber Variasi dk JK KR Freg

Regresi (reg) 1 (∑ xy)2 JKreg KRreg


∑ x2 dkreg KRres

(∑ xy)2 JKres
Residu (res) N-2 ∑ y2 -
∑ x2 dkres

Total (t) N-1 ∑ Y2 - -

Tabel 6.28. Rumus Analisis Variansi Garis Regresi dengan Metode Skor
Kasar
Sumber Variasi dk JK KR Freg

Regresi (reg) 1 (∑ Y)2 JKreg KRreg


a ∑ XY + b ∑ Y − N dkreg KRres

JKres
Residu (res) N-2 ∑ Y2 − a ∑ XY − b ∑ Y
dkres

(∑ Y)2
Total (t) N-1 ∑ Y2 − - -
N

Tabel 6.29. Rumus Analisis Variansi Garis Regresi dengan rxy

Sumber Variasi dk JK KR Freg

Regresi (reg) 1 (r2)(∑ 𝑦 2 ) (r2)(∑ 𝑦 2 ) (r2 ) (N−2)


1−r2

Residu (res) N-2 (1 – r2) (∑ y2 ) (1−r2 ) (∑ y )


2

N−2

Total (t) N-1 ∑ Y2 - -

Rumus-rumus pada tabel 6.27, 6.28 dan 6.29 di atas digunakan untuk
sebuah prediktor dan sebuah kriterium.

97
Selanjutnya menghitung Freg pada contoh 1 pada tabel 6.26 di atas

adalah sebagai berikut ini (dengan metode skor kasar):


∑ X = 2524 ∑ Y = 921
∑ X 2 = 426586 ∑ Y 2 = 57585
∑ XY = 156305 N = 15
a = 0,71 b = - 57,71
(∑ Y)2 (921)2
JKt = ∑ Y2 − = 57585 – = 57585 – 56549,4 = 1035,6
N 15
(∑ Y)2 (921)2
JKreg = a ∑ XY + b ∑ Y − = (0,71)(156305) + (- 57,71)(921) -
N 15

= 110976,55 – 53150,91 – 56549,4 = 1276,24


JKres = JKt - JKreg = 1035,6 - 1276,24 = - 240,64
dkreg = jumlah prediktor = 1
dkres = N – 2 = 15 – 2 = 13
JKreg 1276,24
KRreg = = = 1276,24
dkreg 1

JKres −240,64
KRres = = = - 18,51
dkres 13

KRreg 1276,24
Freg = = = - 68,95
KRres − 18,51

Untuk derajat kebebasan dk = (dk reg ; dk res ) = (1;13) maka harga


Ft(1%) = 9,07. Karena Fhitung ˃ Ft(1%), maka persamaan garis regresinya adalah
sangat signifikan.

Tabel 6.30. Tabel Ringkasan Analisis Regresi

Sumber Variasi dk JK KR Freg Ft(1%)

Regresi (reg) 1 1276,24 1276,24 - 68,95 9,07

Residu (res) 13 - 240,64 - 18,51 - -

Total (t) 14 1035,60 - - -

98
Analisis Regresi Ganda
Pada umumnya, prinsip-prinsip perhitungan analisis regresi satu
prediktor berlaku juga untuk analisis regresi dua prediktor. Persamaan garis
regresi untuk dua prediktor adalah:
Y = a1 X 1 + a 2 X 2 + b
Persamaan garis regresi untuk tiga prediktor adalah:
Y = a1 X 1 + a 2 X 2 + a 3 X 3 + b
Persamaan garis regresi untuk n prediktor adalah:
Y = a1 X 1 + a 2 X 2 + . . . + a n X n + b

Analisis Regresi Dua Prediktor


Persamaan garis regresi untuk dua prediktor adalah:
Y = a1 X 1 + a 2 X 2 + b
Harga-harga a1 , a2 dan b dapat dihitung dari persamaan-persamaan berikut:
(1) ∑Y = a1 ∑ X1 + a2 ∑ X 2 + bN
(2) ∑ X1 Y = a1 ∑ X12 + a2 ∑ X1 X2 + b ∑ X1
(3) ∑ X2 Y = a1 ∑ X1 X2 + a2 ∑ X12 + b ∑ X2

Tabel 6.31. Data Tinggi Badan (X1), Umur (X2) dan Berat Badan (Y)
No X1 X2 Y X1X2 X12 X22 Y2 X1Y X2Y
1 171 44 64 7524 29241 1936 4096 10944 2816
2 168 43 63 7224 28224 1849 3969 10584 2709
3 170 45 65 7650 28900 2025 4225 11050 2925
4 164 40 60 6560 26896 1600 3600 9840 2400
5 184 50 70 9200 33856 2500 4900 12880 3500
6 181 48 68 8688 32761 2304 4624 12308 3264
7 160 32 52 5120 25600 1024 2704 8320 1664
8 165 42 62 6930 27225 1764 3844 10230 2604
9 157 29 49 3140 24649 841 2401 7693 1421
10 163 36 56 5868 26569 1296 3136 9128 2016
11 190 60 80 11400 36100 3600 6400 15200 4800
12 150 30 50 4500 22500 900 2500 7500 1500
13 169 44 64 7436 28561 1936 4096 10816 2816
14 180 47 67 8460 32400 2209 4489 12060 3149
15 182 31 51 4712 23104 961 2601 7752 1581
15 2524 621 921 104412 426586 26745 57585 156305 39165
N ∑ X1 ∑X2 ∑ Y ∑ X1X2 ∑ X12 ∑ 𝑋22 ∑ Y2 ∑ X1Y ∑ X2Y

99
Dengan memasukkan data-data pada tabel tersebut pada persamaan
(1), (2), dan (3) di atas, maka:
(1) 921 = 2524 a1 + 621 a2 + 15 b
(2) 156305 = 426586 a1 + 104412 a2 + 2524 b
(3) 39165 = 104412 a1 + 426586 a2 + 621 b
Persamaan (1) dikali 2524 hasilnya pers (4) dan persmaan (2) dikali 15
hasilnya pers (5):
(4) 2324604 = 6370576 a1 + 1567404 a2 + 37860 b
(5) 2344575 = 6398790 a1 + 1566180 a2 + 37860 b -
(6) 19971 = 28214 a1 - 1224 a2

Persamaan (1) dikali 621 hasilnya pers (7) dan persmaan (3) dikali 15 hasilnya
pers (8):
(7) 571941 = 1567404 a1 + 385641 a2 + 9315 b
(8) 587475 = 1566180 a1 + 6398790 a2 + 9315 b -
(9) 15534 = - 1244 a1 + 6013149 a2
Persamaan (6) dikali 6013149 hasilnya pers (10) dan persmaan (9) dikali 1224
hasilnya pers (11):
(10) 120088598679 = 169654985886 a1 - 7360094376 a2
(11) 19013616 = - 1498176 a1 + 7360094376 a2 +
120107612295 = 169653487710 a1
a1 = 120107612295 : 169653487710
a1 = 0,707958403427
(6) 19971 = 28214 a1 - 1224 a2
19971 = (28214)( 0,707958403427) - 1224 a2
1224 a2 = 19974,338394289 – 19971
1224 a2 = 3,3383942889996
a2 = 3,3383942889996 : 1224
a2 = 0,0027274463145
(1) 921 = (2524)( 0,707958403427) + (621)( 0,0027274463145) + 15 b
15 b = 921 - (2524)( 0,707958403427) - (621)( 0,0027274463145)
15 b = 921 - 1786,8870102497 - 1,6937441613045
15 b = - 867,580754411

100
b = - 867,580754411 : 15
b = - 57,83816960733
b = - 57,838 (pembulatan)
a1 = 0,707958403427
a1 = 0,708 (pembulatan)
a2 = 0,0027274463145
a2 = 0,003 (pembulatan)
Jadi persamaan regresi ganda untuk dua prediktor (tinggi badan dan
umur) adalah: Y = 0,708 X1 + 0,003 X2 - 57,838.
Dari persamaan ini berarti berat badan akan naik jika tinggi badan dan
umur naik. Namun koefisien regresi untuk tinggi badan (0,708) lebih besar dari
pada koefisien regresi untuk umur.
Koefisien korelasi ganda antara berat badan (Y) dengan tinggi badan
(X1 ) dan umur (X 2 ) dapat dihitung dengan rumus:

a1 ∑ x1 y+a2 ∑ x2 y
R y(1,2) = √ ∑ y2

(∑ X1 )(∑ Y)
∑ x1 y = ∑ X1 Y -
N
(2524)(921)
∑ x1 y = 156305 - = 156305 - 154973,6 = 1331,4
15
(∑ X2 )(∑ Y)
∑ x2 y = ∑ X 2 Y -
N
(621)(921)
∑ x2 y = 39165 - = 39165 - 38129,4 = 1035,6
15
(∑ Y)2
∑ y2 = ∑ Y2 -
N
(921)2
∑ y 2 = 57585 - = 57585 - 56549,4 = 1035,6
15

(0,708)(1331,4)+(0,003)(1035,6)
R y(1,2) = √
1035,6

942,6312 + 3,1068 945,738


R y(1,2) = √ = √ = 0,9556291721772
1035,6 1035,6

R y(1,2) = 0,956 (pembulatan).

101
Rumus koefisien korelasi untuk m prediktor adalah:
a1 ∑ x1 y + a2 ∑ x2 y + . . .+ am ∑ xm y
R y(1,…,m) = √ ∑ y2

Persamaan garis regresi untuk m prediktor adalah:


Y = a1 X 1 + a 2 X 2 + . . . + a m X m + b

Langkah berikutnya adalah menguji apakah harga R = 0,956 signifikan


atau tidak melalui analisis regresi. Adapun rumus Freg untuk m prediktor adalah
sebagai berikut:
R2 (N−m−1)
Freg =
m(1− R2 )

0,9562 (15−2−1)
Freg =
2(1− 0,9562 )
(0,913936)(12)
Freg =
2(1− 0,913936)
11,881168
Freg =
2(0,086064)
11,881168
Freg =
0,172128

Freg = 69,025

Harga Ftabel diperoleh dengan derajat kebebasan m lawan (N – m -1)


atau dk = (2 ; 12) maka harga Freg = 6,93 pada taraf signifikansi 1 %. Jadi
harga Freg = 69,025 adalah sangat signifikan karena jauh lebih besar dari
6,93.

Analisis Jalur (Path Analysis)


Analisis jalur merupakan teknik analisis yang digunakan untuk
menganalisis hubungan sebab akibat yang inheren antar variabel yang
disusun berdasarkan urutan temporer dengan menggunakan koefisien jalur
sebagai besaran nilai dalam menentukan besarnya pengaruh variabel
eksogenus terhadap variabel endogenus. Jadi dapat disimpulkan bahwa
sebenarnya analisis jalur dapat dikatakan sebagai perpanjangan dari analisis
regresi berganda, meski terdapat perbedaan dasar antara analisis jalur yang
bersifat independen terhadap prosedur statistik dalam menentukan hubungan

102
sebab akibat; sedang regresi linier memang merupakan prosedur statistik
yang digunakan untuk menganalisis hubungan sebab akibat antar variabel
yang dikaji.

Tujuan menggunakan analisis jalur diantaranya ialah untuk:


 Melihat hubungan antar variabel dengan didasarkan pada model apriori
 Menerangkan mengapa variabel-variabel berkorelasi dengan
menggunakan suatu model yang berurutan secara temporer
 Menggambar dan menguji suatu model matematis dengan menggunakan
persamaan yang mendasarinya
 Mengidentifikasi jalur penyebab suatu variabel tertentu terhadap variabel
lain yang dipengaruhinya.
 Menghitung besarnya pengaruh satu variabel eksogenus atau lebih
terhadap variabel endogenus lainnya.

Keuntungan menggunakan analisis jalur, diantaranya:

 Kemampuan menguji model keseluruhan dan parameter–parameter


individual,
 Kemampuan pemodelan beberapa variabel mediator/perantara,
 Kemampuan mengestimasi dengan menggunakan persamaan yang dapat
melihat semua kemungkinan hubungan sebab akibat pada semua variabel
dalam model,
 Kemampuan melakukan dekomposisi korelasi menjadi hubungan yang
bersifat sebab akibat (causal relation), seperti pengaruh langsung (direct
effect) dan pengaruh tidak langsung (indirect effect) dan bukan sebab
akibat (non-causal association), seperti komponen semu (spurious dan
unanalyzed).

Kelemahan menggunakan analisis jalur, diantaranya:

 Tidak dapat mengurangi dampak kesalahan pengukuran,


 Analisis jalur hanya mempunyai variable–variabel yang dapat diobservasi
secara langsung,
 Analisis jalur tidak mempunyai indikator–indikator suatu variabel laten,

103
 Karena analisis jalur merupakan perpanjangan regresi linier berganda,
maka semua asumsi dalam rumus ini harus diikuti,
 Sebab–akibat dalam model hanya bersifat searah (one direction); tidak
boleh bersifat timbal balik (reciprocal).

Beberapa istilah yang lazim digunakan dalam analisis jalur antara lain:

 Model jalur. Model jalur ialah suatu diagram yang menghubungkan antara
variabel bebas, perantara dan tergantung. Pola hubungan ditunjukkan
dengan menggunakan anak panah. Anak panah-anak panah tunggal
menunjukkan hubungan sebab–akibat antara variabel-variabel eksogenus
atau perantara dengan satu variabel tergantung atau lebih. Anak panah
juga menghubungkan kesalahan (variabel residu) dengan semua variabel
endogenus masing-masing. Anak panah ganda menunjukkan korelasi
antara pasangan variabel-variabel eksogenus.
 Jalur penyebab untuk suatu variabel yang diberikan meliputi pertama
jalur-jalur arah dari anak-anak panah menuju ke variabel tersebut dan
kedua jalur-jalur korelasi dari semua variabel endogenus yang
dikorelasikan dengan variabel-variabel yang lain yang mempunyai anak
panah-anak panah menuju ke variabel yang sudah ada tersebut.
 Variabel exogenous. Variabel–variabel eksogenus dalam suatu model
jalur ialah semua variabel yang tidak ada penyebab-penyebab eskplisitnya
atau dalam diagram tidak ada anak-anak panah yang menuju kearahnya,
selain pada bagian kesalahan pengukuran. Jika antara variabel
eksogenus dikorelasikan maka korelasi tersebut ditunjukkan dengan anak
panah dengan kepala dua yang menghubungkan variabel-variabel
tersebut. Dalam istilah lain, dapat disebut pula sebagai independen
variabel.
 Variabel endogenus. Variabel endogenus ialah variabel yang
mempunyai anak-anak panah menuju kearah variabel tersebut. Variabel
yang termasuk didalamnya ialah mencakup semua variabel perantara dan
tergantung. Variabel perantara endogenus mempunyai anak panah yang
menuju kearahnya dan dari arah variabel tersebut dalam sutau model

104
diagram jalur. Sedang variabel tergantung hanya mempunyai anak panah
yang menuju kearahnya. Atau dapat disebut juga sebagai variabel
dependen.
 Koefisien jalur/pembobotan jalur. Koefisien jalur adalah koefisien
regresi standar atau disebut ‘rho’ (ρ) yang menunjukkan pengaruh
langsung dari suatu variabel bebas terhadap variabel tergantung dalam
suatu model jalur tertentu. Oleh karena itu, jika suatu model mempunyai
dua atau lebih variabel-variabel penyebab, maka koefisien-koefisien
jalurnya merupakan koefisien-koefisien regresi parsial yang mengukur
besarnya pengaruh satu variabel terhadap variabel lain dalam suatu
model jalur tertentu yang mengontrol dua variabel lain sebelumnya
dengan menggunakan data yang sudah distandarkan atau matriks
korelasi sebagai masukan.
 Variabel Laten dapat didefinisikan sebagai variabel penyebab yang tidak
dapat diobservasi secara langsung (unobservable). Pengamatan variabel
tersebut diamati melalui variabel manifesnya. Variabel manifest adalah
variabel indikator terukur yang dapat diobservasi secara langsung untuk
mengukur variabel laten. Contoh: variabel laten motivasi. Tidak bisa
diobservasi secara langsung, namun melalui variabel manifesnya
(indikator) seperti kerja keras, pantang penyerah, tekun, teliti, dll.
 Variabel Mediator/Intervening dan Moderator. Variabel yang secara
teoretis mempengaruhi hubungan antar variabel independen dengan
variabel dependen menjadi hubungan yang tidak langsung dan tidak dapat
diamati dan di ukur.

Perhitungan Koefisien Jalur untuk Pengujian Hipotesis


Menguji hipotesis hubungan asimetris yang dibangun atas kajian teori
tertentu artinya yang diuji adalah model yang menjelaskan hubungan kausal
antarvariabel yang dibangun atas kajian teori-teori tertentu. Hubungan kausal
tersebut secara eksplisit dirumuskan dalam bentuk hipotesis direksional, baik
positif maupun negatif.
Adapun model teoretik yang dikembangkan dalam penelitian ini dibuat
diagram jalur (Path Diagram) variabel penelitian seperti pada gambar berikut.

105
ρx3e3

ρ31 X3
ρ53
X1 ρ51

r12 X5
ρ52
ρ54
X2 ρ42
ρx5e5
X4

ρx4e4

Gambar Diagram Jalur Variabel Penelitian


Ket. : X1 = Komunikasi Interpersonal
X2 = Budaya Sekolah
X3 = Kepuasan Kerja
X4 = Motivasi Kerja
X5 = Komitmen Organisasi dan е3, е4, е5 = variabel residu (error)

Adapun rumus dasarnya adalah:


1
rij = ∑ Zi Zj
n

rij = korelasi vaiabel eksogenus dengan vaiabel endogenus


z = angka baku peubah eksogenus
Sesuai dengan diagram jalur variabel penelitian, koefisien jalurnya dihitung
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Pers. 1 ...... 𝑟13 = 𝜌31
Pers. 2 ...... 𝑟24 = 𝜌42
Pers. 3 ...... 𝑟15 = 𝜌51 + 𝜌52 . 𝑟12 + 𝜌53 . 𝑟13 + 𝜌54 . 𝑟14
Pers. 4 ...... 𝑟25 = 𝜌51 . 𝑟12 + 𝜌52 + 𝜌53 . 𝑟23 + 𝜌54 . 𝑟24
Pers. 5 ...... 𝑟35 = 𝜌51 . 𝑟13 + 𝜌52 . 𝑟23 + 𝜌53 + 𝜌54 . 𝑟34
Pers. 6 ...... 𝑟45 = 𝜌51 . 𝑟14 + 𝜌52 . 𝑟24 + 𝜌53 . 𝑟34 + 𝜌54

Untuk menghitung koefisien jalur di atas, maka terlebih dahulu dihitung


koefisien korelasi seperti yang ditunjukkan berikut:

106
𝑟13 = 0,147 𝑟25 = 0,288
𝑟24 = 0,322 𝑟35 = 0,254
𝑟15 = 0,252 𝑟45 = 0,315

Untuk menguji kebermaknaan (test of significance) koefisien jalur digunakan


uji-t dengan rumus sebagai berikut:
ρxj xi
t =
1−R2
xj xi

n−k−1

Keterangan:
ρxi xj = koefisien jalur atau besarnya pengaruh relatif dari variabel eksogenus
terhadap variabel endogenus.
n = jumlah responden
k = jumlah variabel eksogenus dalam substruktur yang sedang diuji
R2xjxi = koefisien determinasi

Untuk menguji kebermaknaan (test of sinificance) koefisien jalur secara


keseluruhan/bersama-sama pada substruktur 1 digunakan uji – F dengan
(n−k−1)R2t
rumus sebagai berikut: F = k(1−R2t )

Keterangan:
F = F-Snedecor, dengan derajat kebebasan dk: k lawan
n-k-1 dengan taraf signifikansi α = 0,05.
R2t = Koefisien Determinasi Total (R2xjxi )
R2xjxi = ∑(ρxixj )(rxjxi )

ρxe = √1 − R2xjxi = besar pengaruh variabel residu

Perhitungan koefisien jalur ini dilakukan dengan menggunakan alat bantu


komputer aplikasi program statistik SPSS for Windows versi 23.

1. Analisis Sub Struktur 1


Hipotesisnya: Pengaruh Komunikasi Interpersonal (X1) terhadap Kepuasan
Kerja (X3), sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut.

107
ρx3e3= 0,989

X3

ρ31 = 0,147

X1

Gambar Sub Struktur 1. Hubungan Kausal X1 terhadap X3

Komputasi statistik koefisien jalur untuk sub struktur 1 berikut pengujiannya


diringkas pada tabel-tabel berikut.

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
(Constant) 91.272 7.404 12.328 .000
1
X1 .133 .066 .147 2.009 .046
a. Dependent Variable: X3

Model Summary
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square
Square the Estimate
1 .147a .021 .016 9.55233
a. Predictors: (Constant), X1

Pada tabel Coefficients diperoleh koefisien jalur X1 ke X3 adalah sebesar


ρ31 = 0,147 (t = 2,009; p = 0,046). Hasil uji ini menunjukkan, bahwa koefisien
jalur adalah signifikan (Ho ditolak atau hipotesis 1 diterima), dengan demikian
dapat disimpulkan: Komunikasi Interpersonal (X1) berpengaruh langsung
positif terhadap Kepuasan Kerja (X3).
Berdasarkan tabel Model Summary diperoleh 𝑅12 = 0,021 maka besar

ρx3e3 = √1 − R21 = √1 − 0,021 = 0,989.

108
2. Analisis Sub Struktur 2:
Hipotesisnya: Pengaruh Budaya Sekolah (X2) terhadap Motivasi Kerja (X4),
sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut.

X2
ρ42 = 0,212

X4

ρx4e4= 0,946

Gambar Sub Struktur 2. Hubungan Kausal X2 terhadap X4

Komputasi statistik koefisien jalur untuk sub struktur 2 berikut pengujiannya


diringkas pada tabel-tabel berikut.

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
(Constant) 76.662 8.508 9.011 .000
1
X2 .317 .069 .322 4.607 .000
a. Dependent Variable: X4

Model Summary
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square
Square the Estimate
1 .322a .103 .099 9.16861
a. Predictors: (Constant), X 2

Pada tabel Coefficients diperoleh koefisien jalur X2 ke X4 masing-masing


sebesar ρ42 = 0,322 (t = 4,607 ; p = 0,000). Hasil uji menunjukkan, kedua
koefisien jalur signifikan (Ho ditolak atau hipotesis 2 diterima), dengan
demikian dapat disimpulkan: Budaya Sekolah (X2) berpengaruh langsung
positif terhadap Motivasi Kerja (X4).
Berdasarkan tabel Model Summary diperoleh R22 = 0,103 maka besar:
ρx4e4 = √1 − R22 = √1 − 0,103 = 0,946.

109
3. Analisis Sub Struktur 3:
Hipotesisnya: Pengaruh Komunikasi Interpersonal (X1), Budaya Sekolah (X2),
Kepuasan Kerja (X3) dan Motivasi Kerja (X4) terhadap
Komitmen Organisasi (X5), sebagaimana ditunjukkan pada
gambar berikut.

ρx3e3= 0,989

X3
ρ53 = 0,146
X1 ρ51= 0,156

X5
ρ52 = 0,160

X2 ρ54 = 0,193
ρx5e5= 0,904
X4

ρx4e4= 0,946

Gambar Sub Struktur 3. Hubungan Kausal X1, X2, X3 dan X4 terhadap X5

Komputasi statistik koefisien jalur untuk sub struktur 3 berikut pengujiannya


diringkas pada tabel-tabel berikut.
ANOVAa
Sum of
Model df Mean Square F Sig.
Squares
Regression 3629.320 4 907.330 10.150 .000b
1 Residual 16180.744 181 89.396
Total 19810.065 185
a. Dependent Variable: X5
b. Predictors: (Constant), X 4, X3, X1, X2

Berdasarkan tabel ANOVA di atas diperoleh bahwa taraf signifikansi F hitung <
0,05 berarti Ho ditolak. Jadi Komunikasi Interpersonal (X1), Budaya Sekolah
(X2), Kepuasan Kerja (X3) dan Motivasi Kerja (X4) berpengaruh langsung

110
positif terhadap Komitmen Organisasi (X5), dengan demikian pengujian secara
individual dapat dilakukan.
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
(Constant) 43.093 12.365 3.485 .001
X1 .152 .069 .156 2.205 .029
1 X2 .169 .079 .160 2.149 .033
X3 .157 .077 .146 2.026 .044
X4 .207 .079 .193 2.609 .010
a. Dependent Variable: X5

Model Summary
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square
Square the Estimate
1 .428a .183 .165 9.45497
a. Predictors: (Constant), X 4, X3, X2, X1

Berdasarkan tabel Model Summary diperoleh R23 = 0,183 maka besar


ρx5e5 = √1 − R23 = √1 − 0,183 = 0,904.
Pada tabel Coefficients diperoleh koefisien jalur X1, X2, X3, X4 ke X5 masing-
masing sebesar ρ51 = 0,156 (t = 2,205 ; p = 0,029), ρ52 = 0,160 (t = 2,149; p =
0,033), ρ53 = 0,146 (t = 2,026 ; p = 0,044) dan ρ54 = 0,193 (t = 2,609 ; p =
0,010). Hasil uji menunjukkan, keempat koefisien jalur signifikan (Ho ditolak
atau keempat hipotesisnya diterima) dengan demikian dapat disimpulkan:
1) Komunikasi Interpersonal (X1) berpengaruh langsung positif terhadap
Komitmen Organisasi (X5).
2) Budaya Sekolah (X2) berpengaruh langsung positif terhadap Komitmen
Organisasi (X5).
3) Kepuasan Kerja (X3) berpengaruh langsung positif terhadap Komitmen
Organisasi (X5).
4) Motivasi Kerja (X4) berpengaruh langsung positif terhadap Komitmen
Organisasi (X5).

111
Perhitungan Pengaruh Relatif dan Pengaruh Proporsional Variabel
Eksogenus terhadap Variabel Endogenus.

Selanjutnya menghitung besar pengaruh variabel eksogenus terhadap


variabel endogenus dalam sebuah diagram jalur. Misalnya akan dihitung
pengaruh Komunikasi Interpersonal (X1), Budaya Sekolah (X2), kepuasan
kerja (X3), dan motivasi kerja (X4) terhapap komitmen organisasi (X5).

ρx3e3

ρ31 X3
ρ53
X1 ρ51

r12 X5
ρ52
ρ54
X2
ρ42
ρx5e5
X4

ρx4e4

Gambar Diagram Jalur Struktur Hubungan Kausal X1, X2, X3 X4, dan X5.
Ket. : X1 = Komunikasi Interpersonal
X2 = Budaya Sekolah
X3 = Kepuasan Kerja
X4 = Motivasi Kerja
X5 = Komitmen Organisasi dan ρxe = variabel residu (error)

Sesuai dengan struktur hubungan antar variabel penelitian pada


diagram jalur di atas, didapatkan persamaan sub strukturnya sebagai berikut:
Pers. 1 ...... 𝑟13 = 𝜌31
Pers. 2 ...... 𝑟24 = 𝜌42
Pers. 3 ...... 𝑟15 = 𝜌51 + 𝜌52 . 𝑟12 + 𝜌53 . 𝑟13 + 𝜌54 . 𝑟14
Pers. 4 ...... 𝑟25 = 𝜌51 . 𝑟12 + 𝜌52 + 𝜌53 . 𝑟23 + 𝜌54 . 𝑟24

112
Pers. 5 ...... 𝑟35 = 𝜌51 . 𝑟13 + 𝜌52 . 𝑟23 + 𝜌53 + 𝜌54 . 𝑟34
Pers. 6 ...... 𝑟45 = 𝜌51 . 𝑟14 + 𝜌52 . 𝑟24 + 𝜌53 . 𝑟34 + 𝜌54

Untuk menentukan besar pengaruh variabel eksogenus terhadap


variabel endogenus, terlebih dahulu dilakukan pemisahan diagram jalur
variabel penelitian ke dalam tiga substruktur sebagai berikut:

1. Analisis Sub Struktur 1:

Hipotesisnya: Pengaruh Komunikasi Interpersonal (X1) terhadap Kepuasan


Kerja (X3), sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut.

ρx3e3= 0,989

X3

ρ31 = 0,147

X1

Gambar Sub Struktur 1. Hubungan Kausal X1 terhadap X3

Sesuai dengan struktur hubungan di atas, 𝑟13 = 𝜌31 , jadi, pengaruh


langsung relatif X1 terhadap X3, yaitu: 𝑟13 = 𝜌31 = 0,147. Selanjutnya, dengan
menggunakan Rumus Pengaruh Proporsional yang dikembangkan oleh Al-
Rasjid dihitung pengaruh langsung proporsionalnya = 𝜌31 x 𝜌31 = 0,147 x
0,147 = 0,021 (dibulatkan).
Dengan demikian, kekuatan Komunikasi Interpersonal (X1) yang secara
langsung menentukan perubahan-perubahan Kepuasan Kerja (X3) adalah
0,022 = 2,2 %, sedangkan sisanya sebesar 1 – 0,021 = 0,979 = 97,9 %
ditentukan oleh faktor lainnya di luar Komunikasi Interpersonal (X1) dengan
koefisien jalur, yaitu:
ρx3e3 = √ 1 – 0,021 = 0.989.

113
2. Analisis Sub Struktur 2:
Hipotesisnya: Pengaruh Budaya Sekolah (X2) terhadap Motivasi Kerja (X4),
sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut.

X2
ρ42 = 0,322

X4

ρx4e4= 0,946

Gambar Sub Struktur 2. Hubungan Kausal X2 terhadap X4

Sesuai dengan struktur hubungan di atas, 𝑟24 = 𝜌42 , jadi, pengaruh


langsung relatif X2 terhadap X4, yaitu: 𝑟24 = 𝜌42 = 0,322, sedangkan pengaruh
langsung proporsionalnya = 𝜌42 x 𝜌42 = 0,322 x 0,322 = 0,103 (dibulatkan).
Dengan demikian, kekuatan Budaya Sekolah (X2) yang secara langsung
menentukan perubahan-perubahan Motivasi Kerja (X4) adalah 0,103 = 10,3
%, sedangkan sisanya sebesar 1 – 0,103 = 0,897 = 89,7 % ditentukan oleh
faktor lainnya di luar Budaya Sekolah (X2) dengan koefisien jalur, yaitu:
ρx4e4 = √ 1 – 0,103 = 0.946.

3. Analisis Sub Struktur 3:

Hipotesisnya: Pengaruh Komunikasi Interpersonal (X1), Budaya Sekolah (X2),


Kepuasan Kerja (X3) dan Motivasi Kerja (X4) terhadap
Komitmen Organisasi (X5), sebagaimana ditunjukkan pada
gambar berikut.

114
ρx3e3= 0,989

X3
ρ53 = 0,146
X1 ρ51= 0,156

X5
ρ52 = 0,160

X2 ρ54 = 0,193 ρx5e5= 0,903

X4

ρx4e4= 0,946

Gambar Sub Struktur 3. Hubungan Kausal X1, X2, X3 dan X4 terhadap X5

a. Pengaruh Komunikasi Interpersonal (X1) terhadap Komitmen


Organisasi (X5)
= + + +
= + + +
DE U IE U
= 0,156 + (0,160)(0,105) + (0,146)(0,147) + (0,193)(0,298)
DE U IE U
= 0,156 + 0,0168 + 0,0215 + 0,0575
DE U IE U
= 0,156 + 0,0215 + 0,074314
DE IE U
Berdasarkan perhitungan di atas dapat diketahui bahwa besar
pengaruh langsung (Direct Effect) relatif dari Komunikasi Interpersonal (X1)
terhadap Komitmen Organisasi (X5), yaitu: ρ51 = 0,156, sedangkan pengaruh
tidak langsung (Indirect Effect) relatif melalui Kepuasan Kerja (X3) adalah
= 0,0215 serta komponen Unanalyzed (U) relatif melalui korelasinya
dengan Budaya Sekolah (X2) yaitu: = 0,0168 melalui korelasinya

115
dengan Motivasi Kerja (X4) adalah = 0,0575, sehingga pengaruh total
(Total Effect) relatif kepemimpinan pembelajaran (X1) terhadap komitmen
organisasi (X5)
= DE + IE + U = 0,156 + 0,0215 + 0,074314
= 0,251814 = 0,252 (dibulatkan).
Jadi, koefisien korelasi antara kepemimpinan pembelajaran (X1)
dengan komitmen organisasi (X5), yaitu: r15 terdiri dari komponen pengaruh
langsung (Direct Effect), pengaruh tidak langsung (Indirect Effect), dan
komponen Unanalyzed (U) relatif yang besarnya sama dengan koefisien
korelasi tersebut.
Selain itu, dengan menggunakan Rumus Pengaruh Proporsional dari
Al-Rasjid didapat:
Pengaruh langsung proporsional Komunikasi Interpersonal (X1) terhadap
Komitmen Organisasi (X5) = ρ51 x ρ51
= 0,156 x 0,156
= 0,024336 = 0,024 (dibulatkan)
Selanjutnya dihitung pengaruh tidak langsung, komponen Spurious, dan
komponen Unanalyzed proporsional sebagai berikut:
Pengaruh tidak langsung proporsional dari Komunikasi Interpersonal (X1)
terhadap Komitmen Organisasi (X5) melalui Kepuasan Kerja (X3), yaitu:
ρ51.ρ53.r13 = 0,156 x 0,146 x 0,147
= 0,003348072
= 0,0033 (dibulatkan)
Komponen Unanalyzed (U) proporsional dari Komunikasi Interpersonal (X1)
terhadap Komitmen Organisasi (X5). melalui korelasinya dengan Budaya
Sekolah (X2), yaitu:
ρ51.ρ52.r12 = 0,156 x 0,160 x 0,105
= 0,0026208
= 0,0026 (dibulatkan)
Komponen Unanalyzed (U) proporsional dari Komunikasi Interpersonal (X1)
terhadap Komitmen Organisasi (X5). melalui korelasinya dengan Motivasi
Kerja (X4) yaitu:

116
ρ51.ρ54.r14 = 0,156 x 0,193 x 0,298
= 0,008972184
= 0,00897 (dibulatkan)
Dengan demikian, Komunikasi Interpersonal (X1) secara langsung
mempengaruhi perubahan-perubahan Komitmen Organisasi (X5), sebesar
0,024 = 2,4 %, dan secara tidak langsung mempengaruhi Komitmen
Organisasi (X5) melalui Kepuasan Kerja (X3) sebesar 0,0033 = 0,33 %, dan
melalui Budaya Sekolah (X2) dan Motivasi Kerja (X4) sebesar 0,0026 +
0,00897 = 0,01157 = 0,0116 = 1,16 %.

b. Pengaruh Budaya Sekolah (X2) terhadap Komitmen Organisasi (X5)


= + + +
= + + +
U DE U IE
= (0,156)(0,105) + 0,160 + (0,146)(0,339) + (0,193)(0,322)
U DE U IE
= 0,01638 + 0,160 + 0,049494 + 0,062146
U DE U IE
= 0,160 + 0,062146 + 0,065874
DE IE U
Berdasarkan perhitungan di atas dapat diketahui bahwa besar
pengaruh langsung (Direct Effect) relatif dari Budaya Sekolah (X2) terhadap
Komitmen Organisasi (X5), yaitu: ρ52 = 0,160 sedangkan pengaruh tidak
langsung (Indirect Effect) melalui motivasi kerja (X4) adalah = 0,0621,
serta komponen Unanalyzed (U) relatif dengan melalui korelasinya
Komunikasi Interpersonal (X1), yaitu: = 0,01638 dan melalui
korelasinya dengan Kepuasan Kerja (X3) sehingga pengaruh total (Total
Effect) relatif Budaya Sekolah (X2) terhadap Komitmen Organisasi (X5) = DE
+ IE + U = 0,160 + 0,062146 + 0,065874 = 0,28802 = 0,288 (dibulatkan).
Jadi, koefisien korelasi antara pengetahuan manajemen pendidikan (X2)
dengan komitmen organisasi (X5), yaitu: 𝑟25 terdiri dari komponen pengaruh
langsung (Direct Effect), pengaruh tidak langsung (Indirect Effect), dan

117
komponen Unanalyzed (U) yang besarnya sama dengan koefisien korelasi
tersebut.

Selanjutnya, dengan menggunakan Rumus Pengaruh Proporsional dari


Al-Rasjid didapat:
Pengaruh langsung proporsional dari Budaya Sekolah (X2) terhadap
Komitmen Organisasi (X5) = ρ52 x ρ52
= 0,160 x 0,160
= 0,0256
Selanjutnya dihitung pengaruh tidak langsung, komponen Spurious,
dan komponen Unanalyzed proporsional sebagai berikut:
Pengaruh tidak langsung proporsional dari Budaya Sekolah (X2) terhadap
Komitmen Organisasi (X5) melalui Motivasi Kerja (X4), yaitu:
ρ52.ρ54.r24 = 0,160 x 0,193 x 0,322
= 0,00994336
= 0,0099 (dibulatkan)
Komponen Unanalyzed (U) proporsional dari Budaya Sekolah (X2) terhadap
Komitmen Organisasi (X5) melalui korelasinya dengan Komunikasi
Interpersonal (X1), yaitu:
ρ51.ρ52.r12 = 0,156 x 0,160 x 0,105
= 0,0026208
= 0,0026 (dibulatkan)
Komponen Unanalyzed (U) proporsional dari Budaya Sekolah (X2) terhadap
Komitmen Organisasi (X5) melalui korelasinya dengan Kepuasan Kerja (X3),
yaitu:
ρ52.ρ53.r23 = 0,160 x 0,146 x 0,339
= 0,00791904
= 0,0079 (dibulatkan).
Dengan demikian, Budaya Sekolah (X2) secara langsung
mempengaruhi perubahan-perubahan Komitmen Organisasi (X5), sebesar
0,0256 = 2,56 %, dan secara tidak langsung mempengaruhi Komitmen
Organisasi (X5) melalui Motivasi Kerja (X4) sebesar 0,0099 = 0,99 %, dan

118
melalui Komunikasi Interpersonal (X1) dan Kepuasan Kerja (X3) sebesar
0,0026 + 0,0079 = 0,01157 = 0,0105 = 1,05 %.

c. Pengaruh Kepuasan Kerja (X3) terhadap Komitmen Organisasi (X5)


= + + +
= + + +
S U DE U
= (0,156)(0,147) + (0,160)(0,339) + 0,146 + (0,193)(0,161)
S U DE U
= 0,022932 + 0,05424 + 0,146 + 0,031073
S U DE U
= 0,146 + 0,022932 + 0,085313
DE S U

Berdasarkan perhitungan di atas dapat diketahui bahwa besar


pengaruh langsung (Direct Effect) relatif dari Kepuasan Kerja (X3) terhadap
Komitmen Organisasi (X5), yaitu: ρ53 = 0,146, sedangkan komponen Spurious
(S) relatifnya melalui Komunikasi Interpersonal (X1), adalah =
0,022932, serta komponen Unanalyzed (U) relatif melalui korelasinya dengan
Budaya Sekolah (X2) dan Motivasi Kerja (X4) secara berturut-turut yaitu:
= 0,05424 dan = 0,031073, sehingga pengaruh total (Total Effect)
relatif) Kepuasan Kerja (X3) terhadap Komitmen Organisasi (X5) = DE + S +
U = 0,146 + 0,022932 + 0,085313 = 0,254245.
Jadi, koefisien korelasi antara Kepuasan Kerja (X3) dengan Komitmen
Organisasi (X5), yaitu: = 0,254 terdiri dari komponen pengaruh langsung
(Direct Effect), komponen Spurious (S), dan komponen Unanalyzed (U) yang
besarnya sama dengan koefisien korelasi tersebut yaitu 0,254245.
Selanjutnya, dengan menggunakan Rumus Pengaruh Proporsional dari
Al-Rasjid didapat:
Pengaruh langsung proporsional dari Kepuasan Kerja (X3) terhadap
Komitmen Organisasi (X5) = ρ53 x ρ53
= 0,146 x 0,146

119
= 0,021316
Selanjutnya dihitung pengaruh tidak langsung, komponen Spurious, dan
komponen Unanalyzed proporsional sebagai berikut:
Komponen Spurious (S) proporsional dari Kepuasan Kerja (X3) terhadap
Komitmen Organisasi (X5) melalui Komunikasi Interpersonal (X1), yaitu:
ρ53.ρ51.r13 = 0,146 x 0,156 x 0,147
= 0,003348072
= 0,0033 (dibulatkan)
Komponen Unanalyzed (U) proporsional dari Kepuasan Kerja (X3) terhadap
Komitmen Organisasi (X5) melalui korelasinya dengan Budaya Sekolah (X2),
yaitu:
ρ53.ρ52.r23 = 0,146 x 0,160 x 0,339
= 0,00791904
= 0,0079 (dibulatkan).
Komponen Unanalyzed (U) proporsional dari Kepuasan Kerja (X3) terhadap
Komitmen Organisasi (X5) melalui korelasinya dengan Motivasi Kerja (X4),
yaitu:
ρ53.ρ54.r34 = 0,146 x 0,193 x 0,161
= 0,004536658
= 0,00453 (dibulatkan)
Dengan demikian, Kepuasan Kerja (X3) secara langsung
mempengaruhi perubahan-perubahan Komitmen Organisasi (X5), sebesar
0,021316 = 2,13 %, dan secara tidak langsung mempengaruhi Komitmen
Organisasi (X5) melalui Komunikasi Interpersonal (X1) sebesar 0,0033 =
0,33 %, dan melalui Budaya Sekolah (X2) dan Motivasi Kerja (X4) sebesar
0,0079 + 0,0053 = 0,0132 = 1,32 %.

d. Pengaruh Motivasi Kerja (X4) terhadap Komitmen Organisasi (X5)


= + + +
= + + +
U S U DE

120
= (0,156)(0,298) + (0,160)(0,322) + (0,146)(0,161) + 0,193
U S U DE
= 0,046488 + 0,05152 + 0,023506 + 0,193
U S U DE
= 0,193 + 0,05152 + 0,069994
DE S U
Berdasarkan perhitungan di atas dapat diketahui bahwa besar
pengaruh langsung (Direct Effect) relatif dari Motivasi Kerja (X4) terhadap
Komitmen 0rganisasi (X5), yaitu: ρ54 = 0,193, sedangkan komponen Spurious
(S) relatifnya melalui Budaya Sekolah (X2), yaitu = 0,05152, serta
komponen Unanalyzed (U) relatif secara berturut melalui korelasinya dengan
Komunikasi Interpersonal (X1) dan Kepuasan Kerja (X3), yaitu: =
0,046488 dan = 0,023506, sehingga pengaruh total (Total Effect)
relatif) Motivasi Kerja (X3) terhadap Komitmen Organisasi (X5) = DE + S +
U = 0,193 + 0,05152 + 0,069994 = 0,314514
Jadi, koefisien korelasi antara Motivasi Kerja (X4) dengan Komitmen
Organisasi (X5), yaitu: r45 == 0,315 terdiri dari komponen pengaruh langsung
(Direct Effect), komponen Spurious (S), dan komponen Unanalyzed (U) yang
besarnya sama dengan koefisien korelasi tersebut yaitu 0,314514.
Selanjutnya, dengan menggunakan Rumus Pengaruh Proporsional dari
Al-Rasjid didapat:
Pengaruh langsung proporsional dari Motivasi Kerja (X4) terhadap Komitmen
Organisasi (X5) = ρ54 x ρ54
= 0,193 x 0,193
= 0,037249
= 0,037 (dibulatkan)
Selanjutnya dihitung pengaruh tidak langsung, komponen Spurious, dan
komponen Unanalyzed proporsional sebagai berikut:
Komponen Spurious (S) proporsional dari Motivasi Kerja (X4) terhadap
Komitmen Organisasi (X5) melalui Budaya Sekolah (X2), yaitu:
ρ54.ρ52. = 0,183 x 0,160 x 0,322
= 0,00994336

121
= 0,0099 (dibulatkan)
Komponen Unanalyzed (U) proporsional dari Motivasi Kerja (X4) terhadap
Komitmen Organisasi (X5) melalui korelasinya dengan Komunikasi
Interpersonal (X1), yaitu:
ρ54.ρ51.r14 = 0,193 x 0,156 x 0,298
= 0,008972184
= 0,00897 (dibulatkan)
Komponen Unanalyzed (U) proporsional dari Motivasi Kerja (X4) terhadap
Komitmen Organisasi (X5) melalui korelasinya dengan Kepuasan Kerja (X3),
yaitu:
ρ54.ρ53.r34 = 0,193 x 0,146 x 0,161
= 0,004536658
= 0,00453 (dibulatkan).
Dengan demikian, Motivasi Kerja (X3) secara langsung mempengaruhi
perubahan-perubahan Komitmen Organisasi (X5), sebesar 0,037249 = 3,72
%, dan secara tidak langsung mempengaruhi Komitmen Organisasi (X5)
melalui Budaya Sekolah (X2) sebesar 0,0099 = 0,99 %, dan melalui
Komunikasi Interpersonal (X1) dan Kepuasan Kerja (X4) sebesar 0,00897 +
0,0053 = 0,01427 = 1,42 %.

Berdasarkan hasil perhitungan komponen proporsional pada


substruktur 3 di atas dapat diketahui:
a) Pengaruh Total Effect (Direct Effect) dan (Indirect Effect) proporsional
dari variabel X1, X2, X3, dan X4 terhadap X5 adalah jumlah aljabar dari
pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung, yaitu:
TE = ∑ DE + ∑ IE
= (0,0243 + 0,0260 + 0,0213 + 0,0372) + (0,0033 + 0,0099)
= 0,1088 + 0,0133
DE IE
TE = 0,1221 = 0,122 (dibulatkan).

122
Jadi, sebesar 12,2 % perubahan–perubahan Komitmen Organisasi (X5)
dapat ditentukan oleh Komunikasi Interpersonal (X1), Budaya Sekolah
(X2), Kepuasan Kerja (X3) dan Motivasi Kerja (X4).
b) Komponen Spurious (S) proporsional total dari variabel X1, X2, X3, dan
X4 terhadap X5 = 0,0033 + 0,0099 = 0,0132 = 0,013 (dibulatkan)
c) Komponen Unanalyzed (U) proporsional total dari variabel X1, X2, X3,
dan X4 terhadap X5 = 0,0026 + 0,0090 + 0,0026 + 0,0079 + 0,0079 +
0,0045 + 0,0090 + 0,0045 = 0,0480.
Pengaruh langsung (DE), pengaruh tidak langsung (IE), Spurious (S),
dan Unanalyzed (U) proporsional adalah merupakan total komponen
proporsional yang disebut pengaruh gabungan harus sama dengan koefisien
determinasinya. Jadi, R2x5 (x1,x2,x3,x4) = TE + S + U.
Hasil perhitungan dengan menggunakan alat bantu komputer program SPSS
for Windows versi 23 sebagaimana pada halaman sebelumnya ditemukan
R2x5 (x1,x2,x3,x4) = 0,183. Selanjutnya, dengan memasukkan hasil perhitungan
komponen proporsional pada substruktur 3 di atas, didapat:
R2x5 (x1,x2,x3,x4) = TE + S + U, yaitu:
0,183 = 0,122 + 0,013 + 0,048.
Dengan demikian, pengaruh gabungan yang terdiri dari pengaruh
langsung (DE), pengaruh tidak langsung (IE), Spurious (S), dan Unanalyzed
(U) yang disebabkan Komunikasi Interpersonal (X1), Budaya Sekolah (X2),
Kepuasan Kerja (X3) dan Motivasi Kerja (X4) terhadap Komitmen Organisasi
(X5) adalah sebesar 0,183 (koreksi R2 = 0,183), sedangkan sisanya sebesar
1 – 0,183 = 0,813 = 81,3 % ditentukan oleh faktor lainnya di luar Komunikasi
Interpersonal (X1), Budaya Sekolah (X2), Kepuasan Kerja (X3) dan Motivasi
Kerja (X4) dengan koefisien jalur, yaitu: ρx5e5 = √1 − 0,183 = 0,903.

Uji Kesesuaian Model


Uji kesesuaian model (goodness of fit model) maksudnya adalah menguji
apakah model yang diusulkan memiliki kesesuaian (fit) dengan data atau tidak.
Dalam kerangka analisis jalur, suatu model yang diusulkan dikatakan fit
dengan data apabila matriks korelasi sampel tidak jauh berbeda dengan

123
matriks korelasi estimasi (reproduced correlation matrix) atau korelasi yang
diharapkan (expected correlation matrix).
Untuk menguji kesesuaian model ini dengan menggunakan rumus:
1−R2m
Q = 1−M

R2m = 1 – (1 - R21 )(1 - R22 )(1 - R23 )(1 - R24 )


Keterangan:
N = jumlah sampel
d = banyaknya koefisien jalur yang tidak signifikan (derajat kebebasan= df)
R2m = Koefisien determinan multipel untuk model awal
M = Koefisien determinan multipel (R2m ) setelah koefisien jalur yang tidak signifikan
dihilangkan

Jika semua koefisien jalur signifikan, maka M = R2m sehingga Q = 1. Jika


Q = 1 mengindikasikan model fit sempurna, tetapi jika Q < 1, untuk
menentukan fit tidaknya model, maka statistik Q perlu diuji dengan statistik W
yang dihitung dengan rumus:
W = - (N – d) ln Q
Kriteria uji adalah, model dikatakan fit atau Ho diterima jika:
2
W < 𝒳(df:α)
di mana df adalah derajat kebebasan = d dan α = 0,05.
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, tidak ada koefisien jalur yang tidak
signifikan, berarti Q = 1 sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang
diusukan fit sempurna (the fit is perfect) dengan data.

124

Anda mungkin juga menyukai