Anda di halaman 1dari 14

MATEMATIKA SEBAGAI PEMISAH YANG HAQ DAN BATHIL

(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Matematika)

Dosen Pengampu:
Ass. Prof. HM Ali Hamzah, M.Pd.
Dr. Kidup Supriyadi, M.Pd.

Disusun Oleh:

Putri Rahmatuzzahra 11170170000019

Amaliyati Sholihah 11170170000031

Gina Muvidah 11180170000023

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt., Tuhan semesta alam, karena atas rahmat, hidayah, serta
nikmat kesehatan raga dan pikiran dari-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Selawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad saw. yang telah
membawa umat Islam dari zaman kegelapan menuju ke zaman yang terang-benderang.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen mata kuliah Sejarah Matematika,
Bapak Ass. Prof. HM Ali Hamzah, M.Pd. dan Bapak Dr. Kidup Supriyadi, M.Pd., serta
seluruh pihak yang terlibat dalam memperkaya isi makalah berjudul “Matematika Sebagai
Pemisah yang Haq dan Bathil”, sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

Makalah ini berisi tentang matematika sebagai ilmu untuk mencapai kebenaran.
Dimulai dari definisi benar-salah secara bahasa dan matematika, teori kebenaran menurut
matematika, dan aspek kebenaran menurut matematika.

Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca, serta


bermanfaaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang sejarah dan filsafat
matematika. Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kekurangan. Oleh karena
itu, penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
perbaikan makalah ini baik dari segi bahasa, maupun isi.

Tangerang, 5 Oktober 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... 1

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ 2

BAB I ................................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN ................................................................................................................ 4

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 4

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 4

1.3 Tujuan .................................................................................................................... 4

BAB II .................................................................................................................................. 5

PEMBAHASAN ................................................................................................................... 5

2.1 Definisi Benar-Salah .................................................................................................... 5

2.2 Teori Kebenaran Menurut Matematika ......................................................................... 5

2.2.1 Teori Kebenaran Korespondensi (The Correspondence Theory of Truth) .............. 5

2.2.2 Teori Kebenaran Koherensi (Coherence Theory of Truth) ..................................... 6

2.3 Aspek Kebenaran Menurut Matematika ....................................................................... 6

2.3.1 Kebenaran Imanen ................................................................................................ 7

2.3.2 Kebenaran Transenden.......................................................................................... 7

2.4 Konsep benar-salah pada ayat-ayat dalam Al Qur’an ................................................... 8

2.4.1 Surat Ath-Thalaq (65) ayat 1 ................................................................................. 8

2
2.4.2 Surat Al-Insyirah (94) ayat 7................................................................................. 9

2.4.3 Surat Al-Mumtahamah (60) ayat 10 .................................................................... 10

BAB III ............................................................................................................................... 12

PENUTUP .......................................................................................................................... 12

3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 12

3.2 Saran ......................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 13

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Haq berarti benar, sedangkan lawan dari haq adalah bathil yang berarti salah. Kebenaran
merupakan sesuatu yang manusia terus diusahakan manusia agar dapat memperolehnya.
Beberapa cara ditempuh untuk memperoleh kebenaran, baik menggunakan rasio,
pengalaman, intuisi, maupun wahyu.
Sementara itu, matematika adalah ilmu pasti yang membutuhkan pembuktian dan
kesepakatan. Seseorang matematikawan cenderung berpikir secara ilmiah, logis, dan realistis
sehingga memiliki kriteria tersendiri dalam menentukan benar dan salah.
Berdasarkan latar belakang tersebut makalah berjudul “Matematika Sebagai Pemisah
yang Haq dan Bathil” ini ditulis.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang akan dibahas dalam malah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa definisi benar-salah menurut bahasa dan matematika?
2. Bagaimana teori kebenaran menurut matematika?
3. Apa saja aspek kebenaran menurut matematika?
4. Apa saja ayat yang menjelaskan konsep benar-salah?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui definisi benar-salah menurut bahasa dan matematika.
2. Untuk mengetahui teori kebenaran menurut matematika.
3. Untuk mengetahui aspek kebenaran menurut matematika.
4. Untuk mengetahui apa saja ayat yang menjelaskan konsep benar-salah.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Benar-Salah


Kebenaran yang merupakan kata benda dari “benar” memiliki definisi yang
bermacam-macam. Menurut KBBI kebenaran yaitu keadaan yang benar (cocok dengan hal
atau keadaan sesungguhnya), sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betul demikian
halnya), kejujuran; ketulusan hati, selalu izin; perkenaan. Plato pernah berkata terkait dengan
kebenaran, bahwa kebenaran itu adalah kenyataan, tetapi kenyataan itu tidak selalu yang
seharusnya terjadi. Kenyataan bisa saja berbentuk ketidakbenaran (keburukan). Sehingga
dapat disimpulkan bahwa terdapat 2 pengertian dari kebenaran, yaitu kebenaran yang berarti
nyata, nyata terjadi di suatu pihak, dan kebenaran dalam arti lawan dari keburukan.
Sementara itu, kata “salah” menurut KBBI adalah tidak benar. Salah adalah lawan
dari benar atau merupakan ketidakbenaran sebagai kata benda. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat 2 pengertian pula dari ketidakbenaran, yaitu ketidakbenaran yang berarti tidak
nyata, tidak terjadi pada seluruh pihak, dan ketidakbenaran dalam arti keburukan.
Menurut Musrida (2010: 115) matematika adalah teori yang menganut kebenaran
sebagai keteguhan. Teori ini dianut oleh kaum rasionalitas seperti Leibniz, Spinoza,
Descrates, dan lainnya. Kebenaran ditemukan dalam relasi antara proposisi baru dengan
proposisi yang sudah ada. Suatu pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi, atau hipotesis
dianggap benar kalau sejalan dengan pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi, atau hipotesis
lainnya, yaitu meneguhkan dan konsisten dengan proposisi sebelumnya yang dianggap benar.
Matematika dan ilmu-ilmu pasti sangat menekankan kebenaran ini.

2.2 Teori Kebenaran Menurut Matematika


Ada dua teori kebenaran dalam matematika, yaitu teori kebenaran korespondensi dan
teori kebenaran koherensi, yaitu sebagai berikut.
2.2.1 Teori Kebenaran Korespondensi (The Correspondence Theory of Truth)
Menurut teori korespondensi kebenaran adalah pengakuan realitas. Teori ini
berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi terhadap
fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang dituju pernyataan tersebut.

5
Contoh dari teori kebenaran ini adalah nilai kebenaran dari pernyataan: semua besi
bila dipanaskan akan memuai, Jakarta adalah ibukota negara Indonesia, pancasila adalah
dasar negara RI, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, semua manusia pasti mati.
Merupakan suatu pernyataan yang bernilai benar karena kenyataannya memang demikian.
Hal ini membawa kita pada pandangan bahwa kebenaran terdiri dalam beberapa bentuk
korespondensi antara keyakinan dan fakta.
2.2.2 Teori Kebenaran Koherensi (Coherence Theory of Truth)
Menurut teori koherensi kebenaran adalah keruntutan pernyataan. Pernyataan-
pernyataan dikatakan benar apabila ada keruntutan di dalamnya. Teori koherensi memandang
bahwa kebenaran ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan lainnya yang
sudah lebih dahulu diketahui, diterima, dan diakui sebagai benar. Dengan demikian, suatu
pernyataan bernilai benar bila di dalamnya tidak ada pertentangan, bersifat koheren, dan
konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
Contoh dari teori koherensi adalah pernyataan “jumlah sudut segitiga adalah 180
derajat”. Pernyataan ini bernilai benar karena disusun dari premis pertama yang bernilai
benar, bahwa kalau terdapat dua garis sejajar maka sudut-sudut yang dibentuk kedua garis
sejajar tersebut dengan garis ketiga adalah sama. Premis kedua yang juga bernilai benar,
bahwa jumlah sudut yang dibentuk oleh sebuah garis lurus adalah 180 derajat.
Kedua premis tersebut kemudian diterapkan dalam berpikir deduktif untuk
menghitung jumlah sudut-sudut dalam segitiga. Bahwa dalam segitiga ABC kalau ditarik
garis p melalui titik A yang sejajar BC maka pada titik A didapatkan tiga sudut, yaitu a1, a2,
dan a3 yang ketiganya membentuk garis lurus. Mempergunakan premis yang pertama maka
dapat diambil kesimpulan dimana a membentuk sebuah garis lurus. Sedangkan berdasarkan
premis yang kedua menyatakan bahwa jumlah sudut sebuah garis lurus adalah 180 derajat
maka a yang merupakan jumlah sudut-sudut dalam segitiga adalah juga 180 derajat. Dengan
demikian karena pernyataan jumlah sudut segitiga adalah 180 derajat tidak bertetangan
dengan dua premis sebelumnya maka terbukti bahwa pernyataan tersebut merupakan
pernyataan yang bernilai benar.

2.3 Aspek Kebenaran Menurut Matematika


Seorang Filsuf bernama Michael Resnick (dalam Rauff, 2000: 63) melihat bahwa
setidaknya terdapat dua aspek kebenaran matematika, yaitu kebenaran imanen dan kebenaran
transenden. Berikut merupakan penjelasan dari kebenaran imanen dan kebenaran transenden.

6
2.3.1 Kebenaran Imanen
Kebenaran imanen dapat diartikan bahwa sebuah kebenaran hanya berlaku untuk
pernyataan yang ada dalam lingkup matematika saja. Objek matematika diyakini
kebenarannya dalam konteks matematika saja. Dengan kata lain, pernyataan diyakini benar
secara matematika, belum tentu benar bila dilihat dari sudut pandang yang lain. Kebenaran
ini tidak bergantung pada hal-hal, hubungan, atau pengamatan di luar bidang matematika.
Contohnya, dalam matematika kalimat “Badu gagah atau kaya” dapat disajikan dalam
bentuk logika dengan ungkapan “p˅q”. Proposisi p˅q disebut disjungsi p dan q. Huruf p
merupakan pengganti kalimat “Badu adalah gagah” dan huruf q pengganti kalimat “Badu
adalah orang kaya”. Proposisi “p˅q” bernilai salah hanya jika kedua proposisi elementernya
salah. Pengertian “atau” dalam pengertian logika ini berbeda dengan pengertian “atau” dalam
kalimat “kamu memilih aku atau Arjuna sebagai calon suami?”, yang diucapkan oleh
Duryudhana kepada Dewi Banowati. Apabila Banowati memilih Duryudhana sekaligus
Arjuna, bagi Duryudhana jawaban itu bernilai salah. Jadi dalam contoh tersebut, kebenaran
bahwa p˅q bernilai salah hanya jika kedua proposisi elementernya salah hanya berlaku untuk
pernyataan yang ada dalam lingkup matematika saja.

2.3.2 Kebenaran Transenden


Kebenaran matematika imanen dapat dipertentangkan dengan kebenaran matematika
transenden, yang mencari dukungan mengacu pada korespondensi antara objek matematika
dan objek nonmatematika. Kebenaran transenden matematika dibuktikan melalui eksperimen
serta pembuktian.
Contoh kebenaran transenden matematika, 2 + 1 = 3 membuat pernyataan tentang
jumlah orang di dalam mobil saya awalnya ada 2 orang yaitu saya dan ibu saya, lalu masuk 1
orang lagi yaitu ayah saya ke dalam mobil sehingga jumlah orang di dalam mobil menjadi 3
orang. Kebenaran persamaan tersebut dikonfirmasi melalui korespondensi untuk pengalaman
saya.

7
2.4 Konsep benar-salah pada ayat-ayat dalam Al Qur’an

Adapun konsep benar-salah pada Al Qur’an terdapat pada beberapa ayat seperti
berikut:

2.4.1 Surat Ath-Thalaq (65) ayat 1


۟ ‫ص‬
ۖ َ‫وا ْٱل ِع َّدة‬ ُ ْ‫ط ِلقُوه َُّن ِل ِع َّد ِت ِه َّن َوأَح‬
َ َ‫سا َٰٓ َء ف‬ ِ ‫طلَّ ْقت ُ ُم‬
َ ‫ٱلن‬ ُّ ‫ََٰٓيأَيُّ َها ٱلنَّ ِب‬
َ ‫ى ِإذَا‬

Artinya : “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu, maka hendaklah kamu
ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar) ... “

Ayat ini menjelaskan bahwa ada pesan untuk Nabi bahwa dalam menceraikan istri
harus pada waktu yang tepat, maksudnya adalah isteri-isteri itu hendaklah di waktu suci
sebelum dicampuri. Menurut tafsir Muyassar hal 361 wahai Nabi, apabila kamu dan orang-
orang mukmin yang mengikutimu hendak menceraikan istri-istri kalian maka hendaklah
kalian menceraikan meraka dalam keaadaan suci dari haid sebelum disetubuhi ketika mereka
layak untuk menghadapi masa ‘iddah. Hitunglah waktu ‘iddah itu supaya kalian dapat
mengetahui kapan waktunya dapat rujuk kembali jika kalian ingin kembali kepada istri-istri
kalian. Secara matematika dapat ditulis sebagai berikut:

Misalkan,
𝑝 = 𝑘𝑎𝑚𝑢 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖 − 𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑚𝑢
𝑞 = 𝑐𝑒𝑟𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑟𝑒𝑘𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑚𝑒𝑟𝑒𝑘𝑎 𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 (𝑚𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑑𝑎𝑝𝑖 )𝑖𝑑𝑑𝑎ℎ𝑛𝑦𝑎
𝐽𝑎𝑑𝑖 𝑝 → 𝑞:
Jika kamu menceraikan istri-istrimu maka ceraikanlah mereka pada waktu mereka
dapat (menghadapi)'iddahnya.

Analisisnya dalam ilmu logika adalah jika pernyataan p bernilai benar dan pernyataan
q juga bernilai benar, maka dapat dipastikan bahwa 𝑝 → 𝑞 juga bernilai benar. Sebaliknya
jika pernyataan p bernilai salah dan pernyataan q bernilai benar, maka kesimpulannya
~ 𝑝 → 𝑞 tetap benar, jika kamu tidak menceraikan istri-istrimu maka ceraikanlah mereka
pada waktu mereka dapat (menghadapi) ‘iddahnya. Berbeda jika pernyataan p bernilai benar
sedangkan pernyataan q bernilai salah. Secara ilmu logika 𝑝 → ~𝑞 bernilai salah. Contohnya
jika kamu menceraikan istri-istrimu maka jangan ceraikan mereka pada waktu mereka

8
dapat(menghadapi) ‘iddahnya. Secara jelas pernyataan tersebut salah karena untuk
menceraikan istri pada waktu ‘iddahnya atau dalam keadaan tidak suci (masa haid). Betapa
tidak manusiawinya jikalau menceraikan istri dalam keadaan dia belum siap karena masih
dalam masa haid. Untuk itu anjuran bagi semua bahwa jika mau menceraikan istri maka
hendaklah disaat mereka siap menghadapi masa ‘iddahnya (haidnya). Begitu indahnya ajaran
islam dan sungguh agama yang sangat menjunjung tinggi akhlaq.

2.4.2 Surat Al-Insyirah (94) ayat 7

َ ‫ت فَا ْن‬
ْ‫صب‬ َ ‫فَ ِاذَا فَ َر ْغ‬
Artinya : “Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras
(untuk urusan yang lain),”

Dalam ayat ini mengandung sebab-akibat, maksudnya adalah sebagian ahli tafsir
menafsirkan apabila kamu (Muhammad) telah selesai berdakwah maka beribadatlah kepada
Allah, apabila kamu telah selesai mengerjakan urusan dunia maka kerjakanlah urusan akhirat,
dan ada lagi yang mengatakan apabila telah selesai mengerjakan sholat maka berdo’alah.
Sedangkan menurut tafsir Muyassar halaman 628 apabila kamu telah selesai dari suatu
kesibukan dunia maka bersungguh-sungguhlah dalam beribadah dan sempatkanlah waktumu
untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah, perbanyaklah ibadah sunnah, amalan-amalan
yang utama dan berbekal diri dengan amal sholeh. Secara matematika dapat ditulis sebagai
berikut:

Misalkan,
𝑝 = 𝑘𝑎𝑚𝑢 𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑒𝑠𝑎𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑢𝑟𝑢𝑠𝑎𝑛
𝑞 = 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎𝑘𝑎𝑛𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ − 𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ (𝑢𝑟𝑢𝑠𝑎𝑛)𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑎𝑖𝑛
Jadi, 𝑝 → 𝑞 : jika kamu telah selesai dari suatu urusan maka kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain.

Ayat di atas akan bernilai benar jika pernyataan p benar dan q benar atau pernyataan p
salah dan q benar, atau pernyataan p dan q sama-sama salah. Sebaliknya akan bernilai salah
jika pernyataan p benar dan pernyataan q salah.

9
Contohnya dari bentuk lain :
- Jika kamu belum selesai dari suatu urusan maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
urusan yang lain. Ini tetap bernilai benar karena jika tidak dapat melanjutkan suatu
pekerjaan tersebut karena tidak mampu mengerjakannya maka dapat mengerjakan urusan
lain yang lebih mudah dan bersungguh-sungguh.
- Jika kamu belum selesai dari suatu urusan maka kerjakanlah dengan tidak sungguh-
sungguh urusan yang lain. Ini tetap bernilai benar karena perlu sebuah fokus kerja
sehingga selesaikan dulu satu urusan setelahnya baru selesaikan urusan lain.
- Jika kamu selesai dari urusan maka kerjakanlah dengan tidak sungguh-sungguh urusan
yang lain. Ini pernyataan yang bernilai salah, karena sudah jelas menyelesaikan suatu
urusan kenapa tidak mengerjakan urusan lain dengan sungguh-sungguh.

2.4.3 Surat Al-Mumtahamah (60) ayat 10

ٍ ‫ٰۤياَيُّ َها الَّذ ِۡينَ ا َمنُ ٰۡۤوا اِذَا َجا َٰٓ َء ُك ُم ۡال ُم ۡؤ ِمنتُ ُمه ِجر‬
‫ت فَامۡ ت َِحنُ ۡوه َُّن‬
Artinya : ‌“ Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin
datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. ...”

Ayat ini menjelaskan bahwa “apabila datang perempuan-perempuan yang beriman,


maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka”. Menurut tafsir Muyassar halaman 329
apabila perempuan mukminah berhijrah dari negeri kafir ke negeri islam, maka ujilah
keimanan mereka agar kamu mengetahui kebenaran iman mereka. Allah lebih mengetahui
niat seseorang dan hakikat suatu perkara. Apabila kamu sudah yakin bahwa keimanan mereka
memang sesuai dengan yang terlihat secara lahir maka jangan kalian kembalikan mereka
kepada suami-suami mereka yang kafir. Sebab mereka tidak halal bagi orang kafir itu karena
beda agama, begitupun sebaliknya. Secara matematika dapat dituliskan:

Misalkan,
𝑝 = 𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟ℎ𝑖𝑗𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑚𝑢 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 − 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑛
𝑞 = 𝑘𝑎𝑚𝑢 𝑢𝑗𝑖𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑟𝑒𝑘𝑎
Jadi 𝑝 → 𝑞 : jika datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman
maka kamu ujilah keimanan mereka.

Ditinjau secara ilmu logikanya, jika pernyataan p dan q bernilai benar maka
kesimpulannya 𝑝 → 𝑞 adalah benar. Sebaliknya jika pernyataan p salah dan pernyataan q juga

10
salah maka kesimpulannya benar. Apakah kesimpulan ini benar? Secara ilmu implikasi jika
ada pernyataan p salah satu pernyataan q juga salah, jadi nilai kebenarannya bernilai benar.
Sebagaimana analisis dari kedua pernyataan diatas jika tidak datang berhijrah kepadamu
perempuan-perempuan beriman maka tidak kamu ujilah keimanan mereka. Ini jelas sekali
bahwa siapa yang akan di uji jika objek yang akan diuji tidak ada.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Haq berarti benar dan lawan dari haq adalah bathil yang berarti salah. Terdapat 2
pengertian dari kebenaran, yaitu kebenaran yang berarti nyata, nyata terjadi di suatu pihak,
dan kebenaran dalam arti lawan dari keburukan. Sementara itu, matematika memandang
kebenaran sebagai keteguhan.
Terdapat dua teori kebenaran menurut matematika, bahwa sesuatu dikatakan benar
jika memenuhi teori kebenaran korespondensi dan/atau memenuhi teori kebenaran koherensi.
Terdapat dua aspek kebenaran menurut matematika, yaitu aspek apabila suatu
kebenaran matematika hanya berlaku dalam ruang lingkup matematika saja, dan aspek
transenden apabila suatu kebenaran matematika tidak hanya berlaku dalam ruang lingkup
matematika, tetapi juga dalam ruang lingkup nonmatematika.
Beberapa ayat dalam Al-Quran didalamnya terdapat konsep benar-salah, yaitu seperti:
Q.S At-Thalaq (65) ayat 1 , Q.S Al-Insyirah (94) ayat 7 , serta Q.S Al-Mumtahamah (60)
Ayat 10.

3.2 Saran
Memperoleh kebenaran melalui matematika adalah salah satu metode dalam
memperoleh kebenaran melalui rasio. Sesuatu yang dinyatakan tidak benar dalam matematika
belum tentu sepenuhnya tidak benar, karena terdapat cara lain untuk memperoleh kebenaran,
seperti melalui pengalaman, intuisi, dan wahyu. Kebenaran sejatinya merupakan tujuan yang
tidak pernah sampai. Namun sebagai manusia, tugas kita adalah mencoba berkomitmen
secara moral dan intelektual untuk mencoba mendekati kebenaran dengan cara yang sejujur-
jujurnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Handayani, Weni dan Eva Kurnia. 2014. “Filsafat Pendidikan Matematika: Kebenaran
Matematika”. Makalah tidak diterbitkan. Surabaya: Jurusan Matematika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Surabaya, (Online).
https://scribd.com. (Diakses pada 5 Oktober 2020 pukul 22.27).

Musrida, Ivan Jaya. 2010. Teori-Teori Kebenaran Filsafat. Jakarta: Gelora Aksara Pratama.

Pendra Tri. 2012. “Klasifikasi Ayat-Ayat Al-Qur’an yang Memuat Konsep Matematika”.
Skripsi. UIN Malang

Rauff, James V. 2000. “Number, Infinity and Truth: Reflections on The Spiritual in
Mathematics”. Jurnal Humanistic Mathematics Network, 23(15): 58-66.

Suyitno, Hardi. 2008. “Hubungan Antara Bahasa dengan Logika”. Jurnal Humaniora , 20(1):
26-37.

Suriasumantri, Jujun S. 2009. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.

Widiyanti, Rendrik. 2012. “Kebenaran Matematika dan Kebenaran Spiritual”.


https://rendrikwidiyanto.wordpress.com. (Diakses pada 5 Oktober 2020 pukul 22.23).

13

Anda mungkin juga menyukai