Anda di halaman 1dari 10

KAJIAN BIOREPRODUKSI IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus argentimaculatus)

BERASAL DI PERAIRAN PULAU BUNYU KABUPATEN BULUNGAN PROPINSI


KALIMANTAN UTARA

BIOREPRODUCTION STUDY OF RED SNAPPER FISH (Lutjanus argentimaculatus)


COMES IN THE WATERS OF BUNYU ISLAND, BULUNGAN PROVINCE, NORTH
KALIMANTAN PROVINCE
1)
Gazali Salim ; 2) Muhammad Firdaus ; 3)Jimmy Cahyadi ; 4)Agus Indarjo ;
Christine Dyta Nugraeni 5) Mulfrida Zein6)
1
Lecture Department Management Resources of Waters, University of Borneo Tarakan. ORCID ID :0000-
0002-2416-905X. axza_oke@yahoo.com
2
Lecture Department Management Resources of Waters, University of Borneo Tarakan. ORCID ID :
0000-0001-5628-5736. Dayax2302@yahoo.com
3
Lecture Department Aquaculture, University of Borneo Tarakan.
4
Department of Marine Science, Faculty of Fisheries and Marine Science, Diponegoro University
Semarang, Central Java, Indonesia. indarjoa@yahoo.com
4
General Directorate of Science, Technology, and Higher Education, Ministry of Research, Technology
and Higher Education, Indonesia. indarjoa@yahoo.com
5
Lecture Department Technology of Fishery Product, University of Borneo Tarakan. ORCID ID : 0000-
0002-2452-2140. Chdyta@borneo.ac.id
6
Lecture Department of Accounting, Politeknik Negeri Tanah Laut. ORCID ID : 0000-0003-2824-1108.
mufridazein@yahoo.co.id

Corresponding author : dayax2302@yahoo.com

ABSTRAK
Pulau bunyu merupakan daerah yang memiliki biodiversity yang cukup besar salah satunya
adalah spesies ikan kakap merah. Ikan kakap merah merupakan jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis
yang cukup tinggi dengan harga berkisar antara Rp.55.000 – Rp.65.000,- per kilogram. Ikan kakap merah
merupakan salah satu ikan eksport yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi sehingga banyak
masyarakat pulau bunyu memaksimalkan potensi sumberdaya ikan kakap merah menggunakan alat
tangkap bubu dalam kategori ramah lingkungan.
Tujuan penelitian adalah mengkaji secara biologi mengenai reproduksi ikan Kakap Merah
(Lutjanus argentimaculatus) dan Ikan Kerapu lumpur (Epinephalus malabaricus) berasal di perairan
pulau Bunyu Kabupaten Bulungan di Propinsi Kalimantan Utara. Metode penelitian menggunakan
metode penelitian deskriptif kuantitatif. Penentuan lokasi penelitian menggunakan metode purposive
sampling. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara tiga metode yaitu metode survey di
lapangan menggunakan metode experimental fishing sebanyak 14 kali pengambilan sampel dan
metode skala laboratorium menggunakan metode experimental design serta metode wawancara
langsung di nelayan mengenai titik lokasi atau daerah penelitian dari hasil tangkapan nelayan.
Pengambilan data berupa parameter pertumbuhan yaitu variable panjang total dan panjang
standar, variable berat total, variable jenis kelamin, variable tingkat kematangan gonad, variable
berat gonad, variable struktur ukuran. Metode pengambilan sampel menggunakan teknik
purposive sampling.
Hasil penelitian ikan kakap pad tingkat kemataangan gonad terbanyak di temukan pada
Pada TKG I ikan jantan ditemukan sebesar 52,2% dan ikan betina pada TKG II dan III sebesar
26,1%. Pada TKG IV ikan jantan tidak ditemukan dan ikan betina di temukan sebesar 8,7%.
Pada TKG V untuk ikan jantan dan betina tidak ditemukan. Indeks kematangan gonad tertinggi
pada ikan jantan terdapat pada TKG III sebesar 46,8% dan ikan betina terdapat pada TKG IV
sebesar 167,8%. Fekunditas ikan betina sekali memijah sebanyak 12030 telur.

Kata kunci : Biologi ; reproduksi ; Lutjanus argentimaculatus ; ikan kakap merah ; Perairan Pulau Bunyu

ABSTRACT
Bunyu Island is an area that has a fairly large biodiversity, one of which is the red snapper
species. Red snapper is a type of fish that has a high economic value with prices ranging
between Rp.55,000 - Rp.65,000, - per kilogram. Red snapper is one of the export fish that has a
high selling value so that many people of Bunyu Island maximize the potential of red snapper
resources using the trap tool in the environmentally friendly category.
The purpose of this study was to examine biologically the reproduction of Red Snapper (Lutjanus
argentimaculatus) and mud grouper fish (Epinephalus malabaricus) originating in the waters of
the island of Bunyu, Bulungan Regency in North Kalimantan Province.
The research method uses quantitative descriptive research methods. Determination of the
location of the study using purposive sampling method. The sampling method is carried out by
means of three methods, namely the survey method in the field using the experimental fishing
method for 14 times the sampling and the laboratory scale method using the experimental design
method and the direct interview method in the fishermen regarding the location or research area
of the fishermen's catch. Retrieval of data in the form of growth parameters are the variable total
length and standard length, total weight variable, gender variable, gonad maturity level
variable, gonad weight variable, variable structure size. The sampling method uses purposive
sampling technique.
The results of studies of snapper pad gonad slides the highest level found in male TKG found
52.2% and female fish in TKG II and III amounted to 26.1%. In TKG IV male fish were not found
and female fish were found at 8.7%. In TKG V, male and female fish were not found. The highest
gonad maturity index in male fish was found in TKG III by 46.8% and female fish found in TKG
IV by 167.8%. Female fish fecundity once spawn 12030 eggs.

Keywords: Biology ; reproduction ; Lutjanus argentimaculatus ; Epinephalus malabaricus ; Bunyu waters

PENDAHULUAN
Kalimantan Utara merupakan salah satu propinsi yang ada di Utara di Pulau Kalimantan
di mana letak Kalimantan Utara berbatasan secara langsung dengan Malaysia dan Philiphina
dimana Propinsi Kalimantan Utara merupakan salah satu propinsi yang berbatasan dengan dua
Negara di bagian pulau Kalimantan. Kalimantan Utara secara administrasi terdiri dari berbagai
Kabupaten dan Kota, dimana salah satu Kabupaten yang memiliki potensi sumberdaya perairan
hayati laut yang yang tinggi terbesar di daerah kawasan pesisir dan laut yaitu di Kabupaten
Bulungan salah satunya yaitu pulau Bunyu. Pulau Bunyu merupakan salah satu pulau yang
masih bagian dari Pulau Kalimantan dimana pulau ini terletak di luar sebelah Timur di Propinsi
Kalimantan Utara dimana berbatasan dengan dua lautan yaitu laut Sulawesi dan laut Cina
Selatan dan satu samudera Pasifik. Dengan pertemuan ketiga muara besar perairan lautan,
sehingga daerah pulau Bunyu terdapat berbagai ekosistem biota lautan yang memiliki nilai
ekonomis cukup tinggi yaitu ikan kakap merah (Lutjanus argentimaculatus). Ikan kakap merah
ini merupakan salah satu jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi dikarenakan ikan
ini merupakan jenis ikan bernilai eksport dimana ikan ini salah satu merupakan
Ikan kakap merah (Lutjanus argentimaculatus) merupakan jenis ikan yang di gemari oleh
masyarakat Bunyu dan wilayah domestic lainnya seperti kota Tarakan dimana harga jual ikan
kakap merah dari hasil tangkapan alat tangkap bubu di daerah pulau Bunyu berkisar antara Rp.
70.000,00 sampai dengan Rp. 75.000,00 tiap kilogram. Besarnya potensi ekonomis sehingga
peluang bagi para nelayan untuk mengeksploitasi sumberdaya hayati laut yang ramah lingkungan
dan tidak menyebabkan kerusakan terhadap habitat ekosistem di perairan laut pulau Bunyu.
Belum adanya penelitian mengenai bioreproduksi ikan kakap merah yang berasal dari perairan
pulau Bunyu, menyebabkan kurangnya database dan kurangnya informasi mengenai daerah
spawning ground ataupun daerah feeding ground mengenai ikan kakap merah untuk mengetahui
banyaknya telur dalam sekali pemijahan dari ikan kakap merah di karenakan semakin banyaknya
jumlah alat tangkap bubu di perairan pulau Bunyu Kabupaten Bulungan.
Tujuan penelitian yaitu untuk menganlisis bioreproduksi ikan kakap merah (Lutjanus
argentimaculatus) berasal di perairan pulau bunyu Kabupaten Bulungan Propinsi Kalimantan
Utara.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Waktu penelitian dilaksanakan di daerah perairan pulau Bunyu kabupaten Bulungan
Kalimantan Utara. Pelaksanaan kegiatan penelitian ikan kakap merah di laksanakan selama 6
bulan yaitu bulan Februari – Juli 2019 di perairan pulau Bunyu kabupaten Bulungan. Kegiatan
pelaksanaan kegiatan penelitian ini, dilaksanakan berdasarkan dari hasil tangkapan menggunakan
alat tangkap nelayan Bubu dasar (Bottom fish pot) di daerah pulau Bunyu Kabupaten Bulungan
Kalimantan Utara. Penentuan lokasi tempat fishing ground alat tangkap bottom fish pot
menggunakan metode purposive sampling, dimana daerah penentuan lokasi tersebut berdasarkan
dengan habitat dan perjalanan ruaya ikan demersal salah satunya adalah ikan kakap merah.
Metode Penelitian
Penelitian ikan kakap merah di lakukan metode penelitian menggunakan metode deskriptif
kuantitatif dengan pendekatan eksploitasi sumberdaya hayati laut. Parameter penelitian
dilakukan pengambilan data mengenai model bioreproduksi berdasarkan jenis kelamin, tingkat
kematangan gonad, indeks kematangan gonad dan fekunditas serta struktur ukuran ikan kakap
merah yang berasal dari hasil tangkapan nelayan Bubu dasar (Bottom fish pot) dengan analisis
data reproduksi ikan kakap merah dan struktur ukuran menggunakan tabel dan gambar. Metode
pengambilan sampel ikan merah menggunakan alat tangkap bubu dasar menggunakan teknik
“purposive sampling”, dimana sampel ikan yang didapatkan merupakan hasil tangkapan utama
dari alat tangkap bubu dasar (Bottom fish pot) yang bernilai ekonomis tinggi salah satunya ikan
kakap merah.
Prosedur Penelitian
Penelitian pengambilan sampel dilakukan dengan cara tiga metode yaitu metode survey di
lapangan dan metode skala laboratorium serta metode wawancara langsung di nelayan mengenai
titik lokasi atau daerah penelitian dari hasil tangkapan nelayan. Metode survey dilapangan di
lakukan dengan menggunakan alat tangkap bubu dasar yang berada di perairan laut sekitar pulau
Bunyu, dimana metode dalam pengambilan sampel menggunakan metode experimental fishing.
Metode experimental fishing di gunakan dengan cara pengulangan pengambilan sampel ikan
kerapu lumpur dan ikan kakap merah yang dilakukan sebanyak 14 kali perulangan, dengan titik
lokasi yang berbeda-beda dengan dilakukan pengambilan data berupa titik koordinat
menggunakan GPS dan parameter lingkungan habitat dari ikan kerapu lumpur dan ikan kakap
merah. Hasil tangkapan ikan mengenai ikan kerapu lumpur dan ikan kakap merah dilakukan uji
lanjutan dalam skala laboratorium dengan melakukan kegiatan pengambilan data. Pengambilan
data di laboratorium menggunakan metode experimental design dengan melakukan pengambilan
data berulang-ulang berdasarkan hasil tangkapan. Pengambilan data berupa parameter variable
jenis kelamin, variable tingkat kematangan gonad, variable berat gonad, variable fekunditas dan
variable struktur ukuran.
Metode ketiga yaitu berupa metode wawancara langsung dengan berbagai nelayan yang
berbeda, dimana metode penentuan nelayan berdasarakan metode purposive sampling, dimana
nelayan yang diwawancarai merupakan nelayan yang menggunakan alat tangkap bubu dasar dan
penentuan nelayan bubu dasar berdasarakan metode random sampling agar wawancara langsung
data yang di dapatkan valid.
Analisi data
Penggunaan analisis data yang digunakan secara deskriptif dimana pengamatan fekunditas,
telur di bawah mikroskop dengan skala perbesaran 100x. Sebelum telur di hitung, telur di
encerkan dengan menggunakan aquades sebanyak 50 ml.
Menurut Effendie (1979) menjelaskan mengenai fekunditas atau jumlah telur ikan di analisis
menggunakan tiga cara gabungan yaitu gravimetrik, volumetrik dan hitung. Rumus yang
digunakan dalam menghitung fekunditas menurut Effendie (1979) sebagai berikut :

F =

Keterangan :
F = fekunditas ikan kakap merah (jumlah telur)
X = jumlah telur tiap (cc)
G = berat gonad ikan kakap merah (gr)
Q = berat telur contoh ikan kakap merah (gr)
V = isi pengenceran (cc)

Untuk menganalisa data mengenai indek kematangan gonad (IKG), Effendie (1979)
mengemukakan dengan menggunakan suatu rumus yaitu :

IKG =

Dimana : IKG = Indek kematangan gonad


Bg = Berat gonad ikan kakap merah dalam gram
Bt = Berat tubuh ikan kakap merah dalam gram

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil penelitian ikan kakap merah pula dibagi menjadi dua bagian dengan perbedaan
jenis kelamin antara jantan dn betina, ikan betina didapatkan lebih dominan dibandingkan ikan
jantan, dimana ikan jantan ditemukan sebanyak 20 ekor dan ikan betina didapatkan sebanyak 22
ekor. Hasil penelitian ini membagi berbagai tahap antara ikan jantan dan ikan betina menjadi
selang tingkat kematangan gonad. Berdasarakan tingkat kematangan gonad ikan kakap merah
didaptkan hanya sampai TKG IV. Pada TKG I untuk ikan jantan ditemukan sebanyak 12 ekor
dengan persentase sebesar 52,2% sedangkan ikan betina ditemukan sebanyak 9 ekor dengan
persentase sebesar 19,1%. Pada TKG II untuk ikan jantan didapatkan sebanyak 5 ekor dengan
persentase sebesar 21,7% dan ikan betina betina didapatkan sebanyak 6 ekor engan persentase
sebesar 26,1%. Pada TKG III untuk ikan jantan didapatkan sebanyak 3 ekor dengan persentase
sebesar 13% dan ikan betina didapatkan sebanyak 6 ekor dengan persentase sebesar 26,1%. Pada
TKG IV untuk ikan jantan tidak ditemukan pada saat pembedahan dan untuk ikan betina di
temukan sebanyak 2 ekor dengan persentase sebesar 8,7%. Pada TKG V untuk ikan jantan dan
betina tidak ditemukan (Lihat Gambar 1 dan Gambar 2).

Gambar 1. Perbandingan jenis kelamin ikan kakakp jantan dan betina berdasarkan TKG

Gambar 2. Persentase jenis kelamin ikan kakap jantan dan betina berdasarkan TKG

Berdasarkan hasil penelitian dari ikan kakap dan ikan kerapu, didapatkan hasil yang
cukup siginificant mengenai kondisi ikan kakap dan ikan kerapu yang menjelaskan bahwa rata-
rata ikan kakap merah baik jantan (52,2%, lihat gambar 2) ataupun betina (39,1% lihat gambar 2)
di dominasi tingkat kematangan gonad ikan dalam taraf TKG I, hal ini menjelaskan mengenai
kondisi ikan kakap merah menjadikan wilayah perairan pulau Bunyu bukan sebagai wilayah
daerah memijah atau untuk wilayah reproduksi bagi ikan kakap merah dalam mempertahankan
generasinya. Hal ini di buktikan dari hasil penelitian ini bahwa tidak ada satupun ikan baik jantan
ataupun betina (Lihat gambar 3 dan gambar 4) di temukan TKG V. TKG V ini menjelaskan
bahwa ikan kakap merah pada kondisi reproduksi TKG V merupakan kondisi dimana ikan telah
mengalami pemijahan, namun demikian pada gambar 2 tidak di temukan sama sekali ikan kakap
jantan dan betina telah melakukan pemijahan (TKG V) di wilayah perairan pulau Bunyu
kabupaten Bulungan sebagai tempat didapatkannya ikan kakap merah menggunakan alat tangkap
bubu. Pada TKG V menjelaskan mengenai kondisi ikan telah melakukan serangkaian kegiatan
pemijahan. Sehingga menjelaskan bahwa ikan kakap merah tidak menjadikan wilayah kegiatan
perairan pulau bunyu sebagai salah satu destinasi reproduksi dalam mempertahankan generasi
spesiesnya. Hal ini memungkinkan ikan kakap menjadikan wilayah perairan pulau Bunyu
sebagai salah satu destinasi migrasi ikan dan menjauhi predator serta menjadikan wilayah
perairan pulau bunyu tempat mencari makanan (feeding ground).
Model Bio-Spawning Ground
Korelasi TKG dengan IKG, Berat Gonad, Panjang Total dan Berat Total
Ikan Kakap Jantan
Hasil penelitian mengenai ikan kakap jantan, didapatkan mengenai nilai tingkat
kematangan gonad hanya ada 3 saja yaitu TKG I, TKG II dan TKG III. Sedangkan untuk TKG
IV dan TKG V tidak ditemukan. Hal ini di duga bahwa ikan kakap jantan menjadikan perairan
bunyu sebagai daerah mencari makanan di bandingkan sebagai daerah reproduksi atau spawning
ground. Hal ini di duga bahwa ikan kakap jantan menjadikan perairan Bunyu sebagai daerah
migrasi tempat salah satu destinasi dalam mencari makanan karena sumberdaya hayati yang
sangat berlimpah.
Pada gambar 3 merupakan hasil penelitian yang menjadikan Tingkat kematangan gonad
sebagai variable untuk membandingkan antara nilai indeks kematangan gonad, berat gonad,
panjang gonad dan berat total. Pada gambar 3 didapatkan hubungan antara TKG dengan IKG
memiliki nilai korelasi yang kuat dikarenakan pada gambar 3 menggambarkan bahwa semakin
bertambahnya tingkat kematangan gonad maka akan semakin bertambah pula indeks kematangan
gonad, berikut hasil penelitian untuk TKG I memiliki IKG sebesar 3,7%, untuk TKG II memiliki
IKG sebesar 27,9% dan TKG III memiliki IKG sebesar 46,8%. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Effendi (2003) menjelaskan bahwa semakin naik tingkat kematangan gonad maka akan semakin
naik pula indeks kematangan gonad.
Selain itu pula hasil penelitian ini mengetahui hubungan antara TKG dengan berat gonad.
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa TKG dengan berat gonad memiliki nilai korelasi yang
sangat kuat dikarenakan nilai berat gonad juga semakin bertambah seiiring dengan naiknya
tingkat kematangan gonad, berikut ini hasil penelitian yang terdapat pada gambar 3 yaitu berat
gonad pada TKG I sebesar 0,35 gram ; berat gonad pada TKG II sebesar 2,47 gram ; sedangkan
berat gonad pada TKG III sebesar 7,98 gram.
Selain itu pula hasil penelitian untu panjang total ikan kakap jantan dan berat total ikan
kakap jantan tidak memiliki hubungan dimana pertumbuhan baik ukuran panjang ataupun berat
tidak dapat di ukur dengan adanya pertumbuhan tingkat kematangan gonad, hal ini di sebabkan
karena pertumbuhan panjang total dan berat total tergantung dari energy yang tersedia dan
banyaknya makanan di alam yang cukup untuk pertumbuhan ke arah ukuran dan bobot ikan
kakap jantan. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa tingkat kematangan gonad ikan kakap
jantan tidak ada korelasi dengan panjang total dan berat total, namun demikian seiring dengan
bertambahnya umur maka akan semakin bertambahnya ukuran ataupun bobot dikarenakan
energy yang dibutuhkan untuk pertumbuhan akan berlangsung secara terus menerus sampai
kecepatan pertumbuhan telah mencapai kecepatan nol. Pertumbuhan dari ikan kakap jantan di
duga pertumbuhannya tidak konstan hal ini disebabkan adanya tekanan dari alam, di duga
karena adanya predator ataupun adanya sesama kompetisi dalam mencari makanan.
Gambar 3. Korelasi TKG dengan IKG, berat gonad, panjang total dan berat total kakap jantan

Korelasi TKG dan IKG, Berat Gonad, Panjang Total, Berat Total dan Fekunditas
Ikan Kakap Betina
Hasil penelitian mengenai ikan kakap betina yang menggunakan variable korelasi antara
TKG dengan indeks kematangan gonad, berat gonad, panjang total, berat total dan fekunditas,
dimana mengenai tingkat korelasi yang sangat kuat pada ikan kakap betina yaitu tingkat
kematangan gonad terhadap indeks kematangan gonad, berat gonad dan fekunditas, namun tidak
ada korelasi yang kuat terhadap berat total dan panjang total, selain itu pula untuk berat total dan
panjang total tersebut menjelaskan bahwa ikan kakap betina tidak memiliki pertumbuhan yang
konstan, hal ini di duga bahwa ikan ini apabila tidak ada makanan maka ikan ini akan menunggu
hingga mendapatkan makanan sehingga dalam pertumbuhan ke arah ukuran baik panjang total
ataupun berat total bersifat fluktuatif kadang naik ataupun dapat turun.
Apabila di lihat dari gambar 4 menjelaskan bahwa semakin naik tingkat kematangan
gonad pada ikan kakap betina maka akan semakin naik pula nilai persentase indeks kematangan
gonad, berat gonad dan fekunditas, hal ini dapat di di buktikan yaitu pada TKG I didapatkan nilai
IKG I sebesar 9,5% dengan berat gonad 0,88 gram memiliki bentuk telur berupa benang ; pada
TKG II didapatkan nilai IKG II sebesar 68,9% dengan berat gonad sbeesar 4,58 gram dan
jumlah telur sebanyak 1083 telur ; pada TKG III didapatkan nilai IKG III sebesar 97,7% dengan
berat gonad sebesar 12,33 gram dan jumlah telur sebanyak 4737 telur ; pada TKG IV didapatkan
nilai IKG IV sebesar 167,8% dengan berat gonad sebesar 33,44 gram dan jumlah telur sebanyak
12030 telur dalam sekali memijah. Namun demikian untuk TKG V tidak ditemukan. Hal ini
menjelaskan mengenai TKG V tidak ditemukan dikarenakan ikan kerapu betina menjadikan
daerah perairan Bunyu bukan sebagai daerah spawning groud atau daerah pemijahan.
Gambar 4. Korelasi TKG dan IKG,berat gonad,panjang total,berat total,fekunditas kakap betina

Fekunditas Ikan Kakap Betina


Hasil penelitian mengenai fekunditas ikan kakap merah pada gambar 5 menjelaskan
mengenai jumlah telur pada setiap tingkat kematangan gonad yaitu pada tingkat kematangan
gonad 1 tidak di temukan di karenakan TKG I bentuk telur berupa benang panjang berwarna
putih. Pada TKG II ditemukan jumlah telur sebanyak 1083 butir dan pada TKG III didapatkan
jumlah telur pada ikan kakap merah sebanyak 4737 butir. Sedangkan untuk mengetahui sekali
memijah ikan kakap merah menghasilkan telur dalam sekali pemijahan dapat di lihat pada TKG
IV yaitu pada saat ikan kakap merah telah mengalami matang gonad. Untuk hasil tingkat
kematangan gonad IV dengan melihat jumlah telur atau fekunditas pada gambar 5, menjelaskan
bahwa ikan kakap lebih banyak jumlahnya sekali memijah sekitar 12030 telur. Sedangkan untuk
TKG V pada ikan kakap merah tidak di temukan karena tidak ada fase ikan kakap merah pada
TKG V.

Gambar 5. Perbandingan Fekunditas ikan kakap berdasarkan TKG


KESIMPULAN
Kesimpulan
1. Tingkat kemataangan gonad terbanyak di temukan pada Pada TKG I ikan jantan ditemukan
sebesar 52,2% dan ikan betina pada TKG II dan III sebesar 26,1%. Pada TKG IV ikan jantan
tidak ditemukan dan ikan betina di temukan sebesar 8,7%. Pada TKG V untuk ikan jantan
dan betina tidak ditemukan.
2. Indeks kematangan gonad tertinggi pada ikan jantan terdapat pada TKG III sebesar 46,8%
dan ikan betina terdapat pada TKG IV sebesar 167,8%.
3. Fekunditas ikan betina sekali memijah sebanyak 12030 telur.

ACKNOWLEDGE
Ucapan terimakasih di berikan kepada Kementrian Riset dan Teknologi Pendidikan
Tinggi Republik Indonesia (KEMRISTEK DIKTI RI) dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian
kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Borneo Tarakan yang telah mendukung pendanaan
Penelitian dalam Hibah Fundamental tahun 2019 dengan Judul Kajian Bio-Ecological dan
Pengembangan Teknologi Bottom Fish Pots Dalam Upaya Peningkatan Efektifitas Penangkapan
Ikan di Perairan Pulau Bunyu, Kalimantan Utara.

DAFTAR PUSTAKA

Effendie, M.I., 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta

Firdaus, M dan Salim G. 2013. Mengkaji faktor kondisi ikan puput (ilisha elongate) yang berasal
dari perairan Juata. Jurnal Harpodon. Volume 6. Tahun 2013.
Firdaus, M , Salim G ; Mawardhy E, Abdiani IM. 2013. Analisis pertumbuhan dan struktur umur
ikan nomei (Harpadon nehereus) di perairan juata kota Tarakan. Jurnal Akuatika Volume
4 Nomor 2. Tahun 2013.
Firdaus, M ; TD. Lelono, R. Saleh ; Bintoro G , Salim G. 2018. The Expression of the body
shape in fish spesies Harpadon nehereus (Hamilton, 1822) in the waters of Juata Laut
Tarakan city, North Kalimantan. Jurnal Auqculture, Aquarium, Conservation &
Legislation Volume 11 No 3. 613-624halaman.
Hatapayo, R, 2004. Pengaruh Penggunaan Umpan Yang berbeda Pada Bubu Dasar DiPerairan
Tehoru Kabupaten Maluku Tengah. Skripsi.Universitas Muslim Indonesia.Makassar.
Lidyana Maya Gosal, 2013 “ Kebiasan Makanan Ikan Gelodok (Periopthalmus barbarus) di
Kawasan mangrove Pantai Meras, Kecematan bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara”
Odum, E. P. (1993) Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan Tajhjono Samingan. Edisi Ketiga
Yogyakarta : Gadja mada University Press.
Pandu M. 2011. Laju Eksploitasi dan Variasi Temporal keragaan Reproduksi Ikan Seliku
(Scomber australasicus) Betina di Pantai utara Jawa. IPB. Bogor. 61 hlm
Salim, G. 2013. Nilai indeks kondisi dari ikan siganus javus berdasarkan hasil tangkapan nelayan
di Perairan Juata Kota Tarakan. Jurnal Harpodon Borneo Volume 6 Nomor 1. Tahun
2013.
Salim, G. 2015. Analisis pertumbuhan allometri dan indeks kondisi caesio cunning didapatkan
dari hasil tangkapan nelayan kota Tarakan. Jurnal harpodon borneo. Volume 8 nomor 1
Tahun 2015.
Sugiyono, (2001). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&d. Bandung : Penerbit
Alfabeta.
Suhardjono, dan R. Abdulhadi. 1999. Hutan Mangrovedi kepulauan derawan, kabupaten berau,
Kalimantan Timur
Chandra, T dan Salim, G. 2015. Model populasi pendekatan pertumbuhan dan indeks kondisi
Harpiosquilla raphidea Waktu tangkapan pada pagi hari di perairan Utara Pulau Tarakan.
Jurnal Harpodon Borneo Volume 8 Nomor 2 Tahun 2015.

Anda mungkin juga menyukai