Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS KASUS

PELANGGARAN HAK DAN PENGINGKARAN KEWAJIBAN

PEMERKOSAAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan

Disusun oleh :

Adriana Nurfaizah (3)

Fitriani Nabila Dewi (11)

Mutiara Syakira (21)

Rachel Salma Rasya (25)

Syifa Nur’aini (22)

Vania Raihani (35)

SMA NEGERI 20 BANDUNG


Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah yang senantiasa


memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami untuk menyelesaikan
penyusunan makalah ini dengan tepat pada waktunya. Shalawat beserta salam
semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan pada segenap keluarga,
sahabat, dan para tabi’in juga kita selaku umatnya.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata pelajaran


Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Kami telah berusaha dengan kemampuan terbaik yang kami miliki untuk
dapat menyajikan suatu makalah yang terbaik pula, akan tetapi tidak menutup
kemungkinan dalam makalah ini terdapat berbagai kekurangan. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak untuk dijadikan perbaikan sebagai acuan di masa yang akan datang.

Bandung, 2 Agustus 2020

Penulis
Daftar Isi

Kata Pengantar ........................................................................................................................... 2


Daftar Isi .................................................................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 4
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 4
1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................................................ 4
BAB II ANALISI KASUS
2.1 Pengertian Pemerkosaan .................................................................................................. 5
2.2 Kronologis dan Penyebab Kasus ...................................................................................... 6
2.3 Nilai-Nilai Dasar Pancasila yang Dilanggar .................................................................... 6
2.4 Nilai Instrumental Sila-Sila Pancasila yang Dilanggar .................................................... 7
2.5 Penanganan kasus ............................................................................................................. 7
2.6 Pencegahan Kasus ............................................................................................................ 8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................... 9
3.2 Saran ................................................................................................................................. 9
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkosaan adalah kejahatan yang sangat serius. Ini adalahkejahatan yang menginjak-
injak martabat kemanusiaan. Akibat dariperkosaan tidak hanya terjadi pada korban saja.
Secara sosial, perkosaanmembuat masyarakat semakin cemas. Bahkan dapat menghilangkan
peransosial korbannya da-lam masyarakat. Penderitaan korban tidak hanyadialami saat terjadi
kasus. Secara psikologis, korban menderita sepanjanghidupnya. Ia bisa menjadi depresi,
kecemasan yang berkepanjanganbahkan dapat mendorongnya untuk melakukan tindakan
bunuh diri.

Bahkan bagi korban yang dapat bertahan secara mental masih jugamendapat stigma
negatif dari masyarakat. Bagi yang kasusnya terekspos,mereka mengalami perkosaan kedua
oleh media, polisi dan penegakhukum (saat proses penyidikan hingga pengadilan).

Ironisnya perkosaan termasuk kejahatan yang sangat sering terjadi.Kasus perkosaan


menempati peringkat nomor 2 setelah pembunuhan (Darwin dalam Sulistyaningsih dan
Fatchurohman, 2002). Data Komnas Perem-puan dari 1998-2010 menunjukkan bahwa
perkosaan adalah jeniskekerasan seksual yang paling banyak terjadi. Mencapai ebih dari
50persen dari seluruh kasus yang didokumentasikan dan terpilah. Atauterdapat 4.845 kasus
(Komnas Perempuan, 2011).

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai
berikut :

1) Kenapa kasus pemerkosaan bisa terjadi?


2) Apa saja nilai dasar dan nilai instrumental pancasila yang dilanggar dalam kasus ini?
3) Bagaimana solusi dari kaus ini?
4) Apa saja upacaya yang dapat dilakukan agar kasus seperti ini tidak terulang lagi?

1.4 Tujuan Penulisan


Dari rumusan masalah tersebut akan memperoleh tujuan sebagai berikut :

1) Mengetahui tentang paham apa itu kasus pemerkosaan.


2) Mengetahui apa saja penyebab kasus pemerkosaan.
3) Mengetahui upaya mengatasi dan mencegah kasus ini.

1.5 Manfaat Penulisan


1) Memberikan pengetahuan kepada kita tentang kasus pemerkosaan
2) Memberikan informasi pencegahan kasus pemerkosaan
BAB II

ANALISIS KASUS

2.1 Pengertian Pemerkosaan


Perkosaan yang dalam bahasa Inggris disebut “rape” berasal dari kata “rape-re”
(bahasa latin) yang berarti “to steal”, “seize” atau “carry away”. Perkosaan didefinisikan
sebagai: the use of threat, physical force, or intimidation in ob-taining sexual relation with
another person against his or her own will. Penggunaan ancaman, kekuatan fisik, atau
pemaksaan untukmelakukan hubu-ngan seksual dengan orang lain yang tidak mereka
inginkan.

Senada dengan pengertian diatas, Kilpatrick, Thornhill dan Palmer mende-finisikan


perkosaan sebagai penggunaan kekuatan dan ancaman untukmen-dapatkan layanan seksual
(penetrasi penis pada vagina) dariperempun tan-pa kemauan korbannya (Kilpatrick et al.,
Thornhill & Palmer,dalam Mc Kibbin et al., 2008). Definisi ini juga diamini dalam hukum di
Indonesia. Di da-lam Pasal 285 KUHP disebutkan bahwa: barang siapa dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar
perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.

Belakangan, definisi perkosaan diperluas tidak hanya tentang penetrasi pe-nis


terhadap vagina. Encyclopedia of Rape mengemukakan bahwa realitas fisik perkosaan tidak
berubah dari waktu ke waktu: penetrasi dari vagina,atau lubang lainnya, dengan penis (atau
benda lain) tanpa persetujuan dariwanita atau pria yang ditembus (Smith, ed., 2004).
Polaschek, Ward & Hudson, memberi definisi perkosaan sebagai the penetration of the anus
or va-gina by a penis, finger or object or the penetration of the mouth by a penis.If a person
is forced to penetrate someone in the anus, mouth or vaginawith their penis, this is also
regarded as rape (Polaschek, Ward & Hudsondalam McCabe dan Wauchope, 2005).
Menurut definisi ini, perkosaan adalah penetrasi pada anus, vagina oleh penis, jari atau benda
lain ataupenetrasi penis pada mulut. Bahkan memaksa orang lain melakukan hal itu juga dise-
but sebagai perkosaan.

Komnas Perempuan mendefiniskan perkosaan sebagai serangan yang diarahkan pada


bagian seksual dan seksualitas seseorang denganmenggunakan organ seksual (penis) ke organ
seksual (vagina), ke anusatau mulut, atau dengan menggunakan bagian tubuh lainnya yang
bukanorgan seksual atau benda-benda lainnya. Serangan itu dilakukan dengankekerasan,
dengan an-caman kekerasan ataupun dengan pemaksaansehingga mengakibatkan rasa takut
akan kekerasan, di bawah paksaan,penahanan, tekanan psikologis atau penyalahgunaan
kekuasaan atau dengan mengambil kesempatan dari ling-kungan yang koersif, atauserangan
atas seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan yang sesungguhnya.
2.2 Kronologis dan Penyebab Kasus
Anak di bawah umur berinisial MC (15) yang merupakan warga Kecamatan
Agrabinta, Cianjur, Jawa Barat telah menjadi korban pemerkosaan. Kronologis berawal dari
laporan orang tua korban yang mendapati anaknya tidak sadarkan diri dan muntah darah
setelah diantarkan beberapa orang warga. Pihak keluarga mendapat informasi bahwa korban
dicekoki minuman keras dan obat terlarang, lalu diperkosa secara bergantian oleh tujuh orang
remaja. Atas dasar tersebut pihak keluarga melapor ke Markas Polsek Agrabinta, lalu Kepala
Polsek Agrabinta, AKP Ipid A Saputra menyebar anggotanya untuk menangkap pelaku yang
Sebagian besar masih di bawah umur.

Tidak membutuhkan waktu lama, ketujuh pelaku berinisial DD, SP, ABD, DN, KP,
YD, dan RN ditangkap Satreskrim Polsek Agrabinta di rumah orang tuanya masing-masing
tanpa perlawanan. Ketujuh remaja itu langsung digelandang ke Markas Polsek Agrabinta
untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Berdasarkan keterangan di hadapan petugas, MC pertama kali dijemput oleh SP di


rumahnya dan langsung diajak ke warung di pinggir pantai, di mana komplotan pelaku lain
sudah menunggu. MC dicekoki minuman keras dan dipaksa meminum obat terlarang dosis
tinggi, hingga dia tidak sadarkan diri. Pada saat itulah korban disetubuhi secara bergiliran dan
ditinggalkan dalam kondisi tidak sadarkan diri. Lalu korban ditemukan warga sekitar,
membawanya pulang ke rumah orang tuanya. Setelah MC muntah darah ia langsung dilarikan
ke Puskesmas Agrabinta dan sempat dirawat.

2.3 Nilai-Nilai Dasar Pancasila yang Dilanggar


Dilihat dari kasus tersebut termasuk kedalam pelecehan seksual terhadap anak ini
jelas sangat lah melanggar hukum karena bentuk penyiksaan. Kasus ini termasuk pelanggaran
sila pancasila ke dua “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab” dimana disila ini menjelaskan
mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama
manusia. Saling mencintai sesama manusia, mengembangkan sikap tenggang rasa, tidak
semena-mena terhadap orang lain, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, gemar melakukan
kegiatan kemanusiaan, berani membela kebenaran dan keadilan, bangsa Indonesia merasa
dirinya sebagai bagian dari masyarakat Dunia Internasional dan dengan itu harus
mengembangkan sikap saling hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

Kasus ini sangatlah memprihatinkan dimana bangsa kita bangsa indonesia telah
terjadi kasus pelecehan seksual terhadap anak yang setiap tahunya meningkat yang
disebabkan karena rangsangan seksual yang yang sangat tinggi. Kasus ini dapat
menyebabkan dampak yang besar bagi kemajuan bangsa kita karena anak yang seharusnya di
didik menjadi baik tetapi anak tersebut menjadi tidak baik karena ulah seseorang yang tidak
mempunyai otak yang hanya mementingkat keinginan atau hasratnya sendiri. Dan juga kasus
ini menyebabkan banyak anak yang takut dan jera untuk melakukan sesuatu karena mereka
takut menjadi korban seksual dan sebagian anak yang telah menjadi korban mereka
mempunyai rasa stres atau despresi sehingga bangsa indonesia sulit untuk menjadi negara
yang maju, makmur, sejahtera, aman, damai.
Kasus ini dapat diartikan bahwa masih banyak manusia yang tidak sadar bahwa
perbuatnya itu berdampak besar buat kemajuan bangsa kita dan kurang akan kesadaran
sebagai bangsa “kemanusiaan yang adil dan beradab” tidak semena-mena terhadap orang lain
dan “persatuan indonesia” Menjaga Persatuan dan Kesatuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka
Tunggal Ika.

2.4 Nilai Instrumental Sila-Sila Pancasila yang Dilanggar


Nilai instrumental Pancasila sila “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” dalam kasus
ini adalah UUD 1945 yaitu:

1. Pasal 28B ayat (2)


“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
2. Pasal 28G ayat (1)
“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,
dan harta benda yang di bawah kekuasaanya, serta berhak atas rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi.”
3. Pasal 28I ayat (1)
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,
hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di
hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut,
adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.”

2.5 Penanganan kasus


Rentetan kejadian perkosaan akhir-akhir ini memang telah mengundang berbagai
berbagai pihak melakukan upaya antisipasi untuk menghindari terulangnya kembali
peristiwa tersebut. Kasus yang terjadi akhir-akhir ini menunjukkan adanya kecenderungan
pemerkosaan dilakukan secara massal dan para pelaku bahkan berasal dari kalangan
terpelajar bahkan oknum aparat penegak hukum. Menyebut pelaku pemerkosaan sebagai
individu yang mengalami sakit kejiwaan jelas tidak relevan untuk kasus yang melibatkan
beberapa orang sehingga dalam kasus pemerkosaan massal tersebut dapat dikatakan bahwa
para pelaku berada dalam suatu kondisi yang dipengaruhi oleh suatu hal secara bersamaan
dan hal yang bisa memicu adalah mabuk baik oleh narkoba maupun minuman keras.

Pemerkosaan akan terus berulang di Indonesia, selama tidak ada larangan terhadap
produksi, distribusi dan konsumsi minuman keras. Pengaruh miras memang dinilai dapat
menghilangkan akal sehat dan nurani. Mengatasi kasus pemerkosaan seperti yang terjadi saat
ini jelas tidak mudah karena membutuhkan peran dari seluruh pihak mulai dari pemerintah
sampai setiap individu. Pemerintah dalam hal ini harus berani melakukan pelarangan
penjualan minuman keras terhadap kelompok tertentu dan memberikan serta menegakkan
sanksi yang tegas terhadap mereka yang menjual kepada kelompok yang dilarang. Dari pihak
masyarakat dalam hal ini sekolah dan keluarga pun harus ikut melindungi diri dengan tetap
memberlakukan aturan-aturan yang ketat terhadap anak-anak mereka serta tetap
mengutamakan pendidikan moral dan agama kepada anak-anak.

Kasus pemerkosaan seperti ini harus ditindak lanjuti secara hukum yang berlaku.
orban pemerkosaan harus mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya. Pihak-pihak yang
bersangkutan dan memiliki peran dalam kasus ini pun harus turut menyelesaikan
permasalahan ini hingga tuntas.

2.6 Pencegahan Kasus Rasisme


Tidak semua situasi yang mengarah kepada pemerkosaan dapat diantisipasi, namun
mengetahui bagaimana pemerkosa memikirkan dan merencanakan serangannya dapat
membantu untuk mengenali tanda-tanda bahaya. Walau begitu, dalam kasus pemerkosaan,
pencegahan harus dilakukan oleh kedua belah pihak, baik korban maupun pelaku. Kesalahan
tidak bisa diberatkan pada pihak korban saja. Korban harus berusaha menghindari
pemerkosaan dan pelaku harus bisa menghindari memerkosa.

Untuk menghindari pemerkosaan, banyak yang bisa dilakukan dengan cara sederhana,
seperti tidak berpergian sendiri. Bila terpaksa untuk pergi sendiri, hindari melewati tempat
sepi dan pilih melalui jalan yang ramai. Di saat seperti itu juga kita harus meningkatkan
kewaspadaan diri dan peka terhadap lingkungan sekitar. Jika bertemu dengan orang yang
menunjukkan tanda tanda mencurigakan, cepat cari bantuan terdekat. Jangan segan untuk
melawan jika orang tersebut sudah melewati batas.

Karena pemerkosaan juga bisa dilakukan oleh orang yang sudah kita kenal, jangan
terlalu percaya pada orang itu dan tetap perhatikan pola perilakunya. Beberapa pria akan
menggunakan cara berpakaian atau kesediaan sang wanita untuk berduaan dengannya sebagai
dalih untuk memperkosa wanita tersebut. Meskipun seorang wanita tidak bertanggung jawab
bila seorang pria memiliki pandangan yang menyimpang demikian, wanita itu hendaknya
berlaku bijaksana untuk mengenali sikap-sikap demikian.

Pelaku pemerkosaan juga harus diedukasi untuk meminimalisir keinginan untuk


memerkosa seseorang. Alangkah baiknya bila sejak dini setiap orang diberikan edukasi seks
yang benar oleh orang yang lebih tua. Moral setiap orang pun harus dijaga dengan
memperkuat iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Hukum tentang pemerkosaan
harus diperkuat lagi dan sanksi harus diberikan secara lebih tegas lagi.
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Dari analisis diatas bisa kita simpulkan bahwa pemerkosaan sebagai salah satu bentuk
kekerasan jelas dilakukan dengan adanya paksaan baik secara halus maupun kasar.
Pemerkosaan terjadi tidak semata-mata karena ada kesempatan, namun pemerkosaan dapat
terjadi karena pakaian yang dikenakan korban menimbulkan hasrat pada sipelaku untuk
melakukan tindakan pemerkosaan, serta pemerkosaan bisa juga disebabkan karena rendahnya
rasa nilai, moral, asusila dan nilai kesadaran beragama yang rendah yang dimiliki pelaku
pemerkosaan. Hal ini akan menimbulkan dampak sosial bagi perempuan yang menjadi
korban perkosaan tersebut.

Bentuk kekerasan terhadap perempuan bukan hanya kekerasan secara fisik, akan tetapi dapat
juga meliputi kekerasan terhadap perasaan atau psikologis, kekerasan ekonomi, dan juga
kekerasan seksual. Kekerasan pada dasarnya adalah semua bentuk perilaku, baik verbal
maupun non-verbal, yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, terhadap
seseorang atau sekelompok orang lainnya, sehingga menyebabkan efek negatif secara fisik,
emosional, dan psikologis.

3.2 Saran
Pemerkosaan di Indonesia termasuk masalah yang harus segera di benahi oleh kita
semua karena sebagaimana kita ketahui bahwa tindak pemerkosaan dapat merusak citra dan
moral bangsa.

Maka dari itu pemerintah dan masyarakat harus bekerja keras dalam menaggulangi tindak
pidana pemerkosaan salah satunya dengan menanamkan sikap dan perilaku kehidupan
keluarga dan lingkungan masyarakat yang sesuai dengan nilai-nilai moral, budaya, adat
istiadat dan ajaran agama masing-masing serta menindaklanjuti dengan penegakan hukum
sesuai ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai