Anda di halaman 1dari 3

Ujian Tanda Cinta " The Power of Ikhlas"

Disuatu desa yang bernama Desa Cibiriang hiduplah keluarga yang bahagia, sebut
saja keluarga Pak Herto. Pak Herto merupakan seorang Petani , istrinya bernama Bu Syifa
yang bekerja sebagai seorang Guru Honorer, mereka memiliki 2 orang anak yaitu Fatin dan
Sanu. Fatin berusia 20 tahun yang sedang menempuh pendidikannya di suatu Perguruan
Tinggi, dan Sanu berusia 16 tahun yang sedang bersekolah di SMA Negeri Kota Bihari.

Fatin merupakan anak pertama Pak Herto dan Bu Syifa yang dengan susah payah
untuk mendapatkanya. Adapun sebelumnya Bu Syifa di vonis tidak bisa memiliki anak,
namun akhirnya dengan kekuatan do'a dan usaha mereka selama penantian 9 tahun, lahirlah
anak pertama mereka Fatin yang usianya saat ini mengijak 20 tahun dan sedang menempuh
pendidikannya di suatu Perguruan Tinggi Swasta di Kota Bogor, Fatin sangat bercita-cita
seperti ibunya jadi seorang Guru, awalnya Fatin ini berharap masuk Perguruan Tinggi Negeri
namun Qodarullah Fatin tidak keterima di perguruan tinggi cita-citanya itu.

Satu tahun yang lalu Fatin sempat putus asa, namun Pak Herto dan Bu Syifa selalu
menjadi orang tua yang memotifasi dan meyakinkannya.

Fatin : Maafkan Fatin bu, pak , sudah semua cara Fatin tempuh , snmptn, sbmptn, ujian tulis,
semua Perguruan Tinggi yang Fatin harapkan gagal, Fatin gagal bahagiakan bapak dan Ibu.
(ungkap Fatin sambil menangis)

Bu Syifa : Sudah nak, jangan menangis ini sudah kehendak Allah, sabar nak, pasti ada jalan
terbaik yang Allah rencanakan buat kamu.

Fatin : Tapi bu , Fatin gagal , Fatin gagal bu jadi anak yang di harapkan ibu-bapak (fatin
memangis semakin menjerit)

Pak Herto : Sudah Fatin, betul kata ibumu, siapa bilang kamu gagal, ini baru awal dari
perjuanganmu, kamu harus semangat jangan putus asa. (Pak Herto menenangkan Fatin
dengan sikap tegasnya)

Malam yang sunyi itu Fatin hanya bisa menangis, sedangkan Sanu sudah tertidur
lelap. Keesokan harinya Fatin pergi ke sekolah untuk menandatangani persyaratan
kelulusannya, diruang BK Fatin bertemu dengan Guru BKnya, yang tiba-tiba menawarkan
Fatin untuk masuk Perguruan Tinggi Negeri dengan mudah, dan meminta orang tuanya
menemui guru BK tersebut
Setelah pulang dari ruangan BK, Fatin bergegas untuk langsung pulang kerumah dan
tak sabar untuk bercerita pada bapak dan ibunya.

Sesampainya di dekat rumah, terlihat dari kejauhan orang tuanya sedang di teras
rumah sambil memotong bibit bawang untuk ditanam Pak Herto di sawahnya besok lusa.
Terlihat Fatin menghampiri orang tuannya, dan langsung membantu membereskan potongan-
potongan bibit bawang merah.

Bu Syifa : Cepet sekali nak, sudah selesai? (Tanya Bu Syifa seraya mengusap Fatin)

Fatin : Sudah bu Alhamdulillah, Fatin bantu ya bu. (Fatin tersenyum, seraya tergesa-gesa
menyimpan sepatu dan tasnya)

Saat itu Fatin bercerita semua yang dikatakan gurunya pada Pak Herto dan Bu Syifa,
hingga akhirnya Pak Herto memutuskan untuk menemui Guru BK tersebut.

Hari tak terasa semakin sore, perbincangan mereka mengharukan suasana di sore itu.
Keesokan harinya Pak Herto ditemani Fatin pergi ke sekolah untuk menemui Guru BKnya,
dan bergegas memasuki ruangan BK.

Guru BK menjelaskan semuanya pada Pak Herto syarat untuk masuk dengan mudah
dan pasti ke perguruan tinggi negeri itu, adapun syaratnya adalah menyiapkan uang 30 juta,
tapi Pak Herto memilih untuk mendiskusikannya terlebih dahulu dengan Bu Syifa istrinya.

Fatin dan Pak Herto langsung pulang ke rumah dan menceritakannya pada Bu Syifa,
saat itu terjadi pertempuran batin Pak Herto antara kebenaran dan kejujuran untuk
menentukan pilihan. Adapun ini merupakan tantangan penentuan bagi Pak Herto dan Bu
Syifa dalam menentukan pilihan bagi anaknya melalui kecurangan atau mengikhlaskannya
dan menunggu jalan terbaik.

Awalnya Pak Herto berpikir untuk mengambil tawaran tersebut dengan


mengusahakannya mecari uang 30 juta itu, namun setelah merenungkannya dan
mendiskusikannya, Pak Herto mangambil jalan untuk menolak tawaran guru BK dan segera
meneloponnya.

Malam itu suasana kembali diramaikan dengan diskusi penentuan pilihan mereka.
Pak Herto : Bapak dan Ibu ambil jalan ini bukan karena kami tidak mau kamu bahagia
masuk perguruan tinggi negeri yang kamu mimpikan, tapi ini demi kebaikan kamu dan
pertanggung jawaban kita pada Allah nak, bapak ingin kamu selalu mengawali sesuatu
dengan kejujuran, kamu tidak boleh ambil hak orang lain dengan kekuasaan uangmu. Bapak
ingin kamu hidupnya berkah dengan jalan pilihan Allah.

Bu Syifa : Betul kata bapakmu nak, kami sayang kamu, kami yakin tidak ada yang tidak
mungkin bagi Allah, pasti ada jalannya, dan ini pasti jalan terbaik untukmu, bersabarlah yang
ikhlas ya nak, kami selalu mendoakan kamu (kata Bu Syifa sambil menangis)

Fatin : Tidak apapa bu, pak Fatin paham, Fatin juga tidak mau masuk dengan cara ini dan
terus menerus merepotkan ibu dan bapak apalagi dengan uang yang sangat besar itu, Fatin
sangat yakin atas kekuasaan Allah.

Keesokan harinya ketika Bu Syifa sedang sholat duha, ponsel Bu Syifa mendapatkan
notifikasi sms dari seseorang. Ternyata isinya memberitahukan bahwa Fatin keterima di
perguruan tinggi swasta di Bogor tanpa testing dan gratis uang pendaftaran.

Awalnya Fatin tidak setuju karena dia berpikir bahwa swasta perlu banyak biaya, tapi
prinsip Pak Herto dan Bu Syifa merubahnya, mereka meyakinkan Fatin untuk tetap
melanjutkan sekolahnya walaupun di swasta Masalah uang mereka tidak
mempermasalahkannya, bukan karena mereka mampu, tapi mereka yakin atas rejeki yang
Allah berikan, serta rela menjual ladang dan emas mereka untuk membiayai anak-anaknya
sekolah, karena mereka pikir harta bisa habis tapi ilmu tidak, jadi sebisa mungkin mereka
berusaha menjadikan anak-anaknya berlimu.

Fatin pun menuruti perintah orang tuanya dan mengambil kuliahnya di perguruan
tinggi swasta tersebut. Di sekolah itu Fatin berjuang keras dan menjadi salah satu mahasiswa
unggul dan di senangi banyak dosen karena sikapnya yang ramah selain itu Fatin aktif
diberbagai kegiatan kampus.

Setahun kemudian Fatin menjalankan kuliahmya, Fatin mendapatkan beasiswa karena


kecerdasannya. Hal ini membuat bangga Pak Herto dan Bu Syifa akan keberhasilan anaknya,
dan mengingatkan mereka kembali akan pelajaran kejujuran dan ke ikhlasan yang dulu dan
saat ini mereka utamakan dan tanamkan pada anak mereka, membuahkan hasil yang luar
biasa. Atas izin Allah dan kekuasaanNya, mereka hidup bahagia dengan prinsip jujur, ikhlas
dan sabar.

Anda mungkin juga menyukai