Anda di halaman 1dari 3

TUGAS UAS PISIKOANALISA

Refleksi Diri Sendiri

Oleh:

Yogi Utomo

1522100043

PSIKOLOGI PROFESI

Dosen Pengempuh : Drs. Herlan Pratikto, M.Si., Psikolog

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA

2022
Nama saya Yogi Utomo, saya lahir di kalimantan selatan tepatnya di Kotabaru di sebuah
pulau kecil yang terletak di ujung kalimantan selatan dan kepulauan sendiri. Saya adalah anak kedua
dari dua bersauda. Ayah saya adalah pesiunan polisi dan ibu saya adalah ibu rumah tangga. Saya
tingal bersama orang tua saya sampai SD di kotabaru. Masa-masa SD adalah masa yang paling
menyenangkan bagii saya dikarnakan masih bsa berkumpul dengan keluarga saya di rumah dan
merasakan kehangatan rumah yang sangat baik.

Dikarnakan ayah saya selalu menuntut saya menjadi anak mandiri sejak SMP saya sudah di
pindahkan ke kota Banjarmasin untuk menuntut ilmu lebih baik, di karnakan sekolah di daerah saya
kurang memadai untuk pendidikan dan juga pergaulan yang sangat tida kondusip untuk tumbuh
kembang pendidikan saya, Di Banjarmasin saya di sewakan rumah sendiri untuk menunjang
pendidikan saya, pada tahun pertama adalah tahun yang sangat berat bagi saya, karna di umur
segitu harus pisah dengan orang tua saya, saya sering mengeluh ke orang tua saya untuk di
kembalikan di kotabaru, tapi ayah saya kekeh untuk saya di banjarmasin, ayah saya ingin saya
terbiasa mengurus diri saya sendiri dari.

Banyak rintangan yang saya alami selama bersekolah di banjarmasin, tapi sisi positifnya saya
selalu buktikan ke orang tua saya, saya tidak pernah keluar dari 5 besar di sekolah, hal yang
sebelumnya tidak pernah saya dapatka selama SD, selama SD saya tida pernah masuk 10 besar,
malah boleh di bilang saya SD adalah anak yang bodoh di sekolah, tapi dengan niat membanggakan
orang tua, saya berhasil untuk mendapatkan apa yang sebelumnya tidak dapat saya dapatkan dulu,
prestasi luar akademik juga banyak saya dapatkan pada saat SMP.

Dalam hidup tidak ada namanya lurus, banyak lika lukunya, hal itu juga ada dalam hidup
saya, semasa SMP walau saya banyak prestasi di dalam sekolah dan luar sekolah, tetapi saya tidak
misa menutup mata jika kenakalan pada saat itu adalah hal yang sangat menyenagkan juga, saya
banyak membuat masalah di luar sekolah sampai ahirnya orang tua saya tau, tapi saya ada alasan
kenapa melakukan itu semua, menurut saya mendaptkan perhatian itu tidak perihal kita baik dan
berprestasi tapi dengan kenakalan orang tua bisa melhat kita, bahwa anaknya juga perlu perhatian
lebih. Hal itu yang membuat saya melakukan kenakalan pada masa itu.

Dampak dari kenalan itu berimbas dengan masa SMA saya, karna di nilai orang ua saya itu
nakal akhirnya saya di masukan ke boarding school. Saya di masukan ke SMA Global Islamic Boarding
School untuk menuntut ilmu agama lebih dalam dan pendidikan kemandirian dan kepribadian lebih
baik disana, didalam sana asrama adalah masa-masa dimana saya tidak akan pernah lupakan,
kehangatan yang dulu saya tidak dapat semuanya terganti dengan banyaknya teman yang selalu ada
dan menemanin 24 jam,.

Satu salah salah semua, pukulan bentakan sudah jadi makanan sehari-hari, tapi saya tidak
mengeluh karna bagi saya semua pantas saya dapatkan, di balik pukulan dan hukuman yang sangat
banyak tidak ada rasa sakit, kecewabahkan dendam tidak pernah ada, yang ada Cuma canda tawa
semua yang ada di asrama, ke akraban itu adalah sesuatu yang sangat mahal dan tidak bisa di beli
dengan apapun.

Dalam masalah pendidikan saya lebih maju lagi dari pada saya SMP, disini saya selalu masuk
3 besar, imengikuti olimpiade geografi dan akuntansi, aktif nymbang piala buat sekolah baik
akademik maupun non akademik. Saya sangat bahagia di dalam asarama. Semua orang saling

2
menghargai. Tidak ada naanya senang satu orang yang ada Cuma satu senang senang semua, satu
hukum semua hukum. Dalam asrama saya mengerti satuhal kalo kita laki-laki tidak ada namanya
kata mengeluh untuk menunjang hidup ke depan. Karna kita akan jadi ayah yang harus berjuang ke
depanya.

Ada satu masa saya terasa sangat tertekan oleh situasi, dimana saya sangat berasa
tertampar dengan keadaan dikarnakan semua yang saya buat belum bis membuktikan apa-apa
kepada orang tua saya. Sampai akhirnya saya lulus SMA, wisuda pun tidak ada yang datang untuk
mengahadiri wisuda SMA saya.

Saya berpiki untuk membalas semuanya dan akhirnya terjadi. Setelah lulus SMA saya di
minta untuk daftar AKPOL oleh ayah saya, disini saya benar-benar tidak ingin, bukan berarti saya
tidak mampu atau kurang, tetapi saya memegang teguh pendirian saya, apapun yang saya dapat dari
hasil sogokan tida akan berkah sampe kedepan, saya sengaja untuk gagal masuk, walau saya tau
papah mamah sudah keluar uang banyak untuk saya, tapi saya tida peduli, bagi saya pendirian saya
lebih penting dari pada uang dan jabatan.

Tahun pertama saya gagal AKPOL dan saya memutuskan ntuk berkuliah di luar kalimantan,
walau pada saat itu saya berhasil lulus di universitas negri di kalimantan. Dengan tekat kuat saya
sendirian pergi ke malang tanpa izin orang tua saya untuk test dan akhirnya saya lulus. Walau banyak
perdebatan, akhirnya ibu saya yang meminta saya pergi untuk daftar ulang. Tanpa persetujuan
papah.

Di tahun kedua saya di minta lagi untuk daftar AKPOL disii saya bilang langsung ke orang tua
saya, dari pada uang 1,5m itu di buat untuk daftar akpol dan uang yang ade dapat tidak berkah
sampe kedepanya, mending papah mamah kasih uangnya buat ade usaha. Dari situ orang tua saya
tida pernah meminta saya lagi untuk daftar AKPOL.

Bagi saya sukses adalah apa yang bisa saya dapatkan dengan tangan saya tanpa bantuan
orang lain, saya tau saya egois tidak memanfaatkan jabatan orang tua saya dan kaka saya, tapi saya
yakin tuhan nerada di sisi orang yang tulus dan jujur. Kaka saya adalah anggota dewan, apakah saya
bangga dengan pencapain kaka saya? Tidak, selagi semua didapatkan dengan cara yang tdiak sesuai
dengan keyakinan saya. Kaka saya selalu meminta untuk saya balik kalimantan kerja di kalimantan,
diamanapun saya mau kaka saya bisa measukan saya. Tapi saya tida mau mengambil hak orang yang
mungkin lebih pintar dari saya.

Ada satu pertanyaan dalam hidup saya, kenapa kaka saya lebih di manja dari sya? Saya
sangat kecewa dalam hal ini, tapi setlah saya pikir baik-baik, ada makna di dalamnya yang saya salah
dalam mengartikan hidup. Orang tua saya ingin saya madiri. Saya dan kaka saya terpaut 8 tahun,
pada saat kaka saya merintis karir semua di bantu papah, dari awal sampe dia sukses, terus kenapa
saya tidak? Karna orang tua saya tau dia tida bisa menemani saya sampai says sukses, umur papah
tidak muda lagi, boleh di bilang sudah uzur maka dari itu ayah saya meninggalkan hadiah yang lebih
penting dari uang ke saa, yaitu kemandirian. Hal tidak akan orang dapat jika tidak berani untuk
mencoba dan bertarung dalam hidupnya.

Anda mungkin juga menyukai