Anda di halaman 1dari 11

MODUL PERKULIAHAN

Mikroekonomi I

Modul Standar untuk digunakan


dalam Perkuliahan di
Universitas Mercu Buana

Fakultas Ekonomi Program Studi


Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
dan Bisnis Manajemen

14
MK10230 Triwahyono SE.MM

Abstract Kompetensi
Petunjuk Penggunaan Template Dosen Pengampu dapat menerapkan
Modul Standar untuk digunakan dan menggunakan template modul
dalam modul perkuliahan standar untuk modul-modul yang akan
Universitas Mercu Buana dipergunakannya
Penduduk dan Ketenagakerjaan
A. Pendahuluan

Penduduk berfungsi ganda dalam perekonomian. Dalam konteks pasar ia


berada baik di sisi permintaan maupun penawaran. Dari sisi permintaan, penduduk
merupakan konsumen yang merupakan sumber permintaan akan barang dan jasa. Di
sisi penawaran, penduduk juga merupakan produsen jika ia berfungsi sebagai
pengusaha atau pedagang.

Pada negara-negara berkembang biasanya dihadapkan kepada persoalan


tekanan jumlah penduduk yang besar. Demikian pula halnya yang terjadi di Indonesia.
Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 220 juta jiwa menghadapi persoalan yang
tidak sederhana sehubungan dengan jumlah penduduk yang sedemikian besar.

Jumlah penduduk yang besar bagi suatu negara menimbulkan dua dampak.
Pertama, jumlah penduduk yang besar bagi suatu negara dipandang sebagai
penghambat pembangunan (dampak negatif) hal ini karena jumlah penduduk yang
besar dapat berakibat menurunnya pendapatan per kapita (turunnya kesejahteraan
masyarakat) terutama bila pendapatan nasional tidak berkembang, meningkatnya angka
pengangguran, terutama bila kesempatan kerja tidak bertambah, munculnya masalah-
masalah sosial lainnya, seperti pemukiman; transportasi; sanitasi lingkungan; layanan
kesehatan; keamanan, dan penyakit masyarakat lainnya.

Kedua, jumlah penduduk yang besar bagi suatu negara juga bisa dianggap sebagai
pemacu pembangunan (dampak positif), yaitu sebagai pasar yang potensial bagi
barang-barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat itu sendiri, sumber tenaga kerja
murah yang sangat diperlukan bagi proses pembangunan, dan dapat meningkatkan
produksi karena dengan semakin banyaknya orang-orang yang berkarya.

Namun demikian, sampai saat ini belum ada bukti empiris yang menyatakan
apakah jumlah penduduk yang besar bagi suatu negara dapat dipandang sebagai
penghambat atau pemacu pembangunan. Karena hubungan penduduk dengan
pembangunan tidaklah terkait dengan aspek jumlah, melainkan lebih terkait pada
variabel-variabel kependudukan dan karakteristik kependudukan. Apalagi di era
globalisasi seperti sekarang, dimana migrasi internasional semakin sangat mudah
berlangsung, sehingga gagasan tentang batas maksimum atau jumlah penduduk yang
ideal menjadi tidak relevan lagi.

‘16 Pengantar Ekonomi Makro


2 Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
B. Variabel-variabel kependudukan dan karakteristik kependudukan.

1. Variabel-variabel kependudukan.

a. Sebaran penduduk, bila sebaran penduduk di suatu negara bersifat merata,


maka pembangunan juga akan merata. Karena semua potensi sumber daya
yang ada di setiap daerah dapat dimanfaatkan secara optimal. Tetapi bila
sebaran penduduknya tidak merata (terkonsentrasi), maka pembangunan juga
cenderung timpang. Contoh, seperti yang berlaku di Indonesia, sebaran
penduduk Indonesia terkonsentrasi di pulau Jawa. Sementara di luar Jawa
sebaran penduduknya jarang. Akibatnya pelaksanaan pembangunan lebih
banyak terkonsentrasi di pulau Jawa.

b. Kepadatan penduduk, kepadatan penduduk suatu daerah dapat di pilah


menjadi : tinggi, sedang dan jarang. Daerah dengan kepadatan penduduk yang
tinggi dapat menimbulkan permasalahan tersendiri dalam pelaksanaan
pembangunannya, terutama dalam hal pengaturan tata wilayah dan tata ruang.
Daerah dengan penduduk yang padat akan kesulitan dalam hal penyediaan
lahan untuk pemukiman dan prasarana transportasi, kecuali bila masyarakatnya
bersedia untuk melakukan ekspansi pemukiman secara vertikal. Itulah sebabnya
mengapa di banyak kota-kota besar banyak dibangun pemukiman dengan
sistem vertikal (kondomonium/ rumah susun). Sebaliknya, bila kepadatan
penduduk suatu daerah bersifat jarang, maka akan banyak ruang yang tidak
termanfaatkan secara optimal. Sehingga pelaksanaan pembangunan cenderung
bersifat tidak termanfaatkan.

c. Komposisi penduduk, komposisi penduduk di sini bisa dirartikan sebagai


gender, matapencaharian, dan lain sebagainya. Dari sisi gender (laki-laki/
perempuan), bila penduduk suatu negara sebagian besar berjenis kelamin
perempuan, maka biasanya proses pembangunan dianggap kurang optimal.
Karena di banyak negara berkembang (termasuk Indonesia), kaum perempuan
masih dipandang sebagai subordinat dari kaum laki-laki. Kaum perempuan

‘16 Pengantar Ekonomi Makro


3 Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
masih dipandang sebagai kaum yang lemah, memiliki banyak kendala. Demikian
juga dalam hal matapencaharian, bila sebagian besar penduduk suatu negara
bermatapencaharian di sektor pertanian dan subsektornya, maka pembangunan
di negara tersebut dianggap belum berkembang. Hal ini karena sektor pertanian
dan subsektornya memiliki nilai tambah dan nilai tukar yang rendah, terutama
bila dikelola secara skala kecil.

d. Pertumbuhan penduduk, negara dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi


biasanya proses pembangunannya berjalan lamban. Hal ini dikarenakan negara
tersebut kesulitan dalam menciptakan modal untuk investasi (akumulasi kapital).
Karena dengan pendapatan nasional yang relatif rendah, ditambah lagi dengan
pertumbuhan penduduk yang tinggi, maka setiap kepala keluarga di negara
tersebut akan sangat sulit untuk meningkatkan tabungan mereka, sehingga
investasi pun rendah.

2. Karakteristik kependudukan

a. Tingkat pendapatan, negara dengan pendapatan per kapita tinggi menandakan


pembangunan di negara tersebut sudah berkembang (meskipun pendapatan per
kapita bukan satu-satunya indikator pembangunan suatu negara), sebaliknya
bila pendapatan per kapita negara itu rendah, maka artinya pembangunan belum
berkembang.

b. Tingkat pendidikan, indikator tingkat pendidikan menunjukkan bahwa bila


penduduk suatu negara sebagian besar sudah mengecap pendidikan tinggi,
maka pembangunan di Negara itu sudah maju. Tetapi bila sebagian besar
penduduk masih berpendidikan menengah ke bawah (SLTA ke bawah), maka
pembangunan di Negara itu belum maju.

c. Tingkat kesehatan, indicator tingkat kesehatan ditunjukkan oleh semakin


tingginya tingkat harapan hidup (expectancy of life) terutama pada BALITA dan
MANULA sebagai akibat perbaikan layanan kesehatan dan kesadaran

‘16 Pengantar Ekonomi Makro


4 Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
masyarakat akan arti hidup sehat. Bila kondisi di atas yang terjadi, maka
pembangunan di negara itu sudah maju, dan sebaliknya.

C. Pengelompokan penduduk

Pengelompokkan penduduk suatu Negara dapat di lihat dari berbagai pendekatan.


Secara teoritis dikenal ada pengelompokkan penduduk berdasarkan pendekatan angkatan
kerja (labor force approach), dan berdasarkan pendekatan efektivitas pemanfaatan tenaga
kerja (employment utilized approach).

1. Pendekatan angkatan kerja (labor force approach) :

Pengelompokan Penduduk Berdasarkan Pendekatan Angkatan kerja (Labour

Force)

Penduduk :

A. Tenaga Kerja diatas 15 tahun :

1. Angkatan Kerja (labour force)

a. Pekerja (worker)

b. Penganggur (jobless)

2. Bukan Angkatan Kerja :

a. Pelajar dan Mahasiswa

b. Pengurus rumah tangga (housewife)

c. Penerima pendapatan lain; orang jompo, orang cacat, pensiunan.

B. Bukan Tenaga Kerja dibawah 15 tahun

Balita dan anak anak

2. Pendekatan pemanfaatan tenaga kerja (effective employment utilized approach).

Dilihat dari efektivitas pemanfaatan tenaga kerja, maka pengelompokkan penduduk

dapat di pilah sebagai berikut :

A. Bekerja ;

1. Bekerja penuh

‘16 Pengantar Ekonomi Makro


5 Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2. Setengah Menganggur :

a. Kentara

b. Tidak kentara ;

1. Produktivitas Rendah

2. Output Rendah

3. Pendapatan Rendah.

B. Pengangguran ;

1. Pengangguran Terbuka

2. Pengangguran Terselubung

3. Pengangguran Musiman

4. Pengangguran Friksional

5. Pengangguran Siklikal

6. Pengangguran sukarela

Keterangan :

a. Pengangguran terbuka (open unemployment) : penduduk dalam batas usia kerja yang
tidak bekerja, tidak sedang mempunyai pekerjaan, dan sedang mencari pekerjaan.

b. Pengangguan terselubung (disguished unemployment) : mereka yang berkerja secara


tidak optimal baik karena paruh waktu maupun yang purna waktu.

c. Pengangguran musiman (seasonal unemployment) : yaitu mereka yang pada waktu-


waktu tertentu terpaksa menganggur karena alas an tertentu, contoh nelayan tidak turun
melaut/ menganggur pada saat musim badai tiba.

d. Pengangguran friksional (frictional unemployment) : yaitu mereka yang menganggur


akibat ketidaksesuaian jenis pekerjaan dengan kualifikasi tenaga kerja.

e. Pengangguran siklikal (cyclical unemployment) : yaitu pengangguran yang terjadi


sebagai akibat siklus / konjuctur ekonomi. Di mana pada saat terjadi deklinasi (resessi)
jumlah pengangguran akan meningkat.

f. Pengangguran sukarela (voluntary unemployment) : yaitu mereka yang lebih memilih


menganggur sebagai akibat ketidak cocokan tingkat upah atau jenis pekerjaan yang
harus mereka lakukan.

‘16 Pengantar Ekonomi Makro


6 Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
D. Tingkat partisipasi angkatan kerja dan pengangguran.

Dari data-data ketenagakerjaan dapat diketahui dan dihitung berbagai konsep


yang berkaitan dengan tingkat pengerjaan/ kesempatan kerja dan tingkat pengangguran.
Konsep-konsep dimaksud adalah tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK); tingkat
pengerjaan atau kesempatan kerja (employmen rate); dan tingkat pengangguran
(unemployment rate). Angkaangka ini berguna untuk mengenali situasi yang
berlangsung di pasar tenaga kerja. Pemahaman tentang situasi pasar tenaga kerja
berguna bukan saja bagi perumusan kebijaksanaan ketenagakerjaan dan penciptaan
kesempatan kerja. Akan tetapi juga bagi perumusan kebijaksanaan kependudukan dan
sumber daya manusia secara keseluruhan.:

1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Jumlah Angkatan Kerja


TPAK = x 100%
Jumlah tenaga Kerja

Jumlah Pekerja
2. Tingkat Pengerjaan = x 100%
Jumlah Angkatan Kerja

Jumlah Penganggur
3. Tingkat Pengangguran = x 100%
Jumlah Angkatan Kerja

4. Tingkat Pengerjaan + Tingkat Pengangguran = 1

Contoh :

Diketahui data hipotetis penduduk Indonesia tahun 2006 adalah sebagai berikut : 70%
dari total penduduk berusia >15 (lima belas) tahun dengan jumlah 154 juta jiwa. Jumlah
pencari kerja ada 41,8 juta jiwa. Bila TPAK = 80%.

Tentukan :

a. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2006


b. Jumlah bukan tenaga kerja Indonesia tahun 2006
c. Jumlah angkatan kerja dan bukan angkatan kerja
d. Tingkat pengerjaan dan tingkat pengangguran.
Jawab :

a. Jumlah penduduk tahun 2006 = 154 : 0,7 = 220 juta jiwa


b. Jumlah bukan tenaga kerja (  15 th) = 220 – 154 = 66 juta jiwa
Jumlah Angkatan Kerja
c. TPAK = x 100%
Jumlah tenaga Kerja

‘16 Pengantar Ekonomi Makro


7 Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Jumlah Angkatan Kerja
80% = x 100%
154

Jumlah angkatan kerja = 0,8 x 154 = 123,2 juta jiwa

Jumlah bukan angkatan kerja = 154 – 123,2 = 30,8 juta jiwa

Jumlah Pekerja
d. Tingkat Pengerjaan = x 100%
Jumlah Angkatan Kerja

123,2 - 41,8
Tingkat Pengerjaan = x 100%  66,07%
123,2

Jumlah Penganggur
Tingkat Pengangguran = x 100%
Jumlah Angkatan Kerja

41,8
Tingkat Pengangguran = x100%  33,93%
123,2

Contoh 2 :

Diketahui data hipotetis penduduk Indonesia tahun 2007 adalah sebagai berikut : 20% dari
total penduduk berusia 15 (lima belas) tahun ke bawah, jumlahnya ada 42 juta jiwa. Jumlah
pencari kerja ada 32,5 juta jiwa. Bila TPAK = 85%.

Tentukan :

a. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2007


b. Jumlah tenaga kerja Indonesia tahun 2007
c. Jumlah angkatan kerja dan bukan angkatan kerja
d. Tingkat pengerjaan dan tingkat pengangguran.

Jawab :

a. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2007 = 42 juta : 0,2 = 210 juta


b. Jumlah tenaga kerja Indonesia tahun 2007 = 210 – 42 = 168 juta
Jumlah Angkatan Kerja
c. TPAK = x 100%
Jumlah tenaga Kerja

Jumlah Angkatan Kerja


85% = x 100%
168

Jumlah Angkatan Kerja = 0,85 x 168 juta = 142,8 juta

‘16 Pengantar Ekonomi Makro


8 Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Jumlah Pekerja
d. Tingkat Pengerjaan = x 100%
Jumlah Angkatan Kerja

142,8 - 32,5
Tingkat Pengerjaan = x 100%  77,24 %
142,8

Jumlah Penganggur
Tingkat Pengangguran = x 100%
Jumlah Angkatan Kerja

32,5
Tingkat Pengangguran = x100%  22,76 %
142,8

‘16 Pengantar Ekonomi Makro


9 Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
A. TENAGA KERJA > 15 TAHUN

1. Angkatan Kerja (Labour Force)

a. Pekerja (Worker)

b. Penganggur (Jobless)

2. Bukan Angkatan Kerja

PENDUDUK
a. Pelajar dan Mahasiswa

b. Pengurus Rumah Tangga (Housewife)

c. Penerima pendapatan lain : Orang cacat, orang Jompo,


Pensiunan.

B. BUKAN TENAGA KERJA ≤ 15 TAHUN

‘16 Pengantar Ekonomi Makro


10 Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Balita dan Anak-anak

‘16 Pengantar Ekonomi Makro


11 Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai