Anda di halaman 1dari 13

MODUL PERKULIAHAN

Mikroekonomi I

Modul Standar untuk digunakan


dalam Perkuliahan di
Universitas Mercu Buana

Fakultas Ekonomi Program Studi


Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
dan Bisnis Manajemen

13
MK10230 Triwahyono SE.MM

Abstract Kompetensi
Petunjuk Penggunaan Template Dosen Pengampu dapat menerapkan
Modul Standar untuk digunakan dan menggunakan template modul
dalam modul perkuliahan standar untuk modul-modul yang akan
Universitas Mercu Buana dipergunakannya
INFLASI dan PENGNGGURAN
Karena jumlah barang-barang dan jasa yang tersedia tidak bisa lebih besar dari
0Q1, maka yang terjadi hanyalah realokasi barang-barang dan jasa yang tersedia
dari golongan-golongan lain dalam masyarakat kepada sektor pemerintah. Jika
pada periode berikutnya golongan masyarakat yang lain bisa memperoleh dana
untuk membiayai permintaan potensialnya yang lama dengan harga-harga baru
yang lebih tinggi, dan pemerintah tetap pula berusaha memperoleh jumlah barang-
barang dan jasa seperti yang direncanakan pada periode sebelumnya dengan
harga-harga baru yang lebih tinggi (dalam hal ini terjadi pencetakan uang baru lagi),
inflationary gap yang timbul sebesar Q1Q2. Harga akan naik lagi dari P2 ke P3. Kalau
setiap golongan masyarakat tetap berusaha memperoleh jumlah barang-barang dan
jasa yang sama dan mereka berhasil mendapatkan dana untuk membiayai
permintaan potensialnya pada harga yang berlaku, maka pada periode-periode
selanjutnya inflationary gap tetap timbul, dan harga-harga akan terus naik. Inflasi
hanya akan berhenti apabila salah satu golongan masyarakat tidak bisa lagi
memperoleh dana yang cukup untuk membiayai permintaan potensialnya terhadap
barang-barang dan jasa pada harga yang berlaku, sehingga permintaan efektif
masyarakat secara keseluruhan tidak lagi melebihi jumlah barang-barang dan jasa
yang dapat dihasilkan masyarakat (inflationary gap hilang). Gambar 7.4 di bawah ini
memperlihatkan proses inflasi yang akhirnya hilang atau berhenti, karena inflationary
gap makin mengecil dan akhirnya hilang pada periode ke 5. Harga menjadi stabil
pada P5. Dibalik proses ini beberapa golongan masyarakat menerima bagian output
yang lebih kecil. Inflasi memang selalu diikuti dengan adanya redistribusi
pendapatan.

‘16 Pengantar Ekonomi Makro


2 Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Gambar 8.4 Proses Hilangnya Inflationary Gap

P AS

P5

P4
P3 AD5
P2
AD4
P1 AD3
AD2
AD1

0 Q
Q1

3. Teori Inflasi Strukturalis.

Menurut teori ini, inflasi hanya dapat diatasi secara gradual dalam jangka
panjang. Lebih lanjut menurut teori strukturalis, inflasi terjadi karena ketidak
elastisan sisi penawaran pada pasar barang. Ada dua faktor yang menyebabkan
ketidak elastisan sisi penawaran pada pasar barang tersebut :

a. Tidak elastisnya penawaran komoditi pertanian (bahan pangan). Hal ini karena
komoditi pertanian sangat tergantung kepada aspek musim, umur panen,
varietas, teknologi, luas lahan dan sebagainya. Sehingga bila terjadi perubahan
permintaan pasar maka pemasok komoditi pertanian (dalam hal ini petani) tidak
dapat dengan serta merta merespon perubahan permintaan tersebut atau
dengan kata lain, jumlah pasokannya tidak dapat diubah dalam waktu pendek. Di
sisi lain, langkanya persediaan bahan pangan di dalam negeri akan
menyebabkan harga komoditi tersebut naik, sehingga indeks biaya hidup di
perkotaan/ sektor industri meningkat. Hal ini akan menyebabkan adanya tuntutan
kenaikkan upah/gaji di sektor industri yang akan mengakibatkan tingginya biaya
produksi dan naiknya harga. Kenaikkan harga barang-barang industri akan

‘16 Pengantar Ekonomi Makro


3 Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
menimbulkan kenaikkan upah lagi yang pada gilirannya akan menjadikan harga
naik lagi. Inilah penyebab inflasi jika dilihat dari sudut kenaikkan biaya produksi
(cost puh inflation).

b. Hal kedua yang menyebabkan ketidak elastisan sisi penawaran pada pasar
barang adalah terbatasnya cadangan devisa yang dimiliki negara tersebut,
sehingga menghambat kemampuan untuk melakukan impor. Untuk itu terpaksa
dilakukan kebijaksanaan subsitusi impor. Tetapi kebijaksanaan ini sering
menyebabkan naiknya harga – karena biaya produksi yang masih tinggi atau
belum efisien – kalau proses seperti ini terjadi terhadap berbagai barang yang
dulunya diimpor, sehingga makin banyak barang-barang yang harganya makin
naik. Dengan demikian inflasi terjadi.

Dari teori strukturalis ini ada tiga implikasi yang bisa dicatat :

a. Teori strukturalis menerangkan proses inflasi jangka panjang di negara-negara


berkembang.

b. Dalam teori ini secara implisit ada asumsi bahwa jumlah uang beredar
bertambah secara pasif mengikuti dan menampung kenaikkan harga. Dengan
kata lain, proses inflasi berlangsung terus hanya bila jumlah uang beredar
bertambah dan bertambah terus. Tanpa kenaikan jumlah uang beredar, proses
inflasi terhenti dengan sendirinya.

c. Tidak jarang faktor-faktor struktural yang dikatakan sebagai penyebab yang


paling mendasar dari proses inflasi tersebut bukan seratus persen struktural.
Sering dijumpai bahwa ketidak elastisan tersebut disebabkan oleh kebijaksanaan
pemerintah dibidang harga/ moneter. Sebagai contoh, ketidak mampuan
produksi bahan pangan di dalam negeri untuk berkembang. Hal ini mungkin saja
dikarenakan oleh harga bahan pangan di dalam negeri yang ditekan terlalu
rendah dengan maksud untuk menekan inflasi. Sering pula ketidak elastisan ini
disebabkan oleh adanya berbagai pungutan baik resmi maupun tidak, sehingga
biaya yang harus dikeluarkan pengusaha meningkat. Ini tidak menggairahkan
bagi produsen dan akhirnya pasokan (supply) berkurang.

Namun demikian, bila diamati kenyataannya, faktor ketidak elastisan pertama dari
teori strukturalis kurang relevan untuk dijadikan sebagai landasan dalam kajian
mengenai inflasi di Indonesia. Karena adanya campur tangan pemerintah yang cukup
dominan dalam mengendalikan harga-harga bahan kebutuhan pangan (sembako).

‘16 Pengantar Ekonomi Makro


4 Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
4. Teori Inflasi Ekspektasional.

Pada dasarnya teori ini merupakan bagian dari teori kuantitas uang. Menurut
teori ini, kejadian suatu inflasi tergantung pada sekelompok ekspektasi tentang
peningkatan harga dan upah. Misalkan perusahaan-perusahaan dan serikat pekerja
menduga bahwa pada tahun yang akan datang terjadi inflasi sebesar 10%. Maka,
serikat pekerja akan cenderung memulai perundingan/ melakukan tuntutan
kenaikkan upah sekitar 10%, sehingga kalau pada tahun yang dimaksud inflasi yang
terjadi benar sebesar 10%, dengan demikian upah riil mereka tidak berubah. Mereka
akan menyatakan bahwa perusahaan mampu membayar kenaikkan upah sebesar
10% tersebut dari hasil tambahan yang akan diperoleh perusahaan, karena harga-
harga produk akan meningkat sebesar 10%.

Oleh karena serikat pekerja dan manajer perusahaan memperkirakan laju


inflasi sebesar angka tertentu, misalnya 10%, maka perilaku mereka dalam
menetapkan upah serta harga-harga akan cenderung menyebabkan timbulnya
inflasi, terlepas dari bagaimana situasi moneter dan kebijaksanaan fiskal yang
dijalankan pemerintah.

Bahaya inflasi ekspektasional adalah bahwa ia dapat menyebabkan timbulnya


suatu demand pull inflation yang telah berlangsung beberapa tahun lamanya dan
terus berlanjut, walaupun penyebab awalnya telah lama hilang. Setelah inflasi
ekspektasional mulai berakar, maka tidak akan mudah lagi bagi para penentu
kebijaksanaan untuk memaksakan merevisi ekspektasi mereka ke bawah, sekalipun
ada perubahan kebijaksanaan moneter dan fiskal.

Inflasi ekspektasional tergantung pada perbandingan-perbandingan ke masa


yang akan datang. Pihak-pihak penentu upah dan harga membuat ekspektasi
tentang apa yang mereka duga akan tingkat harga umum dan kemudian mereka
menentukan harga dan upah yang mereka kaitkan dengan perkiraan mereka
terhadap tingkat harga yang akan terjadi.

E. Pengukuran Tingkat Inflasi.

Pengukuran tingkat inflasi dalam dilakukan dengan cara menghitung pertumbuhan


indeks harga dengan rumus sebagi berikut :

‘16 Pengantar Ekonomi Makro


5 Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
IH t  IH t -1
It = x 100 %………..........……………………………………..…………8.1
IH t -1

Dimana :

It = Tingkat inflasi pada tahun ke t.

IHt = Indeks Harga pada tahun tersebut

IHt-1= Indeks Harga pada tahun sebelumnya.

i = Jenis barang

t = Tahun yang bersangkutan

Sementara indeks harga yang dapat digunakan antara lain : Indeks harga linier,
indeks Laspeyres, indeks Paasche, indeks GDP deflator, indeks harga konsumen,
indeks harga produsen, indeks harga pedagang besar, indeks harga eceran dan lain
sebagainya. Berikut ini beberapa formula penghitungan angka indeks.

1. Indeks Harga dengan pedekatan Linier :

n
Pti
Pt = 100  g i i ……………………….........……………………………..… 8.2
i 1 Pb

n
Dimana g
i 1
i  1 , Pt tingkat harga umum pada periode ke t, Pti adalah harga

barang ke i pada periode ke t dan gi adalah bobot ratio harga ke-i pada indeks
keseluruhan dan b adalah tahun dasar. Indeks harga tahun dasar ditetapkan 100.
Tingkat harga pada periode ke-t dapat diartikan sebagai jumlah tingkat harga pada
tahun dasar dan jumlah bobot tingkat perubahan harga setiap jenis komoditi, yang
dapat dirumuskan sbagai berikut :

n
Pti
Pt = Pb + 100  gi
i 1 Pbi
 Pb

‘16 Pengantar Ekonomi Makro


6 Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
n
Pti  Pbi
= Pb + 100  gi
i 1 Pbi

P i n
Pt = Pb + 100  g i i ……………….........………………………………. 8.3
i 1 Pb

2. Indeks Laspeyres :

Rumus indeks Laspeyres didasarkan atas prinsip yang digunakan dalam


membentuk persamaan (7.1) yang menggunakan angka bobot tahun dasar untuk
pengeluaran setiap jenis komoditi.

Pbi Qib
gi  n
……………………………........…………...…………………. 8.4
P Q
j 1
b
j j
b

Dengan menggunakan persamaan (7.2) dan (7.3) kita dapat menuliskan indeks
Laspeyres sebagai berikut :

P t
i
Qib
Lp  i 1
n
x 100 …………………….......……………………...………… 8.5
P
i 1
i
b Q i
b

Indeks Laspeyres memperlihatkan perubahan relatif biaya untuk membeli sejumlah


barang yang sama dengan pada tahun dasar. Meskipun indeks ini sering digunakan
dalam statistik, namun indeks ini mempunyai beberapa kelemahan seperti jumlah
barang pada tahun dasar dianggap konstan. Jika harga relatif barang mengalami
perubahan selama periode inflasi, sehingga perusahaan dan masyarakat akan
mengurangi jumlah permintaan barang-barang yang secara relatif semakin mahal
dan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang yang secara relatif menjadi
semakin murah. Efek pergeseran permintaan menjadi penekanan dalam indeks
Laspeyres. Dalam hubungannya dengan perubahan harga aktual, indeks Laspeyres
bersifat overestimasi terhadap peningkatan tingkat harga umum. Yang terakhir,
indeks Laspeyres tidak memperhitungkan munculnya barang-barang baru dipasar
setelah tahun dasar.

‘16 Pengantar Ekonomi Makro


7 Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3. Indeks Paasche :

Indeks Paasche berbeda dari indeks Lapeyres dalam hal penggunaan bobot.
Dalam indeks Paasche, bobot didefinisikan sebagai berikut :

P i b Qi t
gi  n
………………………….........………………………………… 8.6
P
i 1
i
b Qi t

P
i 1
i
t Qi t
sehingga Pp = n
x 100 ……………......…………………...…… 8.7
P
i 1
i
b Qti

Indeks Paasche mengacu kepada jumlah barang yang dibeli pada periode ke t.
Kelemahan indeks Paasche adalah bersifat overestimates dalam total pengeluaran
pada tahun dasar sehingga dalam menentukan kenaikkan tingkat harga-harga
umum bersifat underestimates.

4. Indeks GDP Deflator :

Pt
IHt = IHb …………………………………………………...……………….. 8.8
Pb

Dimana : IHt = Indeks harga pada tahun tersebut.

IHb = Indeks harga tahun dasar yang diberi nilai 100

P = Harga.

F. Hubungan Inflasi dan Pengangguran (Analisis Kurva Phillips).

Kajian tentang adanya hubungan antara inflasi dan pengangguran muncul pada
dasawarsa 50-an. Secara sistematis hubungan ini didasarkan kepada hasil temuan
A.W. Phillips yang melakukan penelitian mengenai hubungan antara tingkat upah
nominal dan tingkat pengangguran di Inggris antara tahun 1861 -1957. Hasil temuan
Phillips menunjukkan adanya hubungan yang negatif antara tingkat upah nominal dan

‘16 Pengantar Ekonomi Makro


8 Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
tingkat pengangguran di Inggris untuk periode tersebut. Secara grafis hubungan tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 8.5 Kurva Phillips

d W/ W

→ Kurva Phillips

0 UN
Tingkat Pengangguran (%)

Perkembangan teori inflasi kontemporer sangat berpengaruh terhadap model kurva


Phillips, pertama melalui formulasi pengakuan model dan berikutnya melalui kritik-kritik
atas model itu sendiri. Kurva Phillips diperoleh semata-mata atas dasar temuan empirik
yang tidak didasari landasan teori. Barulah pada tahun 1960 Lipsey mencoba untuk
mengisi dasar teorinya. Ia menggunakan teori tingkat upah pada pasar tenaga kerja
sebagai dasar penjelasannya. Dalam pasar tenaga kerja, tingkat upah (Wage = W)
cenderung turun apabila penawaran tenaga kerja melebihi permintaan tenaga kerja
(meningkatnya angka pengangguran) dan sebaliknya upah akan naik jika permintaan
tenaga kerja melebihi jumlah tenaga kerja yang tersedia di pasar. Pengangguran
mempunyai hubungan terbalik dengan permintaan tenaga kerja. Namun demikian.
Lipsey menyadari bahwa, meskipun jumlah permintaan dan penawaran tenaga kerja
besarnya sama, namun karena ketidak sempurnaan pasar yang ada (terbatasnya
informasi, ketidak sesuaian jenis pekerjaan dengan kemampuan tenaga kerja) maka
tetap terjadi pengangguran alamiah (frictional unemployment). Kondisi ini diperlihatkan
oleh perpotongan kurva Phillips dengan sumbu horizontal. Dengan kata lain,
pengangguran friksional terjadi pada saat tingkat upah stabil (Δ W = 0)

‘16 Pengantar Ekonomi Makro


9 Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
G. Efek-efek Inflasi :

1. Efek terhadap Pendapatan (equity effects).

Efek inflasi terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan
dan ada yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Bagi kelompok
masyarakat yang memperoleh penghasilan tetap (pegawai/pensiunan) maupun
masyarakat berpenghasilan rendah (petani/ buruh), inflasi menimbulkan efek yang
merugikan kepada mereka. Hal ini terutama karena menurunnya pendapatan riil
mereka akibat inflasi. Tapi bagi kelompok masyarakat lainnya (pedagang) mereka
justru diuntungkan dengan adanya inflasi. Karena nilai persediaan barang dagang
mereka justru meningkat dengan adanya inflasi.

2. Efek terhadap Efisiensi (efficiency effects).

Inflasi dapat pula mengubah alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini


dapat terjadi melalui kenaikkan permintaan terhadap berbagai barang yang
kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang
tertentu. Dengan adanya inflasi, permintaan akan barang tertentu mengalami
kenaikkan yang lebih besar dari barang lainnya. Hal ini kemudian mendorong
kenaikkan produksi barang tersebut. Kenaikkan produksi barang ini pada gilirannya
akan merubah pola alokasi faktor produksi secara lebih efisien dibanding
sebelumnya.

3. Efek terhadap Output (output effects).

Sampai batas tertentu, inflasi dapat menyebabkan kenaikkan produksi karena


adanya insentif harga yang dinikmati produsen. Tetapi apabila laju kenaikkan harga
ini terus berlanjut dan cenderung tidak terkendali (hiper inflasi), maka inflasi justru
menjadi penghambat peningkatan produksi. Karena meskipun harga yang diterima
produsen cukup tinggi, namun hal ini akan diikuti dengan kenaikkan harga bahan
baku dab bahan penunjang, sehingga biaya produksi meningkat. Peningkatan biaya
produksi akan menyebabkan harga jual meningkat lagi sementara daya beli
konsumen semakin menurun.

H. Upaya Penanggulangan Inflasi :

Dalam rangka menanggulangi laju kenaikan harga (inflasi), pemerintah dapat


melakukan serangkaian kebijakan sebagai berikut :

‘16 Pengantar Ekonomi Makro


10 Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
1. Melakukan kebijakan fiskal yang kontraktif, yaitu dengan menurunkan pengeluaran
belanja pemerintah (G  ), mengurangi pemberian subsidi atau pembayaran transfer
kepada masyarakat (Tr  ) atau meningkatkan pemungutan pajak (Tx  ).
Kebijakan fiskal kontraktif ini dimaksudkan agar permintaan agregatif masyarakat
turun (AD  ). Sehingga bila AD turun dengan asumsi penawaran agregatif (AS)
tetap seperti pada periode sebelumnya, maka diharapkan harga-harga akan turun.

2. Melakukan kebijaksanaan moneter yang kontraktif, yaitu mengurangi jumlah uang


beredar (MS  ). Pengurangan jumlah uang beredar ini dapat dilakukan dengan
cara meningkatkan suku bunga (rate discount policy), meningkatkan besarnya
cadangan wajib minimum (GWM atau RR) dari bank-bank umum atau melalui
penjualan surat-surat berharga pasar uang (SBPU). Dengan penguranagan jumlah
uang beredar ini diharapkan dapat mengurangi permintaan efektif dalam
masyarakat.

3. Kebijakan yang mendorong pertumbuhan output atau produksi masyarakat, misalnya


dengan cara memberikan fasilitas keringanan pajak atau memberikan subsidi serta
fasilitas kredit murah bagi para pengusaha / produsen yang menghasilkan komoditi
yang menjadi kebutuhan masyarakat banyak.

4. Melakukan kebijakan pengendalian harga, yakni dengan menetapkan batasan harga


tertinggi (ceiling price) dan harga terendah (floor price) terhadap berbagi komoditi
strategis yang menjadi kebutuhan masyarakat banyak. Harga dibiarkan berfluktuasi
pada kisaran tersebut. Bila harga yang berlaku naik menembus batasan harga
tertinggi yang ditolerir oleh pemerintah, maka pemerintah akan melakukan operasi
pasar dengan jalan menjual persediaan barang yang miliki pemerintah dengan
tingkat harga yang jauh lebih rendah dari harga pasar. Tindakan ini dimaksudkan
agar harga yang berlaku di pasar kembali turun pada kisaran semula. Sebaliknya
bila harga dipasar mengalami penurunan dibawah batas terendah yang ditetapkan
pemerintah, maka pemerintah akan melakukan pembelian terhadap komoditi
tersebut agar harganya naik kembali. Tindakan ini dilakukan agar para produsen
(terutama petani atau pengusaha kecil) tidak menderita kerugian yang lebih besar
sehingga dapat mematikan usaha produsen tersebut.

5. Melakukan kebijakan penjatahan / catu atau rationing. Kebijakan ini dimaksud agar
tidak terjadi spekulasi penimbunan barang oleh sekelompok masyarakat tertentu.

‘16 Pengantar Ekonomi Makro


11 Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
6. Melakukan impor dari luar negeri. Namun tindakan ini sering terhambat dengan
keterbatasan devisa yang dimiliki negara tersebut dan terutama bila harga luar
negeri yang terjadi lebih mahal dibanding harga dalam negeri.

7. Melakukan himbauan kepada masyarakat untuk tidak berprilaku konsumtif dan


mengurangi jumlah konsumsinya. Meskipun upaya ini sangat sulit diharapkan
keberhasilannya.

Soal-soal :

1. Menurut teori kuantitas uang klassik terdapat hubungan yang positif dan proporsional
antara jumlah uang beredar dengan laju kenaikkan harga (inflasi). Jelaskan maksud
pernyataan tersebut di atas dan perlihatkan formula yang mendukung pernyataan
tersebut.

2. Inflasi ibarat apinya perekonomian yang nyalanya harus dikendalikan sebaik


mungkin.

a. Jelaskan pengelompokkan inflasi bila dilihat dari faktor penyebab utamanya dan
dari tingkat keparahannya.

b. Bagaimana peranan pemerintah dalam mempengaruhi tingkat inflasi.

3. Inflasi ibarat apinya perekonomian yang nyalanya harus dikendalikan sebaik


mungkin.

a. Jelaskan hubungan inflasi dan pengangguran yang terjadi di Indonesia bila dilihat
dari perspektif analisis kurva Phillips.

b. Jelaskan pengelompokkan inflasi bila dilihat dari tingkat keparahannya. Apa yang
dimaksud dengan inflasi structural.

4. Uang diibaratkan sebagai darah dalam perekonomian, sementara inflasi ibarat


oksigennya perekonomian sedangkan bank ibarat jantungnya perekonomian.

a. Jelaskan perbedaan yang mendasar dari teori kuantitas uang klasik, teori neo
klasik dan teori Keynes tentang uang. Mengapa uang sangat diperlukan?

b. Bila dibanding negara-negara ASEAN lainnya inflasi di Indonesia jauh lebih


tinggi. Menurut anda apa faktor penyebab tingginya inflasi di Indonesia?
Bagaimana peranan pemerintah / bank sentral dalam pengendalian inflasi ini?

‘16 Pengantar Ekonomi Makro


12 Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
5. Menurut teori inflasi Keyness, inflasi terjadi karena adanya bottle neck dalam
perekonomian, jelaskan pernyataan tersebut.

‘16 Pengantar Ekonomi Makro


13 Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai