Makalah DM New
Makalah DM New
DIABETES MELLITUS
DISUSUN OLEH :
IRHANUDIN
IRMAWATI
LIA IRAWATI
LIDYA CAROLINA
MISNA SUSNUSI
MOH. ICHSAN
YULIUS
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
mengatakan bahwa kardiovaskuler, kanker, penyakit pencernaan, diabetes, dan
penyakit PTM lainnya tidak hanya membutuhkan perawatan kuratif dan rehabilitatif
tetapi juga membutuhkan perawatan paliatif dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan bagi pasien (Sari & Nuraini, 2015).
B. Tujuan
2
BAB II
KONSEP TEORI
4
b. Obesitas
Karena ketidakseimbangan hormon dalam tubuh akan membuat hormon insulin
tidak dapat bekerja secara maksimal dalam menghantar glukosa yang ada
dalam darah. Pengurangan berat badan sering kali dikaitkan dengan
perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa.
Obesitas terjadi karena tubuh kelebihan lemak minimal 20% dari berat
badan ideal. Menurut Adriani (2012) obesitas digolongkan menjadi 3
kelompok
1). Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40%
2). Obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100%
3). Obesitas berat : kelebihan berat badan >100%
Klasifikasi IMT (Indeks Masa Tubuh) menurut Tjokoprawiro (2015)
pencegahan diabetes ada 2 yaitu :
1) IMT <18,5 : BB kurang
2) IMT 18,5-22,9 : BB normal
3) IMT > 23,0 : BB lebih
4) IMT 23,0-24,9 : dengan resiko 5) IMT 25,0-29,9 : obesitas I
5) IMT >30 : obesitas II
c. Riwayat dalam keluarga
Pada riwayat keluarga yang salah satunya memiliki riwayat diabetes mellitus
bisa diturunkan sejak remaja pada anaknya. Kaum pria sebagai penderita
sesungguhnya dan perempuan sebagai pihak pembawa gen atau keturunan.
Gen yang mempengaruhi pada diabetes tipe II adalah gen TC7L2. Gen ini
sangat berpengaruh pada pengeluaran insulin dan produksi glukosa.
5
7. Gusi merah dan
bengkak
8. Kesemutan
9. Kulit kering dan gatal
10. Mudah terkena infeksi
11. Gatal pada kemaluan
6
Pada diabetes mellitus tipe 2 jumlah insulin normal malah mungkin lebih
banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang
kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke
dalam sel.
Penyebab resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe 2 sebenarnya tidak
begitu jelas, tetapi faktor-faktor dibawah ini bayak berperan: obesitas terutama bersifat
sentral ( bentuk apel), Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, Kurang gerak badan
dan Factor keturunan
7
8
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Kadar glukosa darah
a. Kadar Glukosa darah sewaktu (mg/dl) menurut Nurarif & Kusuma (2015)
Tabel 1 kadar glukosa darah sewaktu
Kadar Glukosa darah sewaktu DM Belumpasti DM
Plasma vena >200 100-200
Darah kapiler >200 80-100
9
c) Tes konvensional (metode reduksi/ benedict)
d) Tes carik celup (metode glucose oxidase/ hexodinase)
2) Tes diagnostik
Tes-tes diagnostik pada DM adalah GDP, GDS, GD2PP (Glukosa darah
2 jam post prandial), Glukosa jam ke 2 TTGO.
3) Tes monitoring terapi
Tes-tes monitoring terapi DM adalah
a) GDP plasma vena, darah kapiler
b) GD2PP : plasma vena
c) A1c darah vena, darah kapiler
4) Tes untuk mendeteksi komplikasi
Tes-tes untuk mendeteksi komplikasi adalah :
a. Mikroalbuminuria urine
b. Ureum, kreatinin, asam urat
c. Kolesterol total plasma vena (puasa)
d. Kolesterol LDL: plasma vena (puasa)
e. Kolesterol HDL: plasma vena (puasa)
f. Trigliserida: plasma vena (puasa)
G. Penatalaksanaan
1. Terapi Farmakologi
Menurut Riyadi & Sukarmin (2008), antara lain:
a. Obat-obatan Hipoglikemik Oral (OHO)
1) Golongan sulfoniluria
Cara kerjanya merangsang sel beta pankreas untuk mengeluarkan insulin.
Jadi golongan sulfoniluria hanya bekerja bila sel-sel beta utuh,
mengalangi pengikatan insulin, mempertinggi kepekaan jaringan
terhadap insulin dan menekan pengeluaran glukagon. Indikasi pemberian
obat golongan sulfoniluria adalah bila berat badan sekitar ideal kurang
lebih 10% dari berat badan ideal, bila kebutuhan insulin kurang dari 40
u/hari, bila tidak ada stres akut, seperti infeksi berat.
2) Golongan biguanid
Cara kerjanya tidak merangsang sekresi insulin. Golongan biguanid dapat
menurunkan kadar gula darah menjadi normal dan istimewanya tidak
10
pernah menyebabkan hipoglikemia. Efek samping obat ini (metformin)
menyebabkan anoreksia, nausea, nyeri abdomen dan diare.
3) Alfa glukosidase inhibitor
Cara kerjanya menghambat kerja insulin alfa glukosidase di dalam saluran
cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia post prandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak
menyebabkan hiperglikemia dan tidak berpengaruh pada kadar insulin.
4) Insulin sensitizing agent
Mempunyai efek farmakologi meningkatkan sensitifitas berbagai masalah
akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.
2. Terapi non farmakologi
a. Jenis makanan
1) Karbohidrat
Sebagai sumber energi yang diberikan pada dibetisi tidak boleh lebih dari
55-65% dari total kebutuhan energi sehari atau tidak boleh lebih dari
70% jika dikombinasi dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai
tunggal. Pada setiap hari karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4
kilokalori.
2) Protein
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari
total kalori per hari. Pada penderita dengan kelainan ginjal dimana
diperlukan pembatasan asuhan protein sampai 40 gram per hari, maka
perlu ditambahkan pemberian suplementasi asam amino esensial. Protein
mengandung energi sebesar 4 kilokalori/ gram.
3) Lemak
Lemak mempunyai kandungan energi sebesar 9 kilokalori/ gram. Bahkan
makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin larut dalam lemak
seperti vitamin A, D, E, dan K. Berdasarkan ikatan rantai karbonnya,
lemak dikelompokkan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh. Pembatasan
lemak jenuh dan kolesterol sangat disarankan bagi diabetisi karena
terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal yang sering
dijumpai pada diabitis.
11
b. Jadwal makan
Jadwal makan pengidap diabetes mellitus dianjurkan lebih sering dengan
porsi sedang. Disamping jadwal makan utama pagi, siang, dan malam
dianjurkan juga porsi makanan ringan di sela- sela waktu tersebut.
b. Jumlah kalori
Jumlah kalori perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur,
ada tidaknya stress akut dan kegiatan jasmani. Penentuan 24 status gizi dapat
dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca. Klasifikasi Status Gizi
berdasarkan IMT berdasarkan rumus Brocca.
Tabel 3 Klasifikasi gizi berdasarkan IMT
No Indeks Massa Tubuh Klasifikasi
1 <18,5 Berat badan kurang
2 18,5-22,9 Berat badan normal
3 >23,0 Berat badan rendah
23-24,9 Berat badan lebih beresiko
25-29,9 Obesitas I
>30 Obesitas II
12
d. Penyuluhan
Penyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk memdapatkan hasil
yang maksimal. Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai
pengetahuan dan keterampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan menunjang
perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya,
yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal, dan penyesuaian
keadaan sehat optimal, dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup
yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan perawatan
pasien diabetes. Tujuan dari penyuluhan penyakit diabetes mellitus ialah:
1) Meningkatakan pengetahuan
2) Mengubah sikap
3) Mengubah perilaku serta meningkatkan kepatuhan
4) Mengubah kualitas hidup
13
Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai
masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas,
tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas
hidup pasien dan keluarganya (Guo et al., 2020).
Perawatan paliatif pada pasien terminal juga dilakukan di ruang rawat inap,
seperti ruang ICU (Intensive Care Unit). ICU merupakan unit rumah sakit yang
memberikan perawatan intensif dan monitoring yang ketat bagi pasien. ICU memiliki
teknologi yang canggih seperti monitor jantung dengan dukungan mesin komputer dan
ventilator mekanis (Potter & Perry, 2010). Perawat yang bekerja di unit perawatan
intensif (ICU) disebut perawat perawatan kritis yang berperan penting dalam merawat
pasien dan mempunyai kemampuan serta pengalaman dalam merawat pasien
terminal/menjelang ajal (Muflihatin, 2015).
Kegiatan perawat dalam memberikan perawatan paliatif meliputi
penatalaksanaan nyeri, penatalaksanaan keluhan fisik lain, asuhan keperawatan,
dukungan psikologis, dukungan sosial, dukungan kultural dan spiritual, dukungan
persiapan dan selama masa dukacita (bereavement) (Kepmenkes RI Nomor: 812,
2007). Menurut Coyne (2007), pelaksanaan perawatan paliatif sebaiknya menerapkan
prinsip-prinsip perawatan paliatif khusus, seperti menyediakan perawatan yang
berpusat pada keluarga, mengurangi rasa nyeri atau ketidaknyamanan selama tindakan
pengobatan, meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga, serta menyediakan
perawatan yang cukup dan membantu dalam proses berkabung ketika pasien
meninggal.
Perasaan emosional yang dirasakan oleh perawat sebagai manusia biasa, seperti
kesedihan dan kecemasan saat memberikan perawatan paliatif pada pasien, dapat
menimbulkan rasa kehilangan semangat (merasa gagal). Peningkatan kejadian ini
sering terjadi saat di rumah sakit. Selama memberikan perawatan perawat sering
merasa stress, membutuhkan keterampilan koping, kepercayaan diri untuk mencapai
keberhasilan perawatan dan pelaksanaan perawatan pada pasien (Alimuddin, 2018).
Berdasarkan penelitian Aranda dan Graves (2005) terkait dengan pengalaman
perawat dalam melaksanakan perawatan paliatif pada pasien anak yang mengalami
penyakit kanker menyatakan bahwa perawat mengalami ketakutan, frustrasi, sedih dan
kehilangan harapan ketika perawat tidak mampu memberikan kenyamanan pada
pasien saat meninggal dunia. Perawat mengalami kejenuhan sehingga tidak tergambar
sebagai “perawat yang baik” (good nursing) karena ketidakmampuan perawat dalam
14
menemukan kebutuhan perawatan khusus pada pasien dengan kondisi terminal.
Beberapa penelitian yang dilakukan untuk mengeksplorasi pengalaman perawat dalam
pemberian perawatan paliatif, yakni antara lain penelitian yang dilakukan oleh
Johnston. B (2006) tentang persepsi perawat dalam pemberian perawatan paliatif pada
pasien dewasa yang mengalami penyakit terminal di rumah sakit bahwa ada empat
tema dari hasil penelitian yang didapatkannya yakni penghubung (komunikasi),
memberikan kenyamanan pada pasien, bekerjasama (teamwork) dan tahu apa yang
mereka lakukan. Komunikasi yang efektif merupakan alat yang digunakan oleh
perawat kepada pasien untuk mengetahui kebutuhan pasien. Memberikan kenyamanan
kepada pasien dapat dilakukan dengan cara mengontrol dan mengurangi rasa nyeri
pada pasien. Dalam pemberian perawatan paliatif diperlukan kerjasama antar tim dari
multi disiplin ilmu seperti dokter, perawat, terapis, petugas sosial-medis, psikolog,
rohaniawan, relawan dan profesi lain yang dibutuhkan agar perawatan paliatif yang
diberikan menjadi lebih maksimal. Dalam pemberian perawatan paliatif perawat
bekerja berdasarkan pengalaman professional dan pengalaman pribadinya.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes Mellitus merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang
ditandai dengan peningkatan glukosa darah (hiperglikemi) disebabkan karena
ketidakseimbangan antar suplai dan kebutuhan insulin.
Perawatan paliatif bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan pasien dalam
mengontrol intensitas penyakit atau memperlambat kemajuannya, apakah ada atau
tidak ada harapan untuk sembuh. Perawatan paliatif merupakan bagian penting
dalam perawatan pasien terminal yang dapat dilakukan secara sederhana, prioritas
utama perawatan ini adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dan bukan
kesembuhan dari penyakit pasien, termasuk salah satunya adalah pasien dengan
penyakit diabetes mellitus.
Kegiatan perawat dalam memberikan perawatan paliatif meliputi
penatalaksanaan nyeri, penatalaksanaan keluhan fisik lain, asuhan keperawatan,
dukungan psikologis, dukungan sosial, dukungan kultural dan spiritual, dukungan
persiapan dan selama masa dukacita
B. Saran
Diharapkan pihak manajemen keperawatan dapat mengidentifikasi hambatan
apa saja yang dihadapi oleh perawat dalam pemberian perawatan paliatif dan
menindaklanjutinya dengan cara meningkatkan pendidikan dan pelatihan bagi
perawat guna meningkatkan keterampilan perawat. Diharapkan pihak manajemen
rumah sakit dapat meningkatkan kebijakan perawatan paliatif. Meningkatkan
sarana prasarana, SDM (membentuk tim perawatan paliatif) dan yang lainnya demi
menunjang berjalannya perawatan paliatif secara komprehensif.
.
16
DAFTAR PUSTAKA
17