Anda di halaman 1dari 115

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE


TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) DAN NUMBERED HEAD
TOGETHER (NHT) PADA MATERI OPERASI BENTUK ALJABAR
DITINJAU DARI KEMAMPUAN NUMERIK SISWA KELAS
VII SMP KABUPATEN KARANGANYAR
TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Tesis
Untuk memenuhi persyaratan Mencapai Derajat Magister Program
Studi Pendidikan Matematika

Diajukan Oleh
Ari Lestari Mulyaningsih
S851008006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Ari Lestari Mulyaningsih. S851008006. Eksperimentasi Model Pembelajaran


Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) dan Numbered Head
Together (NHT) Pada Materi Operasi Bentuk Aljabar Ditinjau dari
Kemampuan Numerik Siswa Kelas VII SMP di Kabupaten Karanganyar
Tahun Pelajaran 2011/2012. Pembimbing I: Drs Tri Atmojo K, M.Sc.,Ph.D.
Pembimbing II: Dr. Imam Sujadi, M.Si. Tesis. Program Studi Magister
Pendidikan Matematika. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
Surakarta. 2012.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Apakah hasil prestasi
belajar matematika siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model
kooperatif tipe TGT lebih baik dibandingkan dengan prestasi siswa yang
memperoleh pembelajaran tipe NHT pada materi operasi bentuk aljabar. (2)
Apakah hasil prestasi belajar matematika bagi siswa yang mempunyai tingkat
kemampuan numerik lebih tinggi, lebih baik dibandingkan dengan prestasi siswa
yang mempunyai tingkat kemampuan numerik dibawahnya. (3) Manakah di
antara penggunaan model pembelajaran tipe TGT dan NHT yang memberikan
prestasi belajar matematika lebih baik pada siswa yang mempunyai kemampuan
numerik tinggi. (4) Manakah di antara penggunaan model pembelajaran tipe TGT
dan NHT yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik pada siswa
yang mempunyai kemampuan numerik sedang. (5) Manakah di antara
penggunaan model pembelajaran tipe TGT dan NHT yang memberikan prestasi
belajar matematika lebih baik pada siswa yang mempunyai kemampuan numerik
rendah.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan desain
faktorial 2x3. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMP di Kabupaten
Karanganyar selain sekolah RSBI. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik
stratified cluster random sampling. Banyak anggota sampel seluruhnya berjumlah
196 siswa, dengan rincian 99 siswa pada kelas eksperimen satu dan 97 siswa pada
kelas eksperimen dua. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data
adalah hasil UN SD tahun 2010/2011 siswa yang bersangkutan sebagai
kemampuan awal matematika, ,
dan tes prestasi belajar matematika. Uji coba instrumen tes prestasi meliputi
validitas isi, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitas. Uji prasyarat
meliputi uji normalitas populasi menggunakan metode Lilliefors dan uji
homogenitas variansi populasi menggunakan metode Bartlett
diperoleh kesimpulan bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi
normal dan mempunyai variansi yang homogen. Uji keseimbangan terhadap data
kemampuan awal matematika menggunakan uji-t diperoleh kesimpulan bahwa
kedua kelas eksperimen mempunyai kemampuan awal matematika yang
seimbang. Pengujian hipotesis menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel
tak sama.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh kesimpulan bahwa (1)


Prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif
tipe TGT sama baik dibandingkan prestasi belajar matematika yang dikenai model
pembelajaran kooperatif tipe NHT. (2) Prestasi belajar matematika pada siswa
yang memiliki kemampuan numerik lebih tinggi lebih baik dibandingkan prestasi
belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan numerik di bawahnya. (3)
Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan numerik terhadap
prestasi belajar matematika. Pada siswa yang berkemampuan numerik tinggi,
prestasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran NHT lebih baik
dari pada TGT, sedangkan siswa yang berkemampuan numerik sedang maupun
rendah prestasi belajarnya akan sama baik jika menggunakan model pembelajaran
TGT maupun NHT

Kata kunci: TGT, NHT, Kemampuan Numerik, Prestasi Belajar Matematika.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRACT

Ari Lestari Mulyaningsih. S851008006. The Experimentation of Cooperative


Learning Model of Teams Games Tournament (TGT) and Numbered Head
Together (NHT) at Algebra Operation Topic in Seventh Grade Viewed from
the Student Numeric Ability of Junior High School Students in Karanganyar
Regency. 1st Advisor: Drs Tri Atmojo K, M.Sc.,Ph.D. 2nd Advisor: Dr. Imam
Sujadi, M.Si. Thesis. Mathematics Education of Postgraduate Program of
Sebelas Maret University. Surakarta. 2012.
The aims of this research are to know: (1) whether the result of student
learning using TGT better than NHT model (2) whether the result of students
learning who have higher numeric ability better than those who have lower
numeric ability. (3) which one is better using TGT or NHT model in high numeric
ability student. (4) which one is better using TGT or NHT model in medium
numeric ability one. (5) which one is better using TGT or NHT model in low
numeric ability one.
The research is a quasi experimental with 2x3 factorial design. The
population of this study is all students of Junior High School in Karanganyar
Regency except RSBI. Sampling was done by stratified cluster random technique.
The total of sample is 196 students, with details of 99 students for class
experiment one and 97 students for class experiment two. Instruments are used to
collect the list is the state Exam result of the Elementary School students of
2010/2011 pointed as the achievement first mathematic, numeric ability test is
held by JASPI The trial of test instrument includes content validity, difficulty
level, discrimination power, and reliability. The requirements test for data
includes the population normality test using Lilliefors method and the population
homogenity variance test using Bartlett method. Using .05, it can be
concluded that samples come from normal distribution and homogen variance.
The balance test of students prior knowledge in mathematics data uses t-test and
concludes that two of experimental classes have balance prior knowledge in
mathematics. The testing of hypothesis uses two-way analysis of variance with
unequal cell.
The testing of hypothesis concludes that (1) Students who are taught by
cooperative learning model of TGT type is the same as of mathematics
achievement students who teach by cooperative learning model of NHT type. (2)
Students who have high numeric ability have better mathematics achievement
than students who have middle and low numeric ability, also students who have
middle numeric ability have better mathematics achievement than students who
have low numeric ability. (3)
high numeric ability, student in NHT model are better than those in TGT model.

student in TGT model is the same as those in NHT model. (5) The achievement of
TGT model is the
same as those in NHT model.
Keywords: TGT, NHT, Numeric Ability, Mathematics Achievement.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan aspek penting bagi pembangunan bangsa.

Karena itu, hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan

sebagai prioritas utama dalam program pembangunan nasional. Mutu

pendidikan yang tinggi diyakini mampu membangun insan Indonesia yang

beriman, cerdas dan kompetitif.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk

memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan

matematika. Upaya-upaya yang dilakukan antara lain melakukan perubahan

kurikulum secara teratur, dengan maksud agar isi kurikulum tidak

ketinggalan dengan perkembangan IPTEK serta kebutuhan masyarakat yang

berubah dengan cepat . Di samping itu juga dilakukan upaya melaksanakan

penataran-penataran guru matematika, mengirim tenaga kependidikan ke

luar negeri untuk mengikuti berbagai kegiatan workshop, seminar, studi

lanjut, bahkan pemerintah telah menerbitkan Undang-undang No 14 Tahun

2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan, yang di dalamnya memuat usaha

pemerintah untuk menata dan memperbaiki mutu guru di Indonesia. Semua

usaha itu belum menampakkan hasil yang memuaskan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sebagai gambaran faktual tentang kualitas pendidikan matematika

masih rendah ditunjukkan pada SMP yang ada di Kabupaten Karanganyar.

Berdasarkan data dari Puspendik bahwa hasil Ujian Nasional Utama mata

pelajaran matematika tahun pelajaran 2010/2011 masih belum optimal,

terbukti rerata nilai matematika baru mencapai 6,15 sedangkan sekolah yang

rerata nilai matematika lebih dari atau sama dengan 7,00 hanya mencapai

20%. Hal ini masih belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal yang

ditetapkan secara nasional yakni 85% siswa mencapai nilai 7,5.

Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar siswa-siswi SMP dan

berdasarkan diskusi kecil dengan guru-guru SMP, banyak siswa yang

mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan matematika salah

satunya adalah materi Aljabar, pada Kompetensi Dasar (KD):

harus dicapai oleh

siswa SMP kelas VII pada semester 1. Kesulitan-kesulitan yang dialami

siswa itu pada umumnya dalam mengoperasikan penjumlahan,

pengurangan, perkalian dan pembagian suku-suku tidak sejenis,

mengoperasikan penjumlahan dan pengurangan pecahan bentuk aljabar

dengan penyebut yang berbeda, menyelesaikan soal pecahan bentuk aljabar

dengan dua operasi hitung yang berbeda (misalnya operasi hitung

penjumlahan dengan operasi hitung perkalian), dan siswa kurang teliti

dalam menyelesaikan operasi hitung pembagian pecahan bentuk aljabar.

Kesulitan-kesulitan siswa tersebut mengakibatkan prestasi belajar

matematika yang berkaitan dengan operasi bentuk aljabar juga menjadi


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

rendah. Hal ini akhirnya berakibat pada prestasi belajar matematika pada

umumnya juga menjadi rendah.

Rendahnya prestasi belajar matematika tersebut kemungkinan

disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor yang mempengaruhi dari dalam diri

siswa diantaranya adalah motivasi belajar matematika, intelegensi, keaktifan

belajar, kemampuan awal siswa, kreativitas belajar, gaya belajar siswa.

Adapun salah satu faktor yang berasal dari luar siswa, antara lain model

pembelajaran yang digunakan guru kurang sesuai dengan karakteristik

siswa. Pada umumnya pembelajaran matematika yang dilaksanakan di

kelas adalah guru cenderung lebih mendominasi pembelajaran sehingga

siswa kurang aktif dalam proses belajar mengajar. Hal ini tentunya akan

berdampak pada pencapaian prestasi belajar siswa. Pembelajaran yang

hanya berpusat kepada guru sampai saat ini masih terlaksana di sekolah-

sekolah, seolah-olah guru yang mendominasi proses belajar mengajar

sehingga kesempatan siswa untuk belajar aktif sangat terbatas. Biasanya

guru hanya memberikan definisi, teorema, contoh-contoh dan latihan,

sehingga siswa menjadi pasif. Keadaan semacam ini sangat mengurangi

tanggungjawab siswa terhadap tugas belajarnya, siswa seharusnya dituntut

untuk mengkonstruksi, menemukan dan mengembangkan kemampuannya

serta dapat mengungkapkan dalam bahasanya sendiri tentang apa yang

diterima dan diolah selama pembelajaran berlangsung. Model pembelajaran

yang telah berlangsung selama ini ternyata belum memberi kontribusi yang

baik untuk peningkatan prestasi belajar matematika siswa.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Hasil penelitian Suradi (2007: 35) menemukan bahwa model

pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengubah pembelajaran

matematika yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat

kepada siswa. Hal ini diharapkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat

memberi angin segar dalam upaya peningkatan prestasi belajar matematika

siswa. Melalui interaksi saling membantu antara siswa yang satu dengan

yang lainnya, maka pembelajaran kooperatif dapat digunakan sebagai salah

satu jalan peningkatan prestasi belajar matematika siswa. Suradi juga

mengungkapkan bahwa aktivitas siswa di dalam mengerjakan tugas

mencapai 85,22% dari waktu yang disiapkan untuk belajar kooperatif.

Pembelajaran kooperatif menekankan kepada aspek interaksi sosial antar

siswa dalam satu kelompok yang heterogen. Dalam pembelajaran kooperatif

siswa diberi kesempatan yang luas untuk belajar aktif dengan cara

menempatkan siswa belajar dalam kelompok kecil yang heterogen, saling

berbagi ide-ide dan bekerja secara kolaboratif untuk menyelesaikan tugas

akademik dalam mencapai tujuan bersama.

Model pembelajaran kooperatif terdiri dari beberapa tipe yaitu

Investigation Group (Grup Penyelidikan), tipe Jigsaw, tipe Student Teams

Achievement Divisions (STAD), tipe Teams Games Tournament (TGT),

tipe Learning Together (Belajar Bersama), tipe Numbered Head Together

(NHT). Semua model pembelajaran kooperatif menyumbangkan ide bahwa

siswa yang bekerja sama dalam belajar dan bertanggungjawab terhadap

teman satu tim mampu membuat diri mereka sama baik. Lebih jauh lagi,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

penelitian menunjukkan, jika para siswa diberi penghargaan karena

melakukan lebih baik dari apa yang mereka lakukan sebelumnya, mereka

akan lebih termotivasi untuk berusaha daripada apabila mereka baru diberi

penghargaan jika lebih baik dari yang lain, karena penghargaan atas

kemajuan untuk meraih sukses bukanlah sesuatu yang terlalu sulit atau

terlalu mudah untuk dilakukan siswa. (Slavin, 2010: 11). Ada

kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika khususnya pada

kompetensi dasar menyelesaikan operasi bentuk aljabar disebabkan oleh

penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat, sehingga perlu dicoba

model pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Di samping penggunaan model pembelajaran yang tepat, terdapat

faktor-faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan belajar matematika,

menurut Dunkley dalam Suwarsono (1992: 20) faktor yang mempengaruhi

keberhasilan belajar diantaranya adalah kemampuan umum. Jika faktor

kemampuan umum diisolasi masih terdapat kemampuan khusus yang

terlibat dalam belajar matematika, yang meliputi penalaran deduktif,

penalaran induktif, kemampuan daya tilik ruang, kemampuan numerik dan

pemahaman verbal. Faktor ini merupakan faktor yang berasal dari dalam

diri siswa sendiri. Apabila kemampuan umum siswa dikembangkan dengan

baik maka diharapkan dapat menunjang dalam berprestasi secara optimal.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan

masalah sebagai berikut :

1. Prestasi belajar matematika yang rendah kemungkinan terjadi karena masih

banyak guru yang menggunakan model pembelajaran konvensional dalam

menyampaikan materi pelajaran matematika sehingga pembelajaran

cenderung berpusat pada guru, sedangkan siswa pasif, dari kenyataan ini perlu

dilakukan penelitian apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa.

2. Ada kemungkinan kemampuan numerik siswa yang masih rendah juga

mempengaruhi prestasi belajar matematika pada kompetensi dasar

menyelesaikan operasi bentuk aljabar. Sehingga perlu untuk diteliti apakah

kemampuan numerik siswa yang rendah merupakan penyebab rendahnya

prestasi belajar siswa.

3. Ada kemungkinan kemampuan awal siswa yang rendah juga mempengaruhi

prestasi belajar siswa. Sehingga perlu untuk diteliti apakah kemampuan awal

siswa yang rendah merupakan penyebab rendahnya prestasi belajar siswa.

4. Ada kemungkinan aktivitas belajar siswa yang masih rendah juga

mempengaruhi prestasi belajar matematika. Sehingga perlu untuk diteliti

apakah aktivitas belajar siswa yang rendah merupakan penyebab rendahnya

prestasi belajar siswa.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

5. Masih adanya sejumlah guru yang tidak mempunyai kompetensi dalam

mengajar yang disebabkan oleh kualifikasi pendidikan yang belum sesuai

dengan standard kualifikasi pendidikan minimal D4 atau S1. Dari kondisi riil

yang demikian memicu untuk diadakan penelitian, apakah rendahnya

kualifikasi pendidikan seorang guru menjadi penyebab rendahnya prestasi

siswa.

C. Pemilihan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti memilih

melakukan penelitian yang terkait dengan nomor 1 dan 2 yaitu masalah

tentang model pembelajaran dan kemampuan numerik siswa terhadap

prestasi belajar siswa.

D. Pembatasan Masalah

Mengingat dari pemilihan masalah yang diajukan, maka penelitian

ini akan penulis batasi sebagai berikut:

1. Model Pembelajaran yang digunakan pada penelitian ini adalah model

pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) dan model

pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT).

2. Penelitian ini ditinjau dari kemampuan numerik yang terdiri dari kemampuan

standar tentang bilangan dan kemampuan mengadakan perhitungan yang

mengandung penalaran dan keterampilan aljabar. Kemampuan standar yang


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dimaksud adalah kemampuam menyelesaikan soal-soal matematika dasar. Tes

ini ditujukan untuk mengukur kemampuan menghitung sekaligus kecermatan

dan ketelitian seseorang.

3. Prestasi belajar matematika yang dimaksud adalah hasil belajar matematika

siswa pada materi Operasi Bentuk Aljabar yang telah dicapai setelah

eksperimen dilakukan.

E. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah prestasi belajar matematika siswa yang memperoleh pembelajaran

dengan model kooperatif tipe TGT pada materi operasi bentuk aljabar lebih

baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model NHT?

2. Apakah prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai nilai kemampuan

numerik lebih tinggi, lebih baik dari siswa yang mempunyai nilai kemampuan

numerik dibawahnya?

3. Di antara penggunaan model pembelajaran tipe TGT dan NHT, manakah yang

memberikan prestasi belajar matematika lebih baik pada siswa dengan

kemampuan numerik tinggi?

4. Di antara penggunaan model pembelajaran tipe TGT dan NHT, manakah yang

memberikan prestasi belajar matematika lebih baik pada siswa dengan

kemampuan numerik sedang?

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

5. Di antara penggunaan model pembelajaran tipe TGT dan NHT, manakah yang

memberikan prestasi belajar matematika lebih baik pada siswa dengan

kemampuan numerik rendah?

F. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui apakah hasil prestasi belajar matematika siswa yang memperoleh

pembelajaran dengan model kooperatif tipe TGT lebih baik dibandingkan

dengan prestasi siswa yang memperoleh pembelajaran tipe NHT pada materi

operasi bentuk aljabar.

2. Mengetahui apakah hasil prestasi belajar matematika bagi siswa yang

mempunyai tingkat kemampuan numerik lebih tinggi, lebih baik dibandingkan

dengan prestasi siswa yang mempunyai tingkat kemampuan numerik

dibawahnya.

3. Mengetahui manakah di antara penggunaan model pembelajaran tipe TGT dan

NHT yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik pada siswa yang

mempunyai kemampuan numerik tinggi.

4. Mengetahui manakah di antara penggunaan model pembelajaran tipe TGT dan

NHT yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik pada siswa yang

mempunyai kemampuan numerik sedang.

5. Mengetahui manakah di antara penggunaan model pembelajaran tipe TGT dan

NHT yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik pada siswa yang

mempunyai kemampuan numerik rendah.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

G. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat dipetik dalam penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis diharapkan bermanfaat untuk memperkaya

teori pembelajaran matematika, khususnya yang berkaitan dengan pemilihan

model pembelajaran yang ditinjau dari kemampuan numerik siswa.

2. Manfaat Praktis

Bagi siswa, dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah luas

cakrawala pandang tentang belajar matematika, dalam rangka meningkatkan

prestasi belajar siswa.

Bagi guru, diharapkan hasil penelitian ini, guru mempunyai kepekaan

dalam memilih model pembelajaran yang lebih tepat sehingga dapat

mendorong siswa untuk lebih optimal dalam belajar sehingga memperoleh

prestasi belajar yang maksimal.

Bagi Kepala Sekolah, diharapkan hasil penelitian ini, Kepala Sekolah

mendapat informasi yang akurat di dalam menjalankan fungsinya sebagai

educator, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator dalam

membina para guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran matematika.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Hakekat Belajar

Menurut kaum konstruktivis, belajar merupakan proses aktif pelajar

mengkonstruksi arti, entah teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain.

Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan

pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah

dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan (Paul Suparno,

1997:61).

Pengertian tersebut sejalan dengan pendapat Fosnot (dalam Paul Suparno,

1997:61) yang menyatakan bahwa belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan

fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan memuat pengertian

yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan

perkembangan itu sendiri yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali

pemikiran seseorang.

Pendapat Winkel (2007: 59) belajar adalah suatu aktivitas mental

atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang

menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan

dan nilai sikap.

Secara filosofis, menurut Baharudin dan Esa NW, (2010: 116)

belajar berdasarkan teori kontruktivisme adalah membangun pengetahuan

sedikit demi sedikit, kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat

fakta-fakta, konsep-konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil atau

diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi

makna melalui pengalaman nyata.

Hal ini senada dengan pendapat yang diungkapkan oleh M. G. Jones dan L

Brader-Araje (2002: 4) bahwa: Contructivism offers teachers instructional


approaches that are congruent with current research on learning. By
viewing learning as an active process, taking students prior knowledge
into consideration, building on preconception, and eliciting cognitive
conflict, teacher can design instruction that goes beyond rote learning to
meaningful learning that is more likely to lead to deeper, longer lasting
understandings.
(Konstruktivisme menawarkan pada guru tentang pendekatan instruksional
yang sama dengan melakukan penelitian pada pembelajaran dengan
menekankan pada proses pembelajaran secara aktif, membawa siswa untuk
membangun pengetahuan awal/sebelumnya menuju suatu konsep kognitif,
guru dapat mendesain suatu pembelajaran yang bermakna, lebih mendalam
dan mudah dipahami).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan

bahwa belajar adalah proses pengkonstruksian pengetahuan pada diri siswa

berdasarkan pengalaman sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan.

2. Hakekat Matematika

Banyak orang memandang matematika sebagai mata pelajaran yang

paling sulit. Meskipun demikian, semua orang harus mempelajarinya karena

merupakan sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari.

Secara etimologi pengertian matematika adalah

The word matik comes from the Greek


(m th ma), which means learning, study, science, and additionally came

even in Classical times. (http://en.wikipedia.org/wiki/Mathematics) pada


tanggal 13 Oktober 2010.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

math matik ) berasal dari Yunani


(m th ma), yang berarti pelajaran, mempelajari, ilmu pengetahuan, dan
pada perkembangannya mempunyai arti yang lebih teknis dan yang lebih

berkenaan dengan ide-ide, stuktur-stuktur, dan hubungan-hubungannya yang

diatur menurut urutan yang logis. Sehingga matematika berkaitan dengan konsep

ilmu mengenai stuktur dan hubungan-hubungannya dengan simbol-simbol yang

diperlukan. Simbol-simbol itu penting untuk membantu memanipulasi aturan-

aturan dengan operasi yang ditetapkan. Simbolisasi menjamin adanya komunikasi

dan mampu memberikan keterangan untuk membentuk konsep baru. Konsep baru

terbentuk karena adanya pemahaman terhadap konsep sebelumnya, sehingga

matematika itu konsep-konsepnya tersusun secara hierarkis.

Menurut Paling (dalam Mulyono Abdurrahman, 2003:252) ide manusia

tentang matematika berbeda-beda, tergantung pada pengalaman dan pengetahuan

masing-masing. Ada yang mengatakan bahwa matematika merupakan perhitungan

yang mencakup tambah, kurang, kali dan bagi, tetapi ada pula yang melibatkan

topik-topik seperti aljabar, geometri, dan trigonometri. Lebih lanjut Paling

mengatakan bahwa matematika adalah suatu cara menggunakan informasi, dan

yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam

melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.

Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika

adalah suatu ilmu yang berkenaan dengan ide-ide/ konsep-konsep abstrak yang

tersusun secara hierarkis dan diberi simbol-simbol serta penalarannya deduktif


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sehingga dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan

manusia atau ilmu lainnya.

3. Prestasi Belajar Matematika

Proses pembelajaran sebagai suatu sistem yang terdiri dari

komponen guru, siswa, bahan ajar dan lingkungan belajar yang

berinteraksi satu sama lain dalam usaha untuk mencapai tujuan. Tujuan

dari pembelajaran ini merupakan hasil belajar. Keberhasilan proses belajar

mengajar yang dilakukan guru dapat diukur dari sejauhmana pengetahuan

yang dimiliki siswa, dengan kata lain sejauhmana pemahaman siswa tentang

materi yang diajarkan guru.

Guru menggunakan suatu tes untuk mengukur pengetahuan atau

pemahaman yang dimiliki siswa. Hasil pengukuran dapat dikatakan sebagai

prestasi belajar yang telah dicapai oleh siswa.

Prestasi belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:895)

adalah penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang dikembangkan oleh

mata pelajaran yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang

diberikan oleh guru, sedangkan Satratinah Tirtonegoro (1984:43)

kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf

maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh

Prestasi belajar siswa dalam hal ini adalah hasil belajar dipengaruhi

oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa (internal), dan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

faktor yang datang dari luar diri siswa (eksternal). Menurut Abdul Hadis

dan Nurhayati (2010:101) faktor yang mempengaruhi hasil belajar di kelas

adalah :

a. Faktor-faktor internal

- Psikologis (bakat, intelegensi, sikap, perhatian, pikiran, persepsi, pengamatan,

minat, motivasi).

- Sosiologis (faktor kemampuan guru dan siswa dalam melaksanakan interaksi

sosial dan komunikasi sosial, baik sesama guru dengan siswa, antara siswa

dan guru dengan kepala sekolah dan staf sekolah lainnya).

- Fisiologis

Faktor internal di atas berada pada diri siswa dan guru sebagai pebelajar dan

pembelajar.

b. Faktor-faktor eksternal

Faktor-faktor eksternal tersebut berupa masukan lingkungan, masukan

peralatan dan masukan eksternal lainnya. Kesemua faktor-faktor internal

dan eksternal tersebut harus menjadi perhatian bagi guru dan siswa jika

proses pendidikan di kelas ingin berhasil dengan baik. Kesemua faktor-

faktor tersebut juga mempengaruhi mutu pendidikan, baik ditingkat institusi

pendidikan atau persekolahan maupun ditingkat lokal dan nasional.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar

adalah sebuah kecakapan atau keberhasilan yang diperoleh seseorang

setelah melakukan sebuah kegiatan dalam proses belajar mengajar yang

dinyatakan dalam bentuk angka, simbol, huruf maupun kalimat dalam

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

periode tertentu dan mencerminkan penguasaan siswa terhadap mata

pelajaran tertentu. Prestasi belajar dalam penelitian ini diperoleh melalui

nilai t

melakukan operasi hitung dan menggunakan bentuk aljabar, pertidaksamaan

4. Model Pembelajaran

a. Pengertian Model Pembelajaran

Istilah model pembelajaran dibedakan dari istilah strategi

pembelajaran, metode pembelajaran, atau prinsip pembelajaran. Istilah

model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada suatu

strategi, metode, atau prosedur.

Menurut pendapat Joyce dalam Trianto (2007: 5) model

pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran

di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-

perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer,

kurikulum, dan lain-

Adapun Soekamto, dkk dalam Trianto (2007: 10) mengemukakan

melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman

belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam

Arends dalam Trianto (2007: 5) menyatakan bahwa:

teaching model refers to a particular approach to instruction that includes

its . Istilah model

pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan termasuk tujuannya,

sintaksnya, lingkungannya, dan system pengelolaannya.

Menurut Kardi dan Nur dalam Trianto (2007: 6) menyatakan

pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak

dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah:

1) Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya;

2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan

pembelajaran yang akan dicapai);

3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat

dilaksanakan dengan berhasil; dan

4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat

Dalam mengajarkan suatu pokok bahasan (materi) tertentu harus

dipilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan tujuan yang akan

dicapai. Oleh karena itu, dalam memilih suatu model pembelajaran harus

memiliki pertimbangan-pertimbangan. Misalnya materi pelajaran, tingkat

perkembangan kognitif siswa, dan sarana atau fasilitas yang tersedia,

sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Model Pembelajaran Kooperatif

Model Pembelajaran Kooperatif adalah model pembelajaran yang di

dalamnya mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama di dalam

kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lain dalam belajar.

Menggunakan model pembelajaran kooperatif mengubah peran guru dari

peran yang berpusat pada gurunya ke pengelolaan siswa dalam kelompok-

kelompok kecil. Menurut teori kontruktivis, tugas guru (pendidik) adalah

memfasilitasi agar proses pembentukan (konstruksi) pengetahuan pada diri

tiap-tiap siswa terjadi secara optimal. Sebagai contoh jika seorang siswa

membuat suatu kesalahan dalam membuat soal, maka guru tidak langsung

memberitahukan dimana letak kesalahannya. Sebaiknya guru mengajukan

beberapa pertanyaan untuk menuntun siswa supaya pada akhirnya siswa

menemukan sendiri letak kesalahan tersebut (Suwarsono, 2001: 37).

Pendapat Jones dan Brader-Araje (2002: 5-6) adalah pembelajaran

kooperatif merupakan hasil dari penerapan paham sosial kontruktivistik pada

bidang pendidikan yang dipelopori oleh Vygotsky, menurut Vygotsky meskipun

pembelajaran adalah proses yang terjadi pada individu, tetapi pembelajaran tidak

dapat berlangsung tanpa bantuan lingkungan sekitar, lingkungan sekitar ini

diterjemahkan sebagai teman-teman satu kelas individu pebelajar, sehingga guru

harus melibatkan lingkungan sekitar di dalam pembelajaran bagi siswa.

Sebagai tambahan, belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan

kesuksesan kelompok, yang hanya bisa dicapai jika setiap anggota

kelompok menguasai materi yang diajarkan (Slavin, 2010: 10).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulakan bahwa

dalam pembelajaran dengan pendekatan kontruktivis, siswa mengkonstruksi

pengetahuannya sendiri secara aktif melalui tugas-tugas atau masalah yang

diajukan oleh guru. Siswa menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan

masalah tersebut berdasarkan pengetahuan yang telah mereka miliki

kemudian mendiskusikannya dalam kelompok kooperatif.

Belajar kooperatif dapat berbeda dalam banyak cara, tetapi dapat

dikategorikan sesuai dengan sifat: (1) tujuan kelompok, (2) tanggung jawab

individual,(3) kesempatan yang sama untuk sukses, (4) kompetisi kelompok,

(5) spesialisasi tugas, dan (6) adaptasi untuk kebutuhan individu (Slavin,

2010: 26-28). Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan

dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya.

c. Dasar-dasar Teori Pembelajaran Kooperatif

Setiap model pembelajaran memiliki kekhususan karakteristik. Hal

inilah yang membedakan antara suatu model pembelajaran dengan model

pembelajaran lain. Perbedaan karaktersitik tersebut dapat berupa teori-teori

yang mendasari suatu model pembelajaran. Slavin (2010: 34 40)

menjelaskan bahwa beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa model

pembelajaran kooperatif lebih efektif dibandingkan model pembelajaran

konvensional.

Keunggulan model pembelajaran kooperatif tersebut didasarkan

pada teori-teori sebagai berikut.

1) Teori Motivasi

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Struktur tujuan kooperatif menciptakan situasi yang memotivasi

siswa agar berhasil mencapai tujuan masing-masing anggota dengan terlebih

dahulu mewujudkan tujuan kelompok. Teori motivasi ini menekankan pada

derajat perubahan tujuan kooperatif mengubah intensif bagi siswa untuk

melakukan tugas-tugas akademik.

2) Teori Kognitif

Teori kognitif menekankan pada pengaruh kerja sama dalam

kelompok. Teori kognitif dapat dikelompokkan dalam dua bagian yaitu teori

pembangunan dan teori elaborasi kognitif.

a) Teori Pembangunan

Interaksi dengan teman sebaya ternyata memegang peranan penting

dalam meningkatkan pemahaman konsep. Siswa terkadang lebih dapat

memahami suatu konsep melalui komunikasinya dengan teman sebayanya.

Lebih mudah dipahaminya ide-ide/informasi yang diungkapkan oleh teman

sebaya ini disebabkan karena terdapat kesamaan persepsi di antara sesama

siswa yang membuat dirinya lebih mudah untuk memahami konsep yang

sedang dipelajari. Siswa ini akan mengubah bahasa guru ke dalam bahasa

yang mudah dipahami oleh sesama siswa lain.

b) Teori Elaborasi Kognitif

Agar pengolahan informasi dapat berlangsung dengan baik,

diperlukan beberapa kegiatan terstruktur dan terkoordinasi atau elaborasi

kognitif terhadap suatu konsep. Salah satu elaboratif yang paling efektif

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

adalah presentasi, yakni siswa menjelaskan suatu konsep kepada siswa lain

di dalam kelas. Dalam presentasi tersebut akan terdapat penyaji dan

pendengar. Antara penyaji dan pendengar diharapkan terjadi komunikasi

dan interaksi, sehingga baik penyaji maupun pendengar akan dapat

memperoleh pengalaman belajar yang lebih optimal. Apabila dibandingkan

dengan belajar sendiri, penyaji akan dapat belajar dengan lebih baik karena

secara logika jika penyaji tersebut telah mampu menjelaskan suatu konsep

kepada rekan-rekan sebayanya, maka secara tidak langsung dapat dipastikan

bahwa penyaji sudah menguasai konsep tersebut dengan baik. Penyaji dan

pendengar mampu belajar dengan optimal.

d. Unsur-unsur dalam Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model

pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengkonstruksi pemahamannya melalui diskusi kelompok. Meskipun

pemahaman siswa dalam model pembelajaran kooperatif dikonstruksi

melalui diskusi kelompok, model pembelajaran kooperatif ini tidak hanya

sekedar belajar kelompok biasa.

Unsur-unsur dalam model pembelajaran kooperatif berbeda

dengan unsur-unsur dalam belajar kelompok. Menurut Anita Lie (2008: 31),

terdapat lima unsur yang membedakan model pembelajaran kooperatif

dengan belajar kelompok. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut.

1) Saling ketergantungan positif

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Keberhasilan suatu kelompok sangat bergantung pada usaha yang

dilakukan oleh setiap anggota kelompoknya. Setiap anggota kelompok

dituntut untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran demi

tercapainya satu tujuan yang sama dalam kelompok.

2) Tanggung jawab perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama.

Jika tugas dan pola penilaian suatu kegiatan pembelajaran telah disusun

berdasarkan prosedur model pembelajaran kooperatif, maka setiap siswa

dalam kelompoknya akan merasa bertanggung jawab dan termotivasi untuk

melakukan yang terbaik sehingga tujuan kelompok dapat tercapai.

3) Tatap muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap

muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan kesempatan

untuk membentuk sinergi yang menguntungkan bagi setiap anggota

kelompok. Hasil pemikiran beberapa siswa dalam kelompok akan lebih

kaya dibandingkan hasil pemikiran dari satu siswa saja.

4) Komunikasi antar anggota

Unsur ini bertujuan agar siswa memiliki keterampilan

berkomunikasi. Keberhasilan suatu kelompok bergantung pada kesediaan

setiap anggota kelompok untuk saling mendengarkan dan kemampuan

mereka untuk mengutarakan pendapat.

5) Evaluasi proses kelompok

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Proses kelompok dan hasil kerja sama harus dievaluasi oleh guru

agar pada proses selanjutnya, setiap anggota kelompok dapat bekerja sama

dengan lebih efektif.

Elemen-elemen dasar dalam model pembelajaran kooperatif

adalah setiap siswa dalam kelompoknya harus memiliki rasa senasib

sepenanggungan, bertanggung jawab terhadap kelompoknya, mempunyai

pandangan yang sama terhadap tujuan kelompok, mempunyai pembagian

tugas yang jelas dalam kelompok, adanya evaluasi atau penghargaan

terhadap setiap siswa dalam kelompok, dan bersedia berbagi pemahaman,

pengetahuan, kemampuan dan keterampilan sosial dalam belajar melalui

diskusi kelompok.

e. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang

menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu adalah:

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru


Fase-1 Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran
Menyampaikan yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
tujuan dan memotivasi siswa belajar.
memotivasi siswa
Fase-2 Guru menyajikan informasi kepada siswa
Menyajikan dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
Informasi bacaan.
Fase-3 Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
Mengorganisasikan caranya membentuk kelompok belajar dan
siswa ke dalam membantu setiap kelompok agar melakukan
kelompok transisi secara efisien.
kooperatif
Fase-4 Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
Membimbing pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
kelompok bekerja
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dan belajar
Fase-5 Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
Evaluasi yang telah dipelajari atau masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase-6 Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
Memberikan upaya maupun hasil belajar individu dan
penghargaan kelompok.
Trianto (2007: 48-49)

Model pembelajaran kooperatif menciptakan sebuah revolusi

pembelajaran di dalam kelas. Tidak ada lagi sebuah kelas yang sunyi selama

proses pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif juga merupakan

teknik-teknik kelas praktis yang dapat digunakan guru setiap hari untuk

membantu siswanya belajar setiap mata pelajaran, mulai dari keterampilan-

keterampilan dasar sampai pemecahan masalah yang kompleks.

f. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif

Setiap model pembelajaran memiliki keunggulan dan kelemahan.

Mencermati pendapat para ahli mengenai model pembelajaran kooperatif,

beberapa keunggulan model pembelajaran kooperatif adalah sebagai

berikut.

1) Melatih siswa untuk memiliki keterampilan berpikir (thinking skill) dengan

aktif bertindak sebagai tutor sebaya untuk membantu siswa lain dalam

kelompoknya untuk mengkonstruksi pemahaman terhadap suatu konsep

sehingga pemahaman diri menjadi lebih optimal.

2) Melatih siswa untuk memiliki keterampilan sosial (social skill) dengan saling

bekerja sama dalam menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan bersama

dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3) Menciptakan kondisi belajar yang kondusif dengan motivasi belajar yang

tinggi dari siswa, karena didukung dan didorong oleh rekan sebaya dalam

kelompoknya.

4) Memberi peluang terjadinya proses partisipasi aktif dalam belajar dari setiap

siswa. Partisipasi aktif terjadi selama diskusi kelompok dan diskusi kelas

dengan turut mengemukakan pendapat, saran, komentar, dan sanggahan

terhadap penyelesaian tugas oleh suatu kelompok.

Selain memiliki keunggulan, model pembelajaran kooperatif juga

memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan model pembelajaran kooperatif

adalah sebagai berikut:

1) Dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif membutuhkan waktu

yang relatif lebih lama.

2) Menuntut guru untuk memiliki kemampuan tertentu, misalnya terampil

memilih dan menggunakan model pembelajaran yang disesuaikan dengan

karakter materi yang akan diajarkan supaya penerapan model pembelajaran

kooperatif lebih efektif.

3) Menuntut siswa untuk gemar bekerja sama dengan rekan-rekannya tanpa

memandang perbedaan yang ada.

Kelemahan-kelemahan model pembelajaran kooperatif tersebut masih

dapat diatasi atau diminimalisir. Penerapan model pembelajaran kooperatif

yang membutuhkan waktu relatif lebih lama dapat diatasi dengan

menyediakan lembar kerja siswa sehingga siswa dapat memamahi suatu

konsep secara efektif dan efisien melalui lembar kerja tersebut. Kebutuhan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

terhadap waktu yang relatif lebih lama biasanya terkait dengan pembentukan

kelompok dan penataan ruang kelas. Untuk mengatasinya, pembentukan

kelompok dan penataan ruang kelas dapat dilakukan sebelum pembelajaran

dimulai. Dengan demikian, pemanfaatan waktu dalam proses pembelajaran

akan lebih efektif dan efisien.

Penerapan model pembelajaran kooperatif memang menuntut adanya

kemampuan tertentu oleh seorang guru. Kelemahan ini dapat diatasi dengan

melakukan latihan terlebih dahulu terkait dengan penerapan suatu model

pembelajaran kooperatif.

Kelemahan yang terakhir, yakni menuntut siswa untuk gemar bekerja

sama dengan rekan-rekannya tanpa memandang perbedaan yang ada, hal ini

dapat diatasi dengan mengingatkan kepada setiap siswa bahwa tidak ada

manusia yang mampu hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena

itu, setiap siswa harus bersedia dan mampu bekerja sama secara kooperatif,

termasuk dalam proses belajar di dalam kelas.

5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

Pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) adalah

salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan,

melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status,

melibatkan peran serta siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur

permainan dan penguatan/ reinforcement. TGT merupakan tipe pembelajaran

kooperatif yang menggabungkan kegiatan belajar kelompok dengan kompetisi

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kelompok.

Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran

kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks

disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan

keterlibatan belajar. Aktivitas permainan lebih efektif meningkatkan performa

matematika dibandingkan dengan aktivitas drill soal, sedangkan permainan

dengan menggunakan kerjasama ala TGT adalah lebih meningkatkan kesan

positip siswa terhadap matematika, dibandingkan dengan permainan tanpa

kerjasama (permainan individual). Lebih jauh efek permainan TGT dapat

mengurangi kenakalan siswa karena energi mereka tersalurkan pada hal yang

lebih positif. Dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT terdapat lima komponen

yaitu: presentasi kelas, tim, game/ permainan, turnamen / pertandingan dan

penghargaan tim (Slavin, 2010 : 166)

1) Presentasi Kelas

Presentasi kelas/penyajian materi digunakan guru untuk

memperkenalkan materi pelajaran secara langsung dan klasikal. Pada tahap ini

guru menjelaskan tujuan pembelajaran, memberi motivasi pada siswa,

menyajikan materi pokok pelajaran, serta memantau pemahaman siswa tentang

materi yang disampaikan. Siswa harus benar-benar memperhatikan dan

memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa

bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat melakukan game,

karena skor game akan menentukan skor kelompok.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2) Tim

Tim terdiri dari empat atau enam siswa yang mewakili dari seluruh bagian

dari kelas dalam hal prestasi akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi

utama dari tim ini adalah memastikan bahwa anggota- anggota tim benar-benar

belajar. Pada kegiatan kelompok ini siswa benar-benar mempelajari materi

yang telah disajikan, sekaligus membantu teman sekelompok yang belum

menguasai materi tersebut. Kemudian siswa mengerjakan lembar kegiatan

yang diberikan guru. Lembar kegiatan itu harus dikerjakan dengan berdiskusi

di dalam kelompok. Jika ada pertanyaan yang belum dijawab di dalam

kelompok maka dapat ditanyakan kepada guru.

Tim merupakan komponen terpenting dalam pembelajaran kooperatif tipe

TGT. Tekanannya adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk

tim, dan tim juga melakukan yang terbaik untuk setiap anggotanya dalam

meningkatkan kemampuan akademik. Selain itu tim juga memberikan

perhatian dan penghargaan yang seimbang/ sama terhadap setiap anggota tim,

sehingga timbul rasa dihargai dan adanya penerimaan siswa dalam timnya.

3) Game/ Permainan

Game/ permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan

materi pada presentasi kelas dan pelaksanaan kegiatan kelompok/tim.

Permainan ini dirancang untuk menguji pengetahuan yang dicapai siswa.

Permainan dilakukan oleh tiga atau empat siswa yang berkemampuan sama/

setara dan masing-masing mewakili tim yang berbeda. Kelengkapan permainan

biasanya berupa pertanyaan atau soal dan kunci jawaban bernomor serta kartu

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bernomor. Siswa yang mendapat giliran mengambil kartu bernomor, membaca

pertanyaan dari nomor yang terambil dan berusaha menjawab pertanyaan.

4) Turnamen/ Pertandingan

Turnamen adalah sebuah struktur dimana permainan berlangsung.

Turnamen dilaksanakan pada akhir minggu atau unit setelah guru memberikan

presentasi kelas/ penyajian materi dan setiap tim sudah melaksanakan kerja

kelompok terhadap lembar kegiatan siswa. Dalam turnamen ini tiga atau empat

siswa yang berkemampuan sama/ setara dan masing-masing mewakili tim yang

berbeda bersaing dalam menjawab soal. Persaingan siswa ini memungkinkan

siswa dari semua tingkatan kemampuan menyumbangkan nilai maksimum bagi

timnya. Ilustrasi hubungan antar tim yang anggotanya heterogen dan meja

turnamen dengan anggota yang homogen adalah sebagai berikut:

Contoh penempatan siswa dalam tim pada meja turnamen

TIM A
A-1 A-2 A-3 A-4
Tinggi Sedang Sedang Rendah

Meja Meja Meja Meja


Turnamen 1 Turnamen 2 Turnamen 3
Turnamen 4

B-1 B-2 B-3 B-4 C-1 C-2


C-3 C-4
Tinggi Sedang Sedang Rendah Tinggi Sedang Sedang
Rendah
TIM B TIM C

Gambar 2.1 Penempatan Siswa Dalam Tim Pada Meja Turnamen


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar di atas mengilustrasikan penempatan siswa pada meja

turnamen berdasarkan ranking prestasi awal pada setiap tim. Meja turnamen 1

adalah meja tempat berkompetisi siswa dengan nilai prestasi awal tertinggi

dalam tim dan sebagai meja tertinggi tingkatannya dibanding meja 2. Meja

turnamen 2 lebih tinggi tingkatannya dari meja turnamen 3, sedangkan meja

turnamen 4 sebagai meja turnamen yang terrendah tingkatannya.

Setelah turnamen pertama, para siswa akan bertukar meja tergantung pada

skor tertinggi kedua tetap tinggal pada meja yang sama, dan skor yang paling

ditempatkan, untuk seterusnya mereka akan terus dinaikkan atau diturunkan

sampai mereka mencapai tingkat kinerja mereka yang sesungguhnya.

5) Penghargaan Tim

Tim-tim yang berhasil mendapatkan nilai rata-rata yang melebihi

kriteria tertentu diberi penghargaan berupa sertifikat atau penghargaan lain.

Kriteria yang ditentukan, sebagai berikut:

Tabel 2.2 Kriteria Penghargaan kelompok


Rata-rata poin kelompok Penghargaan kelompok
40 Kelompok Baik (Good Team)
45 Kelompok Hebat (Great Team)
50 Kelompok Super (Super Team)

Sumber : Robert E. Slavin (2010: 175)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran TGT

Berdasarkan pendapat di atas, langkah-langkah penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe TGT tersebut kemudian dikembangkan sesuai

dengan kebutuhan pelaksanaan penelitian ini, yakni sebagai berikut:

Langkah 1. Menyampaikan Tujuan dan Melakukan Apersepsi pada

siswa

Dalam langkah ini, guru menyampaikan semua tujuan yang ingin dicapai

pada pembelajaran, menginformasikan model pembelajaran yang akan

dilakukan yaitu model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dan

mengecek kemampuan prasyarat siswa dengan tanya jawab.

Langkah 2. Menyajikan Materi Pelajaran

Dalam langkah ini, guru menjelaskan materi pelajaran di depan kelas dan

setiap siswa harus memperhatikan penjelasan guru.

Langkah 3. Mengorganisasikan Siswa dalam Kelompok Belajar

Pembentukan kelompok ini disesuaikan dengan kriteria pembentukan

kelompok pada model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Guru membagi siswa

menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 siswa. Kelompok

yang terbentuk merupakan perpaduan dari perbedaan-perbedaan ditinjau dari

latar belakang sosial, jenis kelamin, dan kemampuan akademik siswa. Guru

memberi nama yang berbeda-beda kepada setiap kelompok.

Langkah 4. Membimbing Kelompok untuk Belajar

Dalam langkah ini, Guru membagikan LKS TGT, dengan tekun siswa

mencermati LKS yang telah diterimanya dan mempelajari buku/ sumber

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

informasi yang mendukung, selanjutnya guru memberikan penjelasan singkat

tentang cara mengerjakan LKS TGT , siswa memperhatikan dengan tekun dan

secara aktif serta kreatif menanyakan informasi yang kurang jelas.

Dipersilahkan siswa untuk mengerjakan LKS TGT sesuai dengan petunjuk,

guru memberikan motivasi dan bimbingan sepenuhnya, siswa mendiskusikan

dengan kelompoknya dan saling menjelaskan jawaban yang dikerjakan pada

teman dalam satu kelompok.

Diskusi kelompok harus berhasil memastikan bahwa setiap anggota

kelompok memahami jawaban pertanyaan atau masalah yang terdapat di dalam

LKS. Hal ini menjadi sangat penting karena keberhasilan suatu kelompok

sangat ditentukan oleh keberhasilan setiap anggota kelompok.

Langkah 5. Melakukan Diskusi Kelas

Dalam langkah ini, guru meminta perwakilan dari masing-masing

kelompok ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok atau

hasil jawaban dari pertanyaan yang ada di LKS. Langkah ini diakhiri dengan

mengarahkan siswa untuk memberikan kesimpulan atau jawaban yang tepat

dari semua pertanyaan yang didiskusikan.

Langkah 6. Permainan

Dalam langkah ini, siswa melaksanakan permainan. Permainan ini

dirancang untuk menguji pengetahuan yang dicapai siswa. Kelengkapan

permainan berupa pertanyaan atau soal dan kunci jawaban bernomor serta

kartu bernomor. Siswa yang mendapat giliran mengambil kartu bernomor,

membaca pertanyaan dari nomor yang diambil dan berusaha menjawab

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pertanyaan.

Langkah 7. Turnamen ( Pertandingan)

Pada pertemuan ke-7 pelaksanaan permainan diganti turnamen. Dalam

turnamen ini tiga atau empat siswa yang berkemampuan sama/ setara dan

masing-masing mewakili tim yang berbeda bersaing dalam menjawab soal.

Persaingan siswa ini memungkinkan siswa dari semua tingkatan kemampuan

menyumbangkan nilai maksimum bagi timnya. Dalam turnamen diperlukan

perangkat pembelajaran yaitu kelengkapan turnamen yang berisi satu lembar

pertanyaan bernomor, satu lembar kunci jawaban bernomor, satu lembar

pencatat skor. Pada awal permainan turnamen diumumkan penempatan meja

bagi siswa. Nomor peringkat meja turnamen diganti dengan nama/huruf,

sehingga siswa tidak tahu mana-mana meja yang tinggi dan mana meja yang

rendah tingkatannya. Apabila permainan sudah berakhir, peserta mencatat

jumlah kartu yang telah mereka menangkan pada lembar pencatat skor dalam

game I, jika masih ada waktu, para siswa mengerjakan soal yang lain lagi dan

memainkan game kedua sampai waktu habis dan mencatat nomor-nomor kartu

yang di menangkan pada game 2 pada lembar skor.

Perhitungan nilai kelompok menggunakan rumus sebagai berikut:

skor
x x100
axn

x = nilai

a = skor maksimum setiap meja turnamen

n = banyaknya meja turnamen yang diikuti

Kriteria penilaian pada penelitian ini adalah sebagai berikut


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 2.3 Kriteria penilaian

No Nilai Kategori
1 0 - 60 Kurang
2 61 - 75 Baik
3 76 - 100 Sangat
Baik

Aturan permainan
1. Setiap peserta menjawab benar mendapat skor 5, menjawab salah atau

tidak menjawab mendapat skor 0.

2. Kelompok dengan nilai tertinggi menjadi pemenang.

Langkah 8. Memberikan Penghargaan

Tahap terakhir adalah penghargaan kelompok. Berdasarkan kriteria

penilaian diatas, setiap kelompok mendapat penghargaan, ini dimaksudkan

supaya tidak ada kelompok yang tidak mendapat perhatian. Hal ini sangat

penting karena akan memotivasi anak dalam belajar. Kelompok dengan

sangat baik diberikan penghargaan berupa kartu ucapan berwarna hijau

dengan bintang lima disertai ucapan selamat atas kerja keras mereka.

Kelompok dengan kategori baik diberikan kartu ucapan berwarna kuning

dengan bintang empat disertai ucapan selamat atas kerja keras yang mereka

lakukan. Kelompok dengan kategori rendah diberikan kartu ucapan berwarna

merah disertai dengan kalimat motivasi. Berikut adalah contoh kartu ucapan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.2. Contoh kartu ucapan

Langkah 9. Kegiatan Penutup

Langkah ini diakhiri dengan mengarahkan siswa untuk membuat

rangkuman dan memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua

pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang telah didiskusikan,

kemudian wakil salah satu kelompok yang ditunjuk secara acak

mengkomunikasikan pengalamannya dalam bekerja di kelompok, dan guru

memberi tugas kepada siswa/PR.

c. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

Mencermati pendapat mengenai pengertian dan langkah-langkah

penerapannya, berikut adalah keunggulan model pembelajaran kooperatif

tipe TGT

1) Sesuai jika diterapkan pada setiap mata pelajaran.

2) Menuntut peran aktif setiap siswa dalam berdiskusi untuk mengkonstruksi

pemahamannya terhadap suatu konsep.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3) Dalam mengkonstruksi pemahaman terhadap suatu konsep, siswa yang

memiliki kemampuan akademik tinggi dapat membantu siswa yang memiliki

kemampuan akademik kurang tinggi.

4) TGT merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang menggabungkan kegiatan

belajar kelompok dengan kompetisi kelompok dalam pelaksanaan permainan

maupun turnamen.

Selain keunggulan tersebut, model pembelajaran kooperatif tipe TGT juga

memiliki kelemahan, yakni dalam pelaksanaan diskusi kelompok, diskusi kelas

maupun turnamen siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi dapat

lebih mendominasi kelompoknya. Hal ini dapat terjadi karena dalam model

pembelajaran kooperatif tipe TGT, tidak terdapat penekanan tanggung jawab

kepada setiap anggota kelompok untuk dapat menyampaikan hasil diskusi

kelompoknya saat pelaksanaan diskusi kelas.

Dalam pelaksanaan presentasi dalam model pembelajaran kooperatif tipe

TGT dapat diwakilkan oleh salah seorang anggota kelompok. Tidak menutup

kemungkinan bahwa tugas tersebut dibebankan kepada siswa yang memiliki

kemampuan akademis tinggi. Dengan demikian, siswa yang memiliki

kemampuan akademis tinggi akan lebih mendominasi diskusi kelas.

6. Model Pembelajaran Tipe Numbered Head Together (NHT)

a. Pengertian Model Pembelajaran Tipe Numbered Head Together (NHT)

Model pembelajaran tipe Numbered Head Together (NHT)

dikembangkan oleh Spencer Kagan tahun 1992 ( dalam Anita Lie 2008: 59).

Model pembelajaran ini memberi kesempatan kepada siswa untuk saling

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

membagikan ide dan mempertimbangkan jawaban yang tepat. Selain itu,

metode ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama

mereka. Model ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk

semua tingkatan usia anak didik.

Dalam model pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa dikelompokkan

menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari siswa dengan

kemampuan yang bervariasi (tinggi, sedang dan rendah). Di sini

ketergantungan positif dikembangkan, siswa yang berkemampuan kurang

terbantu oleh siswa yang berkemampuan lebih tinggi. Interaksi sosial terjadi

dalam kelompok ini, ada saling komunikasi, tatap muka, diskusi, dan

tanggung jawab.

Menurut Anita Lie (2008: 60) ada empat langkah pembelajaran kooperatif

tipe Numbered Head Together adalah:

1) Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam kelompok mendapat

nomor.

2) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya

3) Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan

memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.

4) Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil

melaporkan kerjasama mereka.

Guru merancang model pembelajaran kooperatif ini disesuaikan

dengan kemampuan siswa dan kebutuhan siswa agar berkembang secara

optimal. Dengan demikian proses pembelajaran berlangsung efektif. Setelah

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

selesai pembelajaran diharapkan ada perubahan tingkah laku.

b. Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran Tipe Numbered Head

Together (NHT)

Berdasarkan pendapat di atas, langkah-langkah penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT tersebut kemudian dikembangkan sesuai

dengan kebutuhan pelaksanaan penelitian ini, yakni sebagai berikut:

Langkah 1. Menyampaikan Tujuan dan Melakukan Apersepsi pada

siswa

Dalam langkah ini, guru menyampaikan semua tujuan yang ingin dicapai

pada pembelajaran, menginformasikan model pembelajaran yang akan

dilakukan yaitu model pembelajan Numbered Head Together (NHT) dan

mengecek kemampuan prasyarat siswa dengan tanya jawab.

Langkah 2. Menyajikan Materi Pelajaran

Dalam langkah ini, guru menjelaskan materi pelajaran di depan kelas dan

setiap siswa harus memperhatikan penjelasan guru.

Langkah 3. Mengorganisasikan Siswa dalam Kelompok Belajar

Pembentukan kelompok ini disesuaikan dengan kriteria pembentukan

kelompok pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi

siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 siswa dan

setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 4 atau 1 sampai 5. Kelompok

yang terbentuk merupakan perpaduan dari perbedaan-perbedaan ditinjau dari

latar belakang sosial, jenis kelamin, dan kemampuan akademik siswa. Guru

memberi nama yang berbeda-beda kepada setiap kelompok.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Langkah 4. Membimbing Kelompok untuk Belajar

Dalam langkah ini, Guru membagikan LKS NHT, dengan tekun siswa

mencermati LKS yang telah diterimanya dan mempelajari buku/ sumber

informasi yang mendukung, selanjutnya guru memberikan penjelasan singkat

tentang cara mengerjakan LKS NHT , siswa memperhatikan dengan tekun dan

secara aktif serta kreatif menanyakan informasi yang kurang jelas.

Dipersilahkan siswa untuk mengerjakan LKS NHT sesuai dengan petunjuk,

guru memberikan motivasi dan bimbingan sepenuhnya, siswa mendiskusikan

dengan kelompoknya dan saling menjelaskan jawaban yang dikerjakan pada

teman dalam satu kelompok.

Diskusi kelompok harus berhasil memastikan bahwa setiap anggota

kelompok memahami jawaban pertanyaan atau masalah yang terdapat di dalam

LKS. Hal ini menjadi sangat penting karena keberhasilan suatu kelompok

sangat ditentukan oleh keberhasilan setiap anggota kelompok.

Langkah 5. Melakukan Diskusi Kelas

Dalam langkah ini, guru ingin mengetahui pemahaman siswa dengan

memanggil salah satu nomor siswa dari setiap kelompok. Siswa dalam setiap

kelompok yang memiliki nomor sama dengan nomor yang dipanggil

mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas secara bergantian. Hasil

diskusi yang dipresentasikan merupakan hasil dari diskusi yang telah dilakukan

dalam kelompok. Langkah ini diakhiri dengan mengarahkan siswa untuk

memberikan kesimpulan atau jawaban yang tepat dari semua pertanyaan yang

didiskusikan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Langkah 6. Evaluasi

Setelah siswa mampu menyimpulkan materi pelajaran dengan benar, guru

memberikan tes kepada setiap siswa secara individual. Tes individual ini

dimaksudkan untuk menguji pemahaman siswa terhadap materi yang telah

didiskusikan dan setelah selesai mengerjakan, pekerjaan tersebut didiskusikan

pada kelompoknya untuk diberi saran atau masukan.

Langkah 7. Memberikan Penghargaan

Dalam langkah ini, guru memberikan penghargaan individu melalui skor

penghargaan berdasarkan perolehan poin prestasi belajar individual siswa.

Selain penghargaan individu, penghargaan juga diberikan kepada kelompok

terbaik.

Langkah 8. Kegiatan Penutup

Langkah ini diakhiri dengan mengarahkan siswa untuk membuat

rangkuman dan memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua

pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang telah didiskusikan,

kemudian wakil salah satu kelompok yang ditunjuk secara acak

mengkomunikasikan pengalamannya dalam bekerja di kelompok, dan guru

memberi tugas kepada siswa/PR.

c. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Mencermati beberapa pendapat mengenai pengertian dan langkah-langkah

penerapannya, keunggulan model pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah

sebagai berikut:

1) Sesuai jika diterapkan pada setiap mata pelajaran di sekolah.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2) Tidak ada siswa yang mendominasi dalam kelompok.

3) Setiap siswa dituntut untuk selalu siap dan bertanggung jawab penuh

terhadap pemahaman diri dan kelompok terhadap suatu konsep.

4) Dalam mengkonstruksi pemahaman terhadap suatu konsep, siswa yang

memiliki kemampuan akademik tinggi dapat membantu siswa yang

memiliki kemampuan akademik dibawahnya.

Selain keunggulan tersebut, model pembelajaran kooperatif tipe NHT

juga memiliki kelemahan, yakni sebagai berikut:

1) Pada saat pelaksanaan diskusi kelas, nomor yang sudah dipanggil

dimungkinkan akan dipanggil kembali oleh guru.

2) Pada pelaksanaan diskusi kelas, tidak semua anggota kelompok dengan

nomor tertentu dapat dipanggil oleh guru.

Untuk mengatasi kelemahan tersebut, seorang guru dapat membuat

catatan terkait dengan nomor-nomor yang sudah dipanggil dalam setiap

pertemuan. Untuk nomor yang belum dipanggil dapat dipanggil pada

pertemuan berikutnya.

7. Kemampuan Numerik

Pada dasarnya setiap orang dilahirkan dengan sejumlah

kecerdasan potensial yang siap dikembangkan. Menurut Gardner dalam JJ.

Reza dan Yeni (2009: 2-3) merumuskan delapan inteligensi yang bersama-

sama terdapat dalam diri anak-anak dan orang dewasa, yang disebut dengan

Multiple Intelligence

a. Linguistic Intelligence (Kecerdasan linguistik)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Logical Mathematical Intelligence (Kecerdasan Logika-Mathematika)

c. Visual-Spatial Intelligence (Kecerdasan Visual-Spasial)

d. Bodily - Kinesthetic Intelligence (Kecerdasan Kinestetik-Tubuh)

e. Musical Intelligence (Kecerdasan Musikal)

f. Interpersonal Intelligence ( Kecerdasan Interpersonal)

g. Intrapersonal Intelligence ( Kecerdasan Intrapersonal)

h. Naturalist Intelligence (Kecerdasan Naturalis)

Kecerdasan-kecerdasan tersebut tidak beroperasi secara sendiri-

sendiri. Kecerdasan-kecerdasan tersebut dapat digunakan pada satu waktu

yang bersamaan dan cenderung melengkapi satu sama lain saat seseorang

mengembangkan kemampuannya atau memecahkan permasalahan.

Logical Mathematical Intelligence (Kecerdasan Logika

Matematika) adalah kapasitas untuk menggunakan angka, berpikir logis

untuk menganalisa kasus atau permasalahan, dan melakukan perhitungan

matematis, menurut De Guire dalam (Ruseffendi, 1980: 48) kemampuan

matematis ini dikelompokkan menjadi:

a. Kemampuan Umum, yang mencakup kemampuan untuk menemukan dan

menggunakan hubungan-hubungan dalam berbagai tugas.

b. Kemampuan Numerik terdiri dari kemampuan dasar tentang bilangan dan

kemampuan mengadakan perhitungan yang mengandung penalaran dan

ketrampilan aljabar.

c. Kemampuan Penalaran, yang mencakup kemampuan mengadakan induksi,

kemampuan membuat penilaian dan integrasi.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

d. Kemampuan Keruangan, yang antara lain mencakup orientasi ruang,

visualisasi, dan hubungan dalam ruang.

e. Kemampuan Verbal, yang mencakup antara lain kemampuan membaca

komprehensif, pengetahuan tentang kata-kata atau istilah-istilah dan

kelancaran berbahasa.

f. Kemampuan Lain-lain.

Pada penelitian ini pembahasan dibatasi pada kemampuan numerik siswa

Sekolah Menengah Pertama, Kemampuan Numerik ditujukan untuk

mengukur kemampuan dasar tentang bilangan dan kemampuan

mengadakan perhitungan yang mengandung penalaran dan keterampilan

aljabar, dalam hal ini tes kemampuan numerik diserahkan pada Jasa

8. Hasil Pemeriksaan Psikologis (Tes Kemampuan Numerik)

Penjelasan hasil tes dari Biro Pelayanan Pemeriksaan konsultasi Psikologi

untuk mengukur kemampuan numerik pada penelitian ini sebagai berikut Tes

Kemampuan Diferensial (TKD) dikembangkan oleh Sudirgo Wibowo (saat ini

Guru Besar Fakultas Psikologi UI) ketika menyusun Disertasi untuk mencapai

gelar Doktor di Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia (UI) pada tahun

1976. TKD dikembangkan berdasarkan teori Multiple Intelligence dari Louis

Leon Thurstone yang dikemukakan pada tahun 1938 (dalam LPSP3, 2011)

Menurut Thurstone dalam (Wibowo, 1976 dalam LPSP3, 2011),

kecerdasan adalah -and-error existence with


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

alternative Thurstone berhasil

mengindentifikasikan 7 (tujuh) faktor kemampuan primer (primary mental

ability) dalam inteligensi. Ketujuh faktor itu adalah :

a. R (Reasoning): Kemampuan dalam menalar, yaitu keahlian dalam

serangkaian tugas penalaran induktif, penalaran deduktif, dan penalaran

aritmatika.

b. N (Number): Kemampuan untuk secara cepat dan akurat melakukan operasi

matematis.

c. M (Associative Memory): Kemampuan mengingat atau ingatan.

d. P (Perceptual Speed): Kecepatan dalam mempersepsikan detil visual,

perbedaan, persamaan, dan sejenisnya.

e. S (Space): Kemampuan untuk memvisualisasikan keruangan dan

mentransformasi gambar-gambar visual.

f. V (Verbal Comprehension): Kemampuan bahasa seperti kosakata,

pemahaman bacaan, dan analogi verbal.

g. W (Word Fluency): Kemampuan untuk membuat dan memanipulasi secara

cepat sejumlah kata-kata dengan karakteristik tertentu.

Awal mula TKD berasal dari Tes Inteligensi Umum (TINTUM) yang

dikembangkan oleh staf bagian Psikologi Eksperimen, Fakultas Psikolgi UI

pada tahun 1966, Sudirgo Wibowo beserta beberapa staf bagian Psikologi

Eksperimen Fakultas Psikologi UI mulai melakukan persiapan untuk menyusun

TKD. Pada awalnya, tes disusun untuk mengukur inteligensi umum.

Berdasarkan pertimbangan praktis maka akhirnya ditentukan penyusunan tes

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ini sedapat mungkin berdasarkan 7 kemampuan mental primer dari Thurstone.

Karena dikeluarkan pada tahun 1966, maka popular disebut

Dalam perkembangan selanjutnya, tes ini direvisi pada tahun 1969 menjadi

TINTU

Karena tes tersebut terutama akan digunakan sebagai tes secara klasikal

(kelompok atau massal), maka kemampuan Ingatan (M) tak dapat

dimanfaatkan. Selain itu, Penggunaan kemampuan Kelancaran Perkataan (W)

terbentur pada kesulitan dengan tidak tersedianya daftar frekuensi perkataan.

Dengan demikian, 5 kemampuan dari teori Thurstone ini dapat dimanfaatkan

dalam tes (Wibowo, 1976). Dari 5 kemampuan mental primer tersebut

kemudian menjadi 5 sub tes (Comprehension, Information, Analogi, Deret, dan

Aritmatika), yang disingkat C.I.A.D.Ar (dalam LPSP3, 2011).

Pada tahap awal penyusunan tes, dilakukan pengujian pada mahasiswa

Fakultas Psikologi UI tingkat persiapan yang diterima pada tahun akademis

1967 yang berjumlah 72 orang. Selain itu, pada awal tahun 1967 tes ini

digunakan untuk menyeleksi calon mahasiswa Fakultas Kedokteran, UI. Tes

tersebut juga digunakan untuk menyeleksi calon mahasiswa Akademi Minyak

dan gas Bumi (AKAMIGAS) pada tahun 1968 hingga 1969 (Wibowo, 1976).

Dari penggunaan untuk seleksi tersebut telah dilakukan revisi pada sejumlah

itemnya (dalam LPSP3, 2011).

masih dianggap relevan dalam mengukur kecerdasan atau inteligensi umum

seseorang, yang diadaptasikan kedalam kondisi alam Indonesia. Baru pada

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tahun 1976, Sudirgo Wibowo dalam disertasinya dengan TINTUM sebagai

obyek penelitiannya (untuk mengukur kemampuan diferensial bagi seseorang)

kemampuan diferensial seseorang, dan bukan lagi sebagai alat ukur inteligensi.

Setelah terbukti sebagai alat ukur kemampuan differensial, TINTUM diubah

namanya menjadi Tes Kemampuan Diferensial (disingkat TKD) (dalam

LPSP3, 2011).

TKD terdiri dari 10 sub tes yang mengukur 5 kemampuan mental primer

menurut teori Thurstone. Lima kemampuan mental primer tersebut kemudian

dijabarkan kedalam subtes TKD, yaitu :

a. Comprehension (Pengertian Umum), mengukur faktor V.

b. Information (Menyelesaikan Kalimat), mengukur faktor V.

c. Analogi Verbal, mengukur faktor V.

d. Logika (Pernyataan-pernyataan), mengukur faktor R.

e. Aritmatika (Hitungan), mengukur faktor N.

f. Deret Angka, mengukur faktor R.

g. Sinonim (Melengkapi Kalimat), mengukur faktor V.

h. Differences (Mencari Ketidaksamaan), mengukur faktor R.

i. Completion (Menyusun Potongan Gambar), mengukur faktor S.

j. Perception (Membedakan antara 2 gambar), mengukur faktor P.

Setiap sub tes TKD, memiliki instruksi dan batas waktu pengerjaan yang

berbeda. Selain itu, sub tes-sub tes TKD dapat diadministrasikan terpisah atau

bersamaan. Karena disusun berdasarkan teori inteligensi dari Thurstone, maka

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

setiap sub tes TKD harus diskor sendiri dan diinterpretasikan secara terpisah.

Artinya, pada TKD tidak akan diperolah sebuah skor tunggal (misalnya, skor

IQ) (dalam LPSP3, 2011). Dengan demikian, TKD merupakan alat diagnostik

untuk mengukur kemampuan diferensial seseorang dalam sejumlah aspek. Tes

ini dapat digunakan secara klasikal (kelompok atau massal) maupun individual,

pada bidang pendidikan (seperti seleksi mahasiswa) maupun industri /

organisasi (seperti seleksi atau penempatan karyawan). TKD sejak tahun 1981

digunakan untuk perekrutan calon karyawan di sejumlah perusahaan dan

instansi. TKD juga banyak digunakan untuk siswa SLTP dan SLTA (dalam

LPSP3, 2011).

Pada penelitian ini, untuk mengukur kemampuan numerik peneliti

menggunakan sub tes yang kelima. Sedangkan penilaian kemampuan numerik

dalam penelitian didasarkan atas norma yang telah disusun oleh Yulianto

(2011). Hasil penelitian dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu tinggi,

sedang dan rendah.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Tidak ada model pembelajaran yang efektif untuk setiap orang dan

efektif untuk setiap topik maupun setiap mata pelajaran. Setiap

model pembelajaran memiliki karakteristik tersendiri, setiap guru juga

memiliki gaya dan kemampuan tersendiri dalam menerapkan model

pembelajaran. Oleh karena itu perbedaan model pembelajaran

memungkinkan juga memberikan pengaruh yang berbeda terhadap hasil

belajar. Telah banyak penelitian yang dilakukan tentang efektivitas

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

suatu model pembelajaran, diantaranya:

Pembelajaran matematika dengan model kooperatif Tipe Teams Games

Tournament (TGT) terhadap hasil belajar Matematika Ditinjau Dari

menyatakan bahwa Prestasi belajar siswa dengan model Teams Games

Tournament (TGT) lebih baik dibandingkan dengan model Pembelajaran

Langsung. Kesamaan penelitian di atas dengan penelitian yang akan

dilakukan terletak pada penelitiannya yaitu sama-sama menyoroti model

pembelajaran yang dikhususkan pada model pembelajaran tipe Teams

Games Tournament (TGT), sedangkan perbedaannya adalah pada

penelitian di atas meneliti model pembelajaran tipe Teams Games

Tournament (TGT) sebagai kelas eksperimen dan model Pembelajaran

Langsung sebagai kelas kontrol ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa,

sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti menyoroti dua model

pembelajaran, yaitu TGT dan NHT keduanya sebagai kelas eksperimen dan

ditinjau dari Kemampuan Numerik Siswa, subjek dan pokok bahasan yang

diteliti juga berbeda.

ran

Kooperatif Tipe Numbered Heads Together pada Operasi Hitung

Campuran Ditinjau dari Motivasi Belajar siswa kelas V SD Negeri se-

menggunakan metode kooperatif tipe Numbered Heads Together lebih

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

baik dari pada menggunakan model pembelajaran langsung pada siswa se-

Kecamatan Tegalombo. Kesamaan penelitian di atas dengan penelitian ini

terletak pada penelitiannya yaitu sama-sama menyoroti model

pembelajaran yang dikhususkan pada model pembelajaran tipe Numbered

Heads Together , sedangkan perbedaannya adalah pada penelitian di atas

ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa, sedangkan penelitian yang akan

dilakukan ditinjau dari Kemampuan Numerik Siswa, subjek dan pokok

bahasan yang diteliti juga berbeda.

3. Mahedy,L; Michielli-Pendl,J; Barbara Harper,G tahun 2006 dalam jurnal

internasional yang berjudul

and Without an Incentive Package on the Science Test Performance of a

dalam penelitian ini menggunakan tiga

desain pembelajaran yaitu Incentive

Package, Numbered Heads Together, and Whole group question and answer

result

indicated that both NHT+I, and NHT were superior to the traditional

WGQA NHT+I dan NHT secara prestasi

lebih unggul dari pada pembelajaran dengan WGQA. Kesamaan penelitian di

atas dengan penelitian berikut ini terletak pada penelitiannya yaitu sama-sama

menyoroti model pembelajaran yang dikhususkan pada model pembelajaran

tipe Numbered Heads Together, sedangkan perbedaannya adalah pada

penelitian diatas menggunakan tiga desain pembelajaran, sedangkan

penelitian yang akan dilakukan menggunakan dua desain pembelajaran yang

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ditinjau dari Kemampuan Numerik Siswa, subjek dan pokok bahasan yang

diteliti juga berbeda.

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teori yang diuraikan diatas maka dapat dikemukakan

kerangka berpikir dalam penelitian ini bahwa prestasi belajar matematika

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah model pembelajaran dan

tingkat kemampuan numerik dari siswa.

Penggunaan model pembelajaran sangat berpengaruh dalam menentukan

prestasi belajar siswa, semakin bagus dan sesuai suatu model pembelajaran maka

semakin besar peluang keberhasilan proses belajar mengajar yang ditunjukkan

dari prestasi belajar siswa yang bagus. Prestasi belajar yang mendapat

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT

akan berbeda dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Model pembelajaran tipe Teams Games Tournament (TGT) mempunyai lima

komponen utama: (1) Penyajian Presentasi Kelas, (2) Tim / Kelompok yang

terdiri dari 4-5 anggota, (3) Game / Permainan, (4) Turnamen / Pertandingan, (5)

Penghargaan kelompok, karena pada model pembelajaran kooperatif tipe TGT

mengandung unsur permainan dan penguatan (reinforcement) memungkinkan

siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab,

kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar. Proses belajar bagi siswa

yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih bermakna

dibandingkan siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT, setiap siswa dituntut untuk

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

terlibat secara total untuk mengkonstruksi pemahamannya melalui diskusi

kelompok sehingga memiliki pemahaman yang optimal untuk mengikuti

permainan/ game maupun turnamen / pertandingan. Dalam model pembelajaran

kooperatif tipe NHT, setiap siswa dituntut berperan aktif dalam melaksanakan

diskusi kelompok. Hanya saja, dalam penerapan model pembelajaran kooperatif

tipe NHT tidak terdapat turnamen yang menuntut tanggung jawab lebih pada

keberhasilan kelompoknya dibandingkan tanggung jawab kelompok dalam

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Sehingga model

pembelajaran kooperatif tipe TGT dimungkinkan memberikan hasil belajar yang

lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran

NHT pada materi Operasi Bentuk Aljabar.

Kemampuan numerik siswa terhadap suatu konsep matematika juga

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar

matematika. Siswa yang memiliki kemampuan numerik tinggi akan terlihat

lebih aktif dan antusias dalam mengikuti pembelajaran. Sebaliknya, siswa

yang memiliki kemampuan numerik rendah akan terlihat pasif dalam

mengikuti pembelajaran. Semakin tinggi kemampuan numerik siswa

semakin tinggi pula usahanya untuk mengetahui dan memahami konsep

matematika tersebut. Berdasarkan uraian di atas, dimungkinkan prestasi

belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan numerik tinggi lebih

baik dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki

kemampuan numerik sedang maupun rendah, dan prestasi belajar mate-

matika siswa yang memiliki kemampuan numerik sedang lebih baik

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan

numerik rendah.

Model pembelajaran bukanlah satu-satunya faktor yang berpengaruh

terhadap prestasi belajar. Kemampuan numerik siswa juga berpengaruh

terhadap prestasi belajar. Karena ada perbedaan tingkat kemampuan

numerik, maka ada kemungkinan bahwa suatu model tidak selalu cocok

untuk semua siswa. Siswa yang memiliki kemampuan numerik tinggi dan

sedang akan mendapat prestasi yang lebih baik jika mendapat pembelajaran

dengan model TGT daripada model NHT, karena mereka lebih cepat

beradaptasi dengan model pembelajaran yang menggunakan turnamen,

sedangkan siswa yang memiliki kemampuan numerik rendah prestasi

belajarnya akan sama baik dengan model pembelajaran TGT maupun NHT,

karena siswa yang memiliki kemampuan numerik rendah akan lebih lama

dalam memahami suatu materi, sehingga tidak ada bedanya menggunakan

model pembelajaran TGT maupun NHT.

Kerangka berpikir di atas dapat digambarkan dalam bentuk bagan

sebagai berikut:

Pembelajaran
kooperatif

Prestasi
siswa

Potensi
Kemampuan

Gambar 2.3 Paradigma Pemikiran


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir maka dapat

dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Prestasi belajar matematika siswa yang memperoleh pembelajaran dengan

model kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) pada materi operasi

bentuk aljabar lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran dengan

model Numbered Head Together (NHT).

2. Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai nilai kemampuan numerik

lebih tinggi, lebih baik dari siswa yang mempunyai nilai kemampuan numerik

dibawahnya.

3. Siswa yang mempunyai kemampuan numerik tinggi akan lebih baik prestasi

belajarnya jika menggunakan pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)

daripada menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together

(NHT).

4. Siswa yang mempunyai kemampuan numerik sedang akan lebih baik prestasi

belajarnya jika menggunakan pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)

daripada menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together

(NHT).

5. Siswa yang memiliki kemampuan numerik rendah prestasi belajar siswa akan

sama baik jika mendapat perlakuan dengan model pembelajaran Teams

Games Tournaments (TGT) maupun dengan model pembelajaran kooperatif

Numbered Head Together (NHT).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat, Subyek dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Kabupaten Karanganyar selain SMP

RSBI dengan subyek penelitian siswa kelas VII tahun pelajaran 2011 2012.

Penelitian dilaksanakan pada tahun pelajaran 2011 2012 yaitu mulai bulan Mei

2011 sampai bulan Januari 2012 dengan alasan materi operasi bentuk aljabar

diberikan pada semester gasal dengan beberapa tahap penelitian sebagai berikut :

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

Waktu
No Kegiatan
Mei Juni Juli Agst Sept Des Jan
No
p

1 Pengajuan Judul
2 Penyusunan Proposal
3 Seminar Proposal
4 Pengajuan Instrumen
5 Pengajuan Ijin Penelitian
6 Pengambilan Data
7 Pengolahan Data
8 Penyusunan Laporan
9 Pelaporan Hasil Penelitian

B. Jenis Penelitian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu. Alasan

digunakan penelitian eksperimental semu adalah peneliti tidak mungkin

mengontrol semua variabel yang relevan kecuali variabel yang akan diteliti.

Langkah dalam penelitian ini adalah dengan cara mengusahakan timbulnya

variabel-variabel dan selanjutnya dikontrol untuk dilihat pengaruhnya terhadap

prestasi belajar matematika sebagai variabel terikat. Sedangkan variabel bebas

yang dimaksud adalah model pembelajaran dan kemampuan numerik.

Penelitian ini menggunakan desain faktorial 2 x 3 dengan teknik analisis

varian (ANAVA), yaitu suatu desain penelitian yang digunakan untuk meneliti

pengaruh dari perlakuan model pembelajaran yang berbeda dari dua kelompok

yang dihubungkan dengan tinggi rendahnya kemampuan numerik siswa terhadap

prestasi belajar matematika. Desain yang digunakan digambarkan dalam bagan

berikut :

Tabel 3.2 Desain Penelitian


Kemampuan Numerik (B) Tinggi Sedang Rendah
ModelPembelajaran (A) (b1) (b2) (b3)
TGT (a1) (ab)11 (ab)12 (ab)13
NHT (a2) (ab)21 (ab)22 (ab)23

a l = model pembelajaran TGT

a 2 = model pembelajaran NHT

b1 = kemampuan numerik tinggi

b2 = kemampuan numerik sedang

b3 = kemampuan numerik rendah

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Prosedur dalam pengujian dengan menggunakan analisis variansi dua

jalan dengan jalan sel tak sama, yaitu :

Desain penelitian tersebut berbentuk matriks yang terdiri atas enam sel.

Secara umum setiap selnya dapat dijelaskan sebagai berikut : Model

Pembelajaran (A) dan Kemampuan Numerik (B). Indek a 1 menunjukkan Model

Pembelajaran TGT dan Indek a 2 menunjukkan model pembelajaran NHT, sedang

b1, b2, dan b3 menunjukkan Kemampuan Numerik tinggi, sedang dan rendah.

ab11 menunjukkan prestasi kelompok siswa yang berkemampuan numerik tinggi

diberi perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran TGT, ab12

menunjukkan prestasi kelompok siswa yang berkemampuan numerik sedang

diberi perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran TGT, ab13

menunjukkan prestasi kelompok siswa yang berkemampuan numerik rendah

diberi perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran TGT, ab21

menunjukkan prestasi kelompok siswa yang berkemampuan numerik tinggi

diberi perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran NHT, ab22

menunjukkan prestasi kelompok siswa yang berkemampuan numerik sedang

diberi perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran NHT, ab23

menunjukkan prestasi kelompok siswa yang berkemampuan numerik rendah

diberi perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran NHT.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut pendapat Sugiyono (2009 : 80) populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas obyek / subyek yang mempunyai kualitas dan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulan. Dalam hal ini populasinya adalah seluruh

siswa kelas VII SMP Negeri Se-Kabupaten Karanganyar kecuali sekolah

RSBI pada tahun p el ajaran 2011 / 2012, sejumlah 73 sekolah. Daftar SMP di

Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Lampiran 1.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratified cluster random

sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Se-

Kabupaten Karanganyar semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012. Tahapan

sampling yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu dari 73 SMP yang ada di

Kabupaten Karanganyar terlebih dahulu diurutkan berdasarkan nilai rata-rata

mata pelajaran matematika siswa pada ujian nasional tahun pelajaran

2010/2011. Selanjutnya, urutan tersebut dikelompokkan menjadi tiga

kelompok, yakni kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokan ini

didasarkan pada asumsi normal, dengan ketentuan sebagai berikut.

a. Kelompok tinggi, jika > + 0,5 s.

b. Kelompok sedang jika - 0,5 + 0,5 s.

c. Kelompok rendah jika < - 0,5 s.

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap data rerata nilai matematika

peserta didik pada ujian nasional tahun pelajaran 2010/2011, diperoleh rerata

sebesar 6,09 dan simpangan baku sebesar 1,08. Dengan demikian,

kelompok tinggi merupakan kelompok SMP dengan rerata nilai matematika

peserta didik pada ujian nasional tahun pelajaran 2010/2011 lebih dari 6,63.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kelompok sedang merupakan kelompok SMP dengan rerata nilai matematika

peserta didik pada ujian nasional tahun pelajaran 2010/2011 kurang dari atau

sama dengan 6,63 dan lebih dari atau sama dengan 5,55. Kelompok rendah

adalah kelompok SMP dengan rerata nilai matematika peserta didik pada ujian

nasional tahun pelajaran 2010/2011 kurang dari 5,55. Perhitungan

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

Mencermati urutan SMP di Kabupaten Karanganyar, kelompok tinggi

terdiri dari SMP dengan urutan 1-25 yang beranggotakan 25 SMP. Daftar SMP

yang termasuk dalam kelompok tinggi. Kelompok sedang terdiri dari SMP

dengan urutan 26-50 yang beranggotakan 25 SMP. Daftar SMP yang termasuk

dalam kelompok sedang. Kelompok rendah terdiri dari SMP dengan urutan 51-

73 yang beranggotakan 23 SMP. Daftar SMP yang termasuk dalam kelompok

rendah dapat dilihat pada Lampiran 3.

Dari tiga kelompok SMP tersebut, diambil secara acak masing-masing

satu SMP sedemikian sehingga diperoleh satu SMP dari kelompok tinggi, satu

SMP dari kelompok sedang, dan satu SMP dari kelompok rendah. Selanjutnya,

dari masing-masing SMP yang terpilih, diambil secara acak masing-masing

dua kelas. Dari dua kelas yang diperoleh, satu kelas digunakan sebagai kelas

eksperimen satu dan satu kelas lain digunakan sebagai kelas eksperimen dua.

Untuk memenuhi asumsi acak, pemilihan SMP, kelas ekperimen satu,

dan kelas eksperimen dua dilakukan melalui pengundian. Hasil pengundian

tersebut adalah sebagai berikut.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

a. SMP Negeri 3 Karanganyar sebagai SMP dari kelompok tinggi dengan

kelas VIIC sebagai kelas eksperimen satu, yakni kelas yang dikenai model

pembelajaran kooperatif tipe TGT dan kelas VIID sebagai kelas eksperimen

dua, yakni kelas yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

b. SMP Negeri 4 Karanganyar sebagai SMP dari kelompok sedang dengan

kelas VIIF sebagai kelas eksperimen satu, yakni kelas yang dikenai model

pembelajaran kooperatif tipe TGT dan kelas VIIG sebagai kelas eksperimen

dua, yakni kelas yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

c. SMP Negeri 2 Tasikmadu sebagai SMP dari kelompok rendah dengan kelas

VIIF sebagai kelas eksperimen satu, yakni kelas yang dikenai model

pembelajaran kooperatif tipe TGT dan kelas VIIE sebagai kelas eksperimen

dua, yakni kelas yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Dengan demikian, penelitian ini menggunakan tiga kelas eksperimen

satu dan tiga kelas eksperimen dua.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Variabel Penelitian

Dalam Penelitian ini variabelnya ada 2 (dua) yaitu variabel terikat

dan variabel bebas. Sebagai variabel terikat adalah prestasi belajar matematika

siswa. sedangkan variabel bebas adalah model pembelajaran, dan

kemampuan numerik.

a. Variabel Terikat

1). Prestasi belajar matematika

a) Definisi operasional
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Prestasi belajar matematika yang dimaksud adalah nilai tes yang

diperoleh siswa dari hasil tes matematika pada materi Operasi

bentuk aljabar.

b) Indikator

Mengetahui prestasi belajar matematika setelah memperoleh

perlakuan/pembelajaran.

c) Skala pengukuran : interval

d) Simbol : abij (i = 1, 2 dan j = 1, 2, 3)

i = 1, 2 ;

1 = Model pembelajaran TGT

2 = Model pembelajaran NHT

j = 1, 2, 3 ;

1 = Kemampuan numerik Tinggi

2 = Kemampuan numerik Sedang

3 = Kemampuan numerik Rendah

b. Variabel Bebas

1) Model Pembelajaran

a) Definisi operasional

Model pembelajaran adalah suatu konsep atau cara yang dapat

digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif dalam penelitian ini

ada dua yaitu model pembelajaran Teams Games Tournament

(TGT) dan Numbered Head Together (NHT) masing-masing sebagai

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kelompok eksperimen.

b) Indikator

Perlakuan terhadap kelas eksperimen satu dengan model

pembelajaran TGT dan kelas eksperimen dua dengan model

pembelajaran NHT

c) Skala pengukuran : skala nominal dengan dua kategori yaitu model

pembelajaran kooperatif TGT dan model pembelajaran kooperatif

NHT.

d) Simbol : A

2). Kemampuan Numerik

a) Definisi operasional

Kemampuan Numerik terdiri dari kemampuan dasar tentang

bilangan dan kemampuan mengadakan perhitungan yang

mengandung penalaran dan keterampilan aljabar.

b) Indikator

Hasil tes kemampuan numerik yang dilakukan oleh psikolog dari

Surakarta.

c) Skala Pengukuran Skala interval diubah dalam skala ordinal dengan

klasifikasi: tinggi, sedang dan rendah. Pengelompokan tinggi,

sedang, rendah didasarkan pada asumsi normal, dengan ketentuan

sebagai berikut: Kelompok tinggi, jika > + 0,5 s, kelompok

sedang jika

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

- 0,5 + 0,5 s. dan rendah jika < - 0,5 s.

d) Simbol : B

2. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk mengumpulkan data

adalah metode dokumentasi dan metode tes.

a. Metode Dokumentasi

Metode Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data

mengenai kemampuan awal siswa yang diambil dari nilai matematika peserta

didik pada Ujian Nasional SD kelas VI tahun pelajaran 2010/2011 diperoleh

dari dokumen sekolah yang digunakan dalam menguji keseimbangan antara

kelas eksperimen satu dan kelas eksperimen dua. prestasi belajar matematika

diperoleh melalui tes prestasi belajar dan nilai tes kemampuan numerik siswa

berbentuk pilihan ganda.

b. Metode Tes

Tes dalam penelitian ini digunakan tes kemampuan numerik yang

dilaksanakan pada awal penelitian dan tes prestasi untuk mengungkap prestasi

belajar siswa yang dilaksanakan setelah berakhirnya proses pembelajaran.

Tujuan dilaksanakan tes kemampuan numerik untuk mengumpulkan data

kemampuan numerik siswa, sedangkan tes prestasi untuk mengumpulkan

data prestasi belajar matematika pada materi operasi bentuk aljabar.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

E. Instrumen Penelitian

1. Penyusunan Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data menggunakan

tes prestasi belajar dan tes kemampuan numerik

a. Tes Prestasi

Tes Prestasi menggunakan tes tertulis yang berbentuk pilihan ganda dengan

empat pilihan jawaban yang tersedia. Tiap soal mempunyai bobot yang

sama, yaitu 1 untuk jawaban yang benar dan 0 untuk jawaban yang salah.

Dalam penyusunan butir tes ini dilakukan langkah sebagai berikut:

1) Menentukan pokok materi

2) Menyusun kisi-kisi yang sesuai dengan materi operasi bentuk aljabar

3) Menulis butir-butir soal tes

4) Menelaah butir soal

5) Melakukan Uji coba

6) Melakukan analisis item soal

7) Mengambil keputusan apakah butir soal itu dipakai, direvisi, atau

dibuang.

b. Tes Kemampuan Numerik

Tes Kemampuan Numerik pada penelitian ini dilakukan oleh psikolog dari

Surakarta,

sehingga peneliti tidak membuat tes kemampuan numerik.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Uji Coba Instrumen

Uji coba instrumen sangat diperlukan dalam suatu penelitian untuk

mengetahui apakah instrumen tersebut layak digunakan dalam penelitian. Tes

yang digunakan pada tes prestasi maupun tes kemampuan numerik berupa tes

obyektif berbentuk pilihan ganda. Sebelum digunakan untuk mengambil data

penelitian, instrumen tersebut diuji terlebih dahulu dengan uji validitas dan

reliabilitas untuk mengetahui kualitas instrumen. Sedangkan untuk menguji

butir instrumen digunakan uji daya pembeda dan tingkat kesukaran.

3. Analisis instrumen

a. Uji Validitas Isi

Berdasarkan pada tujuan diadakannya tes prestasi belajar yaitu

untuk mengetahui apakah prestasi belajar yang ditampakkan secara

individual dapat pula ditampakkan pada keseluruhan (universe) situasi,

maka uji validitas yang dilakukan pada metode tes ini adalah uji validitas

isi.

Menurut Budiyono (2003: 58) supaya tes mempunyai validitas isi,

harus diperhatikan hal-hal berikut:

1) Bahan uji/tes harus merupakan sampel yang representatif untuk mengukur

sampai seberapa jauh tujuan pembelajaran tercapai ditinjau dari materi yang

diajarkan maupun dari sudut proses belajar.

2) Titik berat bahan yang diujikan harus seimbang dengan titik berat bahan yang

diajarkan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3) Tidak diperlukan pengetahuan lain yang tidak atau belum diajarkan untuk

menjawab soal-soal ujian dengan benar.

Untuk menilai apakah soal tes mempunyai validitas isi yang tinggi,

yang biasanya dilakukan adalah melalui experts judgment (penilaian yang

dilakukan oleh para pakar) dalam hal ini adalah guru-guru matematika

SMP, yang akan menilai apakah kisi-kisi yang dibuat oleh pembuat tes

telah menunjukkan bahwa klasifikasi kisi-kisi telah mewakili isi (substansi)

yang akan diukur. Langkah berikutnya para penilai menilai apakah masing-

masing butir tes yang telah disusun cocok atau relevan dengan klasifikasi

yang telah ditentukan.

b. Reliabilitas

Digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengukuran tersebut

memberikan hasil relatif tidak berbeda bila dilakukan kembali pada subjek

yang sama. Untuk mengetahui tingkat reliabilitas digunakan rumus Kuder-

Richardson / KR-20 (digunakan untuk mencari reliabilitas setiap butir yang

hanya mempunyai dua kategori skor, yaitu benar atau salah, seperti

misalnya tes pilihan ganda. Rumus Kuder-Richardson / KR-20 berbentuk

sebagai berikut.

n st2 pi qi
r 11 = 2
n 1 s t

dengan : r11 = indeks reliabel instrumen

n = banyaknya butir instrumen

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pi = proporsi banyak subjek yang menjawab benar pada butir

ke-i

qi = 1- pi , i

= variansi total

(Budiyono, 2003: 69)

Dalam penelitian ini disebut reliabel apabila indeks reliabilitas yang

diperoleh melebihi 0,70 ( r11 0,70 ).

4. Analisis Butir soal

a. Daya Pembeda

Suatu butir soal mempunyai daya beda baik jika siswa pandai menjawab benar

butir soal lebih banyak daripada siswa yang tidak pandai. Daya beda suatu

butir soal dapat dipakai untuk membedakan siswa yang pandai dan tidak

pandai. Sebagai tolok ukur pandai dan tidak pandai adalah skor total dari

sekumpulan butir yang dianalisis. Rentangan daya beda adalah -

Mohamad Nur (1987: 140) memberikan petunjuk seperti berikut untuk

menafsirkan nilai D apabila kedua kelompok atas dan bawah itu ditetapkan

menurut skor tes total sebagai berikut:

1)

2)

3)

disisihkan sehingga memerlukan revisi.

4)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Untuk keperluan pengambilan data dalam penelitian ini digunakan butir soal

dengan daya beda lebih dari atau sama dengan 0,3, sedangkan untuk penentuan

kelompok atas dan bawah ditentukan dengan rumus = . Kelompok atas

jika Y , dan kelompok bawah jika Y < Y adalah skor total setiap item

soal pada masing-masing responden, N adalah jumlah responden. Ada

beberapa cara untuk mengukur daya beda, pada penelitian ini menggunakan

cara klasik, yaitu

D= - ,

Keterangan:

Ba : banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar

Bb : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Na : banyaknya peserta kelompok atas

Nb : banyaknya peserta kelompok benar

b. Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang mempunyai tingkat kesukaran yang

memadai, artinya tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Untuk

menentukan tingkat kesukaran butir-butir soal digunakan rumus:

P=

dengan P = Indeks kesukaran

B = Banyaknya peserta tes yang menjawab benar

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

J s = Banyaknya peserta tes

( Suharsimi Arikunto, 2007: 208 )

Untuk memperoleh skor yang menyebar, nilai P harus makin mendekati 0,5.

Makin besar nilai P, butir soal makin mudah dan jumlah siswa yang menjawab

benar semakin banyak. Dalam penelitian ini soal dianggap baik jika 0,30 P

0,70.

F. Teknik Analisis Data

1. Uji Prasyarat Analisis

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel yang diperoleh

berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini,

uji normalitas yang digunakan adalah metode Lilliefors dengan prosedur sebagai

berikut.

1) Hipotesis Uji:

H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

H1 : Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

2) Tingkat signifikansi:

3) Statistik Uji:

L Maks F(zi ) S(z i ) dengan F(zi ) P(Z z i ); Z ~ N(0,1);

S( zi ) = proporsi banyaknya Z zi terhadap seluruh z t, dengan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dengan kata lain S( zi ) adalah proporsi banyaknya Z z i terhadap banyaknya

Xi X
data z i dengan X : rataan samp el dan s : standar deviasi samp el
s

4) Daerah Kritik: DK = L L L n
dengan n ukuran populasi

5) Keputusan uji: Tolak H 0 jika L DK

Budiyono (2009: 170-171)

b. Uji Homogenitas variansi

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah populasi penelitian

mempunyai variansi yang sama atau tidak. Untuk menguji homogenitas ini

digunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi kuadrat yang memiliki

prosedur sebagai berikut.

1) Hipotesis

2 2 2
H0 : 1 2 ... k (variansi populasi homogen)

k = 2 untuk model pembelajaran

k = 3 untuk kategori tes kemampuan numerik

H1 : tidak semua variansi sama (variansi populasi tidak homogen)

2) Statistik Uji yang digunakan :

k
2,303
2
(f logRKG - fj log sj2 )
c j 1

2 2
dengan : ~ (k 1)

1 1 1
c 1 ;
3(k 1) fj f

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2
SS j 2 Xj
RKG ; SS j Xj
fj nj

Keterangan :

k : banyaknya populasi

k = 2 untuk model pembelajaran

k = 3 untuk kategori tes kemampuan numerik

f : derajat kebebasan RKG = N k

N : banyaknya seluruh nilai (ukuran)

fj : derajat kebebasan untuk sj2 = nj

nj : cacah pengukuran pada sampel ke-j

3) Taraf signifikansi

4) Daerah Kritik (DK)

2 2 2
DK= | :k 1

5) Keputusan uji

2
H0 ditolak jika obs terletak di daerah kritik

6) Kesimpulan:

Populasi-populasi homogen jika H0 diterima

Populasi-populasi tidak homogen jika H0 ditolak.

(Budiyono, 2009: 176-177)

2. Uji Keseimbangan

Uji ini dilakukan pada saat kedua kelompok belum dikenai perlakuan

bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelompok tersebut seimbang

(kesamaan rerata) antara kemampuan awal kelas model pembelajaran TGT


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dan kelas model pembelajaran NHT. Dalam penelitian ini, uji keseimbangan

menggunakan uji-t dan sebelum dilaksanakan uji keseimbangan terlebih

dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas

Langkah langkahnya dengan Uji-t sebagai berikut:

a. Hipotesis

H0 : 1 2 (kedua kelompok memiliki kemampuan awal sama)

H1 : 1 2 (kedua kelompok memiliki kemampuan awal berbeda)

b. Taraf signifikansi = 0,05

c. Statistik uji yang digunakan :

X1 X 2
t ~ t (n 1 n 2 )
2
1 1
sp
n1 n2

Keterangan :

X 1 = mean dari sampel kelompok pembelajaran kooperatif TGT

X2 mean dari sampel kelompok pembelajaran kooperatif NHT

n1 = ukuran sampel kelompok pembelajaran kooperatif TGT

n2 = ukuran sampel kelompok pembelajaran kooperatif NHT

2 2
2 (n1 1)s1 (n 2 1)s 2
sP 2 variansi gabungan, di mana s p
n1 n 2 2

d. Daerah Kritik

DK = t | t t 2 ; n1 n2 2 atau t t 2 ; n1 n2 2

e. Keputusan Uji

H0 ditolak jika t DK
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

f. Kesimpulan

1) Kedua kelompok memiliki kemampuan awal sama jika H0

diterima.

2) Kedua kelompok memiliki kemampuan awal berbeda jika H0

ditolak.

(Budiyono, 2009: 157)

3. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis digunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak

sama memiliki model data sebagai berikut:

Xijk i j ( ij ijk

Keterangan :

X ijk : data amatan ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j

: rerata dari seluruh data (rerata besar, grand mean)

i : efek baris ke-i pada variabel terikat

j : efek kolom ke-j pada variabel terikat

ij : kombinasi efek baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat

ijk : deviasi data amatan terhadap rataan populasinya ij yang

2
berdistribusi normal rataan 0 dan variansi

i = 1, 2 ;

1 = Model pembelajaran TGT

2 = Model pembelajaran NHT

j = 1, 2, 3 ;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1= Kemampuan numerik tinggi

2= Kemampuan numerik sedang

3= Kemampuan numerik rendah

k = 1, 2, ....., nij , nij = cacah data amatan pada setiap sel ij

(Budiyono,

2003:228)

a. Hipotesis

H0A i = 0 untuk setiap i = 1,2 (tidak ada perbedaan efek antara baris

terhadap variabel terikat)

H1A i yang tidak nol (ada perbedaan efek antara

baris terhadap variabel terikat)

H0B j = 0 untuk setiap j = 1,2,3 (tidak ada perbedaan efek antar kolom

terhadap variabel terikat)

H1B j yang tidak nol (ada perbedaan efek antar

kolom terhadap variabel terikat)

H0AB: ij = 0 untuk setiap i =1,2 dan j = 1,2,3 (tidak ada interaksi

baris dan kolom terhadap variabel terikat)

H1AB: paling sedikit ada satu ij yang tidak nol (ada interaksi baris

dan kolom terhadap variabel terikat).

(Budiyono,2009: 211)

b. Komputasi

1) Notasi dan Tata Letak Data


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 3.3 Data Amatan, Rataan, dan Jumlah Kuadrat Deviasi


B Kemampuan Numerik
Baik Cukup Kurang
A (b1) (b2) (b3)

Model n11 n12 n13


Pembel X11 X12 X13
ajaran X11 X12 X13
2
TGT X 2
11
X 12
X 2 13
(a1) C11 C12 C13
SS11 SS12 SS13

Model n 21 n 22 n 23
Pembel X 21 X 22 X 23
ajaran X 21 X 22 X 23
2 2
NHT X 21
X 22
X 2 23
(a2) C21 C 22 C23
SS 21 SS 22 SS 23
2
X ij 2
Dengan : Cij ; SS ij Xij Cij
n ij
Tabel 3.4 Rataan dan Jumlah Rataan

Faktor b1 b2 b3 Total
b

Faktor a
a1 X 11 X 12 X 13 A1
a2 X 21 X 22 X 33 A2
Total B1 B2 B3 G

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama didefinisikan notasi-

notasi sebagai berikut:

nij = ukuran sel ij (sel pada baris ke-i kolom ke-j)

= cacah data amatan pada sel ij

= frekuensi sel ij

pq
nh = rataan harmonik frekuensi seluruh sel =
1
i , j n ij

N n ij = banyaknya seluruh data amatan


i, j

X ijk
2 k
SS ij X ijk = jumlah kuadrat deviasi data amatan
k n ij

pada sel ij

ABij = X ij = rataan pada sel ij

Ai AB ij = jumlah rataan pada baris ke-i


i

Bj ABij = jumlah rataan pada baris ke-j


j

G ABij = jumlah rataan semua sel


i, j

Untuk memudahkan perhitungan, didefinisikan besaran-besaran (1), (2),

(3), (4), dan (5) sebagai berikut:

G2 Ai2
1 ; 2 SS ij ; 3 ;
pq i, j i q

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B 2j 2
4 ; 5 AB ij
j p i, j

2) Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama terdapat lima jumlah

kuadrat, yaitu:

JKA = n h { (3) (1) } JKG = (2)

JKB = n h { (4) (1) }, JKT = JKA + JKB + JKAB + JKG

JKAB = n h { (1) + (5) (3) (4) }

Dengan:

JKA = jumlah kuadrat baris

JKB = jumlah kuadrat kolom

JKAB = jumlah kuadrat interaksi antara baris dan kolom

JKG = jumlah kuadrat galat

JKT = jumlah kuadrat total

3) Derajat kebebasan untuk masing-masing jumlah kuadrat tersebut adalah

dkA = p 1 dkB = q 1

dkAb = (p 1) (q 1) dkG = N pq

dkT = N 1

4) Rataan kuadrat

JKA JKAB
RKA RKAB
dkA dkAB

JKB JKG
RKB RKG
dkB dkG

5) Statistik Uji

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

RKA
(a). Untuk H0A adalah Fa yang merupakan nilai dari variabel
RKG

random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan p 1 dan N

pq.

RKB
(b). Untuk H 0B adalah Fb yang merupakan nilai dari variabel
RKG

random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan q 1 dan N

pq.

RKAB
(c). Untuk HAB adalah Fab yang merupakan nilai dari variabel
RKG

random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan (p 1) (q -1)

dan N pq.

6) Taraf Signifikansi

7) Daerah Kritik

(a) Daerah kritik untuk F a adalah DK = { Fa | Fa > F ;p 1, N pq }

(b) Daerah kritik untuk Fb adalah DK = { Fb | Fb > F ;q 1, N pq }

(c) Daerah kritik untuk Fab adalah DK = { F ab | Fab > F 1)(q 1) , N

pq }

8) Keputusan Uji

(a) H0A ditolak jika Fa DK

(b) H0B ditolak jika Fb DK

(c) H0AB ditolak jika Fab DK

9) Rangkuman Analisis

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 3.5 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama

Sumber JK Dk RK Fhit Ftabel


Baris (A) JKA p 1 RKA Fa Ftabel
Kolom (B) JKB q 1 RKB Fb Ftabel
Interaksi (AB) JKAB (p 1) (q 1) RKAB Fab Ftabel
Galat (G) JKG N pq RKG - -
Total JKT N 1 - - -

(Budiyono, 2009: 229-231)

c. Uji Komparasi Ganda

Komparasi ganda adalah tindak lanjut dari analisis variansi apabila hasil

analisis variansi tersebut menunjukkan bahwa hipotesis nol ditolak. Untuk uji

lanjutan setelah analisis variansi digunakan metode Scheffe karena metode ter-

sebut akan menghasilkan beda rerata dengan tingkat signifikan yang kecil.

Langkah-langkah dalam menggunakan metode Scheffe sebagai berikut.

1). Mengidentifikasikan semua pasangan komparasi rerata

2). Merumuskan hipotesis yang bersesuaian dengan komparasi tersebut

3). Menentukan taraf signifikansi ( )

4). Mencari harga statistik uji F dengan rumus sebagai berikut:

a). Komparasi rerata antar baris

Karena dalam penelitian ini hanya terdapat dua variabel model

pembelajaran maka jika H0A ditolak tidak perlu dilakukan komparasi pasca

anava antar baris. Untuk mengetahui model pembelajaran manakah yang

lebih baik cukup dengan membandingkan besarnya rataan marginal dari

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

masing-masing model pembelajaran. Jika rataan marginal untuk model

pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih besar dari rataan marginal untuk

model pembelajaran kooperatif tipe NHT berarti model pembelajaran

kooperatif tipe TGT dikatakan lebih baik dibandingkan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT atau sebaliknya.

b) Komparasi rerata antar kolom

Uji Scheffe untuk komparasi rerata antar kolom adalah sebagai berikut.

2
X .i X .j
F. i-.j =
1 1
RKG
n. i n. j

dengan:

F.i-.j : nilai Fhit pada pembandingan kolom ke-i dan kolom ke-j

X .i : rataan pada kolom ke- i

X . j : rataan pada kolom ke- j

RKG : rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis

variansi

ni : ukuran sampel kolom ke-i

nj : ukuran sampel kolom ke-j

Daerah kritik untuk uji adalah DK = F.i .j F.i .j > q 1 F ;q 1, N pq

c) Komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama

Uji Scheffe untuk komparasi rerata antar sel pada kolom yang

sama adalah sebagai berikut.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2
X ij X kj
Fij kj
1 1
RKG
nij nkj

dengan:

F ij-kj : nilai Fhit pada pembandingan kolom ke-ij dan kolom ke-kj

X ij : rataan pada sel ij

X kj : rataan pada sel kj

RKG : rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis

variansi

nij : ukuran sel ij

nik : ukuran sel kj

Daerah kritik untuk uji adalah DK = Fij kj Fij kj


> pq 1 F ; p q 1, N pq

d) Komparasi rataan antara sel pada baris yang sama

Uji Scheffe untuk komparasi rerata antar sel pada baris yang sama

adalah sebagai berikut.

2
X ij X ik
Fij ik
1 1
RKG
nij nik

dengan:

Fij-ik : nilai Fhit pada pembandingan kolom ke-ij dan kolom ke-kj

X ij : rataan pada sel ij

X ik : rataan pada sel ik

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

RKG : rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan

analisis variansi

nij : ukuran sel ij

nik : ukuran sel ik

Daerah kritik untuk uji adalah DK = Fij ik Fij ik


>

pq 1 F ; p q 1, N pq

5) Menentukan keputusan uji (beda rataan) untuk setiap pasang

komparasi rataan.

6) Menyusun rangkuman analisis (komparasi ganda).

(Budiyono, 2009: 215-217)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Pada Bab IV ini akan disajikan hasil penelitian yang telah dilaksanakan.

Adapun hasil penelitian yang disajikan adalah hasil uji coba instrumen,

deskripsi data, analisis data dan pembahasan hasil penelitian.

A. Hasil Uji Coba Instrumen

1. Instrumen Tes Prestasi

Instumen penelitian yang berupa prestasi belajar matematika pada materi

operasi bentuk aljabar, sebelum digunakan untuk pengambilan data terlebih

dahulu dilakukan uji validitas isi kemudian diujicobakan kepada 76 siswa kelas

VII SMP Negeri 2 Karanganyar. Hasil dari Uji coba tes prestasi belajar

matematika pada materi operasi bentuk aljabar selanjutnya dilakukan análisis

tingkat kesukaran, daya beda dan uji reliabilitas.

a. Uji Validitas Isi :

Untuk menilai apakah instrumen tes matematika yang digunakan

mempunyai validitas isi yang tinggi, penulis mengkonsultasikan pada

validator (expert judgment). Dalam penelitian ini ada tiga validator yang

ditunjuk adalah Ibu Dra. Nurul Ngaeni, M.Pd guru matematika SMP Negeri

2 Karanganyar sekaligus guru pemandu MGMP Kabupaten Karanganyar.

Validator yang kedua adalah Ibu Marsiyana Tw, S.Pd guru matematika

SMP Negeri 3 Karanganyar dan Ibu Zeti Saptorini, S.Pd guru matematika

SMP Negeri 2 Tasikmadu (tempat penelitian). Pertimbangan ini didasarkan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bahwa guru-guru yang bersangkutan telah bertahun-tahun mengajar dan

sebagai penulis soal-soal tes Ulangan Umum Bersama. Berdasarkan hasil

validasi oleh validator tersebut diperoleh bahwa ada beberapa bagian yang

perlu direvisi atau ditinjau ulang. Setelah dilakukan perbaikan dan

dilakukan validasi kembali, instrumen sudah sesuai dengan kriteria

penelaahan butir soal yang baik dan layak untuk digunakan dalam

penelitian. Hasil validasi instrumen tes prestasi belajar matematika pada

kompetensi dasar menyelesaikan operasi bentuk aljabar selengkapnya dapat

dilihat dalam Lampiran 7.

b. Daya Beda

Instrumen tes prestasi belajar matematika pada kompetensi dasar

operasi bentuk aljabar yang diujicobakan sebanyak 40 butir soal, setelah

dilakukan uji konsistensi internal butir soal dengan cara klasik pada tingkat

signifikansi 5% diperoleh 26 butir soal yang dapat digunakan, yaitu butir

soal yang memenuhi indeks konsistensi internal rxy 0,3 , perhitungan

selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran. Sebanyak 14 butir soal tidak

dapat digunakan karena rxy < 0,3, yaitu butir soal dengan nomor 1, 6, 7, 13,

15, 16, 17, 22, 23, 26, 29, 35, 36, dan 40. Perhitungan selengkapnya dapat

dilihat dalam Lampiran 9.

c. Tingkat Kesukaran

Hasil uji coba instumen tes matematika menunjukkan bahwa dari

40 butir soal uji coba ada 8 butir soal yang tingkat kesukarannya di luar

0,30 P 0,70 yaitu butir nomor 7, 22, 26, 29, 32, 35, 36, 40, sehingga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

selain butir soal tersebut tingkat kesukarannya memenuhi persyaratan (tidak

terlalu mudah ataupun terlalu sukar). Dari Uji Daya Beda dan Tingkat

Kesukaran diputuskan sebanyak 15 butir soal tidak dapat digunakan, yaitu

butir soal nomor 1, 6, 7, 13, 15, 16, 17, 22, 23, 26, 29, 32, 35, 36, dan 40.

Butir-butir soal yang tidak dapat digunakan tersebut tidak mempengaruhi

kisi-kisi yang akan digunakan untuk penelitian karena setiap indikator masih

memuat butir soal tes prestasi belajar matematika. Perhitungan

selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 9.

d. Reliabilitas

Uji reliabilitas dalam penelitian ini untuk instrumen tes prestasi

belajar matematika menggunakan rumus KR-20, Berdasarkan perhitungan

yang dilakukan, hasil yang diperoleh adalah r1 1 0,9. Karena r1 1 0,7

sehingga instrumen tes prestasi belajar matematika dapat dikatakan baik dan

dapat digunakan dalam kaitannya dengan indeks reliabilitas. Perhitungan

selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 10.

2. Instrumen Tes Kemampuan numerik

Instrumen Tes Kemampuan numerik pada penelitian ini dilakukan oleh

Surakarta.

B. Deskripsi Data

1. Data Kemampuan Awal

Data yang digunakan untuk kemampuan awal adalah nilai Ujian Nasional

SD mata pelajaran matematika tahun pelajaran 2010/2011. Sampel yang

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

diambil sebanyak 196 siswa terbagi atas 99 siswa kelompok TGT dan 97 siswa

kelompok NHT. Sampel untuk kelas TGT adalah siswa kelas VIIC SMP

Negeri 3 Karanganyar, kelas VIIF SMP Negeri 4 Karanganyar, dan siswa

kelas VIIF SMP Negeri 2 Tasikmadu dengan jumlah total 99 siswa.

Sedangkan untuk kelompok NHT adalah siswa kelas VIID SMP Negeri 3

Karanganyar, kelas VIIG SMP Negeri 4 Karanganyar, dan siswa kelas VIIE

SMP Negeri 2 Tasikmadu dengan jumlah total 97 siswa.

Berikut disajikan deskripsi data kemampuan awal peserta didik pada

kelas eksperimen satu (TGT) dan kelas eksperimen dua (NHT).

Tabel 4.1 Deskripsi Statistik: Kemampuan Awal

Variabel N Nilai Min Nilai Maks s


TGT 99 52,5 95 81,51 8,37

NHT 97 52,5 95 78,38 9,45

(Lampiran 4)
2. Hasil Uji Prasyarat untuk Uji Keseimbangan

Uji prasyarat untuk uji keseimbangan menggunakan uji-t meliputi uji

normalitas populasi dan uji homogenitas variansi populasi.

a. Uji Normalitas Populasi

Uji normalitas populasi dilakukan untuk mengetahui apakah sampel

pada kelas eksperiman satu (TGT) maupun kelas eksperimen dua (NHT)

masing-masing berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak.

Oleh karena itu, uji normalitas populasi ini dilakukan sebanyak dua kali,

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yakni masing-masing terhadap data kemampuan awal peserta didik pada

kelas eksperimen satu dan kelas eksperimen dua.

Dengan taraf signifikansi 0,05, rangkuman hasil uji normalitas

populasi menggunakan metode Lilliefors disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 4.2 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Lilliefors

Kelompok Lobs Ltabel Keputusan Kesimpulan

TGT 0,069 0,089 H0 diterima Berdistribusi


Normal

NHT 0,0539 0,089 H0 diterima Berdistribusi


Normal

Berdasarkan hasil uji normalitas populasi terhadap data kemampuan

awal matematika siswa, sampel pada kelas TGT mempunyai nilai Lobs

kurang dari nilai L0,05; 99 dan kelas NHT mempunyai nilai Lobs kurang dari

nilai L0,05; 97. Hal ini berarti pada taraf signifikansi 0,05, keputusan uji

normalitas populasi untuk setiap sampel adalah H 0 diterima.

Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa sampel pada kelas TGT

maupun kelas NHT masing-masing berasal dari populasi yang berdistribusi

normal. Perhitungan uji normalitas populasi selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran 17.

b. Uji Homogenitas Variansi Populasi

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Uji homogenitas variansi populasi dilakukan untuk mengetahui

apakah populasi-populasi yang dibandingkan mempunyai variansi yang

sama (homogen) atau tidak. Oleh karena itu, uji homogenitas variansi

populasi ini dilakukan sebanyak satu kali, yakni dengan membandingkan

variansi pada kelas eksperimen satu (TGT) dan kelas eksperimen dua (NHT)

terhadap data kemampuan awal matematika siswa. Hasil analisis uji

homogenitas variansi kelompok model pembelajaran TGT dan model

pembelajaran NHT dengan uji Bartlett pada tingkat signifikansi = 0,05

ditunjukkan dalam tabel berikut.

Tabel 4.3 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi


Kemampuan Awal

Kelompok 2 2
Keputusan Kesimpulan
obs tabel

a1 dan a2 2,37 3,841 H0 diterima Homogen

Berdasarkan hasil uji homogenitas variansi populasi terhadap data

kemampuan awal matematika peserta didik, diperoleh nilai sebesar

2,37 kurang dari nilai sebesar 3,841. Hal ini berarti pada taraf

signifikansi 0,05, keputusan uji homogenitas variansi populasi adalah H 0

diterima

Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa populasi-populasi yang

dibandingkan, yakni kelas eksperimen satu (TGT) dan kelas eksperimen

dua (NHT) mempunyai variansi yang sama (homogen). Perhitungan uji

homogenitas variansi populasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran

17.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c. Uji Keseimbangan

Uji keseimbangan dilakukan untuk mengetahui apakah kelompok

kelas eksperimen satu (TGT) dan kelas eksperimen dua (NHT) dalam

keadaan seimbang, sebelum masing-masing mendapat perlakuan. Data

yang dipakai adalah data dokumentasi nilai UN SD siswa kelas VII

semester gasal untuk kelas TGT berjumlah 99 siswa dan kelas NHT

berjumlah 97 siswa. Statistik uji yang digunakan adalah uji t pada tingkat

signifikansi = 0,05 dapat dilihat pada tabel rangkuman di bawah ini

Tabel 4.4 Rangkuman Uji Keseimbangan Kemampuan Awal

n1 n2 n1 + n2 2 tobs t(0,025; 194) Keputusan Uji Kesimpulan


99 97 194 1,745 1,960 H0 diterima Seimbang

Berdasarkan hasil uji keseimbangan terhadap data kemampuan

awal matematika peserta didik, diperoleh nilai tobs sebesar 1,745 dan

t(0,025;194) sebesar 1,960 dengan DK t t 1,960 atau t 1,960

sehingga tobs tidak terletak pada daerah kritik. Hal ini berarti bahwa pada

taraf signifikansi 0,05, keputusan uji keseimbangan terhadap data

kemampuan awal matematika peserta didik adalah H0 diterima.

Dengan demikian, diperoleh kesimpulan bahwa populasi pada kelas

eksperimen satu (TGT) dan kelas eksperimen dua (NHT) mempunyai

kemampuan awal matematika yang sama. Perhitungan uji keseimbangan

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 17.

3. Deskripsi Data Penelitian


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dalam penelitian ini, data yang digunakan untuk pengujian hipotesis

adalah data prestasi belajar matematika peserta didik pada materi pokok

operasi bentuk aljabar masing-masing kategori model pembelajaran dan

kemampuan numerik.

a. Data Prestasi

Berikut ini disajikan deskripsi data prestasi belajar matematika peserta

didik pada masing-masing kategori model pembelajaran.

Tabel 4.5. Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Peserta Didik pada
Masing-Masing Kategori Model Pembelajaran

Model Nilai Nilai


n s
Pembelajaran Min Maks
TGT 99 36 98 71,1515 13,105
NHT
97 36 96 69,0515 13,376

Data prestasi belajar selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15.

b. Data Kemampuan numerik

Data Kemampuan numerik dilaksanakan oleh psikolog dari Biro

yaitu siswa yang berkemampuan numerik tinggi, sedang dan rendah. Siswa yang

berkemampuan numerik tinggi berjumlah 46 siswa terdiri 26 siswa kelompok

TGT dan 20 siswa kelompok NHT. Siswa yang berkemampuan numerik sedang

berjumlah 126 siswa terdiri 63 siswa kelompok TGT dan 63 siswa kelompok

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

NHT. Siswa yang berkemampuan numerik rendah berjumlah 24 siswa terdiri 10

siswa kelompok TGT dan 14 siswa kelompok NHT.

Berikut disajikan deskripsi data prestasi belajar matematika peserta didik

pada masing-masing kategori kemampuan numerik.

Tabel 4.6. Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Peserta Didik pada
Masing-Masing Kategori Kemampuan numerik

Kemampuan n Nilai Nilai s


numerik Min Maks

Tinggi 46 44 98 80,696 13,146

12
Sedang 48 92 68,190 10,330
6

Rendah 24 36 92 59,083 13,603

Data prestasi belajar selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 16

Berikut ini disajikan deskripsi data prestasi belajar matematika siswa

pada masing-masing kategori model pembelajaran dan kemampuan numerik.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 4.7. Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Peserta Didik pada
Masing-Masing Kategori Model Pembelajaran dan Kemampuan
numerik

Kemampuan
numerik
Tinggi Sedang Rendah
Model
Pembelajaran
n 26 63 10
Nilai Min 44 48 40
TGT Nilai Maks 98 92 92
74,23 72,92 66,6
s 13,86 12,20 16,76
n 20 63 14
Nilai Min 80 48 36
NHT Nilai Maks 96 80 64
89,10 66,09 53,71
s 5,004 10,545 7,640

4. Hasil Uji Prasyarat untuk Pengujian Hipotesis

Uji prasyarat untuk pengujian hipotesis menggunakan analisis variansi dua

jalan dengan sel tak sama meliputi uji normalitas populasi dan uji homogenitas

variansi populasi.

a. Uji Normalitas

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data sampel random

berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Dalam penelitian ini uji yang

digunakan adalah uji Lilliefors dengan tingkat signifikansi = 0,05.

Rangkuman hasil uji normalitas sebagai berikut:


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 4.8 Rangkuman Hasil Uji Lilliefors

Kelompok Lobs Ltabel Keputusan Kesimpulan

0,0796 0,08904 H0 diterima Berdistribusi Normal


a1

0,0797 0,08996 H0 diterima Berdistribusi Normal


a2

0,1013 0,1306 H0 diterima Berdistribusi Normal


b1

0,0779 0,0789 H0 diterima Berdistribusi Normal


b2

0,1388 0,173 H0 diterima Berdistribusi Normal


b3

0,0781 0,173 H0 diterima Berdistribusi Normal


a1b1

0,1093 0,1116 H0 diterima Berdistribusi Normal


a1b2

0,1119 0,258 H0 diterima Berdistribusi Normal


a1b3

0,1310 0,190 H0 diterima Berdistribusi Normal


a2b1

0,1007 0,1116 H0 diterima Berdistribusi Normal


a2b2

0,1347 0,227 H0 diterima Berdistribusi Normal


a2b3

Berdasarkan hasil uji normalitas populasi, setiap sampel mempunyai

nilai Lobs kurang dari nilai L 0,05; n. Hal ini berarti pada taraf signifikansi 0,05,

keputusan uji normalitas populasi untuk setiap sampel adalah H 0 diterima

Dengan demikian, diperoleh kesimpulan bahwa semua sampel pada

penelitian ini berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Perhitungan

uji normalitas populasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 18.

b. Uji Homogenitas Variansi

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dalam penelitian ini uji homogenitas variansi yang digunakan

adalah uji Bartlett dengan tingkat signifikansi = 0,05. Rangkuman hasil

penelitian untuk uji homogenitas sebagai berikut:

Tabel 4.9 Rangkuman Hasil Uji Bartlett

Kelompok k 2 2
Keputusan Kesimpulan
obs tabel

a1 vs a2 2 0,04 3,841 H0 diterima homogen

b1 vs b2 vs b3 3 5,834 5,991 H0 diterima homogen

Berdasarkan hasil uji homogenitas variansi populasi, setiap pasangan

sampel mempunyai nilai kurang dari nilai . Hal ini berarti pada taraf

signifikansi 0,05, keputusan uji homogenitas variansi populasi adalah H 0 diterima.

Dengan demikian, diperoleh kesimpulan bahwa populasi-populasi yang

dibandingkan mempunyai variansi yang sama (homogen). Perhitungan uji

homogenitas variansi populasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 19.

C. Uji Hipotesis Penelitian

Prosedur uji hipotesis ini menggunakan anava 2x3. Berdasarkan

analisis uji persyaratan menunjukkan bahwa sampel random data berasal

dari populasi yang berdistribusi normal dan mempunyai variansi yang sama.

Dengan demikian analisis uji hipótesis dengan teknik analisis variansi dapat

dilanjutkan. Rangkuman hasil uji hipotesis dengan tingkat signifikansi =

0,05 diperoleh hasil sebagai berikut:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 4.10 Rangkuman Hasil Analisis Variansi

Sumber Varians JK dk RK F hit F Keputusan


tabel
Model
Pembelajaran (A) 16,46 1 16,46 0,14 3,84 H0 diterima

Kategori
Kemampuan 9621,81 2 4810,9 42,22 3,00 H0 ditolak
Numerik (B) 1
Interaksi AB 4277,44 2 2138,1 18,76 3,00 H0 ditolak
2
Galat 21651,96 190 113,96 - -
Total 35567,67 195 - - -
Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 20

Dari hasil rangkuman analisis variansi menunjukkan bahwa:

1. Pada baris utama A (model pembelajaran), harga statistik uji Fa = 0,14 dan F

tabel = 3,84 ternyata Fa < F tabel dengan demikian H0A diterima, ini berarti

tidak terdapat perbedaan prestasi belajar siswa yang menggunakan Model

Pembelajaran TGT dengan menggunakan Model NHT.

2. Pada baris utama B (kemampuan numerik), harga statistik uji Fb = 42,22 dan F

tabel = 3,84 ternyata Fb > F tabel dengan demikian H0B ditolak, ini berarti

terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang mempunyai

kemampuan numerik tinggi, sedang maupun rendah.

3. Pada interaksi AB (model pembelajaran dan kemampuan numerik) harga

statistik uji Fab = 18,76 dan F tabel = 3,00 ternyata Fab > F tabel dengan

demikian H0AB ditolak, ini berarti terdapat interaksi antara model

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pembelajaran dan kemampuan numerik terhadap prestasi belajar matematika

siswa.

D. Uji Lanjut Pasca Anava

Dari rangkuman hasil uji hipotesis di atas telah ditunjukkan bahwa :

1. HoA diterima, maka tidak perlu dilakukan komparasi pasca anava,

2. HoB ditolak, maka perlu dilakukan uji komparasi rerata antar kolom.

Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 21. Berikut ini

disajikan rangkuman hasil uji komparasi rerata antar kolom pada masing-

masing kategori ke

Tabel 4.11. Rangkuman Hasil Uji Komparasi Rerata Antar Kolom pada
Masing-Masing Kategori Kemampuan numerik

No Fhi 2.F0,05;2;19 Keputusa


H0
. t 0 n Uji
1 2(3,00) =
1 2 46,2409 H0 ditolak
6,00
2 1 3
2(3,00) = H0 ditolak
64,6628
6,00
3 2(3,00) = H0 ditolak
2 3 14,6834
6,00

Berdasarkan hasil uji komparasi rerata antar kolom pada masing-

masing kategori kemampuan numerik, dengan taraf signifikansi 0,05

diperoleh bahwa:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

a. H0 yang pertama, yakni 1 2 ditolak. Hal ini berarti bahwa terdapat

perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang memiliki

kemampuan numerik tinggi dan sedang.

Berdasarkan Tabel 4.6., rerata marginal prestasi belajar matematika

siswa yang memiliki kemampuan numerik tinggi, yakni 80,696 lebih

besar dibandingkan rerata marginal prestasi belajar matematika siswa

yang memiliki kemampuan numerik sedang, yakni 68,19.

Dengan demikian, diperoleh kesimpulan bahwa prestasi belajar

matematika siswa yang memiliki kemampuan numerik tinggi lebih baik

dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki

kemampuan numerik sedang.

b. H0 yang kedua, yakni 1 3 ditolak. Hal ini berarti bahwa terdapat

perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang memiliki

kemampuan numerik tinggi dan rendah.

Berdasarkan Tabel 4.6, rerata marginal prestasi belajar matematika

siswa yang memiliki kemampuan numerik tinggi, yakni 80,696 lebih

besar dibandingkan rerata marginal prestasi belajar matematika siswa

yang memiliki kemampuan numerik rendah, yakni 59,083.

Dengan demikian, diperoleh kesimpulan bahwa prestasi belajar

matematika siswa yang memiliki kemampuan numerik tinggi lebih baik

dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki

kemampuan numerik rendah.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c. H0 yang ketiga, yakni 2 3 ditolak. Hal ini berarti bahwa terdapat

perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang memiliki

kemampuan numerik sedang dan rendah. Berdasarkan Tabel 4.6, rerata

marginal prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan

numerik sedang, yakni 68,19 lebih besar dibandingkan rerata marginal

prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan numerik

rendah, yakni 59,083.

Dengan demikian, diperoleh kesimpulan bahwa prestasi belajar

matematika siswa yang memiliki kemampuan numerik sedang lebih

baik dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki

kemampuan numerik rendah.

3. HoAB ditolak, maka perlu dilakukan uji komparasi ganda antar sel. Adapun

rataan masing-masing sel serta rangkuman komparasi gandanya dengan rumus-

Tabel 4.12 Rangkuman Komparasi Ganda Antar Sel

Fhitung Ftabel Perbandingan Keputusan


F11-F12 2,5206 5F 0,05;5,190 11,05 Fhitung < Ftabel H0 diterima

F11-F13 3,6895 5F 0,05;5,190 11,05 Fhitung < Ftabel H0 diterima


F12-F13 1,0259 5F 0,05;5,190 11,05 Fhitung < Ftabel H0 diterima
F21-F22 70,59 5F 0,05;5,190 11,05 Fhitung > Ftabel H0 ditolak
F21-F23 90,495 5F 0,05;5,190 11,05 Fhitung > Ftabel H0 ditolak
F22-F23 153,264 5F 0,05;5,190 11,05 Fhitung > Ftabel H0 ditolak

F11- F21 21,93 5F0.05;5;190 11,05 Fhitung > Ftabel H0 ditolak

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

F12 -F22 4,853 5F0.05;5;190 11,05 Fhitung < Ftabel H0 diterima

F13 -F23 5,946 5F0.05;5;190 11,05 Fhitung < Ftabel H0 diterima

Perhitungan selengkapnya disajikan dalam Lampiran 21

Hasil komparasi antar sel pada baris yang sama pada kelas TGT,

yaitu

11 12 dengan F11-F12 = 2,5206; 11 13 dengan F11-F13 = 3,6895; 12

13 dengan F12-F13 = 1,0259 semuanya diterima, sehingga dapat

disimpulkan tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara

kelas TGT yang memiliki kemampuan numerik tinggi, sedang maupun

rendah.

Hasil komparasi antar sel pada baris yang sama pada kelas NHT,

yaitu

21 22 dengan F21-F22 = 70,59; 21 23 dengan F 21-F23 = 90,495; 22

23 dengan F22-F23= 153,264 semuanya ditolak , sehingga dapat

disimpulkan terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara kelas

NHT yang memiliki kemampuan numerik tinggi dengan kemampuan

numerik sedang, terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara kelas

NHT yang memiliki kemampuan numerik tinggi dengan kemampuan

numerik rendah, dan terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara

kelas NHT yang memiliki kemampuan numerik sedang dengan kemampuan

numerik rendah.

Hasil komparasi antar sel pada kolom yang sama yaitu 11 21

dengan F11-F21 = 21,93 > Ftabel = 11,05, maka H0 ditolak, berarti terdapat

perbedaan prestasi belajar matematika pada kelas TGT dan NHT yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

memiliki kemampuan numerik tinggi, sedangkan pada komparasi 12 vs 22

dengan F12-F22 = 4,855; 13 23 dengan F13-F23= 9,041 semuanya

diterima , sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan prestasi

belajar matematika antara kelas TGT dan NHT yang memiliki kemampuan

numerik sedang maupun rendah.

E. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil analisis uji hipotesis dan uji lanjut pasca anava

yang telah diuraikan di atas dapat dijelaskan ke-tiga hipotesis penelitian

sebagai berikut:

1. Hipotesis Pertama ( H0A )

Analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama memberikan hasil

Fobs = 0,14 < 3,84 = Fa yang berarti Fobs bukan anggota daerah kritik. Hal

tersebut menyebabkan H 0A diterima sehingga kesimpulan yang dapat diambil

adalah pembelajaran matematika pada model Teams Games Tournament

(TGT) menghasilkan prestasi yang sama baik dengan pembelajaran

menggunakan model Numbered Head Together (NHT) pada kompetensi dasar

operasi bentuk aljabar.

Keputusan H0A diterima dimungkinkan karena adanya faktor-faktor lain

yang tidak terkontrol ikut mempengaruhi proses pembelajaran selama

penelitian berlangsung. Faktor-faktor tersebut antara lain:

a. Guru belum menguasai dengan baik penerapan model pembelajaran TGT

maupun NHT meskipun sebelumnya sudah disosialisasikan dan

melakukan latihan terlebih dahulu terkait dengan penerapan model

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pembelajaran tersebut, namun pada pelaksanaannya belum dapat berjalan

optimal, akibatnya tidak terdapat perbedaan prestasi belajar siswa yang

mendapat perlakuan pada kedua model tersebut.

b. Siswa belum bisa menyesuaikan diri dengan pelaksanaan model

pembelajaran TGT yang memuat permainan dan pertandingan dalam

pembelajarannya, karena pembelajaran yang sebelumnya belum pernah

menggunakan permainan dan pertandingan.

c. Waktu pembelajaran yang terlalu singkat untuk kelas TGT, karena saat

pengaturan kelompok permainan dan pertandingan membutuhkan waktu

yang banyak maka berpengaruh terhadap banyaknya soal yang dapat

diselesaikan oleh siswa, sehingga tidak semua jenis soal yang tersedia

dapat diselesaikan dan dibahas, akibatnya pemahaman siswa pada materi

ini tidak optimal.

2. Hipotesis Kedua ( H0B )

Analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama memberikan hasil F obs =

42,22 > 3,00 = Fb yang berarti Fobs anggota daerah kritik. Hal tersebut

menyebabkan H0B ditolak sehingga kesimpulan yang dapat diambil adalah

terdapat perbedaan prestasi belajar siswa untuk tingkat kemampuan numerik

yang berbeda pada kompetensi dasar operasi bentuk aljabar.

Berdasarkan hasil perhitungan rataan dan rataan marginal pada tabel

dalam Lampiran 21 serta uji komparasi ganda menunjukkan bahwa rataan

kolom prestasi belajar matematika siswa dengan tingkat kemampuan numerik

tinggi = 80,6956 > 68,1905 = rataan kolom prestasi belajar matematika siswa

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dengan tingkat kemampuan numerik sedang. Hal tersebut menunjukkan

bahwa siswa dengan tingkat kemampuan numerik tinggi mempunyai prestasi

yang lebih baik dibandingkan dengan tingkat kemampuan numerik sedang.

Rataan kolom prestasi belajar matematika siswa dengan tingkat kemampuan

numerik tinggi = 80,6956 > 59,08 = rataan kolom prestasi belajar matematika

siswa dengan tingkat kemampuan numerik rendah. Hal tersebut menunjukkan

bahwa siswa dengan tingkat kemampuan numerik tinggi mempunyai prestasi

yang lebih baik dibandingkan dengan tingkat kemampuan numerik rendah.

Demikian pula dengan melihat rataan kolom tersebut siswa dengan tingkat

kemampuan numerik sedang mempunyai prestasi yang lebih baik

dibandingkan dengan tingkat kemampuan numerik rendah. Hal ini sesuai

dengan teori bahwa anak yang mempunyai kemampuan numerik baik akan

mempunyai kemampuan secara cepat dan akurat melakukan operasi

matematis. Salah satu konsep yang memerlukan kemampuan numerik pada

pelajaran matematika adalah konsep bentuk aljabar, dalam hal ini konsep

tentang operasi bentuk aljabar. Dengan demikian kemampuan numerik siswa

sangat berpengaruh dalam penguasaan konsep operasi bentuk aljabar.

3. Hipotesis ketiga ( H0AB )

Berdasarkan nilai rataan prestasi belajar siswa dan hasil uji komparasi

ganda maka dapat diketahui bahwa:

a. F11- F21 = DK

Berarti terdapat perbedaan prestasi belajar matematika yang

signifikan antara model TGT dan NHT pada siswa berkemampuan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

numerik tinggi. Berdasarkan rata-rata prestasi kelas TGT pada siswa

berkemampuan numerik tinggi adalah 74,23, rata-rata prestasi kelas NHT

pada siswa berkemampuan numerik tinggi adalah 89,1 maka dapat

disimpulkan prestasi belajar matematika siswa kelas NHT lebih baik

daripada prestasi belajar matematika siswa kelas TGT.

Hal ini sesuai dengan karakteristik model pembelajarannya, bahwa

model TGT dalam proses pembelajarannya menggunakan model

kompetisi, untuk siswa yang berkemampuan numerik tinggi, semangat

berkompetisi cukup tinggi, namun pada model ini terdapat kelemahan,

yaitu dapat menciptakan suasana permusuhan di kelas, sehingga anak

justru menjadi tidak kompak, anak yang mendapat nilai tinggi kadang

dimusuhi karena dianggap menaikkan rata-rata kelas, tetapi sebaliknya

anak yang kalah dalam persaingan bisa menjadi antipati terhadap sesama

siswa, pengajar, atau malahan proses pembelajaran.

b. F12 F22 DK

Berarti tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika yang

signifikan antara model TGT dan NHT pada siswa berkemampuan

numerik sedang, sehingga dapat disimpulkan prestasi belajar matematika

antara model TGT dan NHT sama baiknya pada siswa berkemampuan

numerik sedang.

Model TGT dan NHT mempunyai karakteristik yang hampir sama,

perbedaannya model pembelajaran kooperatif tipe TGT mengandung

unsur permainan dan penguatan (reinforcement), sehingga siswa dengan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kemampuan numerik sedang cenderung tidak merasa berbeda ketika

mereka dikenai perlakuan dengan kedua model tersebut. Dengan kata

lain permainan pada kompetensi dasar operasi bentuk aljabar yang

dilakukan dengan model TGT tidak memberikan pengaruh terhadap

prestasi belajar ketika diberikan pada siswa berkemampuam numerik

sedang.

c. F13 F23 = 5,946 DK

Berarti tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika yang

signifikan antara model TGT dan NHT pada siswa berkemampuan numerik

rendah, sehingga dapat disimpulkan prestasi belajar matematika antara

model TGT dan NHT sama baiknya pada siswa berkemampuan numerik

rendah.

Seperti halnya pada siswa yang berkemampuan numerik sedang,

pada siswa yang berkemampuan numerik rendah juga tidak merasa

berbeda ketika mereka dikenai perlakuan dengan kedua model tersebut,

sehingga prestasi belajar yang dicapai akan sama baik.

F. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan pada penelitian ini dapat diungkapkan sebagai berikut:

1. Data prestasi belajar yang digunakan untuk membahas perbedaan prestasi

belajar matematika bagi siswa yang diberi pembelajaran dengan model

pembelajaran TGT dan model pembelajaran NHT hanya terbatas pada materi

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kompetensi dasar operasi bentuk aljabar. Untuk penyempurnakan lebih lanjut

penelitian ini perlu diujicobakan pada kompetensi dasar yang lain.

2. Pada uji keseimbangan, peneliti hanya mengambil data dari nilai Ujian

Nasional SD pada tahun sebelumnya. Sebaiknya, untuk menyempurnakan lebih

lanjut pada penelitian ini perlu dikembangkan instrumen tersendiri agar data

yang diperoleh untuk mengetahui keseimbangan kemampuan kedua kelompok

sebelum eksperimen dilakukan menjadi lebih baik saat dicobakan pada

kompetensi dasar lain.

3. Peneliti tidak mengajar sepenuhnya, walaupun demikian peneliti berkoordinasi

terus-menerus dengan guru kelas eksperimen. Meskipun koordinasi telah

dilakukan dengan guru kelas eksperimen, dalam pelaksanaannya masih

terdapat banyak kekurangan karena terbatasnya fasilitas sekolah serta situasi

dan kondisi siswanya. Di antara kekurangan tersebut adalah guru maupun

siswa belum terbiasa melakukan pembelajaran kooperatif, melakukan kerja

kelompok, dan presentasi hasil kerja sehingga di awal pembelajaran kooperatif

waktu tersita untuk mengatur kelompok dan tempat duduknya. Kekurangan

yang lain di dalam kelas tidak tersedia papan tempel atau papan pajangan karya

siswa, sehingga dalam hasil karya siswa (hasil kerja kelompok) ditempel pada

tempat-tempat seadanya, di dinding dan papan tulis.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan kajian teori dan didukung adanya analisis variansi

serta mengacu pada rumusan masalah yang telah diuraikan, dapat

disimpulkan bahwa :

1. Tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika pada siswa yang

mendapat perlakuan dengan model pembelajaran Teams Games Tournament

(TGT) maupun model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) pada

kompetensi dasar operasi bentuk aljabar.

2. Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai kategori kemampuan

numerik lebih tinggi, lebih baik dari siswa yang mempunyai kategori

kemampuan numerik dibawahnya.

3. Pada siswa yang berkemampuan numerik tinggi, jika memperoleh

pembelajaran dengan model NHT prestasi belajarnya lebih baik dari pada

siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model TGT.

4. Pada siswa yang mempunyai kemampuan numerik sedang, tidak ada

perbedaan prestasi belajar jika memperoleh model pembelajaran TGT atau

NHT.

5. Pada siswa yang mempunyai kemampuan numerik rendah, tidak ada

perbedaan prestasi belajar jika memperoleh model pembelajaran TGT atau

NHT.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Implikasi

Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

antara pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran

Teams Games Tournament (TGT) dan model pembelajaran Numbered Head

Together (NHT) pada kompetensi dasar operasi bentuk aljabar. Hal ini

mungkin disebabkan oleh kedua model pembelajaran tersebut adalah sama-

sama model pembelajaran kooperatif yang melibatkan kerjasama dalam

satu kelompok, dan kedua pembelajaran menjadi menyenangkan sehingga

keduanya menghasilkan prestasi yang sama baik.

Tingkat kemampuan numerik siswa merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar siswa. Hal tersebut terlihat bahwa siswa dengan

tingkat kemampuan numerik tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih baik

dibandingkan dengan tingkat kemampuan numerik dibawahnya, sehingga untuk

masa yang akan datang dapat dikembangkan pendekatan pembelajaran lain yang

dapat menyempurnakan kekurangan model pembelajaran kooperatif.

Oleh karena itu hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

bahan pertimbangan bagi para guru / peneliti untuk mencoba melakukan

penelitian sejenis dengan model pembelajaran yang sama tetapi diterapkan pada

kompetensi dasar yang berbeda, sehingga dapat diperoleh kesimpulan tentang

penggunaan model pembelajaran yang tepat pada setiap kompetensi dasar.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. Saran

Agar prestasi belajar matematika dapat ditingkatkan, maka

disarankan:

1. Kepada pengajar :

a. Seorang guru matematika diharapkan dapat melakukan kegiatan

pembelajaran secara baik dengan memilih model pembelajaran yang

sesuai dengan karakteristik materi yang akan diajarkan, sehingga materi

tersebut lebih mudah diterima siswa. Pada penelitian ini disarankan

agar dalam mengajarkan materi operasi bentuk aljabar menggunakan

model pembelajaran TGT atau NHT, karena kedua model tersebut

memberikan hasil yang sama baik.

b. Seorang guru hendaknya mengenal kondisi siswa dalam hal ini tingkat

kemampuan numerik siswa dan dapat memotivasi siswa untuk

meningkatkan kemampuan numeriknya, sehingga bisa meningkatkan

prestasi belajarnya. Pada penelitian ini disarankan agar guru dapat

membantu untuk meningkatkan kemampuan numerik siswa misalnya

dengan memberi drill soal penjumlahan, pengurangan, perkalian,

pembagian dan sebagainya yang dilaksanakan 5-10 menit pada awal

kegiatan pembelajaran, dan disarankan dalam mengajarkan materi

operasi bentuk aljabar siswa yang berkemampuan numerik tinggi lebih

baik diberi perlakuan dengan menggunakan model NHT , sedangkan

pada siswa berkemampuan numerik sedang maupun rendah dapat

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menggunakan kedua model tersebut, karena tidak terdapat perbedaan

prestasi yang dihasilkan.

2. Kepada para peneliti / Calon Peneliti

Diharapkan dapat mengembangkan hasil penelitian ini dalam

lingkup yang lebih luas. Penulis berharap para peneliti / calon peneliti

dapat meneruskan atau mengembangkan penelitian ini untuk variabel-

variabel lain yang sejenis atau model pembelajaran lain yang lebih

inovatif, sehingga dapat menambah wawasan dan dapat lebih

meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya dan pendidikan pada

umumnya.

3. Kepada para siswa

Pada pembelajaran menggunakan model TGT maupun NHT

hendaknya siswa benar-benar aktif untuk berdiskusi, bertanya, dan

memberikan jawaban dari pertanyaan yang diajukan sesama teman

maupun guru, pada pembelajaran menggunakan model TGT permainan

dan pertandingan janganlah menjadi kendala dalam menumbuhkan

kreatifitas, tetapi belajarlah lebih rileks, bertanggung jawab, bekerjasama,

bersaing secara sehat, sehingga menghasilkan prestasi yang lebih baik.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran.Yogyakarta: Ar-ruzz Media

Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta : UNS Press.

Departemen Pendidikan Nasional.2004. Materi Pelatihan Terintegrasi. Jakarta.


Departemen Pendidikan Nasional.

Dinas PdanK Prov. Jateng. Tim Pengembang Kurikulum 2006. Standar Nasional
Pendidikan. hand out pelatihan KTSP. Semarang, tidak diterbitkan.

E.T.Ruseffendi.1980. Pengajaran Matematika Modern. Bandung: Tarsito.

Ella Yulaelawati. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran; filosofi Teori dan


Aplikasinya, Bandung: Pakar Raya.

Fatah Syukur. 2005. Teknologi Pendidikan. Semarang: RaSAiL.

Herman Hudoyo. 1979. Pengembangan Kurikulum Matematika &


Pelaksanaannya di depan Kelas. Surabaya:Usaha Nasional.

Indra Djati Sidi. 2002. Menuju Masyarakat Belajar; Menggagas Paradigma Baru
Pendidikan, Jakarta: Paramadina.

Isjoni.2007. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.

Jujun S. Suriasumantri.2007. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Kerlinger, Fred N. 1986. Asas-asas Penelitian Behavioral. Terjemahan oleh

commit to user

Anda mungkin juga menyukai