Anda di halaman 1dari 8

Resume Forum TBC

Ardivan Subakti/445258

A. Pengertian TBC
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis.Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain:
M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Lepraedsb. Yang juga dikenal sebagai
Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selainMycobacterium
tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal
sebagaiMOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa
mengganggu penegakan Diagnosis dan pengobatan TBC.
B. Tanda gejala TBC
Gejala utama pasien TBC paru yaitu batuk berdahak selama 2 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu
bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan merupakan gejala
TBC yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu selama 2 minggu atau lebih.
C. Upaya pengendalian TBC
- Membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat;
- Membudayakan perilaku etika berbatuk;
- Melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan
- lingkungannya sesuai dengan standar rumah sehat;
- Peningkatan daya tahan tubuh;
- Penanganan penyakit penyerta TBC;
- Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TBC di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, dan di luar Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
-Memastikan bahwa penderita TBC mendapatkan penanganan patient-centered,
dimulai dari saat pasien mulai mencari diagnosis akan penyakitnya hingga akhir
perawatan penyakit mereka.
- Menganalisis dan memahami kebutuhan pasien dan potensi pasien untuk bekerja
sama dengan tenaga medis
- Menemukan dan melakukan deteksi dini pada pasien yang dicurigai mendeita TBC
- Perawat memiliki kewajiban untuk memahami perannya dalam pengendalian TBC,
sehingga dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai penyakit TBC.
D. Langkah awal pencegahan penularan TBC adalah dengan mengetahui cara
penularan penyakit itu sendiri. 

1.Bakteri Mycobacterium tuberculosis (bakteri penyebab TBC) menyebar ketika


penderita TB mengeluarkan dahak atau cairan liur yang berisi kuman tersebut ke
udara, misalnya saat batuk, bersin, berbicara, dan meludah sembarangan. Kuman yang
keluar dari batuknya penderita TB dapat bertahan di udara lembap yang tidak terpapar
sinar matahari selama berjam-jam, bahkan berminggu-minggu. Akibatnya, setiap
orang yang berdekatan dan memiliki kontak dekat dengan pasien TB berpotensi
menghirup udara yang terkontaminasi bakteri TBC. Akhirnya, mereka sangat
berpotensi tertular.
2. Mencegah penyebaran bakteri penyebab TBC dari orang yang sakit ke orang sehat
dengan melakukan hal-hal berikut: tutup mulut saat batuk dan bersin, jangan meludah
atau membuang dahak sembarangan, mengurangi interaksi sosial, jaga kebersihan
rumah, ruangan dalam keadaan ventilasi yang baik dan terpapar sinar matahari, serta
membatasi kontak dengan kelompok rentan (anak, ibu hamil, lansia, dll).
E. Peran Perawat
1. Peran perawat sebagai caregiver
Sebagai pemberi perawatan, perawat setempat harus mampu memberikan asuhan
keperawatan yang sesuai untuk anggota keluarga SR yang menderita TB. Seperti yang
tertera pada kasus, diketahui bahwa DA sudah semakin kurus dan lesu. Perawat dapat
menegakkan berbagai diagnosa dengan kasus tersebut seperti mengkaji dan
memberikan intervensi yang berkaitan dengan nutrisi. Selain itu, TBC juga biasanya
mempunyai gejala yang sangat beragam dan dapat menyulitkan penderitanya dalam
beraktivitas. Dengan demikian, perawat diharapkan bisa menegakkan asuhan
keperawatan yang dibutuhkan agar gejala TBC yang timbul dapat dimanajemen
dengan baik.
2. Peran perawat sebagai advokat
Sebagai advokat, perawat dapat memfasilitasi keluarga SR untuk mendapatkan
pengobatan yang layak dan sesuai di layanan kesehatan yang ada di wilayah tersebut.
Dari kasus diketahui bahwa fasilitas kesehatan setempat belum bekerja secara otpimal
dan keluarga SR juga mengalami kendala ekonomi, sehingga pengobatan tidak bisa
dilaksanakan dengan optimal. Melihat hal tersebut, perawat dapat memfasilitasi
keluarga SR untuk menemukan fasiltas kesehatan yang memadai dan juga
menjelaskan mekanisme penggunaan asuransi kesehatan seperti BPJS yang dapat
meringankan biaya pengobatan.
3. Peran perawat sebagai edukator
Sebagai edukator, perawat harus mampu memberikan edukasi yang tepat dan dapat
dipahami oleh semua anggota keluarga SR. TBC merupakan penyakit yang
mengharuskan penderitanya secara rutin mengonsumsi obat yang telah diresepkan.
Bahkan, dari berbagai sumber dan pelatihan yang pernah saya ikuti, disebutkan bahwa
jika satu hari saja tidak mengonsumsi obat, maka pengobatan dianggap akan dimulai
dari awal. Oleh karena itu, edukasi mengenai pentingnya pengobatan harus diberikan
kepada seluruh anggota keluarga SR. Selain itu, edukasi kesehatan juga dapat berupa
edukasi bagaimana menegakkan protokol kesehatan yang sesuai agar TBC tidak
meyebar ke orang lain, contohnya dengan edukasi agar tidak meludah sembarangan.
4. Peran perawat sebagai kolaborator
Sebagai kolaborator, perawat dapat berkolaborasi dengan profesi kesehatan lainnya
seperti dokter dan ahli gizi untuk mengobati para penderita TBC di keluarga SR. Hal
ini penting untuk dilakukan, karena dengan berkolaborasi maka pengobatan dan
perawatan yang diberikan kepada keluarga SR dapat dijalankan dengan optimal.
Dokter dapat berperan memberikan pengobatan yang sesuai untuk penderita TB,
perawat memanajemen gejala yang timbul, dan ahli gizi dapat memantau status gizi
dan memberikan edukasi mengenai pemenuhan gizi yang dibutuhkan selama
pengobata, dan lain sebagainya.
5. Peran perawat sebagai koordinator
Sebagai koordinator, perawat yang mempunyai wewenang dapat mengoordinasikan
sumber daya dan fasilitas yang tersedia di wilayah tersebut untuk memberikan
pengobatan yang optimal kepada para penderita TB (tidak hanya keluarga SR),
membuat program pencegahan atau berbagai upaya preventif, meningkatkan
screening TBC, serta secara rutin melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai
TBC agar masyrakat memahami penyakit TBC dan tidak memberikan stigma yang
buruk terhadap para penderita TBC.
6.Peran perawat sebagai Konsultan
Perawat dapat menjadi tempat konsultasi terkait penyakit TB yang diderita oleh
keluarga SR
7.Sebagai Rehabilitator:
Rehabilitasi adalah proses dimana individu kembali ke tingkat fungsi maksimal
setelah sakit, kecelakaan, atau kejadian yang menimbulkan ketidakberdayaan lainnya.
Dalam kasus tersebut sebagai seorang perawat dapat memberikan pendampingan
emosional bagi pasien DA karena mungkin pasien merasa tidak percaya diri terhadap
kondisi fisiknya yang semakin kurus dan lemah. Dukungan emosional juga dapat
meningkatkan rasa percaya diri pasien dalam bersosialisasi lagi dengan orang-orang
disekitar. Tak hanya untuk pasien DA namun dukungan secara emosional diperlukan
untuk mengembalikan fungsi keluarga SR apabila nanti sudah beraktifitas normal
pasca sakit.
8.Sebagai Peneliti:
Perawat dapat mengambil peranannya untuk melakukan riset mengenai kasus TBC
yang terjadi di di Desa Karangrejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri. Riset
yang dilakukan kedepannya dapat digunakan sebagai dasar dalam penetapan
kebijakan baik untuk daerah bersangkutan, untuk Puskesmas setempat, bahkan hingga
system Kesehatan yang ada di Kabupaten Kediri.

 Selain itu ada juga dari GUIDELINES for Nurses in the Care and Control of
Tuberculosis and Multi-drug Resistant Tuberculosis” oleh International Council
of Nurses terdapat penjelasan lebih lanjut mengenai 
 Peran perawat dalam menangani TBC:
1.Perawat menurut International Council of Nurses memiliki empat tanggung jawab
dasar, yaitu untuk meningkatkan/mempromosikan status kesehatan, mencegah
penyakit, memulihkan kesehatan, dan meringankan angka penderitaan.
2. Berhubungan dengan penanganan TBC, tanggung jawab perawat untuk
“meningkatkan/mempromosikan kesehatan” dapat dilakukan dengan cara
mensosialisasikan mengenai penyakit TBC kepada masyarakat dan melakukan upaya
agar masyarakat tidak rentan terhadap TBC.
3. Tanggung jawab perawat untuk “mencegah penyakit” dapat dilakukan dengan
cara mencegah penyakit TBC dengan melakukan penanganan untuk menghindari
penyebaran/transmisi TBC dalam masyarakat dengan cara menemukan kasus aktif
serta memberikan perawatan intensif pada penderita.
4. Tanggung jawab perawat untuk “memulihkan kesehatan” dapat dilakukan dengan
cara memastikan serta memberikan pendampingan agar setiap masyarakat/pasien
penderita TBC mendapatkan perawatan dan pengobatan yang mereka butuh kan.
5. Tanggung jawab perawat untuk “meringankan angka penderitaan” dapat
dilakukan dengan cara memberikan support dan pendampingan khusus bagi penderita
TBC sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
 Selain itu ada juga pendekatan yang berpusat pada pasien yang digunakan oleh
perawat terhadap pasien TBC:
1. Case finding : megidentifikasi kasus aktif dan pasif TBC. Apabila teridentifikasi
kasus TBC dalam suatu komunitas, dapat dilakukan screening pada masyarakat
2. Patient holding : setelah pasien terdiagnosis TBC, pasien akan mendapatkan
pengobatan intensif hingga sembuh. Perawat dalam fase ini perlu memberikan
pendampingan pada pasien untuk memastikan bahwa pasien mengonsumsi obat secara
teratur.
3. Assessment : proses assessment ini meliputi evaluasi kondisi pasien secara fisik,
psikologis, sosial, dan kebutuhan nutrisi yang terkait dengan manajemen/perawatan
TBC yang pasien terima
4. Planning : menentukan tujuan pengobatan dan hasil yang diharapkan di awal
pengobatan hingga akhir pengobatan dengan mempertimbangkan jangka waktu,
tujuan spesifik, dan kemungkinan ketercapian tujuan.
5. Implementation : menjalankan seluruh rencana yang telah disusun untuk
memberikan perawatan secara optimal pada pasien TBC.
6. Evaluation : dalam pengobatan TBC jangka panjang, banyak faktor yang dapat
berubah. Oleh karena itu, perawat perlu mengevaluasi kemajuan/progress pasien
dalam menerima pengobatan. Segala perubahan klinis pada pasien perlu untuk
dicatat,, seperti keadaan pribadi, mood, sikap, dan penampilan.

F. Asuhan Keperawatan pasien TBC


ASKEP 1
1. NOC : Perilaku patuh : pengobatan yang disarankan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, klien diharapkan :
a. Membuat daftar semua obat-obatan dengan dosis dan frekuensi pemberian,
ditingkatkan ke skala 4.
b. Memperoleh obat yang diberikan, ditingkatkan ke skala 4.
c. Mengkonsumsi semua obat sesuai interval yang ditentukan, ditingkatkan ke skala 4.
d. Minum obat sesuai dosis, ditingkatkan ke skala 4.
e. Memantau efek terapeutik obat, ditingkatkan ke skala 4.

2. NIC :
a. Pemberian obat - obatan, dengan kegiatan yang dapat dilakukan adalah :
- Pertahankan aturan dan prosedur yang sesuai dengan keakuratan dan keamanan
pemberian obat.
- Pertahankan lingkungan yang bisa memaksimalkan efektivitas pemberian obat-
obatan.
- Hindari interupsi ketika menyiapkan, memverifikasi, dan memberikan obat.
- Gunakan perintah, aturan, dan prosedur yang sesuai dalam metode pemberian obat.
- Pertimbangkan kebutuhan klien untuk mendapatkan obat-obatan seperlunya secara
tepat.
- Validasi dan dokumentasikan pemahaman klien dan keluarga mengenai efek yang
diharapkan dan efek lanjut obat.

b. Manajemen Obat, dengan kegiatan yang dapat dilakukan adalah :


- Tentukan obat apa yang diperlukan dan kelola menurut resep dan/atau protokol.
- Pantau kepatuhan mengenai regimen obat. Pertimbangkan faktor-faktor yang dapat
menghalangi pasien untuk mengkonsumsi obat yang diresepkan.
- Kembangkan strategi bersama pasien untuk meningkatkan kepatuhan mengenai
regimen obat yang diresepkan.
- Buat protokol untuk penyimpanan, penyimpanan ulang, dan pemantauan obat yang
tersisa untuk tujuan pengobatan sendiri.
- Kaji ulang strategi bersama pasien dalam mengelola obat-obatan.

ASKEP 2

1. Pengkajian Data
Dimulai dari pengkajian data diri pasien, riwayat kesehatan (seperti keluhan utama
yang dirasakan saat ini, riwayat penyakit terdahulu, riwayat kesehatan keluarga, dll),
pemeriksaan fisik, hingga data subjektif maupun objektif pasien.

2. Diagnosa
Diagnosa Keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
ditandai dengan berat badan dibawah rentang berat badan ideal, enggan makan, dan
kurang minat pada makanan, yang berhubungan dengan faktor biologis dan asupan
diet yang kurang.

3. NIC
a.Nafsu makan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, klien diharapkan :
-Hasrat atau keinginan untuk makan, dapat ditingkatkan ke skala 4.
- Intake makanan, dapat ditingkatkan ke skala 4.
- Intake nutrisi, dapat ditingkatkan ke skala 4.
- Intake cairan, dapat ditingkatkan ke skala 4.

b. Status Nutrisi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, klien diharapkan :
-Asupan gizi, dapat ditingkatkan ke skala 4.
- Asupan makanan, dapat ditingkatkan ke skala 4.
- Asupan cairan, dapat ditingkatkan ke skala 4.
- Energi, dapat ditingkatkan ke skala 4.

4. NOC
Terapi Nutrisi, dengan aktivitas yang bisa dilakukan :
-Lengkapi pengkajian nutrisi, sesuai kebutuhan.
- Monitor intake makanan/cairan dan hitung masukan kalori per hari, sesuai
kebutuhan.
- Kaji preferensi makanan yang sesuai dengan budaya dan agama pasien.
- Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrisi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi dengan berkolaborasi bersama ahli gizi, sesuai kebutuhan.
- Sediakan makanan dan minuman bernutrisi yang tinggi protein, tinggi kalori dan
mudah dikonsumsi bagi pasien, sesuai kebutuhan.
-Sajikan makanan dengan menarik, cara yang menyenangkan dengan
mempertimbangkan warna, tekstur, dan keragaman.

5. Implementasi dan Evaluasi


Perawat melaksanakan intervensi keperawatan yang sudah direncanakan dan
mendokumentasikannya. Selanjutnya pada tahap evaluasi, perawat akan mengevaluasi
terkait proses dan hasil dari intervensi yang telah dilakukan sebelumnya dalam bentuk
subjektif, objektif, assesmen, dan planing (SOAP).
G. Gold standar pasien TBC
1. Tes yang direkomendasikan sebagai gold standar adalah kultur karena
identifikasi dan sensitifitas yang baik. namun terdapat kekurangan yaitu penumbuhan
bakteri MTB yang lama, sekitar 4 hari-12 minggu tergantung metode.
dasar dari prosedur kultur yaitu pertumbuhan dan identifikasi tuberkel basil atau
mikobakteri lain pada media kultur dalam inkubator.
Dua jenis sistem kultur kaldu: media cair dan padat yang tersedia secara komersial.
Sistem kultur cair dan uji molekuler line-probe telah disahkan oleh WHO sebagai
standar emas untuk deteksi cepat TB MDR.
Sistem kultur kaldu yang tersedia secara komersial misalnya, BACTEC, MGIT,
VersaTREK, MBBACT yang memungkinkan mendeteksi sebagian besar
pertumbuhan mikobakteri dalam 4 hingga 14 hari jika dibandingkan dengan media
padat yang memerlukan 3 hingga 6 minggu.

2. Metode baku emas/gold standar yang digunakan dalam pemeriksaan TB paru


adalah “Metode Biakan Sputum”Akan tetapi, pemeriksaan menggunakan “Metode
Biakan Sputum” memerlukan waktu yang lama, yaitu 6 – 8 minggu. Pemeriksaan
dengan menggunakan “Metode Biakan Sputum” juga memerlukan ahli khusus dalam
pelaksanaannya sehingga pemeriksaan ini tidak tepat untuk diaplikasikan pada kasus
keluarga tersebut. Saat ini telah dikembangkan metode uji serologi untuk mendeteksi
bakteri Microbacterium Tuberculosis (bakteri penyebab TB Paru) dengan
menggunakanmetode “RapidImmunochromatography.” Metode pemeriksaan ICT
merupakan metode yang tepat untuk diaplikasikan kepada keluarga pada kasus. Hal
ini dikarenakan ICT dapat mendeteksi keberadaam bakteri Microbacterium
Tuberculosis secara cepat, mudah, praktis, dan tidak memerlukan keahlian khusus.
Bahan yang digunakan pada alat ini untuk mendeteksi antigen TB menggunakan
kombinasi dari tiga antibodi monoclonal terhadap antigen spesifik , yaitu early
secretory antigenic target 6 kDa protein (ESAT6), culture filtrate protein (CFP10),
dan Mycobacterium protein tuberculosis (MPT64) yang disekresikan Microbacterium
Tuberculosis pada masa aktif. Region genomik RD1‒RD3 ini terdeteksi pada strain
M. Bovis Bacillus Calmette-Guerin (BCG) dan tidak terdapat di sebagian besar
Mycobacteria lingkungan atau Mycobacterium Other Than Tuberculous (MOTT)
sehingga adanya antigen ini pada spesimen sputum penderita merupakan penanda
terjadinya infeksi M. Tuberculosis complex.

Pemeriksaan antigen TB rapid ICT ini menggunakan spesimen stutum pasien TB


paru. Spesimen sputum pasien kemudian dilarutkan dalam larutan buffer sebanyak
200 µL. Campuran tersebut diadik dengan piper plastic selama 30 – 60 detik dan
diinkubasi selama minimal 30 menit. Larutan tersebut kemudian diteteskan pada
cassete test sebanyak 4 tetes dengan pipet. Setelah 15 menit dapat dilakukan
interpretasi hasil. Interpretasi hasil lebih baik dilakukan oleh 3 orang untuk
menghilangkan faktor subjektivitas.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gustiani, Parwati, Tjandrwati, dan


Lismayanti tahun 2014 memaparkan bahwa metode rapid ICT mempunyai validitas
berupa sensitivitas yang tinggi.
H. Kesimpulan
Dari diskusi forum yang kita pelajari bersama menjadikan kita tahu tentang hal-hal
terkait penyakit TBC, dari definisi tanda gejala,pengendalian, peran perawat, gold
standar pasien TBC, serta Asuhan keperawatan bagi pasien TBC yang dicontohkan
pada kasus dari keluarga SR.
Daftar Pustaka

 ICN - International Council of Nurses. (2015). TB GUIDELINES for Nurses in the Care and
Control of Tuberculosis and Multi-drug Resistant Tuberculosis (3rd ed., pp. 55-56).

https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/FIKkeS/article/viewFile/1904/1946
https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/post/read/2021/1858/Program-JKN-KIS-Bantu-
Ibunda-Dian-Obati-Penyakit-Tuberkulosis\\

(Source: https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
tuberkulosis-2018.pdf)

Zijenah, L. S. (2018). The World Health Organization Recommended TB Diagnostic Tools.


Tuberculosis. doi:10.5772/intechopen.73070 
https://www.cdc.gov/tb/education/corecurr/pdf/chapter4.pdf

Gustiani, N., Parwati, I., Tjandrawati, A., & Lismayanti, L. (2014). Validitas Pemeriksaan
Complex Specific Antigen Mycobacterium tuberculosis Region of Difference 1‒3 Metode Rapid
Immunochromatography pada Sputum Penderita Tuberkulosis Paru. Majalah Kedokteran
Bandung, 46(4), 242-246. https://doi.org/http://dx.doi.org/%2010.15395/mkb.v46n4.344

Anda mungkin juga menyukai