Anda di halaman 1dari 115

Unit Pembelajaran

PROGRAM PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN (PKB)


MELALUI PENINGKATAN KOMPETENSI PEMBELAJARAN (PKP)
BERBASIS ZONASI
MATA PELAJARAN SEJARAH
SEKOLAH MENENGAH ATAS
(SMA)

SEKITAR PROKLAMASI
KEMERDEKAAN RI
Penulis:
Didik Budi Handoko,S.Pd.
Yudi Setianto,M.Pd.

Penyunting:

Desainer Grafis dan Ilustrator:


TIM Desain Grafis

Copyright © 2019
Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


Dilarang mengopi sebagian atau keseluruhan isi buku ini untuk kepentingan komersial
tanpa izin tertulis dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Copyright © 2019
Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


Dilarang mengopi sebagian atau keseluruhan isi buku ini untuk kepentingan komersial
tanpa izin tertulis dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
DAFTAR ISI

Hal

DAFTAR ISI ___________________________________ 3


DAFTAR GAMBAR _______ ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.
DAFTAR TABEL _________ ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.
PENDAHULUAN ________________________________ 5
KOMPETENSI DASAR ____________________________ 6
A. Target Kompetensi ___________________________________________________________ 6
B. Indikator Pencapaian Kompetensi __________________________________________ 6
APLIKASI DI DUNIA NYATA _______________________ 7
A. Sub Heading ___________________________________________________________________ 7
B. Sub Heading _______________________________ Error! Bookmark not defined.
SOAL-SOAL UN/USBN ___________________________ 7
A. Sub Heading _________________________________________________________________ 11
B. Sub Heading _______________________________ Error! Bookmark not defined.
BAHAN PEMBELAJARAN _________________________ 16
A. Aktivitas Pembelajaran ____________________________________________________ 16
Aktivitas 1 ___________________________________________________________________________ 16
Aktivitas 2 ___________________________________________________________________________ 21
B. Lembar Kerja Peserta Didik _____________ Error! Bookmark not defined.
Lembar Kerja Peserta Didik 1 ___________________ Error! Bookmark not defined.
Lembar Kerja Peserta Didik 2 ___________________ Error! Bookmark not defined.
C. Bahan Bacaan _______________________________________________________________ 27
Judul Bahan Bacaan 1 ____________________________ Error! Bookmark not defined.
Judul Bahan Bacaan 2 ____________________________ Error! Bookmark not defined.
Judul Bahan Bacaan 3 ____________________________ Error! Bookmark not defined.
PENGEMBANGAN PENILAIAN ____________________102
A. Pembahasan Soal-soal ____________________________________________________ 102
B. Mengembangkan Soal HOTS _____________________________________________ 103
KESIMPULAN ________________________________109
UMPAN BALIK________________________________110
PENDAHULUAN

Unit ini disusun sebagai salah satu aternatif sumber bahan ajar bagi guru
untuk memahami topik Sekitar Proklamasi Kemerdekaan RI. Melalui
pembahasan materi yang terdapat pada unit ini, guru dapat memiliki dasar
pengetahuan untuk mengajarkan materi yang sama ke peserta didiknya
yang disesuaikan dengan indikator yang telah disusun, dan terutama dalam
memfasilitasi kemampuan bernalar peserta didik. Selain itu, materi ini juga
aplikatif untuk guru sendiri sehingga mereka dapat menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari.

Dalam rangka memudahkan guru mempelajari konten dan cara


mengajarkannya, di dalam unit ini dimuat kompetensi dasar terkait yang
memuat target kompetensi dan indikator pencapaian kompetensi, bahan
bacaan tentang aplikasi topik Sekitar Proklamasi Kemerdekaan RI, soal-soal
tes USBN sebagai acuan dalam menyusun soal sejenis, deskripsi alternatif
aktivitas pembelajaran, Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) yang dapat
digunakan guru untuk memfasilitasi pembelajaran, bahan bacaan yang
dapat dipelajari oleh guru, maupun peserta didik, dan deskripsi prosedur
mengembangkan soal HOTS. Komponen-komponen di dalam unit ini
dikembangkan dengan tujuan agar guru dapat dengan mudah memfasilitasi
peserta didik mendeskripsikan Masa Pendudukan Jepang, Faktor-Faktor
Munculnya Pergerakan Nasional, Organisasi-Organisasi Masa Pergerakan
Nasional, dan Sumpah Pemuda.

Topik tersebut dikembangkan pada bahan bacaan terdiri yang sesuai


dengan konten unit pembelajaran. Selain itu, unit ini dilengkapi dengan 4
(empat) buah Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD). LKPD dikembangkan
secara aplikatif agar guru mudah mengimplementasikannya di kelas.
KOMPETENSI DASAR

A. Target Kompetensi

Unit pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan Kompetensi Dasar


Sejarah Inodnesia SMA/MA/SMK/MAK berdasarkan Permendikbud No. 37
Tahun 2018 untuk kelas XI:

No. Kompetensi Dasar Target Kompetensi Kelas


3.7 Menganalisis 1. Menjelaskan masa Pendudukan XI
peristiwa Jepang di Indonesia
proklamasi 2. Menjelaskan hasil-hasil sidang
kemerdekaan dan BPUPKI dan PPKI
maknanya bagi
3. Menganalisis peristiwa Rengas
kehidupan sosial,
Dengklok menjelang proklamasi
budaya, ekonomi,
politik, dan 4. Menganalisis peristiwa proklamasi
pendidikan bangsa kemerdekaan RI
Indonesia 5. Menganailsis proses terbentuknya
negara dan pemerintahan Indonesia
6. Menganailsis dampak proklamasi
terhadap kehidupan sosial,
ekonomi, politik, dan pendidikan
bangsa Indonesia

4.7 Menalar peristiwa 1. Menyajikan hasil penjelasan XI


proklamasi tentang masa Pendudukan Jepang
kemerdekaan dan di Indonesia
maknanya bagi 2. Menyajikan hasil penjelasan hasil-
kehidupan sosial,
hasil sidang BPUPKI dan PPKI
budaya, ekonomi,
politik, dan
3. Menyajikan hasil analisis peristiwa
pendidikan bangsa proklamasi kemerdekaan RI
Indonesia dan
menyajikannya
dalam bentuk
cerita sejarah

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

IPK Pengetahuan IPK Keterampilan


IPK Pengetahuan IPK Keterampilan
IPK Penunjang
3.7.1. Menjelaskan masa 4.7.1. Menyajikan hasil penjelasan
Pendudukan Jepang di tentang masa Pendudukan
Indonesia Jepang di Indonesia

3.7.2. Menjelaskan hasil-hasil sidang 4.7.2. Menyajikan hasil penjelasan


BPUPKI dan PPKI hasil-hasil sidang BPUPKI
dan PPKI
3.7.3. Menganalisis peristiwa
Rengas Dengklok menjelang
proklamasi

IPK Kunci
3.7.4. Menganalisis peristiwa 4.7.4. Menyajikan hasil analisis
proklamasi kemerdekaan RI peristiwa proklamasi
kemerdekaan RI
3.7.5. Menganailsis proses
terbentuknya negara dan
pemerintahan Indonesia
3.7.6. Menganailsis dampak
proklamasi terhadap
kehidupan sosial, ekonomi,
politik, dan pendidikan
bangsa Indonesia

APLIKASI DI DUNIA NYATA

Coba Saudara baca artikel berikut:

Mengisi Kemerdekaan
Oleh: M Dawam Rahardjo

Ketika kemerdekaan RI diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, Bung Karno sudah


mengatakan bahwa kemerdekaan yang telah dicapai pada waktu itu barulah sebuah
kemerdekaan politik, yang makna konkretnya adalah merdeka dari penjajahan.

Proklamasi kemerdekaan pada hakikatnya adalah sebuah declaration of independence


yang belum berarti tercapainya kondisi kemerdekaan atau kebebasan, yaitu kebebasan
dari ketakutan dan kemiskinan (dalam arti negatif) serta kebebasan berekspresi dan
berserikat (dalam bentuk positif). Namun, kemerdekaan itu punya arti penting karena
merupakan, sebagaimana kata Bung Karno, ”jembatan emas”: kesempatan menuju
masyarakat adil dan makmur. Secara implisit terkandung makna bahwa masyarakat adil
dan makmur adalah sebuah kemerdekaan ekonomi yang dapat dicapai melalui
pembangunan.

Namun, sejak dini pula Sutan Sjahrir, pendiri Partai Sosialis Indonesia (PSI), melihat
gejala belum penuhnya kemerdekaan politik. Ia melihat kecenderungan berkembangnya
pemerintahan yang otoriter dan kolektivisme yang ditandai gejala sistem partai
tunggal, Partai Nasionalis Indonesia (PNI) yang dipimpin dwitunggal Soekarno-Hatta.

Kemerdekaan ekonomi

Maklumat Wakil Presiden No X/1946 adalah semacam pernyataan kemerdekaan kedua


yang menghasilkan sistem politik parlementer multipartai. Namun, ketika itu pun,
secara politik RI baru merdeka secara de facto,baru merdeka secara de jure. Setelah
pengakuan kedaulatan dari hasil Konferensi Internasional Meja Bundar, 29 Desember
1949, ketika RI memperoleh pengakuan kemerdekaan penuh, karena mendapat
pengakuan internasional, selesailah perang bersenjata dan diplomasi.
Syafruddin Prawiranegara, ketika menjadi Menteri Keuangan dalam Kabinet Sjahrir III,
menerbitkan uang kertas yang disebut OERI atau Oeang Republik Indonesia. Ini
merupakan langkah awal kemerdekaan ekonomi karena perekonomian Indonesia
terbebas dari uang Jepang dan uang NICA yang diterbitkan oleh kekuatan sekutu asing.

Langkah kedua kemerdekaan ekonomi timbul dari Wakil Presiden Hatta, yang
menugaskan Margono Djojohadikusumo mendirikan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral
Indonesia. Namun, Bank Negara Indonesia (BNI) yang dibentuk ketika itu (1946) masih
kekurangan modal, belum mampu berfungsi sebagai bank sentral. Secara de facto
maupun de jure, Bank Sentral Indonesia masih De Javaschebank, bank swasta Belanda.

Setelah De Javaschebank dinasionalisasi di masa Kabinet Sukiman (1952), ketika itu


menterinya Jusuf Wibisono dari Masyumi, terjadi langkah kedua kemerdekaan ekonomi,
seperti dikatakan tokoh perbankan di masa revolusi, A Kamim. Namun, oleh Bung
Karno, RI secara ekonomi dianggap belum merdeka juga karena masih dikuasai
neokolonialisme karena perekonomian Indonesia masih dikuasai perusahaan asing,
Belanda.

Langkah ketiga kemerdekaan ekonomi terjadi pada 1957 ketika dilakukan nasionalisasi
total terhadap perusahaan asing. Sungguhpun begitu, oleh Bung Karno, Indonesia
dianggap masih belum merdeka juga. Melalui Manifesto Politik-nya ia menyatakan
bahwa ”revolusi belum selesai”. Ketika meraih kepemimpinan kembali dalam kabinet
presidensial dalam rangka kembali kepada UUD 1945 pada 1959, ia melaksanakan
program ”revolusi nasional demokrasi”, yang membongkar sisa-sisa feodalisme dan
imperialisme menuju sosialisme Indonesia.

Dapat disimpulkan, bagi Bung Karno, kemerdekaan penuh Indonesia dapat dicapai
ketika telah memasuki tahap sosialisme. Namun, rumus kemerdekaan ketika itu oleh
Bung Karno didasarkan pada tiga sendi kemerdekaan, Trisakti, yaitu berdaulat di bidang
politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan.

Sebenarnya rumus kemerdekaan itu sudah tertulis lebih komprehensif dalam


Mukadimah UUD 1945, yaitu terwujudnya negara RI yang ”merdeka, berdaulat, bersatu,
adil dan makmur”, yang bisa dimaknai bahwa kemerdekaan itu didukung empat pilar:
kedaulatan, persatuan, keadilan, dan kemakmuran. Dalam anak kalimat itu, merdeka
berarti tegaknya Trisakti.

Dalam pengertian liberalisme politik John Rawls, kebebasan adalah pilar utama dari
keadilan. Sebaliknya, keadilan adalah syarat kebebasan. Tanpa keadilan, tak ada
kebebasan, suatu rumus- an yang bisa menjelaskan pengertian keadilan dalam
Mukadimah UUD 1945 sebagai salah satu pilar kemerdekaan.
Di Indonesia istilah kemerdekaan mengandung konotasi positif. Adapun kebebasan yang
merupakan nilai utama liberalisme politik itu mengandung makna pejoratif karena
dipahami dalam konteks kapitalisme.

Kapabilitas SDM

Di zaman kontemporer ini, makna positif kebebasan dapat dijelaskan dengan teori filsuf
India, Amartya Kumar Sen. Menurut dia, kebebasan mengandung dua arti. Pertama
well-being freedom, yaitu kondisi yang mengandung peluang untuk memilih yang
terbaik tanpa pencegahan atau hukuman. Kedua, agency freedom, yaitu kapabilitas
untuk merealisasikan diri.
Reformasi awal abad ke-21, melalui proses demokratisasi, Indonesia memasuki proses
penciptaan kondisi kebebasan. Namun, di lain pihak timbul gerakan radikal yang
menggunakan kekerasan dan terorisme dalam mencapai tujuan sehingga menciptakan
ketakutan terhadap ancaman kekerasan.

Lahir pula politik identitas yang, menurut Sen, telah melahirkan kekerasan terutama
oleh mayoritas terhadap minoritas. Akhir-akhir ini telah timbul aksi kekerasan terhadap
kelompok minoritas Ahmadiyah, Syiah, dan Kristen.

Kemiskinan, menurut Sen, adalah kondisi yang menghambat perkembangan kapabilitas.


Dari sudut pandangan lain, belum adanya kapabilitas mengelola sumber daya alam yang
kaya adalah kondisi bahwa bangsa Indonesia belum merdeka di bidang ekonomi dengan
indikator penguasaan modal asing. Ketergantungan pada impor kebutuhan pokok,
khususnya pangan dan energi, juga menunjukkan belum merdekanya perekonomian
Indonesia.

Dengan demikian, kemerdekaan, sebagai kebebasan modern dalam arti kebebasan


individu maupun kolektif bangsa Indonesia, dalam makna positif perspektif Sen, harus
dicapai melalui pembangunan kapabilitas sumber daya manusia, atau pemberdayaan
ekonomi nasional atau ekonomi rakyat. Perspektif kemerdekaan Indonesia pada abad
ke-21 ini harus dilakukan melalui pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia.

M Dawam Rahardjo Rektor Universitas Proklamasi ’45, Yogyakarta

Sumber: Artikel Opini Surat Kabar KOMPAS, tanggal 17-9-2013.

Dapatkah Saudara menjelaskan kembali artikel di atas? Dapatkah Saudara


mendiskusikan topik-topik seperti bacaan di atas kepada para peserta didik?
Dengan seringnya kita mendiskusikan fakta sejarah dengan fenomena
kekinian berarti telah mencoba melakukan dialog masa lalu dengan masa
kini yang kemudian akan memahamkan dan merangsang peserta didik untuk
berpikir dan bertindak kontekstual berdasar inspirasi masa lampau seperti
dalam topik bahasan ini.
Hal tersebut untuk mengimplementasikan fungsi sejarah dalam ranah dunia
pendidikan , sebagaimana diketahui bahwa secara umum fungsi sejarah terdiri
empat macam meliputi:

(1) Fungsi Edukatif, sejarah memberikan kearifan dan kebijakan bagi yang
mempelajari
(2) Fungsi Inspiratif, dari sejarah dapat diambil ide-ide dan konsep yang langsung
berguna bagi pemecahan masalah masa kini dan untuk mendapatkan inspirasi
dan semangat bagi mewujudkan identitas sebagai suatu bangsa.
(3) Fungsi Rekreatif, yaitu nilai estetis dari sejarah, terutama berupa cerita yang
indah tentang tokoh ataupun peristiwa.
(4) Fungsi Instruktif, untuk menunjang bidang studi kejuruan/ketrampilan seperti
jurnalistik,tehnologi senjata, navigasi dan lain-lain .

SOAL-SOAL UN/USBN

Berikut ini contoh soal-soal USBN topik Sekitar Proklamasi Kemerdekaan RI


pada Kompetensi Dasar 3.7. Menganalisis peristiwa proklamasi
kemerdekaan dan maknanya bagi kehidupan sosial, budaya, ekonomi,
politik, dan pendidikan bangsa Indonesia (Permendikbud Nomor 37, 2018).
Soal-soal ini disajikan agar dapat dijadikan sebagai sarana berlatih bagi
peserta didik untuk menyelesaikannya. Selain itu, soal-soal ini juga dapat
menjadi acuan ketika Saudara akan mengembangkan soal yang setipe pada
topik Sekitar Proklamasi kemerdekaan RI.
Contoh Soal USBN Tahun 2016/2017

No. Soal
1 3. Pada tanggal 29 Februari 1945 dini hari, Supriyadi dengan teman-temannya
mulai bergerak. Mereka melapskan tembakan mortar, senapan mesin, dan
granat dari daidan, lalu keluar dengan senjata lengkap. Setelah pihak Jepang
mengetahui adanya gerakan penyerbuan itu, mereka segera mendatangkan
pasukan yang semuanya orang Jepang. Pasukan Jepang juga dipersenjatai
dengan beberap tank dan peswat udara. Mereka segera menghalau para
anggota Peta yang mencoba melakukan perlawanan. Tentara Jepang mulai
menguasai keadaan. Pimpinan tentara jepang menyerukan kepada segenap
anggota Peta yang melakukan penyerangan, agar kembali ke induk kesatuannya
masing-masing.
Kutipan di atas merupakan sepengal kisah pemberontakan yang dilakukan oleh
anggota PETA pimpinan Supriyadi. Peristiwa pemeberontakan PETA tersebut
terjadi di kota …
A. Medan
B. Blitar
C. Semarang
D. Jakarta
E. Bogor

Identifikasi
1. Kutipan di atas merupakan sepengal kisah pemberontakan yang dilakukan oleh
Level Kognitif : Level : Menyebutkan/C1
anggota PETA pimpinan Supriyadi. Peristiwa pemeberontakan PETA tersebut
terjadi di kota3.7.1.
Indikator yang … Menjelaskan masa Pendudukan Jepang di Indonesia
:
bersesuaian
F. Medan
G. Blitar
Diketahui : Kiprah pasukan PETA sebagai organisasi pimpinan Supriyadi
H. Semarang
I. Jakarta
Ditanyakan
J. Bogor : Tempat Supriyadi memimpin pemreontakan PETA
E. sasaran pokok dari organisasi PNI adalah Indonesia Merdeka
Materi yang : Masa Pendudukan Jepang di Indonesia.
dibutuhkan

Contoh Soal USBN Tahun 2017

No. Soal
2 14. Perbedaan sifat penjajahan Belanda dengan Jepang adalah…….
A. Di era penjajahan Belanda golongan nasionalis dilibatkan dalam volksraad di era
Jepang tidak dilibatkan dalam Chuo Sangi In
B. Di dalam volksraad tidak boleh mengkritisi pemerintahan dalam Chuo Sangiin
bisa mengkritisi pemerintahan
C. Di era Jepang golongan nasionalis dilibatkan dalam eksploitasi pengerahan masa
jaman Belanda tidak melibatkan golongan nasionalis
D. Di era Daendles ada rodi jaman Jepang dihapuskan
E. Daenles pemerintahannya kejam dan kaku pemerintahan Jepang merangkul
golongan nasionalis

Identifikasi

Level Kognitif : Level 2: Membandingkan /C2

3.7.1. Menjelaskan masa Pendudukan Jepang di Indonesia


Indikator yang :
bersesuaian

Diketahui : Pemerintah Belanda pernah menguasai Indonesia, demikian juga


Jepang pernah melakukan pendudukan di Indonesia.

Ditanyakan : Membandingkan masa penjajahan Belanda dan masa Pendudukan


Jepang.

Materi yang : Masa Pendudukan Jepang di Indonesia.


dibutuhkan
Contoh Soal USBN Tahun 2018

No. Soal
2 19. Faktor yang menyebabkan perbedaan pendapat antara golongan tua dan muda tentang
proklamasi adalah .....
A. Golongan muda ingin segera memproklamasikan kemerdekaan, golongan tua
tidak ingin terburu-buru
B. Golongan tua ingin PPKI bersidang dulu, golongan muda ingin segera
C. Masalah perbedaan tempat berlangsungnya proklamasi
D. Perbedaan waktu pelaksanaan proklamasi
E. Masalah perbedaan pandangan tentang proses pelaksanaan proklamasi

Identifikasi

Level Kognitif : Level 3: Menganalisis/C3

3.7.4. Menganalisis peristiwa proklamasi kemerdekaan RI


Indikator yang :
bersesuaian

Diketahui : Terjadinya perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan


muda dalam mempersiapkan kemerdekaan dalam menyikapi
kekalahan Jepang pada Perang Dunia II

Ditanyakan : Latar belakang perbedaan pendapat golongan tua dan golongan


muda dalam memutuskan kemerdekaan Indonesia.

Materi yang : Proklamasi Kemerdekaan RI.


dibutuhkan
BAHAN PEMBELAJARAN

Bahan pembelajaran yang diuraikan di sini merupakan contoh panduan


pembelajaran yang dapat dimplementasikan oleh Saudara ketika akan
membelajarkan materi Sekitar Proklamasi Kemerdekaan RI. Bahan
pembelajaran dikembangkan dengan prinsip berpusat pada peserta didik
dan berusaha memfasilitasi kemampuan berpikir tingkat tinggi. Bahan
pembelajaran ini berisikan rincian aktivitas pembelajaran, lembar kegiatan
peserta didik yang digunakan , dan bahan bacaannya

A. Aktivitas Pembelajaran

Aktivitas pembelajaran berisi rincian alternatif kegiatan pembelajaran yang


dilakukan guru dan peserta untuk mencapai kompetensi pada topik Sekitar
Proklamasi Kemerdekaan RI.

Aktivitas pembelajaran untuk mencapai masing-masing indikator yang telah


ditetapkan, yang dapat dicapai dalam empat kali pertemuan. Aktivitas
pembelajaran akan diuraikan lebih rinci, menjadi empat skenario
pembelajaran. Pengembangan skenario pembelajaran mengacu pada
kriteria yang ditetapkan pada Standar Proses (Permendikbud nomor 22
tahun 2016). Berikut ini rincian aktivitas pembelajaran untuk masing-
masing pertemuan.
Indikator Pencapaian Materi/ Aktivitas Bentuk dan Jenis Alokasi
Media
Kompetensi Submateri Pembelajaran Penilaian Waktu

3.7.1.  Masa 1. Menjelaskan 1. TesPengeta 1. Lembar 4 x 45’


Menjelaskan masa Pendudukan Masa huan Kerja
Pendudukan Jepang di Jepang di Pendudukan a. Tes tulis PG Peserta Dlaksanak
Indonesia Indonesia Jepang di b. Tes tulis Didik an dengan
Indonesia Uraian 2
3.7.2. 2. Bahan pertemua
2. Menganalisis Observas Ajar n (2 x 4
Menjelaskan hasil-hasil  Hasil Sidang 2.
sidang BPUPKI dan PPKI Hasil-Hasil i JP)
BPUPKI dan
Sidang keteram
PPKI
BPUPKI dan pilan
PPKI dalam
3.7.3. diskusi
Menganalisis peristiwa kelompo
 Peristiwa 3. Menganalisis k
Rengas Dengklok Rengas Peristiwa
menjelang proklamasi Dengklok Rengas 3. Observasi
Dengklok keterampil
an analisis
dalam
3.7.4.
presentasi
Menganalisis peristiwa 4. Peta pikiran
 Peristiwa / diskusi
proklamasi (mind-
Proklamasi panel
kemerdekaan RI mapping)
Kemerdekaan
RI sekitar
permasalahan
proklamasi
kemerdekaan RI
3.7.5.
Menganailsis proses  Terbentuknya
5. Diskusi panel
terbentuknya negara dan Negara dan
hakekat negara
pemerintahan Indonesia Pemerintah RI
dan
pemerintahan RI
bagi
keberlangsunga
n kehidupan
berbangsa dan
bernegara

3.7.6.
Menganailsis dampak  Dampak 6. Analisis dampak
proklamasi terhadap Proklamasi proklamasi
kehidupan sosial, terhadap kemerdekaan RI
budaya, ekonomi, Kehidupan terhadap bidang
politik, dan pendidikan Masyarakat kehidupan
bangsa masyarakat.
Indonesia
Aktivitas 1

Dalam kegiatan pembelajaran ini, diharapkan mempelajari materi tentang


pendudukan Jepang di Indonesia. Istilah dalam masa ini disebut pendudukan,
hal ini berbeda dengan masa Hindia Belanda dengan menggunkan istilah
penjajahan. Dalam masa Pendudukan Jepang ini, peserta diklat diharapkan
mampu menganalisis berbagai peristiwa dalam sejarah dunia yang
mengakibatkan Jepang memutuskan menjadi Negara fasis untuk menguasai
seluruh Asia Timur Raya.
Wilayah yang dituju dalam rangka menguasai Asia Timur Raya adalah Asia
Tenggara, termasuk Indonesia. Dengan berbagai potensi alamnya, maka
Indonesia menjadi sasaran utama pendudukan Jepang di Asia Tenggara. Pada
umumnya Negara-negara di Asia Tenggara tidak melakukan perlawanan
ketika Jepang masuk, termasuk ke Indonesia. Hal ini disebabkan berdasarkan
historis, Indonesia sudah terlalu lama dikuasai Belanda, sehingga kehadiran
Jepang yang mengalahkan Belanda, menjadi semangat baru akan kebebasan.
Namun kekuasaan Jepang yang singkat, menjadikan penderitaan yang
mendalam dari berbagai aspek bagi masyarakat Indonesia. Kebijakan-
kebijkan kekuasaan fasisme menjadikan muncul kesadaran para tokoh
intelektual untuk melakukan tindakan baik secara kooperatif dan
nonkooperatif.
Meski demikian pada masa Pendudukan Jepang muncul lembaga BPUPKI dan
PPKI sebagai lembaga yang disiapkan kemerdekaan Indonesia. Meski kedua
lembaga tersebut sebagai inisiatif pemerintah Jepang, namun sebenarnya
pada awalnya lembaga tersebut juga terkait dengan kepentingan eksistensi
Jepang di Indonesia.
Pada akhirnya, situasi dunia dengan kekalahan Jepang atas Sekutu dalam
Perang Dunia II, menjadi konstelasi masa pendudukan Jepang di Indonesia
berubah. Akhirnya, pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia dapat
memproklamirkan kemerdekaannya.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Saudara akan melalkukan aktivitas
berikut. 1) menejaaslan masa Pendudukan Jepang di Indonesia, dan 2)
Menjalaskan hasil-hasil sidang BPUPKI dan PPKI

Aktivitas pembelajaran ke- ini akan mencapai indikator 3.7.1, 3.7.2 , 4.7.1
dan 4.7.2 yang dilakukan dengan pembelajaran saintifik yang meliputi
aktivitas 1) mengamati; 2) menanya; 3) mengumpulkan informasi; 4)
mengasosiasi; dan 5) mengomunikasikan. Pertemuan ke-1 ini
menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dengan sintaks 1)
Pemberian rangsangan (Stimulation); 2) Pernyataan/Identifikasi masalah
(Problem Statement); 3) Pengumpulan data (Data Collection); 4)
Pengolahan data (Data Processing); 5) Pembuktian (Verification), dan 6)
Menarik simpulan/generalisasi (Generalization)

1. Kegiatan menjelaskan masa Pendudukan Jepang di Indonesia


Tujuan Aktivitas Pembelajaran: Setelah melakukan aktivitas ini
diharapkan peserta mampu menjelaskan konsep-konsep dalam
perubahan sosial;
Estimasi waktu: 45 Menit.
Media, Alat, dan bahan yang digunakan pada kegiatan ini:
a. Gambar/Video perubahan sosial;
b. Pemutar video/komputer;
c. LCD proyektor; dan
d. LKPD 1: lembar soal (benar salah dan isian).
Langkah kegiatan yang saudara lakukan:
a. Membagikan LKPD 1 kepada peserta didik.
b. Meminta peserta didik mengerjakan LKPD 1
c. Melakukan koreksi bersama atas jawaban LKPD 1
d. Melakukan tanya jawab masa Pendudukan Jepang di Indonesia.
2. Kegiatan mengidentifikasi Hasil-Hasil Sidang BPUPKI Dan PPKI
Tujuan Aktivitas Pembelajaran: Setelah melakukan aktivitas ini
diharapkan peserta mampu:
a. Mengidentifikasi hasil-hasil sidang BPUPKI
b. Mengidentifikasi hasil-hasil sidang PPKI
c. Menganalis hasil sidang BPUPKI dan PPKI bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Estimasi waktu: 135 Menit.

Media, Alat, dan bahan yang digunakan pada kegiatan ini:


a. Gambar/Video sidang BPUPKI dan PPKI
b. Pemutar video/komputer;
c. LCD proyektor; dan
d. LKPD 2: lembar identifikasi
Langkah kegiatan yang saudara lakukan:
a. Membagikan kelompok masing-masing dengan anggota 4 peserta
didik
b. Membagikan LKPD 2 kepada setiap kelompok.
c. Meminta peserta didik melakukan identifikasi hasil sidang BPUPKI
dan PPKI dengan model Discovery Learning; dengan sintaks: 1)
Pemberian rangsangan (Stimulation); 2) Pernyataan/Identifikasi
masalah (Problem Statement); 3) Pengumpulan data (Data
Collection); 4) Pengolahan data (Data Processing); 5) Pembuktian
(Verification), dan 6) Menarik simpulan/generalisasi
(generalization)
d. Melakukan refleksi/ tanya jawab sesuai topik pada LKPD
Aktivitas 2

Materi tentang proklamasi kemerdekaan RI sebagai titik awal seakligus


puncak dari perjuangan mengahadapi kekuatan asing yang telah ratusan
abad menguasai negeri ini. Materi tentang proklamasi kemerdekaan RI juga
terkait dengan terbentuknya negara dan pemerintahan Indonesia.
Selanjutnya kemerdekaan RI membawa dampak serta perubahan dalam
segala bidang kehidupan rakyat Indonesia.
Dalam Aktivitas II ini, peserta didik akan lebih banyak berdiskusi untuk
terkait proklamasi kemerdekaan, terbentuknya negara dan pemerintahan
Indonesia serta dampak kemerdekaan bagi aspek kehidupan rakyat
Indonesia. Pengetahuan pada Aktivitas I akan bermanfaat untuk proses
analisis kasus yang akan dibahas pada aktivitas pembelajaran pada Aktivitas
II ini.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Saudara akan melakukan aktivitas
berikut. 1) menganalisis peristiwa proklamasi kemerdekaan RI 2)
menganalisis terbentuknya negara dan pemerintah Indonesia, dan 3)
menganalisis dampak proklamasi kemerdekaan RI terhadap kehidupan
sosial, budaya, ekonomi, politik, dan pendidikan.
Aktivitas pembelajaran ke-2 ini akan mencapai indikator 3.7.4., 3.7.5., 3.7.6
dan 4.7.4 yang dilakukan dengan pembelajaran saintifik yang meliputi
aktivitas 1) mengamati; 2) menanya; 3) mengumpulkan informasi; 4)
mengasosiasi; dan 5) mengomunikasikan, dengan menggunakan model
pembelajaran Discovery Learning untuk LKPD 3 dan model pembelajaran
Problem Based Learning untuk LKPD 4.
1. Kegiatan menganalsisi tentang proklamasi kemerdekaan RI

Tujuan Aktivitas Pembelajaran: Setelah melakukan aktivitas ini


diharapkan peserta mampu mengaitkan peristiwa proklamsi dengan
peristiwa-peristiwa penting di dalam negeri dan peristiwa penting
dunia yang terkait.
Estimasi waktu: 30 Menit.
Media, Alat, dan bahan yang digunakan pada kegiatan ini:
a. Gambar/Video peristiwa proklamasi kemerdekaa RI;
b. Pemutar video/komputer;
c. LCD proyektor; dan
d. Kertas, spidol, pose it
e. LKPD 3
Langkah kegiatan yang saudara lakukan:
a. Membagikan LKPD 3 kepada peserta didik.
b. Meminta peserta didik mengerjakan LKPD 3
c. Melakukan koreksi bersama hasil karya kelompok
d. Melakukan tanya jawab peristiwa proklamasi kemerdekaa RI
2. Kegiatan menganalisis proses terbentuknya negara dan
pemerintah Indonesia serta dampak proklamasi terhadap
kehidupan masyarakat.

Tujuan Aktivitas Pembelajaran: Setelah melakukan aktivitas ini


diharapkan peserta mampu menganalisis terbentuknya negara dan
pemerintah Indonesia serta dampak proklamasi terhadap kehidupan
bermasyarakat.

Estimasi waktu: 135 Menit.

Media, Alat, dan bahan yang digunakan pada kegiatan ini:

a. Laptop

b. LCD proyektor

c. Buku Siswa, Koran, Kliping, Media Online

d. LKPD 4

Langkah kegiatan yang saudara lakukan:

e. Melakukan orientasi pada materi


f. Mengorganisasi peserta didik: membagi dalam beberapa kelompok

g. Membimbing penyelidikan sesuai dengan LKPD 4

h. Membimbing peserta didik mengembangkan dan menyajikan hasil


karya

i. Melakukan refleksi/ evaluasi atas proses pembelajaran

B. Lembar Kerja Peserta Didik


Lembar Kerja Peserta Didik 1
LKPD 1. Menjelaskan masa Pendudukan Jepang di Indonesia
Alat dan Bahan
1. Bulpen/Pensil atau alat tulis lainnya
2. Buku Siswa
Prosedur Kegiatan:
1. Siapkan alat tulis.

2. Kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri.

3. Bacalah uraian dalam tabel dengan seksama

4. Tandai dengan Lingkaran atau Silang pada kolom B apabila jawaban


benar, atau kolom S apabila konsp dalam uraian yang dianggap salah.

Tabel Masa Pendudukan Jepang di Indonesia


NO URAIAN BENAR SALAH
1. Perang Dunia II di Asia di mulai pada tanggal 8 Desember B S
1941 saat tentara Jepang (Dai Nippon) secara mendadak
menyerang Pearl Harbor di kepulauan Hawai.

2. Indonesia merupakan sasaran invasi Jepang yang penting B S


karena wilayah itu memiliki semangat yang sama dengan
Jepang yakni anti bangsa Barat.

3. Penyerahan tanpa syarat Belanda di wilayah Indonesia pada B S


tanggal 8 Maret 1942 kepada pasukan Pendudukan Jepang
melalui Perjanjian Tuntang.
4. Pada awalnya kedatangan pasukan Jepang ke Indonesia, B S
khususnya di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur
disambut dengan suka cita, karena masyarakat percaya
dengan Ramalan Ronggowarsito.

5. Pemerintahan pendudukan Jepang di Indonesia adalah B S


pemerintahan militer. Pemerintahan militer Angkatan Darat
sebagai Tentara ke-25 berkuasa di wilayah Sumatera dengan
pusat kontrolnya berada di Bukittinggi.

6. Pada masa Pendudukan jepang di Indonesia, dalam bidang B S


pendidikan jenjang sekolah dasar menggunakan istilah
“Sekolah Rakyat” atau SR.

7. PUTERA sebagai organisasi pertama di Indonesia pada masa B S


Pendudukan Jepang yang bertujuan untuk memobilisasi
rakyat Indonesia agar mendukung Jepang dalam
menghadapi Sekutu.

8. Organisasi semi militer Jepang di Indonesia yang bertugas B S


membantu tugas kepolisian adalah Seinendan.

9. Jepang memperhatikan yang khusus kepada organisasi Islam B S


dari pada organisasi pergerakan nasional yakni Masyumi.

10. Perlawanan rakyat di daerah pada masa Pendudukan B S


jepang yang dikenal dengan Perlawanan di Sukamanah
dipimpin oleh KH. Zainal Musthofa.

Lembar Kerja Peserta Didik 2

LKPD 2. Identifikasi Hasil-Hasil Sidang BPUPKI dan PPKI

Alat dan Bahan

1. Bulpen/Pensil atau alat tulis lainnya

2. Buku Siswa
Prosedur Kegiatan:

1. Siapkan alat tulis!


2. Kerjakan secara mandiri!
3. Bacalah buku siswa atau materi pendukung lainnya!
4. Identifikasi hasil-hasil sidang BPUPKI dan PPKI!
5. Isikanlah dalam tabel yang telah disediakan!

No Pernyataan Tujuan Pembentukannya Hasil Sidang


1 BPUPKI
2 PPKI

Lembar Kerja Peserta Didik 3


LKPD 3. Analisis Permasalahan Proklamasi Kemerdekaan
Alat dan Bahan
1. Bulpen/Pensil atau alat tulis lainnya
2. Buku Siswa

Prosedur Kegiatan:
1. Siapkan alat tulis!
2. Berdoalah sebelum mengerjakan!
3. Kerjakan secara kelompok!
4. Berdasarkan hasil diskusi kerjakan berikut inil!

No Proklamasi Kemerdekaan RI Penjelasan

1 Mengapa Jepang menyerah kepada Sekutu


pada Perang Dunia II?
2 Mengapa terjadi peristiwa Rengasdengklok?

3 Jelaskan nilai-nilai toleransi dalam proses


perumusan Pancasila?
4 Apa makna bahwa teks proklamasi
ditandatangi Sukarno-Hatta bukan oleh
PPKI?
5 Bagaimana penyebaran berita proklamasi
17 Agustus 1945?

Lembar Kerja Peserta Didik 4

LKPD 4. Analisis Materi Proses Terbentuknya Negara dan Pemerintaha


Indonesia serta Dampak Proklamasi bagi Kehidupan
Masyarakat

Alat dan Bahan


1. Bulpen/Pensil atau alat tulis lainnya
2. Buku Siswa

Prosedur Kegiatan:
1. Siapkan alat tulis!
2. Berdoalah sebelum mengerjakan!
3. Berikan opini/pendapat terkait analisis yang terkait dengan hal berikut
No Maklumat Latar Isi / Keterangan
Belakang
1 Maklumat No. X tahun 1945
2. Maklumat tanggal 14
November 1945
3 Maklumat tanggal 5 Oktober
1945
4 Maklumat Wakil Presiden
tanggal 3 November 1945
No Pengaruh Peristiwa Proklamasi 17 Penjelasan
Agustus 1945 bagi Kehidupan
1 Bidang Ekonomi
2. Bidang Pemerintahan
3 Bidang Sosial
4 Bidang Pendidikan

C. Bahan Bacaan

1. Masa Pendudukan Jepang di Indonesia

Jepang muncul sebagai Negara penjajah merupakan sebagai jawaban atas


beberapa persoalan yang dihadapi saat itu, dengan demikian kemunculannya
sebagai Negara penjajah sudah melalaui proses sejarah pahit negaranya atas
diskriminasi yang dialmi oleh Jepang dalam percaturan global dengan
Negaranegara barat. Disamping persoalan- persoalan yang bersifat ekternal,
Jepang juga menghadapi persolan-persoalan yang bersifat internal, yakni:
”Persoalan kepadatan Penduduk, keterbatasan pemasaran hasil industri dalam
negeri, dan adanya pembatasan imigran ke Amerika dan Australia”
(Moedjanto,1992: 66).
Perang Dunia II, terjadi di dua benua. Di Eropa, Nazi Jerman melawan
pasukan Sekutu. Sedangkan di Benua Asia antara Jepang dengan pasukan Sekutu.
Jerman dan Jepang yang berpaham Fasisme berusaha menguasai negara-negara
di dunia. Perang Dunia II di Asia dikenal dengan sebutan “Perang Pasifik” atau
“Perang Asia Timur Raya”, Jepang berusaha membangun imperium di Asia.
Perang Dunia II di Asia di mulai pada tanggal 8 Desember 1941 saat tentara
Jepang (Dai Nippon) secara mendadak menyerang Pearl Harbor di kepulauan
Hawai yang merupakan pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat yang terbesar
di Pasifik. Pasukan Jepang yang dipimpin Laksamana Yamamoto bergerak sangat
cepat, menuju ke selatan termasuk ke Indonesia. Sesaat setelah Jepang
menyerang Pearl Harbor, Gubernur Jenderal Hindia Belanda yaitu Tjarda Van
Starkenborgn Stachouwer mengumumkan perang dengan Jepang.
Khusus untuk Indonesia sebelum dikuasai secara resmi, Jepang melakukan
kegiatan pra kondisi untuk mengetahui keadaan Indonesia yang sesungguhnya
saat itu dengan kegiatan mata-mata (Spionase). Jepang mengirim orang-
orangnya ke Indonesia ada yang menyamar sebagai pedagang, ahli kehutanan,
ahli perikanan dan sebaagai wartawan atau juru potret , seperti yang
dikemukakan oleh (Mudjanto,1992: 67) bahwa; ”Penyelidikan-penyelidikan
daerah strategis, misalnya disekitar perairan Singapura dan Riu yang dilakukan
oleh penyelidik-penyelidik yang menyamar sebagai nelayan. Begitu pula daerah-
daerah penting di pedalaman yang dilakukan oleh penyelidik-penyelidik yang
menyamar berbagai profesi.
Jepang telah memprogandakan dirinya sebagai bangsa pemimpin dan
penyelamat bagi bangsa-bangsa Asia yang terjajah, tetapi tanpa menyatakan
tindakan agresifnya untuk menguasai wilayah-wilayah lain. Tindakan itu
merupakan salah satu karakter fasis Jepang Seperti kaum fasis yang lain, ketika
itu Jepang telah melegitimasi perannya sebagai pemegang kekuasaan atas
bangsa-bangsa Asia Timur. Sesungguhnya, slogan yang bersifat kemanusiaan
untuk membebaskan bangsa-bangsa yang tertindas oleh bangsa Barat
merupakan kedok Jepang untuk melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah lain dan
menampilkan diri di panggung kekuasaan dunia.
Segera setelah pecah perang di Eropa dalam bulan September 1939,
Jepang mulai mempersiapkan diri untuk mengadakan invasi ke wilayah-wilayah
di sebelah Selatan Jepang. Indonesia merupakan sasaran invasi Jepang yang
penting karena wilayah itu memiliki persediaan bahan mentah seperti minyak,
karet, timah, boksit, manggan yang sangat diperlukan untuk mendukung
kepentingan perang (Azis, 1955: 100). Pasukan Jepang sejak awal berusaha dapat
menguasai Indonesia sejak pecahnya perang Pasifik. Alasannya Angkatan Perang
Jepang (Dai Nippon) membutuhkan minyak bumi dan bahan mentah lainnya
dalam rangka memenuhi kebutuhan angkatan perangnnya. Pada tanggal 10
Januari 1942, tentara Jepang telah mendarat di Tarakan, Kalimantan Timur
kemudian disusul dengan penguasaan daerah Balikpapan, Pontianak dan
Banjarmasin. Daerah-daerah pertambangan minyak di Kalimantan dengan
mudah di kuasai Jepang. Gerak tentara Jepang dilanjutkan ke Sumatera, dengan
menduduki Palembang pada tanggal 14 Februari 1942, sehingga semakin mudah
untuk merebut Pulau Jawa.
Penyerahan tanpa syarat Belanda pada tanggal 8 Maret 1942 dari Jendral
Terpoorten kepada Hitoshi Imamura di Kalijati Jawa Barat melalui Perjanjian
Kalijati menyebabkan berakhirnya kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia,
dengan demikian Indonesia memasuki sejarah babak baru. Masa pendudukan
Jepang di Indonesia dianggap sebagai masa yang memperhatinkan, yang ditandai
dengan adanya Romusha dan kelaparan, kekurangan pakaian serta pemaksaan
dalam berbagai kegiatan perang. Romusha (rōmusha: "buruh", "pekerja")
adalah panggilan bagi orang-orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa
pada masa pendudukan Jepang di Indonesia dari tahun 1942 hingga 1945.
Mereka dikirim untuk bekerja di berbagai tempat di Indonesia serta Asia
Tenggara.
Tentara Jepang menjalankan siasat perang kilat (Blitz Krieg) dalam rangka
mewujudkan Imperium Asia Timur Raya. Dalam menghadapi ekspansi Jepang,
dibentuklah ABDA Com (American, British, Dutch, Australian Command) dengan
markasnya di Lembang, Bandung. Sementara itu Letjend. H. Tjer Poorten
diangkat sebagai Panglima Tentara Hindia Belanda (KNIL). Namun dalam waktu
relatif singkat tentara Jepang dapat menguasai hampir seluruh kawasan Asia
Timur dan Asia Tenggara.
Pada tanggal 1 Maret 1942, tentara ke-16 Angkatan Darat Jepang yang
dipimpin Letjend. Hitoshi Imamura telah mendarat di Pulau Jawa di tiga tempat,
yaitu :
1. Di teluk Banten, Jawa Barat
2. Di Eretan Wetan, Jawa Barat
3. Di Kragan, Rembang, Jawa Tengah.
Tentara Jepang dengan mudah merebut kota-kota penting di Jawa seperti
Batavia, Bandung, dan lain-lain. Pada tanggal 8 Maret 1942 Letjend. H. Tjer
Poorten selaku Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda dan atas nama
Angkatan Perang Sekutu di Indonesia menyerah tanpa syarat kepada pasukan
Jepang. Perundingan penyerahan tersebut berlangsung di Kalijati, Subang, Jawa
Barat. Dalam perundingan Kalijati ini, dari Jepang diwakili Gubernur Jenderal
Imamura sedang dari puhak Belanda diwakili oleh Gubernur Jenderal Tjarda dan
Jenderal Ter Poorten. Tanggal 8 Maret 1942 dimulai jaman pendudukan Jepang
di Indonesia.
Pada awalnya kedatangan pasukan Jepang ke Indonesia disambut dengan
suka cita, karena beberapa alasan diantaranya :

 Kesengsaraan rakyat akibat imperalis Belanda.


 Adanya slogan Tiga A (Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon
Pemimpin Asia).
 Penduduk pribumi diangkat sebagai Pegawai Administrasi Pemerintahan.
 Tokoh-tokoh nasional seperti Sukarno, Hatta dan Syahrir yang sebelumnya
diasingkan Belanda, dibebaskan oleh Jepang.
 Diijinkannya pengibaran bendera merah putih untuk dikibarkan dan lagu
Indonesia Raya untuk dikumandangkan.
 Penggunaan Bahasa Indonesia dalam urusan formal dan non formal serta
pelarangan penggunaan Bahasa Belanda.
 Kepercayaan masyarakat Jawa terhadap ramalan Jaya Baya. Jayabaya adalah
Raja Kerajaan Daha, Kediri (1051 – 1062). Masyarakat Jawa banyak yang
percaya terhadap ramalan-ramalannya. Ramalan itu antara lain “Pulau Jawa
kelak akan diperintah bangsa kulit putih (Belanda), kemudian dari arah utara
akan datang bangsa Katai (jenis ayam), kulit kuning bermata sipit.
Pemerintahan dari bangsa kulit kuning tidak lama, hanya seumur jagung. Dan
sesudah itu Jawa akan merdeka”.
Pemerintahan pendudukan Jepang adalah pemerintahan militer, untuk
mengendalikan keadaan, pemerintahan dibagi menjadi beberapa bagian yakni:
1. Pemerintahan militer Angkatan Darat sebagai Tentara Kedua puluh
Lima. Berkuasa di wilayah Sumatera dengan pusat kontrolnya berada di
Bukittinggi,
2. Pemerintahan militer Angkatan Darat Keenam belas. Berkuasa untuk
daerah Jawa-Madura dengan pusat kontrolnya berada di Batavia,
3. Pemerintahan militer Angkatan Laut Armada Selatan Kedua. Berkuasa
meliputi daerah Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku yang pusat
kontrolnya berada di Makassar.

Kedatangan tentara Jepang yang mengusir imperalis Belanda bertujuan


bukan untuk membebaskan rakyat Indonesia, namun mempunyai maksud
tertentu. Faktor-faktor utama kedatangan tersebut adalah :
 Indonesia kaya hasil tambang, sehingga menunjang untuk keperluan perang.
 Indonesia terdapat bahan mentah untuk memenuhi kebutuhan industri dalam
negeri Jepang.
 Indonesia memiliki tenaga manusia (man-power) yang banyak sehingga dapat
mendukung usaha Jepang.
 Ambisi Jepang untuk mewujudkan “Hakko Ichi-u” yaitu pembentukan
imperium yang meliputi bagian besar dunia yang dipimpin Jepang.
 Kepentingan migrasi, maksudnya wilayah Jepang yang sempit sedang jumlah
penduduk banyak maka dibutuhkan tempat bagi pemerataan penduduk.

Dalam menjalankan pemerintahan di Indonesia, pemerintah militer Jepang


mengalami kesukaran-kesukaran. Yang pertama berhubungan dengan keadaan
geografi Indonesia terdiri dari daerah yang luas denganpulau-pulaunya yang
sangat banyak. Masyarakatnya bersifat heterogen dengan berbagai sukubangsa
dan adat-istiadatnya masing-masing. Yang kedua, kurangnya pengetahuan
Jepang tentang Indonesia dengan segala sifat-sifatnya tadi. Yang ketiga, Jepang
kekurangan tenaga untuk bisa mengisi jabatan-jabatan yang lowong karena
ditinggalkan oleh Belanda (G.Mudjanto,1974:74). Sehubungan dengan
kesukaran-kesukaran tersebut dan juga untuk menyelesaikan Perang Asia Timur
Rayanya, pemerintah militer Jepang sangat memerlukan dukungan dan batuan
penduduk, sehingga untuk itu diperlukan “kerja sama” dengan tokoh-tokoh
nasionalisme terkemuka Indonesia seperti Sukarno dan Moh. Hatta.
Ketika tentara Jepang menyerbu Indonesia, Sukarno dan Moh. Hatta dalam
status sebagai interniran. Sukarno berada di Sumatera, sedangkan Moh. Hatta
sudah kembali ke Jawa, sehingga pimpinan militer Jepang di Jawa mengadakan
hubungan dengan Moh. Hatta lebih dulu dari pada Sukarno. Dalam neghadapi
uluran tangan Jepang untuk saling kerjsama demi kepentingan masing-masing,
sikap dan alasan yang ditempuh pleh Moh. Hatta dapat dibaca pada
otobiografinya “Memoir”, sedangkan sikap dan alasan Sukarno dijumpai pada
otobiografinya “Bung Karno Penyambung Lidah rakyat Indonesia”.
Kebijakan yang dilaksanakan di Indonesia berkaitan dengan kemenangan
peperangan di Pasifik. Pada dasarnya kebijakan yang diterapkan mempunyai dua
prioritas. Pertama, menghapuskan pengaruh Barat. Kedua, memobilisasikan
rakyat Indonesia demi kemajuan perang Jepang. Berbagai mobilisasi dijalankan
oleh pemerintah pendudukan Jepang. Untuk membantu pelaksanaannya
diangkat pimpinan-pimpinan rakyat baik pemimpin-pemimpin agama, guru dan
pemimpin-pemimpin nasionalis. Pemerintah Jepang merangkul pemimpin Islam,
karena Jepang menyadari bahwa sebagian besar rakyat Indonesia beragama
Islam dan pemimpin Islam mempunyai kedudukan penting dalam masyarakat.
Selain merangkul pemimpin-pemimpin Islam, pemerintah Jepang juga
menawarkan kerja sama kepada tokoh-tokoh nasionalis. Tujuannya agar
golongan nasionalis mau memberikan tenaga dan pikirannya dalam membantu
usaha perang Jepang. Untuk mendapatkan dukungan dan simpati rakyat
Indonesia maka tokoh-tokoh nasionalis diangkat menjadi pemimpin pergerakan
yang dibentuk oleh pemerintah Jepang seperti gerkan tiga A (Nippon Cahaya
Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia) dan gerakan PUTERA (Pusat
Tenaga Rakyat).
Setelah pemerintah militer Jepang terbentuk secara resmi, pemerintah
militer Jepang di Jawa segera mengendalikan sarana-sarana penerangan untuk
publik. Siaran radio, film dan pers ditempatkan di bawah pengawasan
pemerintah militer Jepang. Pengawasan dan penyebarluasan propaganda
dilakukan oleh balatentara Jepang, yang diorganisasikan dalam suatu lembaga
Sendenhan, yang kemudian menjadi Syoohoobu (Seksi Propaganda
pemerintahan Militer)(Zorab, 1954: 96). Dalam perkembangnya tampak sekali
bahwa pendudukan Jepang di Kawasan Asia hanyalah ambisi Jepang untuk
mewujudkan Imperium di Asia. Jepang juga berusaha untuk memperkenalkan
budaya Jepang di Indonesia, antara lain dengan :
 Penggantian penggunaan tarikh masehi dengan tahun Sumera (Tarikh
Jepang).
 Pemasangan bendera Hinomaru dan lagu Kimigayo dalam setiap perayaan
hari-hari besar.
 Rakyat Indonesia wajib merayakan hari raya Tencosetsu (hari lahirnya Kaisar
Hirohito).
Janji-janji pasukan Jepang untuk membebaskan saudara muda hanya taktik
sementara untuk menarik simpati rakyat Indonesia. Jepang mulai dengan wajah
aslinya. Pada tanggal 20 Maret 1942 dikeluarkan peraturan pemerintahan militer
yaitu :
 Pelarangan rapat dan gerakan mengenai pemerintahan dan struktur negara.
 Pelarangan pengibaran bendera kecuali bendera Jepang.
Disamping itu, tentara Jepang mulai bertindak kasar dan kejam terhadap
warga pribumi. Baik secara mental maupun fisik, rakyat Indonesia merasakan
tekanan dari penguasa baru yang sebelumnya dianggap saudara tua.
Pada masa Pendudukan Jepang di Indonesia, antara tahun 1942-1945, terjadi
perubahan kebijakan pendidikan yang cukup signifikan. Beberapa peubahan yang
dimaksud, adalah:
 Nama-nama sekolah berganti dari nama Bahasa Belanda ke Bahasa
Indonesia
 Jabatan Kepala Sekolah (sebelumnya diduduki orang Belanda), dipercayakan
kepada orang Indonesia
 Larangan penggunaan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar di sekolah
dan bahas percakapan sehari-hari, diganti dengan Bahasa Indonesia atau
Bahasa Daerah
 Sekolah Rendah pada masa Belanda, diganti Sekolah Rakyat, dengan jangka
waktu belajar 6 tahun, yang bernama Kokumin Gako.
Jenis pendidikan Kokumin Gako kurang memperhatikan kwalitas dan
isinya, karena para siswa banyak mengikuti latihan militer di sekolah sebagai
bagian strategi Jepang, untuk melibatkan warga pribumi dalam mendukung
peperangan melawan Sekutu dalam Perang Dunia II di Indonesia. Pelajaran olah
raga sangat ditekankan, demi kemampuan fisik bagi keperluan perang. Para
siswa juga disuruh menanam pohon jarak untuk diambil minyaknya, sebagai
bagian dari kebutuhan kepentingan perang. Secara umum, selama 3 tahun
menduduki Indonesia, pasukan Pendudukan Jepang tidak banyak memberikan
perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mikro dalam pendidikan, seperti
struktur dan isi kurikulum. Pengelolaan sekolah sepenuhnya diserahkan kepada
orang Indonesia, dengan ketentuan, tidak mengganggu kepentingan Jepang.
Pemerintah Pendudukan Jepang lebih disibukkan urusan mobilisasi segala
potensi demi keperluan perang (Dedi Supriadi & Ireen Hoogenboom,2003: 15).
Dalam pelaksanaan kurikulum pendididkan di Indonesia, pemerintah
Jepang menekankan empat mata pelajaran tertentu dalam rangka
mengindoktrinasi para siswa menurut model Jepang. Empat pelajaran tersebut
adalah latihan kemiliteran, pelajaran moral,pekerjaan praktis, bahasa Jepang .
Latihan militer dan pelajaran moral merupakan dua pelajaran khas yang paling
penting di dalam pendidikan sekolah di Jepang ketika masa perang tersebut
(Kurawa, 1993:365). Mata pelajaran bahasa Jepang juga diajarkan di sekolah-
sekolah dengan tujuan bahwa bahasa Jepang dapat menjadi lingua franca di
Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya( Kurawa, 1993:366).
Di sekolah, Bahasa Indonesia digunakan sebagai mata pelajaran utama.
Bahasa Jepang diberikan sebagai mata pelajaran wajib. Bangsa Indonesia
diuntungkan dengan adanya peraturan itu, karena Bahasa Indonesia dapat
berkembang. Para siswa di sekolah tersebut juga dilibatkan dalam usaha yang
berkaitan dengan perang yang dilakukan Jepang. Sekolah pada saat itu
merupakan tempat indoktrinasi Jepang. Melalui pendidikan itu mentalitas dan
cara berpikir masyarakat dapat diubah dan dialihkan, dari mentalitas Eropa
kepada “alam pikiran Nippon” (Lapian, 1988: 87). Sesungguhnya tujuan utama
Pemerintah Tentara Jepang melarang pemakaian bahasa Belanda dan
menganjurkan untuk memajukan bahasa Indonesia, melainkan pertimbangan
praktis dan memudahkan komunikasi antara pemerintah dan rakyat (Sagimun,
1985: 29)
Status sosial yang sebelumnya dijadikan sebagai alat pemisah dalam
pendidikan, sekarang tidak lagi berlaku. Antara golongan priyai dan golongan
masyarakat biasa disamakan. Nama sekolah-sekolah yang sudah ada dari masa
Belanda kemudian di rubah, seperti:
1. Jenjang sekolah dasar menggunakan istilah “Sekolah Rakyat” atau
Kokumin Gakko yang diperuntukkan untuk semua masyarakat
Indonesia tanpa harus membedakan status sosialnya. Masa pendidikan
pada jenjang ini selama 6 tahun. Bisa dikatakan model SD (Sekolah
Dasar) untuk saat ini.
2. Setelah lulus dari “Sekolah Rakyat”, jenjang pendidikan selanjutnya
adalah “Sekolah Lanjutan Pertama” atau sejenis SMP (Sekolah
Menengah Pertama) atau dalam bahasa Jepangnya disebut Shoto Chu
Gakko. Semua yang masuk dalam jenjang ini bebas, selama mereka
mempunyai ijazah Sekolah Rakyat. Lama pendidikan dalam jenjang
sekolah ini adalah 3 tahun.
3. Jenjang sekolah atasnya yang sejajar dengan tingkat SMA (Sekolah
Menengah Atas) untuk sekarang ini di antaranya adalah:
1) Sekolah Menengah Tinggi atau Koto Chu Gakko,
2) Sekolah Teknik atau Kagyo Semmon Gakko, dan
3) Sekolah Pelayaran Tinggi.
4. Adapun perguruan tinggi yang ada waktu itu adalah Sekolah Tinggi
Kedokteran atau Ika Dai Gakko di Jakarta, Sekolah Teknik Tinggi atau
Kagyo Dai Gakko di Bandung, Sekolah Tinggi Pangreh Praja98 atau
Kenkoku Gakuin, dan Sekolah Tinggi Kedokteran Hewan di Bogor.

Khusus tentang pendidikan guru terdapat tiga jenis sekolah yaitu:


1. Sekolah guru, 2 tahun sesudah SR yang disebut dengan Syoto Sihan
Gakko,
2. Sekolah guru, 4 tahun sesudah SR yang disebut dengan Guto Sihan
Gakko, dan
3. Sekolah guru, 6 tahun sesudah SR yang disebut dengan Koto Sihan
Gakko.
Pada masa pendudukan Jepang, organisasi ataupun partai politik yang ada
pada masa Hindia Belanda dibekukan. Sebagai gantinya didirikan organisasi-
organisasi seperti :
a. Gerakan Tiga A
Dengan Motto Nippon pemimpin Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon
Cahaya Asia. Gerakan “Tiga A” merupakan organisasi pertama di Indonesia yang
bertujuan untuk memobilisasi rakyat Indonesia agar mendukung Jepang dalam
menghadapi Sekutu. Gerakan “Tiga A” yang didirikan pada tanggal 29 April 1942
dipelopori oleh Pendudukan Jepang “Bagian Propaganda Tentara Jepang” yang
dikenal dengan nama “Sendenbu”. Tokohnya bernama Shinaizu Hitoshi. Gerakan
tiga “A” yang di sponsori oleh “Sendenbu” ini di ketuai oleh orang Indonesia yang
bernama Mr. Syamsuddin (seorang tokoh Parindra).
Namun gerakan “Tiga A” hanya bertahan sebentar karena dianggap gagal
dalam menggerakkan rakyat Indonesia dalam rangka mendukung Jepang
menghadapi Sekutu. Jepang menyadari bahwa kaum intelektual pribumi telah
membina Pergerakan Nasional Indonesia yang mengakar pada masyarakat.
b. PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat)
Kegagalan gerakan Tiga “A” gagal disebabkan dipimpin oleh Mr.
Syamsuddin yang bukan merupakan pemimpin Nasional Indonesia yang
berpengaruh. Akhirnya Jepang merangkul pemimpin Pergerakan Nasional yang
senior seperti Sukarno dan Hatta. Untuk itu Jepang membebaskan Sukarno Hatta
dan Sutan Syahrir yang masih dalam pengasingan pada akhir jaman
pemerintahan Hindia Belanda.
Dibawah kepemimpinan Empat Serangkai (Sukarno, Hatta, Ki Hajar
Dewantara dan Kiai Haji Mas Mansur) pada tanggal 9 Maret 1943 berdirilah
organisasi baru PUTERA (Pusat Tenaga Kerja).
Dalam PUTERA ini antara kepentingan Jepang dan kepentingan bangsa
Indonesia dapat berjalan searah. Pihak Jepang berharap agar PUTERA dapat
menjadi penggerak tenaga rakyat Indonesia untuk membantu usaha-usaha
perang Jepang menghadapi sekutu. Jepang berusaha menanamkan perasaan
sentumen anti barat kepada rakyat Indonesia, sementara itu, bagi pemimpin-
pemimpin bangsa Indonesia, PUTERA dijadikan sarana untuk menanamkan serta
membangkitkan nasionalisme dan kesiapan mental rakyat bagi terwujudnya
kemerdekaan. Bung Karno sering berpidato bersemangat dan berapi-api
dihadapan masa pada rapat raksasa ataupun melalui siaran radio.
Pemimpin nasionalis yang duduk dalam PUTERA menggunakan PUTERA
sebagai ujung tombak untuk mengerahkan seluruh potensi rakyat Indonesia.
Banyak organisasi yang menyatakan bergabung dengan PUTERA karena
kepopuleran Bung Karno seperti: Persatuan Guru Indonesia, Perkumpulan
Pegawai Pos, Pengurus Besar Istri Indonesia dan Barisan Banteng. Kesempatan
emas ini digunakan Bung Karno sebaik-baiknya untuk menghimpun kekuatan
massa. Aspirasinya disampaikan melalui rapatrapat raksasa dan kampanye
keliling.
Pergerakan PUTERA ternyata lebih menguntungkan perjuangan rakyat dari
pada usaha membantu perang Jepang. Akhirnya pergerakan tersebut
dibubarkan, sebagai gantinya dibentuk Jawa Hokokai (Perhimpunan kebaktian
rakyat) dengan penasehat utama Bung Karno dan Hasyim Ashari.

c. Jawa Hokokai
Pada tanggal 8 Januari 1944, Jepang mendirikan Jawa Hokokai atau
Perhimpunan Kebaktian Rakyat Jawa. Sebagai pengganti “PUTERA” maka sifat
Jawa Hokokai berbeda dengan organisasi sebelumnya. PUTERA merupakan suatu
gerakan Indonesia yang dipimpin tokoh-tokoh Indonesia sedangkan Jawa
Hokokai merupakan organisasi Jepang yang anggotanya :
Perbedaan antara PUTERA dan Jawa Hokokai
PUTERA Jawa Hokokai
1. Suatu Gerakan Indonesia dibawah
1. Organisasi pemerintah pendudukan
pengawasan pendudukan Jepang. Jepang, anggotanya 5 orang Jepang
dan masyarakat Indonesia.
2. Di pimpin oleh tokoh-tokoh
2. Di pimpin oleh Gunseikan (kepala
Indonesia. pemerintah militer Jepang).
3. Penanaman sikap anti barat 3. Penonjolan sifat kebaktian pada
Jepang.

Dalam perkembangan Perang Pasifik, situasi menjadi berubah karena


kekuatan pasukan Sekutu menjadi lebih dominan di beberapa Front
Pertempuran dibanding tentara Jepang. Kondisi ini memaksa Jepang merubah
sikapnya terhadap negeri-negeri yang didudukinya. Jepang membutuhkan
bantuan rakyat setempat guna menahan Ofensif Tentara Sekutu.
Menyikapi hal tersebut, berdasar keputusan sidang parlemen ke-82 di
Tokyo, di kemukakan Perdana Menteri Tojo dilapangan IKADA, Jakarta pada
tanggal 7 Juli 1943 tentang adanya, kesempatan untuk ambil bagian dalam
pemerintahan. Disamping itu pemerintah militer Jepang mulai mengerahkan
pemuda-pemuda Indonesia membantu usaha perang Jepang.
Pada bulan Januari 1943 dibukalah pusat latihan militer untuk pemuda-
pemuda Indonesia yang dikenal dengan nama “Sainen Dojoú” (tempat latihan
pemuda-pemuda di Tangerang, Jawa Barat). Sainen Dojo dipimpin perwira
Jepang yaitu Yanagawa. Ia merupakan salah seorang perwira Jepang yang
mendukung cita-cita kemerdekaan sehingga setelah Indonesia merdeka,
Yanagawa menjadi warga negara Indonesia.
Pemerintah pendudukan Jepang memerlukan banyak tenaga untuk
pertahanan menghadapi Sekutu. Untuk itu dibukalah kesempatan nagi para
pemuda untuk menjadi prajurit. Gerakan-gerakan pemuda diberi prioritas tinggi
dan ditempatkan di bawah pengawasan ketat pihak Jepang. Hal ini dipahami
Jepang bahwa untuk mempertahankan kedudukannya harus mendapatkan
dukungan dari penduduk setempat. Untuk melatih pemuda-pemuda dibentuklah
organisasi-organisasi militer seperti Heiho (pasukan pembantu prajurit),
Seinendan (barisan pemuda), Keibodan (barisan pembantu polisi), Peta (tentara
sukarela pembela tanah air), Fujinkai (perhimpunan wanita), dan Suisyintai
(barisan pelopor). Mereka semua diberi latihan dasar yang sama dengan para
serdadu Jepang seperti baris berbaris, taktik menggunakan senjata dan taktik
berperang
Pada tanggal 29 April 1943 Jepang membentuk organisasi semi militer di
Indonesia yaitu :
a. Seinendan (Barisan Pemuda)
Salah satu program yang dilakukan Jepang dalam mengindoktrinasi dan
memobilisasi penduduk dalam tingkat masyarakat bawah dengan pembentukan
Seinendan, yang diperkenankan pada masyarakat Jawa pada hari ulang tahun
kaisar Jepang (29 April) di tahun 1943. Gagasan tentang latihan dan
pengendalian pemuda ini telah lama dipikirkan oleh penguasa militer, yang
menyadari bahwa kekuatan potensial pemuda dapat dimobilisasi demi upaya
kebijakan perang Jepang (Kurasawa, 1993:341-342). Meskipun keanggotaan
Seinendan bersifat suka rela, namun sebenarnya keanggotannya ditunjuk oleh
kepala desa dari kalangan pemudan terdidik yang berasal dari kalangan
masyarakat yang mapan (Kurasawa, 1993:348). Keberadaan Seinendan untuk
menyelamatkan pasukan Jepang yang mulai terjepit di berbagai front Asia
Pasifik. Untuk itu keberadaan Seinendan langsung dipegang oleh Gunseikan atau
pimpinan pemerintahan militer (Jakarta), dan secara struktural diteruskan di
darah administratif di bawahnya seperti Syu (karesidenan), Koci (daerah
istimewa seperti Yogyakarta), Ken (kabupaten), dan Gun (kawedanan).
Seinendan bertujuan untuk mempersiapkan pemuda Indonesia secara
mental maupun tehnis dalam memberikan dukungan dalam usaha perang.
Susunan pengurus Seinendan terdiri atas :
a. Dancho (Komandan)
b. Fuku Dancho (Wakil komandan)
c. Komon (Penasehat)
d. Sanyo (Anggota Dewan Pertimbangan)
e. Kanji (Administrator).
Tujuan dan sasaran dibentuknya Seinendan adalah “dalam rangka
menyadarkan pemuda-pemuda di Jawa agar bekerja bersama-sama dengan
Pemerintah Pendudukan Jepang dalam rangka mendukung pembangunan
lingkungan kemangmuran di Asia Raya, sehingga diperlukan bagi para pemuda
tersebutlatihan dan pendidikan kemiliteran (Kurasawa, 1993:342). Pemuda yang
diperkenankan masuk dalam Seinendan adalah para remaja putra yang telah
berumur 14-25 tahun. Dalam rentangan usia ini, bisa dimasukkan para pelajar
yang pada masa pendudukan Jepang sedang menjalani masa sekolah. Secara
umum, mereka adalah para pelajar setingkat sekolah menengah dan tinggi, yang
sebenarnya pada masa itu mengalami semacam goncangan, terutama karena
Jepang membubarkan sekolah-sekolah bekas Hindia-Belanda dan tidak
memperbolehkan pemakaian bahasa Belanda di sekolah apapun (Anderson
1988: 39). Pemerintah militer Jepang tidak hanya menjalankan upaya mobilisasi
pemuda melalui organisasi kepemudaan, mereka juga berupaya mengerahkan
tenaga pemuda dalam dunia pendidikan dengan modus-modus pragmatis untuk
kepentingan pendudukan. Para pemuda usia sekolah menengah dan tinggi ini,
dalam masa pendudukan Jepang mengalami kesulitan dalam mencari sekolah,
mereka terpaksa memasuki sekolahsekolah dirian Jepang dengan materi
kurikulum yang sudah dimasuki oleh agenda kepentingan pendudukan.
b. Keibodan (Barisan Pembantu Polisi)
Keibodan tugasnya memelihara keamanan dan ketertiban. Pembinaan
Keibodan diserahkan kepada “Keimubu” atas Departemen Kepolisian. Keibodan
dibentuk juga pada 29 April 1943. Latihan yang diberikan kepada Keibondan
meliputi penjagaan dan penyelidikan terhadap berbagai berita dalam kehidupan
sosial, penjagaan kawasan dirgantara, penjagaan wilayah pantai, penjagaan dan
bantuan bencana alam, serta penjagaan dan keamanan kampung (Sihombing,
1962: 1933-1934). Pengawasan terhadap keberadaan Keibondan dilakukan
secara hierarkhis sampai ke tingkat bawah oleh kepala polisi daerah (Suhartono,
2001: 130).
Organisasi ini lebih cenderung sebagai organisasi keamanan dibawah
kontrol departemen kepolisian, hal ini berbeda dengan Seinendan yang
merupakan organisasi semacam kepanduan di bawah Kantor Pengajaran
Kementerian Dalam Negeri. Keibodan berperan sebagai tenaga bantu polisi yang
bekerja untuk menjaga keamanan, sementara Seinendan lebih mengarah kepada
pemanfaatan bagi pekerjaan produktif (Kurasawa, 1993:351).
c. Heiho (Pembantu Prajurit)
Pada tanggal 22 April 1943 tentara wilayah ketujuh, mengeluarkan
peraturan tentang pembentukan Heiho (Pembantu Prajurit). Sejak itu para Heiho
dilatih dan dipergunakan dalam berbagai kesatuan militer dibawah wewenang
tentara wilayah ketujuh yang didalamnya termasuk tentara keenam belas (yang
menguasai Jawa – Madura). Pihak Jepang tidak meragukan kemampuan Heiho
dalam melaksanakan tugas-tugas militernya. Namun yang dikhawatirkan adalah
kesetiaan para Heiho terhadap usaha dan kepentingan perang Jepang. Pihak
Jepang merasa takut jika para pemuda Indonesia yang telah terdidik dan terlatih
secara militer akan memukul balik pasukan Jepang di Indonesia.
kelahiran Heiho dimaksudkan untuk kalangan pemuda yang dipersiapkan
sebagai barisan kesatuan-kesatuan angkatan perang, sehingga keberadaan Heiho
dimasukkan sebagai bagian dari ketentaraan Jepang. Oleh karena itu, Heiho
sering dibawa sebagai tenaga pekerja yang melayani kegiatan angkatan perang
seperti memindahkan senjata dan peluru dari gudang ke atas truk. Heiho
ternyata bukan hanya ada dalam jajaran angkatan darat Jepang, tetapi juga pada
angkatan laut. Pada waktu itu, kawasan Indonesia dikuasai oleh tiga tentara,
yakni tentara ke-16 untuk pulau Jawa, tentara ke-25 untuk Sumatera, dan daerah
armada untuk Indonesia bagian Timur, maka Heiho juga ada pada ketiga satuan
ini. Di beberapa wilayah satuan angkatan perang Jepang ternyata sangat
bervariasi persyaratan perekrutan anggota Heiho. Di Sumatera yang dapat
diterima sebagai Heiho adalah para pemuda yang sudah tamat sekolah rendah
dan berumur 18-30 tahun. Sementara itu, pada kesatuan tentara ke-16 di Jawa
yang diterima adalah para pemuda berpendidikan sekolah menengah yang telah
berumur 16-25 tahun. Kebutuhan pemerintah pendudukan Jepang di bidang
militer terutama untuk melatih tingkat perwira di kalangan bangsa Indonesia
diwujudkan dengan mendirikan Tentara Pembela Tanah Air (Peta). Dalam
pengumuman mengenai pembentukan Peta dinyatakan bahwa seluruh
anggotanya terdiri dari bangsa Indonesia sendiri. Pasukan-pasukan Peta dibentuk
di setiap Syu (karesidenan) yang bertugas untuk mengamankan dan
mempertahankan daerah masing-masing. Penyebarluasan berita tentang
pembentukan Peta dan syarat-syarat untuk dapat menjadi anggota Peta ternyata
mendapat perhatian besar dari masyarakat, khususnya di Jawa. Hal ini
disebabkan oleh persyaratan anggota Peta tidak terlalu mementingkan tingkat
pendidikan seperti pada Heiho, tetapi lebih mengutamakan manajemen
kepemimpinan. Mengenai persyaratan umur hanya diebutkan untuk calon
komandan peleton berusia di bawah 30 tahun, sedangkan untuk calon komandan
regu dan prajurit harus di bawah 25 tahun (Anderson, 1972 : 14). Sekali pun
demikian mereka yang diterima menjadi komandan batalyon ternyata terdiri dari
para tokoh seperti guru dan kyai yang telah mempunyai pengaruh kuat atau
sebagai ”agent of change” dalam masyarakat. Para calon perwira di Peta dibagi
dalam tiga kelompok, yaitu Daidanco (calon komandan batalyon), Gudanco
(calon komandan kompi), dan Syudanco (calon komandan peleton). Para calon
perwira sudah menjalani latihan militer di Bogor sejak mulai akhir 1943 hingga
pertengahan 1944. Peta mempunyai kuajiban menyiapkan dan menghimpun
tenaga kawula muda apabila Sekutu mendarat di Indonesia. Oleh karena itu,
semuanya dilakukan serba cepat sebab situasi perang memang sudah begitu
mengkhawatirkan Jepang. Bagi Jepang sendiri tidak begitu penting, apakah para
perwira-perwira baru itu sudah terampil atau belum di bidang kemiliteran, sebab
keberadaan mereka tetap di bawah derajat tentara Jepang sendiri (Sihombing,
1962 : 168).
d. Fujinkai (Himpunan Wanita)
Pada bulan Agustus 1943 dibentuk Fujinkai (Himpunan Wanita) yang
memobilisasi kaum ibu dan kaum gadis. Sifatnya herarkis karena yang diangkat
sebagai ketua atau pimpinan adalah istri pejabat setempat. Tugasnya adalah
membantu garis depan dan memperkuat garis belakang. Bantuan untuk garis
depan antara lain latihan PPPK atau kepalang merahan dan dapur umum. Sedang
kegiatan di garis belakang seperti menambah persediaan bahan pangan dan
pakaian. Namun, latihan kemiliteran diberikan juga kepada para gadis yang
tergabung dalam Barisan Srikandi. Mobilisasi kaum wanita ini telah membawa
pengaruh pada terjadinya perubahan sosial, hampir di semua sektor kehidupan.
Terjadi interaksi yang intensif antara golongan elit dengan rakyat dan antara
berbagai kelompok masyarakat. Tujuannya untuk pengerahan tenaga militer
Jepang dari kaum wanita. Dalam keanggotaan batas umur adalah 15 tahun.
Kepada kaum wanita ini juga diberikan latihan-latihan militer.
e. PETA (Pembela Tanah Air)
Lahirnya PETA dimulai dari usul R. Gatot Mangkuprojo melalui suratnya
tanggal 7 September 1943 ditujukan kepada “Gunseikan”. Isi surat tersebut
antara lain meminta agar bangsa Indonesia diijinkan membantu militer Jepang
secara langsung di garis depan dalam menghadapi Sekutu. Sebenarnya usul
tersebut, terdapat dua kepentingan yang sejalan, pihak Jepang membutuhkan
tenaga pemuda-pemuda Indonesia dalam membantu pasukan Jepang
mempertahankan Indonesia dari serangan Sekutu. Sebaliknya, pihak Indonesia
juga membutuhkan pemuda-pemuda yang terampil di bidang militer yang kelak
akan dipergunakan untuk merebut serta mempertahankan kemerdekaan.
Pada dasarnya PETA terdiri dari orang-orang dalam suatu daerah
Karisidenan (Syu) yang bertugas dan berkewajiban untuk membela dan
mempertahankan daerah karisidenannya masing-masing dari serangan Sekutu.
Tentara PETA memiliki lima tingkat kepangkatan, yaitu :
a. Daidanco = Komandan Batalion
b. Cudanco = Komandan Kompi
c. Shodanco = Komandan Peleton
d. Bundanco = Komandan Regu
e. Giyubei = Prajurit Sukarela
f. MIAI (Majelis Islam Ala Indonesia)
Sejak kedatangannya ke Indonesia, Jepang memperhatikan yang khusus
kepada organisasi Islam dari pada organisasi pergerakan nasional. Golongan
Islam dianggap sebagai anti barat, sehingga dimanfaatkan Jepang untuk
mendukung Sekutu. Maka tanggal 13 Juli 1942 pemerintah pendudukan Jepang
mengijinkan organisasi MIAI yang didirikan oleh KH. Mas Masyur di Surabaya
pada tahun 1937 untuk tetap berdiri.
MIAI sebagai organisasi independen yang didukung oleh NU dan
Muhammadiyah, yang pada tanggal 24 Oktober 1943 dibubarkan oleh Jepang.
Pembubaran ini pada dasarnya reaksi Jepang terhadap agitasi bait al-mal yang
terus menerus dan secara gencar dalam mengorganisir pengumpulan dana,
pembagian zakat dan shadaqah oleh pengurus MIAI tanpa melibatkan Shumubu
atau Kantor urusan agama yang dibentuk Jepang . Sebagai pengganti MIAI,
Jepang membentuk organisasi baru yaitu Masyumi (Majlis Syuro Muslimin
Indonesia) tanggal 22 November 1943 dan diberi status hukum pada tanggal 1
Desember 1943. Sebagai ketua organisasi ini adalah K.H. Hasyim Asy’ari.
Masyumi semakin kokoh ketika tanggal 1 Agustus 1944, pemerintah Jepang
mengeluarkan pengumuman reorganisasi Shumubu yang bertujuan agar semua
masalah keagamaan yang dirasakan penting dapat diatur dengan mudah.
Konsekuensi reorganisasi ini, Husein Djajadiningrat, kepala Shumubu
mengundurkan diri, lalu diganti oleh K.H. Hasyim Asy’ari dari Masyumi. Dengan
demikian, kegiatan keagamaan ke Islaman di bawah kontrol elit muslim (
Bennda, 1980: 183). Tujuan Jepang membubarkan MIAI dan mendirikan
Masyumi satu golongan nasionalis guna merangkul rakyat Indonesia, khususnya
pemimpin Islam. Pada zaman Jepang, akhir tahun 1944, juga dibentuklah
Hizbullah, yaitu sejenis organisasi militer bagi pemuda-pemuda muslim
Indonesia. K.H. Zainul Arifin dipercaya menjadi ketua panglima Hizbullah, dengan
tugas utamanya mengkoordinasi pelatihan-pelatihan semi meliter. K.H. Zainul
Arifin adalah salah satu utusan dari Nahdatul Ulama dalam kepengurusan
Masyumi. Di antara pemimpinnya terdapat Muhammad Roem, Anwar Tjokro
Aminoto, Jusuf Wibisono, dan Prawoto Mangkusaswito yang kemudian terkenal
menjadi politikus-politikus terkenal. Jadi seluruh masa pendudukan Jepang ini,
ternyata umat Islam telah memperoleh keuntungan-keuntungan besar.18 Jepang
pada akhirnya menjanjikan kemerdekaan Indonesia dengan pembentukan Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Hingga
akhirnya ketika tokoh nasional Indonesia mendengar berita bahwa Jepang kalah
dalam perang Pasifik, ditandai dengan meledaknya bom atom di Hirosima dan
Nagasaki, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17
Agustus 1945

Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Tentara Jepang


Pada awalnya, kedatangan tentara Jepang di Indonesia disambut gembira.
Kedatangannya dianggap sebagai pembebas rakyat Indonesia dari belenggu
penjajahan Belanda. Rakyat Indonesia tertipu dengan janji dan propaganda
Jepang.
Penindasan dan kekejaman pasukan Jepang melebihi penjajahan Belanda.
Kekayaan bumi Indonesia meliputi pertambangan, pertanian, perkebunan,
peternakan dan lain-lain dikuasainya. Disamping itu terdapat budaya Jepang
dipaksakan di Indonesia yang bertantangan dengan norma agama dan norma
adat seperti :
- Saikerei : Yaitu memberi hormat kepada kaisar Jepang (Tenno Heika)
dengan cara membungkukkan badan serta menundukkan
kepala ke arah istana kaisar Jepang.
- Sake : Kebiasaan orang Jepang yang suka minum-minuman keras.
Golongan yang tertindas antara lain “Romusha” yaitu mereka yang
dipekerjakan dengan paksa oleh pendudukan Jepang. Jepang memerlukan
tenaga kasar untuk membangun sarana perang seperti benteng, jalan raya, dan
lain-lain. Pada mulanya tugas-tugas tenaga kerja Indonesia bersifat sukarela,
namun akhirnya pengerahan tenaga bersifat paksaan. Pada romusha juga di
kirim ke luar Jawa dan luar Indonesia seperti Burma, Thailand, Vietnam,
Malaysia, dan lain-lain. Banyak diantara Romusha meninggal dalam tugas. Untuk
menghilangkan ketakutan penduduk untuk dijadikan Romusha sejak tahun 1943
Jepang menjuluki para Romusha sebagai “Prajurit Ekonomi” atau “Pahlawan
Pekerja”.
Pendudukan Jepang di Indonesia hanya sebentar, namun menyisakan luka
yang sangat dalam bagi bangsa Indonesia. Aturan-aturan yang dibuat pemerintah
Jepang hanya semata-mata untuk tujuan peperangan mereka dan tidak
memperhatikan kondisi rakyat Indonesia. Kegiatan romusha adalah salah satu
kegiatan yang memakan banyak korban, kondisi pekerjaan yang berat tidak di
dukung dengan peningkatan taraf hidup, menjadikan rakyat miskin dan tertindas.
Romusha yang diambil dari golongan petani menjadikan lahan pertanian menjadi
kosong, akibatnya kelangkaan sumber makanan pokok berupa beras tidak dapat
dihindarkan. Akibatnya rakyat terpaksa memakan makanan yang berasal dari
alam yang dapat untuk bertahan hidup.. Beratnya pekerjaan romusha tidak di
imbangi dengan asupan makanan yang di makan, di tambah mahalnya
kebutuhan pokok serta langkanya kebutuhan sandang membuat rakyat terpaksa
makan seadanya, sedangkan untuk kebutuhan pakaian yang langka dan mahal
rakyat terpaksa mengenakan pakaian yang terbuat dari karung goni dan getah
karet. Kondisi makan dan pakaian yang buruk menyebabkan timbulya penyakit
seperti beri-beri dan bengkak-bengkak di seluruh tubuh. Kurangnya asupan gizi
juga menyebabkan masyarakat mengalami kondisi kesehatan yang sangat buruk,
pakaian yang terbuat dari karung goni juga menyebabkan penyakit gatal-gatal. Di
tambah dengan sarana kesehatan yang tidak diperhatikan oleh pemerintah
menyebabkan angka kematian tinggi.
Akibat penindasan tentara Jepang maka terjadi perlawanan rakyat
Indonesia :
a. Perlawanan di Sukamanah
KH. Zainal Musthafa adalah pendiri Pondok Pesantren Sukamanah, ia
sangat disegani oleh warga Tasikmalaya terutama daerah Sukamanah. Menjelang
Pendudukan Jepang di Jawa, K.H. Zainal Musthafa berstatus tahanan pemerintah
Belanda. Sebagai langkah politis, pemerintah militer Jepang melakukan
pendekatan kepada para tokoh agama, dengan cara membebaskan K.H. Zainal
Musthafa pada Maret 1942.
Namun kebijakan pemerintah pendudukan ini tidak mendapat respons
positif bahkan penentangan dari tokoh agama ketika Jepang menerapkan
kebijakan tradisi mereka yakni seikerei yakni penghormatan kepada dewa
matahari dengan cara membungkukkan badan mengarah pada matahari terbit.
Ini adalah ritual bangsa Jepang dari agama Shinto yang mengajarkan untuk
menghormati dewa matahari. Seikerei bertentangan dengan prinsip utama
dalam ajaran Islam. Di samping itu, kebijakan penyerahan hasil padi dari
masyarakat kepada pemerintah Pendudukan Jepang dengan maksud untuk
logistik keperluan perang, menambah sikap anti-Jepang oleh parab tokoh agama
di daerah Tasikmalaya. Bahkan sebagai upaya menentang kebijakan Jepang
masalah penyerahan hasil padi, pesantren Sukamanah pimpinan K.H. Zainal
Musthafa dijadikan lumbung untuk menyelamatkan hasil bumi panen warga.
Bahkan tokoh kharismatik tersebut mengorganisir santri dan masyarakat
setempat untuk merespons serbuan tentara pendudukan Jepang pada tanggal 25
Februari 1944. Maka dalam hal ini KH. Zainal Musthafa da para santri Sukamanah
terus berjuang menyerukan berjuang melawan pasukan pendudukan Jepang.

b. Perlawanan di Aceh
Pada tanggal 10 November 1942 di daerah Cot Plieng, Lhok Seumawe, Aceh
terjadi perlawanan rakyat menentang pasukan Jepang. Pemberontakan di Aceh
Meskipun kedatangan Jepang di Indonesia didukung oleh PUSA (Persatuan
Ulama Seluruh Aceh), ada juga sekelompok umat Islam yang menentang
dukungan PUSA tersebut. Mereka ini menanti kesempatan untuk melakukan
pemberontakan. Karena perintah ber-seikeirei dipaksakan kepada umat Islam,
dan prilaku serdadu-serdadu Jepang yang mandi tanpa busana di meunsa-
meunsa, umat Islam yang tadinya menunggu kesempatan untuk berontak
semakin memuncak kemarahannya, sehingga timbullah pemberontakan di bekas
ibu kota Kerajaan Pasai, yaitu di Kabupaten Aceh Utara sekarang ini.
Pemberontakan itu dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil. Dalam perjuangannya
menegakkan kebenaran, Tengku Abdul Jalil gugur sebagai pahlawan. ( Shiddiqi,
1983).

c. Perlawanan PETA di Blitar


Pada tanggal 14 Februari 1945, Shodanco Supriyadi memimpin
pemberontakan PETA di Blitar, sedang Shodanco Muradi sebagai komandan
pertempuran. Pemberontakan bergerak keseluruh penjuru kota Blitar dan
menuju ke pos-pos pasukan Jepang di luar kota.
Shodancho Supriyadi dan Muradi serta rekan-rekannya yang merupakan
lulusan pertama pendidikan komandan peleton PETA di Bogor. Mereka
dikembalikan ke daerah asalnya untuk bertugas di bawah Daidan (Batalyon) yaitu
di Blitar. Namun setelah melihat penderitaan rakyat yang diakibatkan perlakuan
tentara Jepang. Selain itu, ada aturan walau sekelas Komandan Batalyon atau
Daidan, tentara PETA wajib memberi hormat pada serdadu Jepang walau
pangkatnya lebih rendah. Harga diri para perwira PETA pun terusik
Akibatnya terjadilah pertemuan-pertemuan rahasia yang digelar sejak
bulan September 1944. Shodancho Supriyadi merencanakan aksi itu bukan hanya
sebagai pemberontakan, tetapi juga sebuah revolusi menuju kemerdekaan
bangsa Indonesia. Para pemberontak PETA tersebut menghubungi
komandankomandan batalyon di berbagai wilayah lain untuk bersama-sama
mengangkat senjata dan menggalang kekuatan rakyat. Kemudian tanggal 14
Februari 1945 dipilih sebagai waktu yang tepat untuk melaksanakan
pemberontakan, karena saat itu akan ada pertemuan besar seluruh anggota dan
komandan PETA di Blitar, sehingga diharapkan anggota-anggota PETA yang lain
akan ikut bergabung dalam aksi perlawanan. Tujuannya adalah untuk menguasai
Kota Blitar dan mengobarkan semangat pemberontakan di daerah-daerah lain.
Walaupun rencana pemberontakan telah dipersiapkan secara baik, akan tetapi
terjadi hal yang tidak diduga. Tiba-tiba pimpinan tentara Kekaisaran Jepang
memutuskan membatalkan pertemuan besar seluruh anggota dan komandan
PETA di Blitar. Selain itu, Kempeitai (polisi rahasia Jepang) ternyata sudah
mencium rencana aksi Shodancho Supriyadi dan kawan-kawan.
Shodancho Supriyadi beserta para komandan dan anggota PETA di Blitar
juga dihadapkan pada posisi sulit. Apabila terus melanjutkan perlawanan,
mereka akan kalah karena jumlah mereka tidak ada apa-apanya dibandingkan
jumlah tentara Kekaisaran Jepang. Namun, jika perlawanan dibatalkan pun
tentara Kekaisaran Jepang sudah mengetahui rencana aksi mereka, sehingga
kemungkinan besar para pemberontak akan ditangkap, lalu dijatuhi hukuman
yang sangat berat, yakni hukuman mati. Sebenarnya, banyak yang menilai
rencana aksi pemberontakan PETA belum siap, salah satunya Sukarno. Bung
Karno sempat meminta Shodancho Supriyadi dan para perwira PETA yang lain
siap memikul tanggung jawab maupun akibat apabila aksi pemberontakan PETA
ternyata gagal.
Tanggal 13 Februari 1945 malam hari, Shodancho Supriyadi memutuskan
bahwa pemberontakan tetap harus dilaksanakan. Siap atau tidak siap, inilah
saatnya tentara PETA membalas perlakuan tentara Jepang. Shodancho Supriyadi
juga berharap bahwa pengorbanan darah dan nyawa para pemberontak PETA
akan mengobarkan semangat perjuangan segenap bangsa Indonesia menuju
kemerdekaan, meskipun semua orang sudah tahu mereka akan kalah
menghadapi tentara Kekaisaran Jepang. Tidak semua anggota Daidan Blitar ikut
memberontak. Shodancho Supriyadi meminta para pemberontak tidak menyakiti
sesama anggota PETA walaupun tak mau memberontak. Akan tetapi, semua
orang Jepang wajib dibunuh. Tepat tanggal 14 Februari 1945 dini hari pukul
03.00 WIB, pasukan PETA pimpinan Shodancho Supriyadi menembakkan mortir
ke Hotel Sakura yang menjadi kediaman para perwira militer Kekaisaran Jepang.
Markas Kempeitai juga ditembaki senapan mesin. Akan tetapi ternyata kedua
bangunan tersebut sudah dikosongkan, karena pihak Jepang telah mencium
rencana aksi pemberontakan PETA. Dalam aksi yang lain, salah seorang
bhudancho (bintara) PETA merobek poster bertuliskan "Indonesia Akan
Merdeka" dan menggantinya dengan tulisan "Indonesia Sudah Merdeka!".
Pemberontakan PETA sendiri akhirnya tidak berjalan sesuai rencana. Shodancho
Supriyadi gagal menggerakkan satuan lain untuk memberontak dan rencana
pemberontakan ini pun terbukti telah diketahui oleh pihak Jepang. Dalam waktu
singkat, Jepang mengirimkan pasukan militer untuk memadamkan
pemberontakan PETA. Sebanyak 78 orang perwira dan prajurit PETA dari Blitar
akhirnya ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara untuk kemudian diadili di
Jakarta. Sebanyak enam orang divonis hukuman mati di Ancol pada tanggal 16
Mei 1945, enam orang dipenjara seumur hidup, dan sisanya dihukum sesuai
dengan tingkat kesalahan. Akan tetapi, nasib Shodancho Supriyadi tidak
diketahui. Shodancho Supriyadi menghilang secara misterius tanpa ada seorang
pun yang mengetahui kabarnya.
Setelah Indonesia merdeka, Shodancho Supriyadi diangkat oleh Presiden
Soekarno sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia yang
pertama. Namun, Supriyadi ternyata tidak pernah muncul lagi untuk selama-
lamanya, hingga saat pelantikan para menteri. Kemudian, saat para menteri
dilantik oleh Presiden Soekarno, tertulis "Menteri Pertahanan belum diangkat".
Akhirnya, karena Supriyadi benar-benar tidak muncul lagi, Presiden Soekarno
pun mengangkat dan melantik Imam Muhammad Suliyoadikusumo sebagai
Menteri Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia.
Akhirnya pemberontakan tersebut dapat diredam. Para pemberontak
ditangkap ataupun dibujuk untuk kembali ke Blitar dengan kemauan sendiri.
Namun pasukan Jepang telah meng-gunakan taktik tipu daya. Kolonel Katagiri
(komandan Batalyon dari Malang) membujuk kepada Shodanco Muradi dan anak
buahnya untuk menyerah dan akan diampuni oleh pemerintah militer Jepang.
Perundingan antara Muradi dan Katagiri didaerah Ngancar, Blitar pada tanggal 21
Februari 1945.
Ternyata pemerintah militer Jepang ingkar janji karena para pemberontak
PETA, tetap diajukan di meja perundingan. Sidang pengadilan militer Jepang
pada tanggal 13 – 16 April 1945 yang dipimpin Kolonel Yamamoto dengan jaksa
penuntut Letnan Kolonel Tanaka akhirnya menjatuhkan hukuman mati kepada
Shodanco Muradi dan kawan-kawannya. Sementara itu Shodanco Supriyadi
dinyatakan hilang. Ada dugaan Supriyadi tertangkap dan dibunuh namun hal ini
hanya berdasar analisis spekulatif karena tidak adanya bukti yang kuat terkait
keberadaan Supriyadi sampai saat ini.

2. Hasil-Hasil Sidang BPUPKI dan PPKI

Pembentukan BPUPKI
Pada tahun 1943, perang pasifik mulai berbalik arah. Tentara Jepang yang
pada awalnya mampu dengan mudah mengalahkan tentara Sekutu, sekarang
bersifat defensik. Tentara Sekutu bergerak ofensif untuk merebut kembali
wilayah-wilayahnya di Asia – Pasifik.
Pemerintah Jepang dan penguasa militer di Tokyo akhirnya meninjau
kembali sikap mereka terhadap kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 16 Juni
1943 dalam sidang ke 82 Parlemen Jepang di Tokyo Perdana Menteri Jenderal
Hideki Tojo mengumumkan tentang pemberian kesempatan kepada bangsa
Indonesia untuk berperan serta dalam politik dan pemerintahan. Pada tanggal 7
Juli 1943 Perdana Menteri Tojo berkunjung ke Jakarta dan berpidato di lapangan
Ikada mengenai janji kemerdekaan Indonesia dari pemerintah Jepang. Untuk
menindak lanjutinya pada tanggal 5 September 1943 dibentuklah “Chuo Sang-In”
atau Dewan Pertimbangan Pusat. Kemudian dibentuk “Syu Sangi Kai” atau
Dewan Pertimbangan Daerah untuk tiap-tiap karisidenan (Syu).
Pada bulan November 1943 di Tokyo diadakan konferensi Asia Timur Raya,
maka negara-negara yang telah diberi kemerdekaan di undang seperti Thailand,
Philipina, Burma dan pemerintah boneka Jepang di Cina. Sedang India diundang
sebagai pengamat sedang Indonesia sama sekali tidak dilibatkan. Hanya, setelah
konferensi Asia Timur Raya selesai, Sukarno, Moh. Hatta dan Ki Hajar Dewantara
diundang ke Jepang dan bertemu dengan Kaisar Jepang dan Perdana Menteri
Tojo. Namun dalam pertemuan tersebut, pemerintah Jepang tidak memberi
isyarat tentang kemerdekaan bahkan permohonan untuk menggunakan bendera
Nasional dan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” juga ditolak.
Pada bulan Agustus 1944, situasi pertahanan Jepang semakin buruk. Moral
masyarakat dan tentara Jepang merosot serta produksi untuk keperluan perang
menurun. Sebelumnya, pada bulan Juli 1944 kepulauan Saipan yang strategis
dapat direbut Sekutu. Faktor-faktor tersebut yang menyebabkan kabinet
Perdana Menteri Tojo jatuh pada tanggal 17 Juli 1944 dan diganti oleh Perdana
Menteri Jenderal Kuniaki Koiso. Langkah yang ditempuh P.M Koiso untuk
mempertahankan pengaruhnya pada rakyat di wilayah yang didudukinya ialah
dengan cara memberi janji kemerdekaan.
Pada tanggal 7 September 1944 dalam sidang parlemen Jepang ke 85 di
Tokyo, P.M Koiso mengumumkan bahwa pemerintah Jepang memperkenankan
bahwa Hindia Belanda (Indonesia) untuk merdeka di kemudian hari.
Tujuan dari pemberian kemerdekaan itu adalah :
1. Mendapat simpati dan popularitas dari rakyat Indonesia.
2. Mengembangkan kebijaksanaan Imperium Asia Timur Raya.
3. Memanfaatkan situasi untuk keperluan perang.
Namun Deklarasi P.M Koiso tentang kemerdekaan Indonesia tidak diikuti
langkah yang nyata kearah perwujudan kemerdekaan Indonesia. Hal ini
disebabkan pemerintah Jepang menganggap bahwa mengatasi krisis perang
dengan Sekutu lebih penting dan mendesak dari pada masalah kemerdekaan
Indonesia.
Pada tahun 1944 setelah kepulauan Saipan jatuh, ternyata tentara Jepang
juga dapat dipukul mundur di kepulauan Solomon oleh tentara Amerika Serikat.
Kemudian Irian, Moratai juga dikuasainya. Pada tanggal 20 Oktober 1944, tentara
Amerika Serikat yang dipimpin Jenderal Douglas Mac Arthur mendarat di
kepulauan Leyte (Philipina). Dan tanggal 19 Februari 1945, benteng Iwo Jima
gagal dipertahankan tentara Jepang. Pasukan Sekutu juga menyerang bagian-
bagian wilayah Indonesia seperti Halmahera, Ambon, Manado, Surabaya, dan
Balikpapan. Menghadapi situasi yang kritis ini, pemerintah militer Jepang
dibawah pimpinan Saiko Shikian (Panglima Militer) yaitu Kumaciki Harada
mengumumkan pembentukan badan yaitu “Dokuritsu junbi Cosukai” atau
“Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia” (BPUPKI) pada
tanggal 1 Maret 1945. Tujuan dibentuk BPUPKI untuk menyelidiki hal-hal penting
yang berhubungan dengan politik ekonomi, sosial, dan tata pemerintahan yang
dibutuhkan dalam usaha pembentukan negara Indonesia. Ketua BPUPKI adalah
dr. Rajiman Widyodiningrat.
Pada tanggal 28 Mei 1945 dimulailah upacara pembukaan sidang pertama
BPUPKI di gedung Cuo Sangi In, Jakarta. Pada tanggal 29 Mei 1945 sampai 1 Juni
1945 mengadakan sidang. Pada sidang BPUPKI Mr. Muh. Yamin dan Ir. Sukarno
menjadi pembicara yang menyampaikan pidato yang mengusulkan kelima dasar
filsafat negara yang dikenal sebagai “Pancasila”. Rumusan materi Pancasila yang
pertama disampaikan oleh Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yang
mengemukakan lima Azaz dan Dasar Negara kebangsaan Republik Indonesia
yaitu :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Sukarno mengucapkan pidatonya yang dikenal
sebagai lahirnya Pancasila menurut Sukarno adalah :
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sesudah sidang pertama tersebut, pada tanggal 22 Juni 1945 terbentuk
Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang yang dikenal dengan “Panitia
Sembilan”. Anggotanya para anggota BPUPKI yaitu IR. Sukarno, Moh. Hatta, Mr.
Ahmad Subarjo, Mr. A.A. Maramis, Abikusno Cokrosuyoso, Abdul Kahar Muzakir,
K.H. Wakhid Hasyim, H. Agus Salim dan Mr. Moh. Yamin. Panitia sembilan
menghasilkan suatu dokumen berisikan tujuan dan maksud pendirian negara
Indonesia merdeka yang dikenal dengan nama “Piagam Jakarta” atau “Jakarta
Charter”. Rumusan Dasar Negara Indonesia tersebut yaitu :
1. Ke Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.
2. (Menurut) dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. (dan) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
5. (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Sebelum rumusan disahkan, tokoh-tokoh agama Nasrani dari Indonesia
Timur menemui Moh. Hatta, agar meninjau lagi isi sila pertama. Akhirnya Drs.
Moh. Hatta berkonsultasi dengan empat para pemuka Islam seperti Ki Bagus
Hadikusumo, Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimejo, dan Mr. Teuku
Mohammad Hasan. Hasilnya, demi persatuan dan kesatuan bangsa, maka sila
pertama dirubah “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Tanggal 10 – 16 Juli 1945 diadakan sidang BPUPKI tentang perumusan
terakhir materi Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan juga membahas
Rencana Undang-Undang Negara Indonesia Merdeka. Panitia Perancang UUD di
ketuai IR. Sukarno. Panitia tersebut kemudian membentuk panitia kecil
perancang Undang-Undang Dasar yang beranggota tujuh (7), orang yaitu Prof.
Dr. Mr. Supomo, Mr. Wongsonegoro, Mr. Ahmad Subarjo, Mr. A.A. Maramis,
Mr.R.P. Singgih, H. Agus Salim dan dr. Sukiman. Hasil perumusan panitia kecil ini
disempurnakan dari segi bahasanya oleh panitia lain yaitu Prof. Dr. Mr. Supomo,
H. Agus Salim dan Prof. Dr. P.A. Husein Jayadiningrat.
Berkat kerja keras dan kesadaran anggota BPUPKI telah berhasil menyusun
produk-produk bagi pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara. Rakyat
Indonesia harus sudah siap untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Karena berdasar analisa dan perhitungan politik, tentara Jepang akan segera
kalah dalam Perang Dunia II atau Perang Asia Timur Raya.

Pembentukan PPKI
Pada tanggal 16 Mei 1945 di Bandung diselenggarakan Konggres Pemuda
seluruh Jawa yang di sponsori Angkatan Muda Indonesia. Sebenarnya Angkatan
Muda Indonesia dibentuk atas inisiatif Jepang pada pertengahan tahun 1944.
Dalam perkembangannya gerakan ini lebih bersifat anti Jepang. Konggres
tersebut antara lain dihadari oleh Djamal Ali, Chairul Saleh, Anwar Cokroaminoto
dan Harsono Cokroaminoto serta mahasiswa-mahasiswa IKA Daigaku,
(Mahasiswa Sekolah Tinggi Kedokteran) di Jakarta, dianjurkan agar para pemuda
bersatu melaksanakan proklamasi kemerdekaan bukan sebagai hadiah dari
Jepang. Konggres tersebut dalam suasana nasional kebangsaan Indonesia, Lagu
“Indonesia Raya” dinyanyikan tanpa menyanyikan lagu kebangsaan Jepang
“Kimigayo”. Bendera Merah Putih dikibarkan tanpa bendera Jepang, Hinomaru.
Dalam konggres tersebut antara lain menghasilkan dua resolusi yaitu:
- Semua golongan di Indonesia (utamanya golongan pemuda) dipersatukan
dan dibulatkan dibawah satu pimpinan nasional.
- Dipercepatnya pelaksanaan kemerdekaan Indonesia.
Ternyata konggres menyatakan dukungan dan kerjasama dengan Jepang
dalam usaha mencapai kemenangan terakhir. Pernyataan tentang kerja sama
dengan Jepang tersebut ditentang utusan pemuda dari Jakarta seperti Sukarni,
Harsono Cokroaminoto dan Chairul Shaleh. Mereka tidak mengambil bagian
dalam gerakan Angkatan Muda Indonesia dan menyiapkan organisasi
kepemudaan yang lebih radikal.

Pada tanggal 15 Juli 1945 para pemuda radikal tersebut membentuk


organisasi “Gerakan Angkatan Baru Indonesia” tujuannya yaitu mencapai
persatuan pada semua golongan masyarakat di Indonesia, menanamkan
semangat yang revolusioner atas kesadaran sebagai rakyat yang berdaulat,
membentuk negara Indonesia, mempersatukan kerjasama dengan Jepang,
namun jika perlu bergerak sendiri ”Mencapai kemerdekaan dengan kekuatan
sendiri”. Namun Gerakan Rakyat Baru tetap harus tunduk pada Gunseiku
(pemerintah militer Jepang). Dan ketika tanggal 28 Juli 1945 Gerakan Rakyat Baru
diresmikan, dimana Jawa Hokokai dan Masyumi digabung ternyata tokoh-tokoh
golongan pemuda seperti Chairul Saleh, Sukarni, Harsono Cokroaminoto dan
Asmara Hadi menolak untuk bergabung. Nampak jelas perselisihan paham antara
golongan tua dan golongan muda tentang cara pelaksanaan berdirinya negara
Indonesia.

Golongan tua dan muda sependapat bahwa kemerdekaan Indonesia segera


diproklamasikan namun keduanya berselisih pendapat tentang pelaksanaannya.
Golongan tua sesuai dengan perhitungan politik berpendapat bahwa Indonesia
dapat merdeka tanpa pertumpahan darah dengan jalan kerjasama dengan
Jepang. Golongan tua menggantungkan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada
rapat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Pembentukan PPKI (Dokuritsu Jumbi Iinkai) dilaksanakan tanggal 7 Agustus


1945, maka saat itu juga BPUPKI (Dokuritsu Jumbi Cosakai) dibubarkan. Anggota
PPKI dipilih oleh Jenderal Besar Terauchi (Panglima Perang Tertinggi di seluruh
Asia Tenggara). Untuk pengangkatan tersebut, Jenderal Terauci memanggil tiga
tokoh nasional terdiri Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta, Radfiman Widyodiningrat.
Pada tanggal 9 Agustus 1945 mereka bertiga berangkat menuju di markas
Jenderal. Terauci di Vietnam Selatan. Dalam pertemuan di Dalath (Vietnam
Selatan) pada tanggal 12 Agustus 1945, Terauci menyampaikan kepada tokoh-
tokoh Indonesia bahwa pemerintah Jepang telah memutuskan memberikan
kemerdekaan kepada Indonesia. Untuk pelaksanaannya telah dibentuk PPKI
sampai menunggu persiapan selesai.

Sementara itu, untuk wilayah Indonesia pasca kemerdekaan ada tiga


usulan yaitu :

- Seluruh bekas Hindia Timur Belanda


- Seluruh bekas Hindia Timur Belanda ditambah dengan Malaya, tetapi
tidak mencakup Papua.
- Seluruh bekas Hindia Timur Belanda, ditambah dengan Malaya, Borneo,
Timur Portugis dan Papua serta pulau-pulau yang berdekatan
dengannya.
Namun terdapat perbedaan antara pemerintah Jepang dengan tokoh-
tokoh nasional. Jepang beranggapan bahwa pemberian kemerdekaan dilakukan
secara bertahap dari satu daerah ke daerah lain, alasannya tingkat persiapan tiap
wilayah berbeda-beda. Namun tokoh-tokoh nasional bersikeras agar
kemerdekaan diberikan kepada seluruh Indonesia sekaligus. PPKI
keanggotaannya terdiri dari 21 orang dari seluruh Indonesia. Ketuanya Ir.
Sukarno dan wakil Moh. Hatta. Tugas PPKI adalah bertindak sebagai badan yang
mempersiapkan penyerahan kekuasaan pemerintahan dari tentara Jepang
kepada badan tersebut.

3. Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

a. Kekalahan Jepang pada Perang Dunia II


Pada tanggal 14 Agustus 1945 tokoh-tokoh nasional yaitu IR. Sukarno,
Moh. Hatta dan dr. Radfiman Widyodiningrat berangkat kembali ke Jakarta
setelah bertemu dengan Jenderal Terauci di Dalath, Vietnam. Sementara itu
perkembangan Perang Dunia II menjadi berbalik karena negara-negara fasis
mulai terdesak oleh kekuatan Sekutu setelah Jerman dan Italia kalah di benua
Eropa, tanggal 9 Agustus 1945 Uni Soviet mengumumkan perang dengan
kemaharajaan Jepang – Tentara Uni Soviet menyerbu daerah-daerah yang
diduduki tentara Jepang di Asia, seperti Mancuria.
Sebelumnya tanggal 6 Agustus 1945 kota Hiroshima telah diserang Amerika
Serikat dengan dijatuhi Bom Atom. Dan tanggal 9 Agustus 1945 Nagasaki juga
dijatuhi Bom Atom. Kekalahan tentara Jepang sudah saatnya tiba. Kaisar Jepang
Hirohito (Tenno Heika) menyadari bahwa ambisi membangun Imperium Asia
Timur Raya tidak mungkin tercapai. Kaisar Jepang memerintahkan rakyat dan
tentaranya untuk menghentikan perang. Hal inilah yang menjadi pertimbangan
Sekutu untuk tidak menjatuhkan bom atom ke 3 di Tokyo. Dan pada tanggal 15
Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat (Unconditional Surrender) kepada
Sekutu.
b. Peristiwa Rengasdengklok dan Proklamasi Kemerdekaan
Peristiwa penting penyerahan Jepang kepada Sekutu tidak banyak di
ketahui oleh rakyat Indonesia. Karena pada saat pendudukan Jepang, sumber
berita seperti radio disegel dan koran-koran hanya memberitakan kemenangan
tentara Jepang. Pimpinan tentara Jepang dengan ketat menyembunyikan berita
kekalahan serta peristiwa bom atom, yang membuat negara Jepang porak
poranda.
Pada saat Sukarno, Hatta dan dr. Radiman Widyadiningrat kembali ke
Jakarta dari Vietnam, berita kekalahan Jepang belum tersebar, namun Sutan
Syahrir termasuk tokoh yang mendengar radio tentang penyerahan Jepang. Bung
Karno dan Bung Hatta berpendapat bahwa kemerdekaan Indonesia harus
dimusyawarahkan dengan PPKI. Alasannya kemerdekaan yang datangnya dari
pemerintahan Pendudukan Jepang atau hasil perjuangan sendiri, tidak akan
menjadi persoalan. Hal ini berbeda dengan pendapat golongan muda, yang
berpendapat PPKI buatan Jepang, sehingga proklamasi kemerdekaan dengan
kekuatan sendiri terlepas dari pemerintah Jepang.
Tanggal 15 Agustus 1945, golongan muda mengadakan rapat dengan
hasil bahwa proklamasi harus dilaksanakan sesegera mungkin (tanggal 16
Agustus 1945). Sementara golongan tua tetap perlunya mengadakan rapat PPKI
yang merupakan suatu badan perwakilan seluruh Indonesia yang representatif.
Disamping itu, kekalahan Jepang pada Sekutu menjadikan pasukan Jepang diberi
kewajiban menjaga “Status Quo” atas wilayah Indonesia, sehingga jika golongan
muda memaksa mengubah “Status Quo” akan terjadi pertumpahan darah.
Perbedaan pendapat antara kedua golongan tersebut, membawa
golongan muda bertindak untuk menculik Sukarno – Hatta. Tindakan penculikan
tersebut bertujuan untuk menjauhkan mereka dari segala pengaruh pemerintah
militer Jepang. Pada jam 04.00 hari Kamis 16 Agustus 1945, Sukarno – Hatta
diculik kelompok pemuda dan tentara PETA yang dipimpin Sukarni dan Shodanco
Singgih dibawa ke Rengasdengklok. Dari Rengasdengklok menuju markas PETA
kompi Sudanco Subeno. Dalam pembicaraan, akhirnya disepakati bahwa
proklamasi kemerdekaan segera dilaksanakan tanpa campur tangan Jepang.
Sementara itu dalam pertemuan di Jakarta dengan golongan muda
Ahmad Subarjo meyakinkan bahwa dirinya bertanggung jawab dilaksanakannya
proklamasi kemerdekaan di Jakarta secepat mungkin. Hari Kamis, 16 Agustus
1945 jam 16.00, Ahmad Subarjo menuju ke Rengasdengklok menjemput Sukarno
– Hatta. Komandan kompi PETA setempat Sudanco Subeno melepas Sukarno –
Hatta karena sebelumnya sudah ada jaminan bahwa kemerdekaan akan
dikumandangkan tanggal 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya pukul 12.00
siang. Rombongan menuju rumah Laksamana Maeda di Jl. Imam Bonjol no.1.
Rumah Laksamana Maeda dianggap aman dari kemungkinan gangguan tentara
Jepang untuk menggagalkan rencana proklamasi. Rumah Maeda sebagai Kepala
Perwakilan Kaigun (Angkatan Laut) memiliki kekebalan “Extra – Territorial” yaitu
daerah yang menurut tradisi Jepang harus dihormati oleh Rikugun (Angkatan
Darat) Jepang. Dan di rumah tersebut naskah proklamasi disusun.
Penyusun teks proklamasi yaitu Sukarno, Hatta dan Ahmad Subarjo dan
yang menyaksikan perumusan adalah Sayuti Melik, Sukarni, B.M. Diyah dan
Sudiro. Setelah teks proklamasi dirumuskan, muncul persoalan tentang siapa
yang berhak menandatangani. Chairul Shaleh berpendapat tidak setuju jika teks
proklamasi di tanda tangani PPKI karena PPKI badan bentukan Jepang. Hal ini
dapat ditafsirkan bahwa kemerdekaan Indonesia melalui campur tangan Jepang.
Untuk penyelesaiannya, Sukarni berpendapat bahwa penandatangan teks
proklamasi yaitu Soekarno – Hatta atas nama bangsa Indonesia. Usul tersebut
disetujui dan akhirnya rumusan teks diserahkan pada Sayuti Melik untuk diketik.
Terdapat beberapa perubahan antara teks proklamasi klad (yang ditulis tangan)
dengan yang otentik (diketik).
Klad Otentik
1. Kata “Tempoh” Menjadi “Tempo”
2. Wakil-wakil bangsa Indonesia Atas nama Bangsa Indonesia
3. Jakarta, 17 – 8 – 05 Jakarta, hari 17 bulan 8 tahun ’05 (Tahun ’05
adalah tahun Jepang (Syowa 2605 = 1945
masehi)
Setelah naskah proklamasi selesai diketik kemudian ditandatangani
Soekarno dan Hatta di tempat tersebut. Akhirnya teks proklamasi
dikumandangkan oleh Ir. Soekarno di Jl. Pegangsaan Timur no. 56 (sekarang
jalan Proklamasi) Jakarta pada hari Jum’at, tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00
pagi masih dalam suasana bulan Ramadhan. Teks tersebut dibacakan Sukarno
yang didampingi Moh. Hatta. Ketika Proklamasi Kemerdekaan Indonesia selesai
dibacakan oleh Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, bendera Merah Putih
(yang dijahit oleh Ibu Fatmawati) dikibarkan dan secara spontan seluruh hadirin
menyanyikan lagu Indonesia Raya (ciptaan W.R. Supratman) dengan penuh
keharuan dan rasa bangga.
Setelah pelaksanaan proklamasi dilanjutkan dengan kegiatan
penyebarluasan teks dan pamflet ke berbagai daerah terutama ke kantor-kantor
berita (radio maupun koran). Berita tentang proklamasipun dengan cepat
didengar oleh rakyat Indonesia bahkan oleh dunia luar. Dengan proklamasi
tersebut maka tercapailah Indonesia merdeka yang susunan negaranya diatur
dengan UUD 1945.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat dimaknai dari berbagai segi,
baik dari segi politik, hukum, maupun ekonomi. Secara politik, kemerdekaan
dimaknai sebagai penanda digantikannya kekuasaan kolonial dengan
pemerintahan Indonesia yang berdaulat. Jika dilihat dari segi hukum, maka
kemerdekaan merupakan garis batas antara berlakunya hukum kolonial dengan
hukum nasional. Sementara itu secara ekonomi, kemerdekaan dimaknai sebagai
momentum untuk melakukan dekolonisasi ekonomi. Artinya seluruh sumber
ekonomi yang menjadi kebutuhan dasar rakyat Indonesia akan dikuasai
sepenuhnya oleh bangsa Indonesia, tidak lagi oleh pihak asing terutama Belanda
(Wasino, 2016: 62)
c. Sidang BPUPKI
Pada Perang Dunia II di Asia, akhirnya posisi Jepang terdesak oleh
kekuatan Sekutu. Pada bulan Juli 1944, Kepulauan Saipan yang letaknya dekat
dengan Jepang telah jatuh ke tangan Amerika. Kejadian tersebut menimbulkan
keguncangan di masyarakat Jepang terkait nasib negaranya. Akibatnya, kabinet
Perdana Menteri Tojo pada tanggal 17 Juli 1944 jatuh dan digantikan Jenderal
Kuniaki Koiso.
Meski demikian, seluruh garis pertahanan Jepang di Pasifik gagal
menahan laju serangan Sekutu, selain di Kepulauan Saipan, juga di Kepulauan
Solomon dan Kepulauan Marshal. Pertahanan Jepang di Indonesia juga ditembus
serangan udara Sekutu seperti di Ambon, Makassar dan Menado.Tentara Sekutu
juga berhasil mendarat di daerah-daerah tambang minyak di Kalimantan, yaitu
Tarakan dan Balikpapan.
Keadaan tersebut memaksa Jepang merubah strategi, mengenai
kebijakan daerah pendudukannya termasuk di Indonesia. Perdana Menteri
Jepang yang baru, Koiso dalam Sidang Istimewa Parlemen Jepang (Teikoku
Ginkai) ke 85 di Tokyo tanggal 7 September 1944, mengumumkan kebijakan
bahwa pemerintah Jepang mengijinkan daerah Hindia Belanda (Indonesia) untuk
merdeka. Janji kemerdekaan ini sebagai strategi agar rakyat Indonesia
membantu Jepang dalam menghadapi kekuatan Sekutu.
Menghadapi situasi kritis ini,pemerintah pendudukan Jepang di Jawa di
bawah pimpinan Letnan Jenderal Kumakici Harada berusaha meyakinkan
realisasi janji kemerdekaan Indonesia dengan pembentukan Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbai Cosokai) pada
tanggal 1 Maret 1945. Pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan tanggal
29 April 1945, bertepatan dengan HUT Kaisar Jepang, Tenno Haika. Sebagai ketua
terpilih dr. KRT Radjiman Wediodiningrat, Ichibangase Yoshio, dan RP Soeroso
sebagai wakil ketua, dan 7 orang Jepang lainnya sebagai anggota luar biasa.
Kecuali 8 orang Jepang, seluruhnya berjumlah 62 orang.
Tujuan BPUPKI adalah untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang
berkaitan dengan pembentukan Negara Indonesia yang merdeka. Susunan
organisasi ini terdiri atas sebuah badan perundingan dan kantor tata usaha.
Badan perundingan ini terdiri atas seorang ketua (Kaicho), 2 orang ketua muda
(Fuku Kaicho), 60 orang anggota (Iin), selain juga terdapat 4 orang golongan Arab
serta golongan peranakan Belanda. Sebagai perwakilan Jepang yang tidak
mempunyai hak suara.
BPUPKI dibentuk untuk menyelidiki dan menyusun segala sesuatu
rencana mengenai persiapan-persiapan kemerdekaan Indonesiamenyangkut segi
politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan lain-lain, yang dibutuhkan dalam usaha
pembentukan negara Indonesia merdeka . Secara rinci tugas pokok BPUPKI
adalah : (1) menetapkan dasar-dasar Indonesia Merdeka, dan (2) menetapkan
Undang-undang Dasar .

Pada tanggal 28 Mei 1945 BPUPKI diresmikan di gedung Cuo Sangi In,
Jakarta. Pada upacara ini setelah dikibarkan bendera Jepang, Hinomaru dan
bendera Merah Putih. Pada tanggal 29 Mei 1945 dimulailah sidang pertama
BPUPKI untuk merumuskan dasar negara. Pandangan tentang dasar negara
diserahkan kepada tiga anggotanya yaitu Mr. Moh. Yamin, Prof. Dr. Supomo, dan
Ir. Soekarno. Rumusan dasar negara ini menghasilkan Lima dasar negara yang
lebih dikenal dengan Pancasila. Ide Pancasila ini pertama kali dicetuskan oleh Mr.
Moh. Yamin. Azas Dasar Negara Republik Indonesia ini adalah sebagai berikut:

1. Peri Kebangsaan;

2. Peri Kemanusiaan;

3. Peri Ke-Tuhanan;

4. Peri Kerakyatan;

5. Kesejahteraan Rakyat.
Gambar 8. Suasana sidang BPUPKI

Pada sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Supomo mengemukakan


gagasan yang berisi beberapa hal, yaitu:

1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat

Pada tanggal 1 Juni 1945 dalam rapat terakhir sidang pertama BPUPKI
Soekarno mengemukakan gagasannya yang diberi nama Pancasila. Akhirnya,
tanggal tersebut dikenal sebagai hari “Lahirnya Pancasila”. Soekarno
mengemukakan perumusan lima dasar Negara Indonesia, yang terdiri atas:

1. Kebangsaan Indonesia;

2. Internasionalisme Indonesia atau Peri Kemanusiaan;

3. Mufakat atau Demokrasi;


4. Kesejahteraan Sosial; dan

5. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

Sesudah sidang pertama BPUPKI pada tanggal 22 Juni 1945, Ir. Soekarno
mempunyai prakarsa untuk membentuk pertemuan anggota BPUPKI. Hasil
pertemuan ini terbentuklah panitia kecil yang terdiri atas sembilan orang, yang
lebih dikenal dengan “Panitia Sembilan”. Sembilan orang ini terdiri atas Ir.
Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Muh. Yamin, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. A.A.
Maramis, Abdulkadir Muzakir, Wachid Hasyim, H. Agus Salim, dan Abikusno
Tjokrosujono.

Panitia sembilan ini berhasil merumuskan maksud dan tujuan


pembentukan Negara Indonesia Merdeka. Rumusan hasil Panitia Sembilan ini
dikenal dengan nama “Jakarta Charter” atau “Piagam Jakarta”. Hasil rumusan ini
adalah:

1. Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi


pemeluk-pemeluknya;

2. (Menurut) dasar kemanusiaan yang adil dan beradab;

3. Persatuan Indonesia;

4. (dan) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan perwakilan; dan

5. (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi seluruh


rakyat Indonesia.

Sebelum konsep ini disahkan, atas prakarsa Dr. Moh. Hatta yang
menerima pesan dari tokoh-tokoh Kristen dari Indonesia Timur, maka sila
pertama yang berbunyi “Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan Syari’at
Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Putusan itu diambil setelah Dr. Moh. Hatta berkonsultasi dengan empat pemuka
Islam, yaitu: Ki Bagus Hadikusumo, Wachid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo,
dan Mr. Teuku Moh. Hasan.

Antara sidang resmi pertama dan sidang resmi kedua ada masa reses.
Masa reses itu digunakan oleh para anggota untuk membahas Rancangan
Pembukaan UUD 1945 yang dipimpin Soekarno. Persidangan ini disebut sebagai
sidang tidak resmi dan hanya dihadiri 38 anggota( Yunarti, 2003 : 8). Pertemuan
itu dimaksudkan untuk mencari suatu prosedur agar Indonesia dapat secepatnya
merdeka. Keinginan untuk secepatnya merdeka itu salah satunya dilandasi alasan
bahwa pemerintah bala tentara Dai Nippon dalam waktu yang singkat telah
memerdekakan Birma (sekarang Myanmar), Philiphina dan Indo-Cina. Hanya
tinggal Indonesia sendiri yang belum merdeka. .

Sidang kedua BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945 membahas tentang


rencana Undang-undang Dasar. Panitia perancang Undang-undang Dasar
diketuai oleh Ir. Soekarno dengan anggota-anggotanya sebagai berikut: A.A.
Maramis, Oto Iskandardianata, Poeroeboyo, Agus Salim, Mr. Achmad Subardjo,
Prof. Dr. Mr. Supomo., Mr. Maria Ulfah Santoso, Wachid Hasjim, Parada
Harahap, Mr. Latuharhary, Mr. Susanto Tirtoprodjo, Mr. Sartono, Mr.
Wongsonegoro, Wuryaningrat, Mr. R.P Singgih, Tan Eng Hoat, Prof. Dr. P.A.
Husein Djajadiningrat, dan dr. Sukiman. Berdasarkan hasil Piagam Jakarta pada
tanggal 11 Juli 1945 dibentuk lagi panitia kecil berjumlah 7 orang anggota
sebagai perancang undang-undang dasar yang diketuai oleh Prof. Dr. Supomo
dengan anggotanya Mr. Wongsonegoro, Mr. Ahmad Subarjo, Mr.A.A. Maramis,
Mr. R.P. Singgih, H. Agus Salim, dan dr. Sukiman. Hasil perumusan panitia kecil
ini disempurnakan bahasanya oleh sebuah panitia yang lebih kecil lagi sebagai
penghalus bahasa, yaitu Husein Djajadiningrat, H. Agus Salim, dan Supomo.
Hasil dari sidang pertama dan kedua BPUPKI menghasilkan rumusan
otentik Undang-Undang Dasar dan Dasar Negara. Undang-Undang Dasar terdiri
atas:

1. Pernyataan Indonesia Merdeka;

2. Pembukaan Undang-Undang Dasar; dan

3. Batang Tubuh (Undang-Undang Dasar itu sendiri).

Sedangkan rumusan Otentik Dasar Negara (Pancasila), meliputi:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa;

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;

3. Persatuan Indonesia;

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan; dan

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kedudukan Jepang dalam Perang Dunia II semakin tidak menguntungkan.


Negara-negara fasis semakin terdesak oleh kekuatan Sekutu setelah Jerman dan
Italia kalah di benua Eropa. Pada tanggal 26 Juli 1945 para pemimpin sekutu di
Potsdam mengeluarkan suatu tuntutan agar Jepang menyerah tanpa syarat,
tetapi pihak Jepang tidak mau menyerah. Tanggal 6 Agustus bom atom pertama
dijatuhkan di Hiroshima yang menewaskan ribuan penduduk Jepang.

Pasukan Amerika semakin bertambah dekat dengan Jepang. Rusia


mengumumkan perang terhadap Jepang. Pada tanggal 6 Agustus 1945 Amerika
Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima . Pada tanggal 9 Agustus Rusia
mengumumkan perang terhadap Jepang dan pada hari yang sama kota Nagasaki
dijatuhi bom atom yang kedua. Kaisar Jepang, Hirohito (Tenno Heika) mulai
menyadari bahwa ambisinya membangun imperium Asia Timur Raya tidak akan
tercapai dengan adanya bom atom tersebut. Kaisar Jepang memerintahkan
rakyat dan tentaranya menghentikan perang. Hal ini yang menjadi pertimbangan
Sekutu untuk tidak menjatuhkan bom atom yang ke-3 di Tokyo.

Kedudukan Jepang yang terus menerus terdesak oleh sekutu membuat


Komando Tentara Jepang di wilayah Selatan mengadakan rapat pada akhir bulan
Juli 1945 di Singapura. Disetujui bahwa kemerdekaan bagi Indonesia akan
diberikan pada tanggal 7 September 1945, setahun setelah pernyataan Koiso.
Pada tanggal 7 Agustus 1945 Jendral Terauchi menyetujui pembentukan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI = Dokuritzu Zyunbi Iinkai) yang bertugas
melanjutkan pekerjaan BPUPKI dan mempersiapkan segala sesuatu yang
diperlukan karena akan diselenggarakan pemindahan kekuasaan dari Jepang
kepada bangsa Indonesia.(Meodjanto 1988 :85). Dengan diumumkannya
pembentukan PPKI, maka BPUPKI dianggap telah bubar dan secara resmi
dibubarkan pada tanggal 6 Agusus 194. Pemerintah Jepang mengisyaratkan
bahwa dengan pembentukan PPKI, bangsa Indonesia bebas berpendapat dan
melakukan kegiatannya sesuai dengan kesanggupannya. Akan tetapi pemerintah
Jepang tetap mengajukan syarat-syarat, yang antara lain:

a. Untuk mencapai kemerdekaan harus menyelesaikan perang yang


dihadapi bangsa Indonesia, dengan turut membantu perjuangan
bangsa Jepang memperoleh kemenangan akhir dalam Perang Asia
Timur Raya.

b. Negara Indonesia yang merupakan anggota Lingkungan


Kesemakmuran Bersama Asia Timur Raya, harus mempunyai cita-cita
yang sama dengan pemerintah Jepang sesuai semangat Hakko-Iciu.

Dalam keanggotaannya PPKI dipilih oleh Jenderal Besar Terauci, untuk itu
dipanggillah tiga tokoh pergerakan nasional, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta,
dan Radjiman Widyodiningrat. Pada tanggal 12 Agustus 1945 diadakan
pertemuan di Dalat (Vietnam Selatan). Dalam pertemuan itu Jenderal Besar
Terauci menyampaikan bahwa pemerintah Jepang telah memberikan kemerdekan
bagi bangsa Indonesia dan untuk pelaksanaannya maka dibentuklah PPKI sambil
menunggu persiapan selesai. Adapun wilayah Indonesia setelah kemerdekan
meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda. PPKI terdiri atas 21 anggota yang
terpilih dari seluruh Indonesia. Sebagai ketua PPKI adalah Ir. Soekarno dan Drs.
Moh. Hatta sebagai wakilnya. Yang menarik di sini adalah seluruh anggota PPKI
sama sekali tidak ada yang melibatkan Jepang.

Pada tanggal 14 Agustus 1945 Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan
Radjiman Wediodiningrat telah kembali ke Jakarta. Sementara itu Golongan
Pemuda telah mendengar bahwa Sekutu telah memberikan ultimatum kepada
Jepang untuk menyerah tanpa syarat atau “Uncondional Surrender”. Pada
tanggal 15 Agustus 1945 Jepang mematuhi ultimatum tersebut dan menyerah
tanpa syarat. Walaupun kekalahan tersebut sangat dirahasiakan, namun berkat
ketangkasan para pemuda maka sampailah berita itu.

Perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda terletak


pada tata cara pelaksanaan kemerdekaan Indonesia. Sebenarnya cita-cita
mereka sama yaitu mewujudkan Negara Indonesia merdeka. Golongan Tua
dengan perhitungan politiknya berpendapat bahwa kemerdekaan Indonesia
dapat dicapai tanpa pertumpahan darah apabila tetap bekerja sama dengan
Jepang. Sedangkan Golongan Muda dengan jiwa kepemudaannya menginginkan
kemerdekaan dicapai secara revolusioner untuk membuktikan bahwa
kemerdekaan Indonesia dicapai dengan hasil jerih payah bangsa Indonesia
sendiri dan bukan hadiah dari Jepang.

Golongan muda yang revolusioner tetap pada pendirian semula, bahwa


proklamasi harus dilakukan dengan mengandalkan kekuatan sendiri, jadi harus
lepas dari campur tangan pihak Jepang. Mereka juga menghendaki
dilaksanakannya proklamasi menurut yang telah digariskan oleh Marsekal
Terauchi dalam pertemuan tiga pemimpin Indonesia di Dalat. Jadi harus lepas
dari rapat PPKI, dimana PPKI adalah buatan Jepang (Nugroho Notosusanto,
1984:79). Sultan Syahrir merupakan tokoh pertama yang mendesak Bung Karno
dan Bung Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa
menunggu pelaksanaan janji Jepang yang dinilainya hanya sebagai tipu muslihat
belaka.

Perbedaan paham waktu tentang kapan Proklamasi kemerdekaan harus


dilaksanakan juga telah menyebabkan terjadinya perbedaan paham antara
golongan tua dan golongan muda. Ketegangan itu muncul sebagai akibat
perbedaan pandangan tentang saat diumumkannya Proklamasi kemerdekaan
Indonesia. Ketegangan bermula dari berita tentang menyerahnya Jepang pada
Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945. Adanya perbedaan sikap di antara kedua
golongan ini wajar saja sebab di samping pengalaman sejarah yang berbeda, juga
kurangnya informasi yang berkaitan dengan situasi yang sedang dihadapi.
Keterangan atau informasi yang sedikit mengenai perkembangan perang dunia II,
khususnya Perang Asia Timur Raya karena ketatnya sensor pemerintah militer
Jepang di Indonesia. Pemerintah Jepang dengan tegas melarang penduduk untuk
mendengarkan radio luar negeri. Namun berkat keuletan para pemuda terutama
yang bekerja dikantor berita Jepang, akhirnya sampailah informasi mengenai
pidato Kaisar Hirohito tentang penyerahan tanpa syarat Jepang kepada Sekutu.

Sutan Syahrir yang mendengar berita kekalahan Jepang kepada Sekutu


melalui radio gelap segera mendesak Soekarno-Hatta agar segera melaksanakan
Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanpa harus menunggu izin dari Jepang.
Itulah sebabnya ketika mendengar kepulangan Soekarno-Hatta, Radjiman
Widyodiningrat dari Dalat (Saigon), maka ia segera meyakinkan Bung Hatta
bahwa Jepang telah menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Namun Bung Hatta
tidak dapat memenuhi permintaan Sutan Syahrir sebab menurut Bung Hatta
Soekarno tidak berhak mengumumkan kemerdekaan sekalipun dia ketua PPKI,
harus melalui persetujuan PPKI terlebih dahulu. Kemudian Bung Hatta mengajak
Sutan Syahrir pergi ke rumah Bung Karno untuk menyampaikan berita
penyerahan Jepang tanpa syarat kepada Sekutu.
Oleh Bung Hatta dijelaskan maksud kedatangannya Sutan Syahrir,
namun Bung Karno belum dapat menerima maksud Sutan Syahrir. Pendapat
Bung Karno sama dengan Bung Hatta bahwa Proklamasi Kemerdekaan tidak
mungkin dapat dilaksanakan tanpa mengikutsertakan PPKI. Selain itu Bung Karno
belum yakin benar tentang berita kekalahan Jepang, karena beliau baru saja
pulang dari Dalat untuk memenuhi panggilan Jenderal Besar Terauchi.
Merasa tidak puas dengan jawaban Bung Karno, maka pada tanggal 15
Agustus 1945 golongan muda mengadakan rapat di ruangan Lembaga
Bakteriologi di Pegangsaan Timur, Jakarta. Rapat yang dimulai pukul 20.00 itu
menghasilkan tuntutan agar bangsa Indonesia sesegera mungkin
memproklamasikan kemerdeka-an dengan menyertakan Ir. Soekarno dan Drs.
Moh. Hatta untuk menyatakan Proklamasi pada tanggal 16 Agustus 1945. Hadir
dalam rapat itu antara lain Chairul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio,
Margono, Wikana, dan Alamsyah. Pada pukul 22.00 WIB Wikana dan Darwis
berangkat menuju kediaman Ir. Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta
untuk menyampaikan tuntutan golongan muda.
Keputusan yang diambil pada rapat pemuda adalah masalah
kemerdekaan Indonesia adalah masalah bangsa Indonesia, bukan masalah
Jepang. Jadi tidak boleh menunggu dari pihak lain. Namun demikian, harus tetap
dilakukan perundingan dengan Bung Karno dan Bung Hatta, supaya keduanya
dapat diikutsertakan menyatakan proklamasi. Keputusan yang diambil oleh
pemuda, segera disampaikan oleh Wikana dan Darwis. Tuntutan Wikana agar
proklamasi dilaksanakan pada keesokan harinya telah menegangkan suasana.
Dalam kesempatan itu, Wikana juga mengatakan bahwa apabila proklamasi tidak
dilaksanakan besok, maka akan terjadi pertumpahan darah. Mendengar
ancaman dari Wikana, Bung Karno mengeluarkan kata-kata yang bernada marah.
Kata-kata itu berbunyi “Ini leherku, saudara boleh membunuh saya sekarang
juga. Saya tidak bisa melepaskan tanggung jawab sebagai ketua PPKI”
(Adam,1988).
Semakin tajamnya perbedaan pendapat, mendorong para pemuda
untuk mengadakan rapat kembali. Rapat itu dilakukan di Asrama Baperpi, Cikini
71 Jakarta menjelang tanggal 16 Agustus 1945. Keputusannya yang paling
penting adalah bahwa Bung Karno dan Bung Hatta, harus dibawa keluar kota.
Rapat tersebut selain dihadiri oleh para pemuda yang telah melaksanakan rapat
di ruang Bakteriologi, juga dihadiri oleh Sukarni, Yusuf Kunto, Muwardi, Singgih
dan beberapa Daidan dari Jakarta. Tujuan membawa Bung Karno dan Bung Hatta
keluar kota adalah supaya keduanya terhindar dari pengaruh Jepang. Agar
terhindar dari rasa curiga Jepang, maka Sudanco Singgih, mendapat tugas untuk
melaksanakan rencana tersebut.
Tuntutan golongan muda yang disampaikan oleh Wikana menjadikan
suasana menjadi tegang. Perdebatan sengit yang disaksikan golongan tua yang
lain ini semakin menampakkan perbedaan pendapat antara golongan tua dan
muda. Menjelang tanggal 16 Agustus 1945, tepatnya pada pukul 24.00 para
pemuda yang sebelumnya mengikuti rapat di Lembaga Bakteriologi mengada-
kan rapat sekali lagi. Rapat yang juga dihadiri oleh Sukarni, Yusuf Kunto, dr.
Muwardi dari Barisan Pelopor, dan Shodancho Singgih dari Daidan Peta Jakarta
Syu. Rapat ini menghasilkan keputusan untuk mengamankan Ir. Soekarno dan
Drs. Moh. Hatta ke luar kota dengan tujuan menjauhkan dari pengaruh Jepang.
Dengan didukung perlengkapan tentara PETA pada tanggal 16 Agustus 1945,
pukul 04.30 WIB Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta dibawa ke Rengasdengklok.
Rengasdengklok adalah sebuah desa di kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten
Karawang, sekitar 60 km, sebelah timur Jakarta. Rengasdengklok dipilih pemuda
karena perhitungan militer. Hubungan antara anggota PETA, yakni Daidan
Purwakarta dan Daidan yang erat. Mereka pernah bersama Rengasdengklok
memang letaknya terpencil, sekitar 15 km ke dalam dari kota Kedunggede,
Karawang pada jalan raya Jakarta Dengan demikian deteksi dapat dengan mudah
dilaksanakan terhadap setiap gerakan tentara Jepang yang akan datang ke
Rengasdengklok, baik yang datang dari Jakarta maupun yang datang dari
Bandung.
Tuntutan para pemuda akan kemerdekaan Indonesia sesegera mungkin tidak
ditanggapi oleh golongan tua terutama Ir. Soekarno. Menurut Soekarno,
kemerdekaan Indonesia tergantung pada hasil sidang PPKI tanggal 16 Agustus
1945. Soekarno tidak mau mendahului sidang PPKI. Atas desakan para pemuda,
Soekarno berusaha menghubungi para pejabat balatentara Jepang tetapi tidak
berhasil. Sementara itu, para pemuda yang berkumpul di ruang lembaga
bakteriologi (sekarang kantor Fakultas Kesehatan UI) menuntut proklamasi
segera diselenggarakan dan berkeinginan agar kemerdekaan yang segera
dilaksanakan itu benar-benar lepas sama sekali dari pengaruh Jepang. Para
pemuda ingin tanggal 16 Agustus 1945 proklamasi kemerdekaan
dikumandangkan. Namun deminkian Soekarno masih bersikeras tidak mau
mengumumkan kemerdekaan Indonesia. Karena khawatir Soekarno masih
dipengaruhi oleh Jepang, maka para pemuda mengambil jalan nekad menculik
Soekarno dan Hatta dan dibawa ke Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus
waktu dini hari.
Berita tentang diculiknya Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta membuat
gusar Subardjo. Sebagai salah seorang tokoh golongan tua Ahmad Subardjo
merasa bertanggung jawab atas hilangnya Soekarno-Hatta, sebab pada tanggal
16 agustus 1945 akan diadakan sidang PPKI yang pertama. Sidang PPKI ini jelas
tidak dapat dilaksanakan apabila ketua dan wakilnya tidak ada. Untuk itu beliau
berusaha mencari tahu di mana kedua tokoh ini berada. Langkah yang pertama
dilakukan adalah mencari keterangan di rumah Laksmana Maeda. Akan tetapi
Maeda juga tidak tahu. Sesudah itu Subardjo mencari Wikana yang kebetulan
saat itu sedang mengadakan rapat dengan para pemuda. Subardjo lantas
mendesak agar Wikana memberitahu di mana Bung Karno dan Bung Hatta
disembunyikan. Pada awalnya Wikana menolak. Subardjo lantas menjelaskan
bahwa Soekarno dan Hatta sangat diperlukan di Jakarta dan tindakan yang
dilakukan para pemuda akan mendapat balasan dari Jepang sebab mereka sudah
diberi ultimatum oleh Sekutu agar tidak melakukan perubahan politik di
Indonesia. Untuk itulah Soekarno dan Hatta diperlukan untuk berdiplomasi
dengan Jepang. Pada akhirnya Wikana luluh juga. Dengan diantar oleh beberapa
pemuda, sore itu Subardjo diantar ke Rengasdengklok. Pada malam hari pukul
20.00 WIB Soekarno dan Hatta tiba di Jakarta.

d. Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan

Gambar 9.Sukarno dan Hatta dalam suatu kesempatan

Malam hari setelah tiba di Jakarta, Soekarno dan Hatta pergi mendatangi
rumah Mayor Jenderal Nishimura untuk menyatakan keinginan PPKI bersidang
malam itu juga. Bung Hatta juga mengatakan kepada Mayor Jenderal Nishimura
bahwa rakyat Indonesia sudah mengetahui berita kekalahan Jepang. Akan tetapi
Nishimura dengan tegas menolak rencana diadakannya sidang PPKI. Nishimura
menjelaskan bahwa sejak siang hari pada tanggal 16 Agustus 1945 berdasarkan
instruksi markas Besar Tentara Jepang Daerah selatan yang berkedudukan di
Saigon dilarang adanya perubahan status-quo di Indonesia, hal ini terkait dengan
perjanjian antara pemerintah Jepang dan pihak pemenang perang Pasifik
(Sekutu). Larangan perubahan status-quo itu berarti, bahwa pemerintah Jepang
tidak membenarkan terjadinya Proklamasi kemerdekaan, karena dengan
Proklamasi kemerdekaan akan melahirkan Negara Indonesia Merdeka, dan itu
berarti mengubah status-quo. Dengan marah Bung Hatta menjelaskan bahwa
apapun yang akan terjadi Indonesia tetap pada pendirian semula untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan.
Bertempat di rumah Laksamana Muda Maeda di Myakodori No. 1
(sekarang jalan Imam Bonjol) maka dimulaiah sidang PPPKI untuk
mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Laksamana Muda Maeda
adalah seseorang yang mem-punyai hubungan yang sangat baik dengan para
pemimpin Indonesia terutama Mr. Achmad Subardjo. Beliau adalah Kepala
Perwakilan Kaigun (Angkatan Laut Jepang). Sebagai Kepala Perwakilan Kaigun
beliau memilki kekebalan hukum di mana Rigukun (Angkatan Darat Jepang) tidak
berani bertindak sewenang-wenang di kediaman Maeda.
Di ruang makan rumah Laksamana Maeda dirumuskanlah naskah
Proklamasi Kemerdekaan oleh tiga orang tokoh kemerdekaan Indonesia. Bung
Hatta dan Mr. Achmad Subardjo meyumbangkan pikirannya secara lisan.
Sedangkan Bung Karno bertindak sebagai penulis rumusan konsep Proklamasi.
Turut menyaksikan peristiwa tersebut adalah Miyosi (seorang kepercayaan
Nishimura) beserta tiga tokoh pemuda yaitu: Sukarni, Sudiro, dan B.M. Diah.
Adapun kalimat pertama yang berbunyi “Kami bangsa Indonesia dengan
ini menyatakan kemerdekaan Indonesia” adalah kalimat yang dikutip Mr.
Achmad Subardjo dari rumusan sidang BPUPKI (Dokuritsu Junbi Cosakai).
Sedangkan kalimat kedua adalah dirumuskan oleh Soekarno yang berbunyi “Hal-
hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain akan diselenggarakan
dengan cara yang secermat-cermatnya serta dalam tempo yang sesingkat-
singkatnya”. Kemudian kedua kalimat tersebut digabung dan disempurnakan oleh
Moh. Hatta sehingga berbunyi seperti teks Proklamasi yang kita miliki sekarang.
Gambar 10. Naskah Teks Proklamasi

Setelah naskah Proklamasi berhasil dirumuskan timbul permasalahan


baru tentang siapa yang akan menandatangani naskah Proklamasi. Ir. Soekarno
menyarankan agar siapa saja yang hadir dalam perumusan naskah Proklamasi
ikut menandatangani selaku wakil-wakil bangsa Indonesia. Saran tersebut
ditentang oleh golongan pemuda yang tidak menyetujui apabila naskah
Proklamasi ditandatangani oleh anggota PPKI hasil bentukkan Jepang yang hadir
di sana. Mereka menganggap bahwa kemerdekaan ini dicapai dengan hasil kerja
keras bangsa Indonesia sendiri tanpa adanya sangkut paut bangsa Jepang. Salah
seorang tokoh golongan muda yaitu Sukarni mengusulkan agar naskah
Proklamasi ditandatangani oleh Bung Karno dan Bung Hatta dengan
mengatasnamakan bangsa Indonesia. Saran tersebut disetujui oleh seluruh
anggota yang hadir.
Kemudian Bung Karno meminta kepada Sayuti Melik untuk mengetik
naskah Proklamasi sesuai dengan perubahan yang telah disepakati.
Gambar 11. Teks Proklamasi Otentik

Terdapat tiga perubahan dalam pengetikan ini. Pertama, kata “tempoh”


diganti menjadi “tempo”, kedua, kata “wakil-wakil bangsa Indonesia” diganti
dengan “Atas nama Bangsa Indonesia”, yang ketiga, adalah penulisan tanggal
yaitu “Djakarta 17-8-05” diganti menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen ‘05”.
Sesudah ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta, maka tersusunlah
naskah Teks Proklamasi sebagai berikut :
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan
Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l. di-
selenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang se-
singkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen ‘05
Atas nama bangsa Indonesia,
Soekarno/Hatta
(tandatangan Soekarno)
(tandatangan Hatta)
e. Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Pada dini hari tanggal 17 Agustus 1945 di jalan Imam Bonjol No.1
(sekarang), telah berhasil dirumuskan naskah Proklamasi dan ditandatangani
oleh Soekarno-Hatta. Timbul masalah di mana Proklamasi akan dikumandangkan.
Sukarni mengusul-kan agar Proklamasi diumumkan di Lapangan Ikada. Namun
usul itu ditolak oleh Bung Karno dengan alasan keamanan. Akhirnya dicapai kata
sepakat untuk mengumumkan Proklamasi di rumah kediaman Bung Karno di
jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta.

Gambar 12. Pengibaran Bendera Pertama


Sejak pagi hari Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta telah dijejali oleh
massa yang ingin menyaksikkan peristiwa paling bersejarah dalam perjuangan
bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Massa yang sangat banyak
tidak henti-hentinya mengalir membuat bingung dr. Moerwadi, selaku Kepala
Bagian Keamanan. Suasana menjadi tegang tatkala para pemuda bersikeras agar
segera dibacakan Proklamasi Kemerdekaan. Karena desakkan para pemuda dr.
Moerwadi memberanikan diri untuk meminta Bung Karno untuk segera
membacakan Proklamasi. Karena pada saat itu Bung Hatta belum datang, maka
dengan tegas usul dr. Moerwadi ditolak. Lima menit sebelum acara dimulai Bung
Hatta datang dengan berpakaian putih-putih, kemudian Soekarno segera
mempersiapkan diri dengan setelan putih juga. Menjelang pukul 10.00 WIB maka
dimulailah Proklamasi kemerdekaan RI dengan susunan acara sebagai berikut:
1. Pidato Singkat Bung Karno yang disambung pembacaan Teks Proklamasi

2. Pengibaran Sang Saka Merah Putih


Sesudah acara pembacaan teks Proklamasi
dilanjutkan dengan pengibaran Sang Saka Merah Putih.
Untuk menyaksikan peristiwa tersebut Bung Karno dan
Bung Hatta maju beberapa langkah menuruni anak
tangga terakhir serambi depan mendekati letak
Gambar 13. Pembacaan Teks Proklamasi
berdirinya tiang bendera yang terbuat dari bambu
yang dibuat oleh suhud (sebenarnya dirumah Bung Karno terdapat dua tiang
bendera bekas yang terbuat dari besi, karena situasi yang tegang, dia tidak ingat
untuk memindahkan salah satu tiang, malah membuat tiang dari bambu di
belakang rumah Bung Karno kemudian diberi tali. Kemudian Suhud bersama
seorang pemudi datang membawa sebuah baki berisi Sang Saka Merah Putih
yang dijahit sendiri oleh Ibu Fatmawati Soekarno dengan kain yang seadanya.
Dengan dibantu oleh Cudanco Latief Hendraningrat, Suhud menaikkan Sang Saka
Merah Putih dengan khitmad mengiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya yang
dinyanyikan secara spontan oleh para hadirin yang menyaksikan tanpa seorang
dirigen yang memimpin. Peristiwa yang terjadi kurang dari satu jam ini
berlangsung dengan khitmad namun memberikan suatu perubahan yang luar
biasa dalam kehidupan berbangsa Indonesia.
Sejak dikumandangkannya teks Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945,
maka sejak itu pula negara Indonesia telah berdiri (meskipun masih dalam
pengertian ada secara de-facto). Kemerdekaan Indonesia merupakan hasil jerih
payah bangsa Indonesia, bukan hadiah atau pemberian dari Jepang. Dapat
dikatakan bahwa bangsa Indonesia atas inisiatif sendiri, atas prakarsa sendiri dan
atas kemauan sendiri menentukan nasib sendiri (self-determination) untuk
melepaskan diri dari belenggu penjajahan dan membangun perumahan sendiri
yaitu rumah besar Indonesia merdeka. Proklamasi Kemerdekaan mengandung
arti adanya pengumuman atau deklarasi kepada bangsa Indonesia sendiri bahwa
mereka telah merdeka dan pengumuman kepada pihak luar (negara lain) bahwa
kemerdekaan Indonesia diperoleh melalui tetes keringat sendiri yang harus
dihargai dan dihormati kedaulatannya. Ditinjau dari aspek hukum, proklamasi
kemerdekaan mengandung arti adanya pernyataan tentang keputusan bangsa
Indonesia menghapus tata-hukum kolonial dan menggantinya dengan tata-
hukum nasional dengan proklamasi kemerdekaan sebagai norma dasar atau
norma pertama yang mendasari berfungsinya negara Republik Indonesia. Secara
politis-ideologis, proklamasi berarti bangsa Indonesia telah berhasil melepaskan
diri dari belenggu tatanilai dan kekuasaan kolonial dan membangun kekuasaan
nasional berlandaskan pada tatanilai sendiri, yaitu Pancasila dan UUD 1945
f.Penyebaran Berita Proklamasi
Ketika proklamasi selesai dirumuskan, Sukarno berpesan kepada para
pemuda yang bekerja di pers dan kantor berita, agar berita proklamasi dapat
tersosialisasikan ke seluruh pelosok tanah air. B.M Diah merupakan salah
seorang tokoh yang berjasa dalam sosialisasi kemerdekaan Indonesia.
Para pemuda membagi pekerjaan dalam kelompok – kelompok sehingga naskah
proklamasi dapat lebih cepat sampai kepada masyarakat. Semua alat komunikasi
yang ada dipergunakan untuk menyebarluaskan berita proklamasi kemerdekaan.
Pada tanggal 17 Agustus 1945, teks proklamasi telah sampai di tangan
Kepala Bagian Radio Kantor Domei, Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks
proklamasi dari seorang wartawan Domei, Syahruddin. Waidan B. Palenewen
segera memerintahkan D. Wuz (seorang markonis) untuk menyiarkan berita
proklamasi tiga kali berturut-turut. Akan tetapi, baru dua kali disiarkan seorang
tentara Jepang masuk ke ruang radio dan menghentikan penyiaran berita
proklamasi. Akan tetapi Waidan B. Palenewen memerintahkan F. Wuz untuk
terus menyiarkan setiap setengah jam sampai dengan pukul 16.00 saat siaran
berhenti.
Akibat penyiaran tersebut, pada tanggal 20 Agustus 1945, pemancar
radio disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Usaha para
pemuda menyiarkan berita Proklamasi tidak terbatas lewat radio, melainkan juga
lewat pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam
penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklasi dan UUD Negara
Republik Indonesia.
Penyebarluasan Berita Proklamasi Proklamasi kemerdekaan memang telah
diucapkan, namun demikian yang mendengarkan dan mengetahui beritu
tersebut masih terbatas. Untuk itu perlu dilakukan tindakan selanjutnya untuk
menyebarluaskan berita proklamasi tersebut bagi seluruh rakyat Indonesia. Ada
beberapa cara yang ditempuh untuk menyebarluaskan berita proklamasi
tersebut diantaranya:
a) Melalui Siaran Radio
Alat komunikasi yang dimiliki Indonesia pada saat itu jelas tidak
selengkap dengan yang ada sekarang. Satu-satunya alat komunikasi yang paling
cepat ketika itu adalah melalui pasawat radio. Pada pagi hari tanggal 17 Agustus
1945, teks proklamsi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio Kantor Domei,
yang bernama Waidan B. Panelan . Ia menerima berita itu dari wartawan Domei
yang bernama Syahruddin. Segera ia memerintahkan kepada F. Wuz seorang
markonis, supaya berita itu diserbarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F.
Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah seorang Jepang ke ruang tugasnya. Ia
mengetahui berita proklamsi tersebut telah tersiar keluar lewat siaran radio
Domei. Dengan sikap yang marah-marah, orang Jepang tersebut memerintahkan
agar berita itu dihentikan dengan segera. Namun F. Wuz tetap memerintahkan
supaya berita proklamasi tersebut tetap disiarkan. Berita ini kemudian diulangi
setiap setengah jam sekali sampai pukul 16.00, saat siaran berhenti
(Notosusanto, 1979:95). Akibat dari berita itu, maka pucuk pimpinan tentara
Jepang di Jawa, memerintahkan untuk meralat berita tersebut, sekaligus
menyatakan sebagai sesuatu kekeliruan. Pada hari Sabtu tanggal 20 Agustus
1945 pemancar itu disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk
kerja. Meskipun pemancar radio telah ditutup, tetapi usaha untuk menyiarkan
proklamasi tidak terhenti. Dua hari kemudian staf stasiun radio di Jl. Merdeka
Barat Jakarta menyelundupkan naskah proklamasi kedalam stasiun radio dan
membacakannya lewat udara. Mereka melanjutkan siaran dari sebuah gedung
lain dengan menggunakan sebuah pemancar yang dapat dipindahpindahkan.
Para pemuda kemudian membuat pemancar baru yang dibantu oleh tekhnisi
seperti Sukarman, Susilahardjo, Suhandar dan lain-lain, nama siaran radio
tersebut adalah Radio Indonesia Merdeka (Colin Will, 1986:165). Selain itu,
alatalat pemancar radio yang diambil dari pemancar radio Domei dibawa ke
rumah Waidan sebagian lagi dibawa ke Menteng 31. Dari sinilah seterusnya
berita proklamsi disiarkan. Berdasarkan kenyataan tersebut diatas, maka
timbullah gagasan untuk mendirikan suatu bentuk radio yang bersifat nasional.
Pada tanggal 11 September para utusan dari 8 bekas stasiun radio yang
diselenggarakan Jepang di Jawa. Mereka mengadakan pertemuan di Jakarta dan
membentuk organisasi yang disebut “Radio Republik Indonesia (RRI)”. Mereka
kemudian menemui Bung Karno tetapi tidak sempat diterima karena Bung Karno
sangat sibuk, barulah pada tanggal 1 April 1946 RRI secara resmi diakui sebagai
suatu organisasi pemerintah (Will,1986:165)
b) Melalui Pers
Pers merupakan salah satu komunikasi yang cepat. Ketika
penyebarluasan berita proklamasi, pers juga telah memainkan peranan yang
cukup besar. Wartawan-wartawan Indonesia berusaha memuat berita
proklamasi dalam koran tempat mereka bekerja. Jauh sebelum proklamasi
kemerdekaan, di Indonesia memang telah berdiri beberapa penerbitan pers,
antara lain, Medan Priaji, Soeara Oemoem, Pewarta Deli, Pemandangan, Antara,
telah muncul pada saat itu ( Mustafa, 1978:14). Koran-koran itu muncul dengan
menyuarakan perjuangan kemerdekaan. Pers membuktikan pengabdiannya
ketika proklamasi kemerdekaan Indonesia dilaksanakan. Wartawan-wartawan
Indonesia bergabung dengan unsurunsur lainnya ditengah-tangah kejadian yang
paling bersejarah itu. Ada beberapa wartawan seperti BM. Diah, Mochtar Lubis,
Hasyim Mahdan, Pangulu Lubis, Adam Malik dan Pandu Kartawigunayang sangat
berjasa menyebarkan berita proklamasi (Mustafa, 1978:14-15). Para wartawan
tidak hanya hadir sebagai peninjau tetapi turut memainkan peranan aktif
lainnya, mereka berusaha memberitakan peristiwa proklamasi Indonesia.
Keberhasilan wartawan memberitakan proklamasi melalu pers, menyebabkab
berita proklamasi diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat, bahkan dunia.
Berita proklamasi didengar oleh dinas radio Sekutu di Australia. Kemudian berita-
berita itu juga disebarkan oleh pejuang-pejuang yang pada waktu itu berada di
Australia. Mulailah perjuangan meluas sampai di luar negeri dan ini cukup
penting untuk menarik dukungan di dunia internasional.
c) Berita Dari Perseorangan
Alternatif lain yang diguanakan dalam penyebarluasan berita proklamasi
adalah menyampaikannya secara lisan. Dalam hal ini peranan pemimpin daerah
yang hadir dalam pelaksanaan proklamasi cukup besar. Mereka diharapkan
dapat menyebarluaskan berita proklamasi keseluruh lapisan masyarakat di
daerahnya masing-masing. Selain itu peranan pemuda juga sangat diharapkan
dengan membentuk organisasi seperti Barisan Pelopor dan Menteng 31. Setelah
mengikuti sidang PPKI, maka para pemimpin dari daerah segera pulang untuk
menyampaikan berita proklamasi dan sekaligus membentuk pemerintahan di
daerahnya masing-masing. Dari mereka berita proklamasi tersebar luas di
daerah-daerah. Di Sulawesi Selatan misalnya, berita proklamasi baru diketahui
ketika ketiga utusan pulang dari Jakarta yaitu Dr. Ratulangi, Andi Pangeran
Pettarani, dan Andi Sultan Daeng Raja .
Di samping melalui siaran radio, surat selebaran, berita proklamasi secara
resmi juga di bawa oleh para utusan yang kebetulan menghadiri sidang PPKI dan
menyaksikan peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 1945 di
Jakarta. Utusan-utusan itu di antaranya: Teuku Muhammad Hasan untuk daerah
Sumatera, Sam Ratulangi untuk daerah Sulawesi, Ketut Pujo untuk daerah Nusa
Tenggara, P. Mohammad Noor untuk daerah Kalimantan.
Pada tanggal 19 September 1945, Presiden Soekarno berpidato di
lapangan IKADA (Ikatan Atletik Djakarta) sehingga masyarakat luas berbondong-
bondong menghadiri pidato presiden pertama RI tersebut. Situasi menjadi
menegangkan, karena pasukan pendudukan Jepang berusaha menggagalkannya.
Pasukan Pendudukan Jepang berusaha menjaga status quo, sebagaimana isi
perjanjiannya dengan Sekutu setelah berakhirnya Perang Dunia II.
Untuk menjaga situasi agar tidak terjadi konflik antara pasukan Jepang
dan rakyat Indonesia, Presiden Soekarno hanya berpidato singkat,
menyampaikan pesan meminta kepercayaan dan dukungan rakyat kepada
pemerintah RI, dengan cara mematuhi perintahnya. Presiden selanjutnya
membubarkan massa dan meminta rakyat untuk pulang dengan tertib dan
tenang.
Rapat raksasa di lapangan Ikada meski berlangsung singkat, memiliki arti
penting bagi kedaulatan RI, untuk menunjukkan pada dunia internasional bahwa
kemerdekaan RI mendapat dukungan luas dari seluruh rakyat Indonesia.
Terbentuknya negara dan pemerintah RI, pada akhirnya juga mendapat
dukungan dari berbagai daerah di Indonesia, yang statusnya sebelumnya
merupakan kerajaan-kerajaan. Sri Sultan Hamengkubuwono IX mewakili
kasultanan Yogyakarta mendukung penuh kemerdekaan RI, dan pemerintah RI
mengangkat Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa. Demikian juga di Surakarta
(Solo), yaitu Kasunanan Surakarta, yang dipimpin Sri Susuhunan Paku Buwono
XII, dan Mangkunegaran, yang dipimpin Mangkunegara VII, juggga mendukung
pemerintah RI. Pada akhirnya, daerah-daerah lain di Indonesia, juga mendukung
penuh kemerdekaan RI.
4. Proses Terbentuknya Negara dan Pemerintah RI Dan Dampaknya Bagi
Kehidupan
a. Terbentuknya Negara dan Pemerintah Indonesia
Menyerahnya Jepang pada Perang Dunia II atas Sekutu tanggal 14
Agustus 1945 menunjukkan bahwa secara de jure wilayah pendudukan Jepang di
kawasan Asia (termasuk Indonesia) dikuasai Sekutu sebagai pihak yang menang
dalam perang. Namun ketika Sekutu belum datang ke Indonesia sehingga muncul
Facum of Power, maka kesempatan itu dimanfaatkan dengan cermat oleh bangsa
Indonesia untuk memerdekakan diri tanggal 17 Agustus 1945.
Proklamasi 17 Agustus 1945 merupakan sumber tatanan kehidupan
politik bagi bangsa Indonesia. Untuk melengkapi lembaga negara, maka PPKI
mengadakan sidang secara berturut-turut:
1) Tanggal 18 Agustus 1945, dalam sidang I PPKI diputuskan:
 Mengesahkan UUD 1945
 Memilih presiden dan wakil presiden
 Dalam menjalankan tugasnya, untuk sementara waktu presiden dibantu
KNIP
2) Tanggal 19 Agustus 1945, PPKI memutuskan:
 Membentuk kabinet dengan 12 departemen
 Menetapkan pembagian wilayah Indonesia yang terdiri 8 propinsi
sekaligus ditunjuk gubernurnya
 Rencana pembentukan Tentara Kebangsaan
Susunan 12 departemen tersebut adalah:
No Departemen Menteri
1. Menteri Dalam Negeri R.A.A. Wiranata Kusumah
2. Menteri Luar Negeri Achmad Subardjo
3. Menteri Keuangan A.A. Maramis
4. Menteri Kehakiman Prof. Dr. Supomo
5. Menteri Perhubungan (ad Abikusno Cokrosujoso
6. interm) Ir. Surachman T. Adisurjo
7. Menteri Kemakmuran dr. Buntaran Martoatmodjo
8. Menteri Kesehatan Ki Hajar Dewantara
9 Menteri Pengajaran Amir Syariffudin
10. Menteri Penerangan Abikusno Cokrosujoso
11. Menteri Pekerjaan Umum Iwa Kusuma Sumantri
12. Menteri Sosial Supriyadi (Komandan Peta)
Menteri Keamanan Rakyat
(dibentuk badan TKR pada 5
Oktober 1945)

Pembagian wilayah Indonesia yang terdiri 8 propinsi, adalah sebagai berikut:


No Provinsi Gubernur
1 Sumatera Teuku Muhammad Hasan
2 Jawa Barat Sutarjo Kartohadikusumo
3 Jawa Tengah R. Panji Suroso
4 Jawa Timur R.M. Suryo
5 Sunda Kecil (Nusa Tenggara) I Gusti Ketut Pudja
6 Maluku J. Latuharhary
7 Sulawesi Dr. G.S.S.J. Ratulangi
8 Borneo Ir. Pangeran Muhammad Noer

3) Tanggal 22 Agustus 1945, PPKI menetapkan:


 Membentuk KNI (Komite Nasional Indonesia) dengan ketua: Kasman
Singodimejo. Tugas KNI untuk memberi nasehat kepada presiden
beserta kabinetnya. Hal ini didasarkan pada pasal IV aturan peralihan
UUD ’45 yang menjelaskan “sebelum MPR, DPR dan DPA terbentuk,
dalam melaksanakan tugasnya presiden dibantu Komite Nasional. PPKI
pada saat itu melebur menjadi KNI-Pusat atau KNIP. Selanjutnya akan
dibentuk KNI untuk daerah tingkat I dan II.
 Dibentuknya BKR ( Badan Kemanan Rakyat) yang berada dibawah KNI.
Selanjutnya akan dibentik KNI untuk Daerah Tingkat I dan II.
 Pembentukan PNI sebagai partai tunggal.
BKR yang dibentuk tanggal 22 Agustus 1945 berusaha melucuti senjata
pasukan Jepang sehingga menimbulkan konflik. Posisi pasukan Jepang dalam
situasi dilematis, karena pasca kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, Jenderal
Mac Arthur (sekutu) memerintahkan kepada Marsekal Terauchi untuk
mempertahankan “status quo” di daerah-daerah bekas pendudukannya. Pada
tanggal 16 September 1945 Angkatan Perang Inggris dalam SEAC (South East
Asian Commond) dibawah Laksamana Muda Lord Louis Mountbatten mendarat
di Jakarta dan melakukan tekanan kepada Jepang untuk tetap menjalankan
kebijakan mempertahankan “status quo” di Indonesia.
Kebijakan mempertahankan status quo tersebut disebabkan pasca
kemerdekaan Indonesia, tentara Sekutu yang menjadi pemenang dalam Perang
Dunia II datang ke Indonesia untuk melucuti pasukan Jepang. Pasukan yang
terbanyak berasal dari pasukan Inggris karena hal ini bagian dari strategi perang
Sekutu bahwa Indonesia dimasukkan ke dalam wilayah Southeast Asia Command
yang menjadi tanggung jawab Laksamana Mountbatten dari Inggris. Pada masa
pendudukan Jepang, terdapat warga Eropa dan Amerika Serikat ditawan pasukan
Jepang di Indonesia. Ketika Perang Dunia II berakhir, para tawanan tersebut
dibebaskan dan pasukan Jepang diberi tugas untuk mengurusinya. Instruksi dari
Sekutu tersebut tidak memperhitungkan kekuasaan berdirinya negara yang telah
memproklamirkan kemerdekaannya yaitu Republik Indonesia.
Sukarno mengambil kebijakan untuk memperoleh dukungan dari
negara-negara Sekutu dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia
melalui jalur diplomasi karena perjuangan konfrontasi tidak mungkin berhasil.
Namun pandangan Sukarno ini ditolak oleh kaum nasionalisme tertentu yang
bersedia melakukan perlawanan bersenjata dalam menghadapi kekuatan asing
yang akan menggagalkan kemerdekaan. Sukarno dianggap terlalu berhati-hati
dan ragu-ragu sehingga mereka kurang senang dengan kebijakan Sukarno
tersebut dan mencari kebijakan alternatif untuk menghadapi permasalahan ini.
Akibatnya, gerakan nasionalisme diawal kemerdekaan ini tidak mampu
merumuskan kebijakan-kebijakan bagi tindakan bersama bahkan terkesan
terpecah-pecah. Golongan sosialis menghendaki revolusi yang dimulai dengan
demokrasi kemudian menuju kearah nasionalisme, kaum kiri radikal
menginginkan perjuangan secara radikal untuk melawan segala bentuk
imperalisme, kapitalisme dan Dunia Barat.
Situasi menjadi semakin tidak stabil ketika RI yang baru saja merdeka
belum mempunyai alat pertahanan negara untuk mempertahankan diri dari
bahaya yang berasal dari dalam dan luar. Melihat perkembangan situasi yang
membahayakan negara ini,maka para pemimpin negara, menyadari bahwa sulit
untuk mempertahankan negara dan kemerdekaan tanpa suatu Angkatan Perang.
BKR tidak dapat berfungsi maksimal karena dibentuk secara lokal sehingga tidak
dapat mengadakan pertahanan negara secara sentral.
Di dalam undang-undang pembentukannya,fungsi BKR secara tersamar-
samar disebutkan sebagai ”memelihara keamanan bersama-sama dengan rakyat
dan badan-badan negara bersangkutan”. BKR berada dibawah pengarahan KNIP
dan cabang-cabangnya akan dibentuk di semua tingkat pemerintahan yang lebih
rendah, dibawah pengawasan cabang-cabang Komite Nasional Indonesia (KNI) di
daerah. Hambatan paling besar bagi BKR untuk mencapai tingkat efesiensi
militer yang lebih tinggi adalah tidak adanya sebuah komando yang terpusat.
Pemerintah akhirnya memanggil bekas mayor KNIL, Urip Sumoharjo
yang ditugaskan membentuk tentara Kebangsaan Nasional. Pada tanggal 5
Oktober 1945 keluarlah “Maklumat Pemerintah”, terbentuknya organisasi
ketentaraan yang bernama “Tentara Keamanan Rakyat /TKR”, serta mengangkat
Supriyadi, bekas Komando Pleton PETA yang terkenal dalam pemberontakan
melawan Jepang di Blitar pada Pebruari 1945, menjadi Menteri Keamanan
Rakyat. Sesuai dengan namanya, fungsi utama TKR masih tetap memelihara
keamanan dalam negeri dan bukan menghadapi musuh dari luar. Namun setidak-
tidaknya statusnya sudah meningkat menjadi tentara.
Pada tanggal 20 Oktober 1945 pemerintah melakukan pengangkatan-
pengangkatan dalam lingkungan Kementerian Keamanan Rakyat sebagai berikut:
Muhammad Sulyoadikusumo (bekas Komandan Batalyon atau Daidan-co tentara
PETA dahulu) diangkat selaku Menteri Ad Interim Supriyadi (sejak
pemberontakan PETA, Supriyadi belum diketahui keberadaannya) diangkat
pemimpin tertinggi TKR dan Urip Sumoharjo sebagai Kepala Staf Umum TKR.
Letnan Jendral Urip Sumoharjo berhasil membentuk Markas Tinggi TKR yang
berkedudukan di Yogyakarta dan membagi TKR dalam 16 divisi (Jawa-Madura 10
divisi, dan Sumatera 6 divisi).
Pada tanggal 1 Januari 1946 pemerintah mengubah TKR menjadi Tentara
Keselamatan Rakyat dan Kementerian Keamanan Rakyat menjadi Kementerian
Pertahanan. Namun tanggal 26 Januari 1946 muncul lagi maklumat pemerintah
yang mengganti nama Tentara Keselamatan Rakyat menjadi Tentara Republik
Indonesia (TRI) serta menjelaskan bahwa TRI bersifat kebangsaan (nasional) yang
merupakan satu-satunya organisasi militer di Indonesia. Dalam rangka
menciptakan kesatuan pimpinan militer, tanggal 26 Juni 1946 pemerintah
mengangkat Jendral Sudirman menjadi Panglima Besar Angkatan Perang RI,
sebelumnya ia menjadi panglima TKR dalam Konperensi TKR di Yogykarta pada
18 Desember 1945.
Pada tanggal 4 September 1945, Sukarno dan Hatta membentuk kabinet
pertama Republik Indonesia. Kabinet ini terdiri atas kepala-kepala departemen
(dalam bahasa Jepang disebut bucho) atau penasehat (sanyo) dalam
pemerintahan Jepang, dan karena itu disebut oleh para penentangnya sebagai
kabinet bucho. Dengan demikian, kabinet pertama Indonesia memiliki sifat
ganda, yaitu masih menjadi bagian dai pemerintah militer Jepang di Jawa, dan
pada saat yang sama menjadi pemerintah Rebuplik Indonesai merdeka
(Anderson dalam Nasution,2001:15).
Konfigurasi demokrasi yang dituntut oleh UUD 1945 tidak bisa
dipenuhi pada awal-awal proklamasi kemerdekaan, karena pada waktu itu belum
dibentuk lembaga-lembaga negara. Oleh karena itu, semua kekuasaan
dilimpahkan kepada presiden melalui pasal IV, Aturan Peralihan. Pemusatan
kekuasaan yang terletak di tangan presiden tersebut berkembang opini seolah-
olah Indonesia sebagai bukan negara demokrasi namun negara fasis. Untuk
melawan anggapan yang sebenarnya berlawanan dengan kehendak rakyat, maka
timbul usaha-usaha yang membangun corak pemerintahan demokrasi, yang pada
saat itu pilihannya adalah sistem parlementer. Usaha tersebut mengkristal saat
tanggal 7 Oktober 1945 lahir satu memorandum yang ditandatangani anggota
KNIP yang bersisi dua hal, pertama, mendesak presiden enggunakan hak
istimewanya untuk segera membentuk MPR. Kedua, sebelum MPR terbentuk,
hendaknya anggota-anggota KNIP dianggap sebagai MPR (Mahfud M.D 1998 :34)

Pada tanggal 16 Oktober 1945, KNIP mengusulkan agar komite tersebut


diserahi kekuasaan legislatif dan menetapkan GBHN. Pemerintah supaya
menyetujui dibentuknya badan pekerja KNIP untuk melaksanakan fungsi baru
yang diusulkan tersebut. Pemerintah dalam hal ini diwakili Wakil Presiden
Muhammad Hatta yang bertindak atas nama Presiden menyetujui usul KNIP
tersebut dan segera mengeluarkan maklumat yang dikenal Maklumat No. X
tahun 1945 yang berisi tentang “KNIP, sebelum terbentuk MPR dan DPR diserahi
kekuasaan legislatif dan menetapkan GBHN”. KNIP terdiri atas bekas anggota
PPKI bersama dengan lainnya supaya lebih mewakili rakyat. KNIP ini merupakan
badan penasehat bagi presiden dan kabinetnya menurut ketentuan Aturan
Peralihan UUD 1945 (Nasution,2001:15). Keluarnya Maklumat No. X Tahun 1945
merupakan perubahan praktek ketatanegaraan tanpa ada perubahan konstitusi
(UUD). Sebab menurut Aturan Peralihan, KNIP adalah pembantu presiden dalam
menjalankan kekuasaannya, dan bukan sebagai pengganti MPR dan DPR. Dengan
keluarnya maklumat ini, kekuasaan presiden berkurang (Mahfud MD,2000:46).
Langkah lebih lanjut menuju demokratisasi diambil dengan pembentukan
kabinet parlementer. Pada tanggal 11 November 1945, Badan Pekerja
mengumumkan usul yang ditandatangani Syahrir untuk mengubah kabinet
presidensil menjadi kabinet parlementer. Badan Pekerja juga menyebutkan
bahwa undang-undang dasar tidak memuat pasal yang mewajibkan atau
melarang pertanggungjawaban tingkat menteri. Badan Pekerja KNIP
menekankan bahwa pertanggungjawaban menteri kepada MPR merupakan salah
satu cara untuk menegakkan kedaulatan rakyat. Karena itu, Badan Pekerja
mengusulkan kepada presiden supaya pertanggungjawaban ini dimuat dalam
struktur pemerintahan. Akhirnya presiden Sukarno menyetujui usul ini
(Pringgodigdo dalam Nasution, 2001:22).
Perubahan selanjutnya pemerintah mengeluarkan maklumat tanggal 14
November 1945 yang berisi perubahan sistem pemerintahan dari sistem Kabinet
Presidensil menjadi Parlementer. Hal ini merupakan perwujudan dari maklumat
sebelumnya yaitu maklumat Wakil Presiden tanggal 3 November 1945 yang
berisi pemberian kesempatan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik
dalam sistem multipartai. (Mahfud. M.D, 2000:47-48). Maklumat Pemerintah
tanggal 14 November 1945 terjadi perubahan sistem pemerintahan yang
fundamental namun tanpa merubah UUD 1945 dan hanya berdasarkan
Maklumat Pemerintah. Jika berdasarkan UUD 1945 presiden bertanggung jawab
kepada MPR dan berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala
pemerintahan, maka dengan adanya maklumat tersebut, presiden kehilangan
kedudukannya sebagai kepala pemerintahan (Mahfud. M.D, 1998:36).
Maklumat tanggal 14 November 1945 dikeluarkan atas usul Badan
Pekerja Komite Nasional Pusat berisi perubahan dari sistem pertanggungjawaban
Presiden kepada MPR dengan menteri sebagai pembantu Presiden menjadi
sistem pertanggungjawaban dewan menteri kepada Parlemen atau dalam hal ini
Komite Nasional Pusat. Di dalam sistem pertangungjawaban menteri, kritik yang
dilancarkan terhadap pemerintah dapat dinyatakan secara berkala, yakni melalui
hak interpelasi atau memanggil menteri yang dianggap bersalah untuk
mempertanggungjawabkan tindakannya.
Parlemen memegang hak interpelasi dan jika badan tersebut
menentukan bahwa kebijakan yang dijalankan menteri tertentu tidak sesuai
dengan garis-garis kebijakan yang diinginkan parlemen, maka menteri tersebut
dapat dipaksa mengundurkan diri. Kalau kabinet tetap mendukung menteri
tersebut, seluruh kabinet akan mengundurkan diri. Dengan cara demikian, maka
pertanggungjawaban menteri merupakan tanggung jawab bersama dari seluruh
kabinet. Dalam struktur ini,kabinet dipimpin oleh seorang menteri yang disebut
perdana menteri. Umumnya, orang yang diangkat oleh kepala negara untuk
membentuk kabinet akan menjadi perdana menteri (Koesnodiprodjo dalam
Nasution, 2001:24).
Sebagai realisasi Maklumat Pemerintah tentang pergantian sistem
kabinet Presidensil dengan kabinet Ministeriil segera ditunjuk Sutan Syahrir
sebagai Perdana Menteri yang baru. Kabinet Syahrir segera mengadakan kontak
diplomatik dengan pihak Belanda dan Inggris. Pemerintah Inggris mengirimkan
Sir Archibald Clark Kerr sebagai Duta Istimewa di Indonesia dan pemerintah
Belanda diwakili Gubernur Jenderal Van Mook. Perundingan dimulai tanggal 10
Pebruari 1946 dan Van Mook menyampaikan pernyataan politik yang selanjutnya
menjadi dasar perundingan-perundingan dengan RI. Pernyataan politik dari Van
Mook adalah mengulangi dari pidato Ratu Belanda tanggal 7 Desember 1942. Isi
pokoknya adalah (Notosusanto, 1977:34) :
1) Indonesia akan dijadikan negara commonwealth berbentuk federasi
yang memiliki self-goverment di dalam lingkungan kerajaan Belanda.
2) Masalah dalam negari diurus oleh Indonesia, sedang urusan luar
negeri diurus pemerintah Belanda.
3) Sebelum dibentuk commonwealth, akan dibentuk pemerintahan
peralihan selama 10 tahun.
4) Indonesia akan dimasukkan sebagai anggota PBB.
b. Dampak Proklamasi Kemerdekaan terhadap Kehidupan Masyarakat

Bidang ekonomi dan Sosial

Di negara-negara jajahan, nasionalisme merupakan reaksi terhadap


kolonialisme, reaksi yang berasal dari sistem ekploitasi yang menimbulkan
pertentangan kepentingan secara terus-menerus. Penjajah melakukan
tindakan-tindakan ekonomi dan politik untuk melindungi kepentingan
ekonominya. Pertentangan kepentingan menyebabkan kondisi hidup rakyat
terbelakang, karena cara-cara produksi lama tidak mampu menghadapi
kapitalisme yang mempunyai organisasi dan tehnologi modern (
Kartodirdjo,1993:232-233).
Pada akhir pemerintahan pendudukan Jepang dan awal
kemerdekaan RI, keadaan ekonomi Indonesia sangat kacau. Inflasi menimpa
bangsa yang baru saja merdeka ini disebabkan beredarnya mata uang rupiah
buatan Jepang di Indonesia tanpa terkendali. Pemerintah Indonesia tidak
mungkin menghapus mata uang rupiah Jepang tersebut, karena pemerintah
RI belum memiliki mata uang pengganti ( Notosusanto,1977:217). Disamping
itu, masalah sosial dan ekonomi yang dihadapi bangsa Indonesia adalah
rusaknya perkebunan-perkebunan dan instalasi-instalasi industri di seluruh
penjuru negeri dan laju pertambahan penduduk meningkat tajam
(Ricklefs,1991:356).
Sesudah pecahnya Perang Dunia II, kekuasaan ekonomi Belanda di
Indonesia digantikan oleh Jepang. Jepang melaksanakan ekonomi perang,
bahwa segala dana dan daya dikerahkan sebesar-besarnya untuk
kepentingan perang. Prasarana ekonomi sebagain besar hancur, keadaan ini
diperparah dengan dengan terjadinya Perang Kemerdekaan di Indonesia.
Pada masa Perang Kemerdekaan, beberapa ahli ekonomi Indonesia
merumuskan rencana pembangunan ekonomi yang rusak pada masa
pendudukan Jepang.
Kas negara kosong, pajak dan bea masuk berkurang drastis
sebaliknya pengeluaran negara semakin tinggi dalam rangka membentuk
pemerintahan yang kuat. Kebijakan yang diambil pemerintah untuk
sementara waktu adalah penetapan berlakunya beberapa mata uang sebagai
tanda pembayaran yang sah di seluruh Indonesia yaitu mata uang De
Javasche Bank, Mata uang pemerintah Belanda dan mata uang pemerintah
pendudukan Jepang.
Kesulitan ini bertambah dengan kedatangan pasukan Sekutu karena
mereka juga memberlakukan mata uang Nica sebagai alat pembayaran yang
sah di Indonesia. Uang Nica dinyatakan berlaku di daerah-daerah yang
diduduki pasukan Sekutu. Perdana Menteri Sutan Syahrir memprotes
kebijakan Sekutu tentang moneter tersebut karena dianggap melanggar
kesepakat , bahwa selama situasi politik belum mantap maka tidak akan
dikeluarkan mata uang baru untuk menghindari kekacauan di bidang
ekonomi dan keuangan ( Notosusanto, 1977:219-220).
Pada bulan Oktober 1946, Pemerintah RI mengeluarkan uang kertas
RI yang terkenal dengan ORI untuk menggantikan mata uang pendudukan
Jepang. Tindakan selanjutnya membentuk Bank Negara Indonesia pada
tanggal 1 November 1946. Sebelumnya pemerintah telah merintis bekas
peninggalan Jepang yaitu Syomin Ginko menjadi Bank Rakyat Indonesia. Bank
Negara Indonesia diberi tugas mengatur nilai tukar antara ORI dengan valuta
asing yang ada di Indonesia.
Agresi Militer Belanda I mengakibatkan sebagain besar daerah I yang
secara ekonomis potensial, jatuh ke tangan pihak Belanda. Wilayah RI yang
tinggal beberapa karisidenan di Jawa dan Sumatra tergolong daerah minus
dan berpenduduk padat. Pada bulan April 1947 dibentuk Panitia Pemikir
Siasat Ekonomi yang dipimpin Muhammad Hatta. Hakekat daripada
pemikiran ini adalah pengawasan terhadap semua kegiatan ekonomi di
tangan pemerintah. Strategi dasar pembangunan pada pemikiran ini adalah
menggantikan ekonomi kolonial menjadi ekonomii nasional.
Semua program ekonomi untuk mengatasi krisis di Indonesia pada
awal kemerdekaan akhirnya belum terlaksana secara maksimal disebabkan
adanya Pemberontakan PKI Madiun dan disusul dengan Agresi Militer
Belanda II. Hal ini menyebabkan konsentrasi pemerintah Indonesia lebih
difokuskan pada persoalan-persoalan politik yang mengganggu stabilitas
nasional tersebut.
Keadaan di Jawa pada tahun 1948 sangat memprihatinkan.
Kekuasaan RI semakin terdesak oleh pasukan Belanda ke wilayah pedesaan
yang sangat penduduknya dan kekurangan beras,penderitaan semakin
meningkat dengan kebijakan Belanda melakukan blokade. Pemerintah RI
mencetak uang lebih banyak untuk menutup biaya akibatnya inflasi melonjak
(Ricklefs,1991:340).
Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan yang realistis yaitu
rasionalisasi. Rasionalisasi meliputi penyempurnaan administrasi
negara,Angkatan Perang dan aparat ekonomi. Sejumlah satuan Angkatan
Perang dan laskar yang menjadi beban keuangan negara dikurangi secara
drastis. Tenaga-tenaga bekas militer tersebut akan disalurkan pada bidang
yang lebih produktif, yang diurus oleh Kementrian Pembangunan dan
Kepemudaan.
Program Kabinet Hatta tentang Reorganisasi dan Rasionalisasi
Angkatan Perang dalam rangka mengurangi pembiayaan untuk militer dan
membangun kekuatan militer yang tangguh dan profesional. Pada
pertengahan Pebruarai 1948, Perdana Menteri Hatta menjelaskan program
tersebut dihadapan BP-KNIP(Badan Pekerja KNIP). Dengan program itu,
pemerintah akan mengurangi jumlah Angkatan Perang dari sekitar 350.000
tentara menjadi hanya sekitar 160.000 tentara ( Muhaimn,2002:56).
Untuk mengatasi krisis ekonomi, Menteri Urusan Bahan Makanan
yaitu Kasimo membuat program Rencana Produksi Tiga Tahun 1948-1950
atau yang dikenal sebagai Plan Kasimo. Plan Kasimo pada dasarnya sebagai
usaha swasembada pangan dengan petunjuk pelaksanaan yang praktis.
Program Kasimo Plan yaitu:
 Menanami tanah-tanah kosong di Sumatra
 Diadakan intensifikasi di Jawa dengan menanam bibit padi unggul
 Hewan yang berperan penting dalam pertanian dipelihara dan tidak
disembelih.
 Pelaksanaan transmigrasi
Setelah perjanjian KMB yang pada akhirnya terjadi ratifikasi
Pengakuan Kedaulatan dari pemerintah Belanda kepada pemerintah
Indonesia perkembangan perekonomian belum ada tanda-tanda membaik,
bahkan sebaliknya. Hal ini disebabkan salah satu kesepakatan dalam
KMB,RIS (Republik Indonesia Serikat) memikul tanggung jawab beban atas
hutang kepada Hindia Belanda, yang ditetapkan sekitar 4,3 milyar gulden.
Sebagian besar dari jumlah uang itu, sebenarnya merupakan biaya yang
dipakai pihak Belanda dalam usaha menumpas revolusi di Indonesia
(Ricklefs,1991:350).
Sesudah Pengakuan Kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia
dilakukan perubahan struktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional. Salah
satu pakar ekonomi Indonesia saat itu ,Dr.Sumitro Djojohadikusumo
mempraktekkan teorinya ke dalam program-programnya. Ia berpendapat
bahwa bangsa Indonesia harus segera muncul kelas pengusaha. Para
pengusaha Indonesia umumnya bermodal lemah, diberi kesempatan
berpartisipasi membangun ekonomi nasional. Caranya dengan memberi
bantuan kredit pengusaha pribumi ,jika ini berhasil secara bertahap
pengusaha Indonesia akan maju sehingga tujuan mengubah struktur
ekonomi kolonial ke ekonomi nasional di bidang perdagangan akan tercapai.
Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir
(September 1950-April 1951), ketika Ia menjabat Menteri Perdagangan.
Program ini dikenal sebagai Gerakan Benteng atau Benteng Grup. Program
ini pada hakekatnya untuk melindungi pengusaha-pengusaha pribumi dari
kekuatan ekonomi non pribumi. Namun program ini gagal disebabkan karena
pengusaha pribumi belum siap melaksanakan program tersebut. Kegagalan
program Sumitro ini menambah beban anggaran negara sehingga menjadi
salah satu sumber defisit.
Sejak tahun 1951 penerimaan pemerintah semakin berkurang
disebabkan menurunnya volume perdagangan internasional. Perkembangan
ekonomi Indonesia belum mengarah pada perbaikan bahkan mengalami
defisit. Hal ini disebabkan situasi politik dalam negeri seperti anggaran untuk
operasi-operasi keamanan dalam menghadapi pemberontakan ataupun
gerakan separatisme disamping juga perluasan program pemerintah.
Pemerintah akhirnya berusaha keras untuk meningkatkan penghasilan
negara antara lain dengan menasionalisasi De Javasche Bank.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lamban pada awal
kemerdekaan akibat dari perubahan-perubahan dibidang tehnologi,
pertambahan penduduk yang cepat, stabilitas politik yang terganggu serta
kebijakan ekonomi yang berganti-ganti sebagai akibat dari kabinet yang
sering jatuh bangun pada masa Demokrasi Liberal.
Pada akhirnya program pemerintah tidak dapat berjalan lancar
disebabkan situasi politik dan pemerintahan pada masa pelaksanaan
demokrasi liberal. Kabinet yang jatuh bangun dan silih berganti dalam waktu
relatif pendek tidak dapat melaksanakan kebijakan-kebijakannya termasuk
dibidang ekonomi. Tidak adanya stabilitas politik ini menjadi faktor bagi
kemerosotan ekonomi,inflasi dan lambannya rencana pembangunan.

Bidang Pendidikan

Secara umum, perjalanan kurikulum sejak kemerdekaan Indonesia,


adalah sebagai berikut:
 Setelah kemerdekaan RI, pedoman pelaksanaan pendidikan
berdasarkan UUD 1945. Atas usul dari Badan Pekerja KNIP, pada bulan
Desember 1945 dibentuk Panitia Penyelidikan Pendidikan oleh Menteri
Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K). Namun, Menteri
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K) yang pertama , Ki
Hajar Dewantara, bertugas hanya dalam waktu kurang dari tiga bulan.
 Dalam rangka memperbaiki dunia pendidikan di Indonesia dikeluarkan
Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan
(PP&K), Mr. Suwandi (Menteri PP dan K keempat), tanggal 1 Maret
1946, yang pada intinya ditanamkan bahwa tujuan pendidikan nasional
pada masa awal kemerdekaan untuk menanamkan “penananman jiwa
patriotisme”.
 Menteri PP dan K, Mr. Suwandi berhasil melahirkan sepuluh pasal
pedoman untuk mendidik anak-anak dan pemuda agar hormat kepada
Tuhan, tanah air, orang tua dan bangsanya. Selanjutnya pada tanggal 12
Mei 1947 Mr. Suwandi membentuk Panitia Penyelidik Pengajaran
Republik Indonesia yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara.
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai
istilah Leer Plan (Bahasa Belanda) artinya rencana pelajaran. Istilah Leer
Plan lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-
kisi pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke
kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Awalnya pada
tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Di
tahun 1947 tersebut di Kurikulum Sekolah Rakyat (SR) yang merupakan
pendidikan dasar (Sekolah Dasar), kurikulum diartikan sebagai sejumlah
pelajaran yang akan diberikan pada kelas satu sampai dengan kelas enam (
Dhari & Mukayat, 1986: 7).
Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi
sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan
yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 sebagai
pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan
berbangsa saat itu masih dalam semangat kemerdekaan maka pendidikan
sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan
karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan
bangsa lain.
Rencana Pelajaran 1947 secara efektif dilaksanakan sekolah-sekolah
pada 1950, sehingga terdapat anggapan bahwa sejarah perkembangan
kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok:
a) Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya
b) Garis-garis besar pengajaran.
Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran yang
diutamakan
pendidikan watak, meliputi:
a) Kesadaran bernegara dan bermasyarakat
b) Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari
c) Perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, muncul kurikulum berbeda-beda di
setiap wilayah Indonesia, khususnya, setelah Perundingan Konferensi Meja
Bundar (KMB) tahun 1949. Sebagai konsekwensi hasil KMB, negara
Indonesia berbentuk RIS (Republik Indonesia Serikat). Indonesia dibagi
menjadi beberapa negara bagian (RIS), sehingga terjadi perbedaan-perbedan
dalam sistem pendidikan secara nasional. Namun setelah RIS dibubarkan,
dan kembali pada NKRI tanggal 17 Agustus 1950, pendidikan disatukan
kembali, karena sebelumnya telah terjadi proses dialog untuk menggunakan
undang-undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran untuk negara kesatuan
(dialog sudah dimulai sejak 15 Mei 1950). Selanjutnya pada tanggal 30 Mei
1950 dikeluarkan “Pengumuman Bersama” mengenai penyelenggaraan
pendidikan dan pengajaran. Isinya agar penyelenggaraan pendidikan dan
pengajaran di seluruh Indonesia untuk tahun ajaran 1950/1951 sementara
mengikuti sistem pengajaran yang berlaku di Republik Indonesia sampai
terjadi perubahan dan penyempurnaan pada tahun 1952.
Daftar Pustaka
Adisusilo J.R, Sutarjo (2012). Pembelajaran Nilai- Karakter. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada

Abdulgani, Roeslan. 1957. Nasionalisme Asia. Jakarta: Prapanca

Azra,Azyumardi. 2002. Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara. Bandung:


Mizan

A.K Pringgodigdo,1984: Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia: Jakarta: Dian


Rakyat

Akira Nagazumi, 1989: Bangkitnya Nassionalisme Indonesia, Budi Utomo


1908-1918. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti

Ahmad Subardjo Djoyohadisuryo.1978. Kesadaran Nasional Sebuah


Otobiografi. Jakarta: Gunung Agung.

Aritonang, Jan S. 2005. Sejarah Perjumpaan Kristen da n Islam Di Indonesia.


Jakarta: BPK Gunung Mulia

Al-Chaidar. 1999. Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia S.


M. Kartosoewirjo: Fakta dan Data Sejarah Darul Islam. Jakarta: Darul
Falah.

Darmansyah, dkk. 2006. Jong Islamieten Bon d. Pergerak an Pemuda Islam


1925 - 19 42 . Jakarta: Museum Sumpah Pemuda.

Giebels, Lambert, 2001, Soekarrno: Biografi 1901-1950, Jakarta: PT Gramedia


Widiasarana Indonesia
Kahin, George McTurman. 1995. Nasionalisme dan Kolonialisme. Jakarta:
Gramedia.

Mestika Zed,2004: Pemberontakan Komunis Silungkang 1927, Studi Gerakan


Sosial di Sumatera Barat. Yogyakarta: Syarikat Indonesia

M.C Ricklefs,1991: Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada Press

Nugroho Notosusanto, 1975. Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai


Pustaka

------------------------------,1977.Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai


Pustaka
Priyo Budi Santoso,1995. Birokrasi Pemerintah Orde Baru, Perspektif Kultural
dan Struktural. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Rachmat H.S.D. (1996). Biduk Kebangsaan di Tengah Arus Globalisasi.


Jakarta: PT Tema Baru.

Sagimun MD, 1989. Peran Pemuda Dari Sumpah Pemuda Sampai Proklamasi.
Jakarta: Bina Aksara
Saidi, Ridwan. 1990. Cendekiawan Islam Zaman Beland a: Studi Pergerak an
Intelektual JIB dan SIS (1925-1942). Jakarta: Yayasan Piranti Ilmu

S. Nasution, 1995. Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bina Aksara

Sartono Kartodirdjo, 1993. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah


Pergerakan Nasional, dari Kolonialisme sampai Nasionalisme Jilid II.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Shafer, Boyd C. 1955. Nationalism Myth and Reality. New York: A Harvest
Book Harcourt
.
Suradi. 1997. Haji Agus Salim dan Konflik politik dalam Sarekat Islam.Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan
Onghokham. 1987. Runtuhnya Hind ia-Belanda. Jakarta: PT. Gramedia

Utomo, Cahyo Budi. 1995. Dina mika Pergerakan Keban gsaa n Indo nesia
dari Kebangk itan hingga Indonesia Merdeka. Semarang: IKIP
Semarang Press.

PENGEMBANGAN PENILAIAN

Bagian ini memuat contoh soal-soal materi Sekitar Peristiwa Proklamasi


kemerdekaan RI yang pernah muncul di USBN. Selain itu, bagian ini memuat
pembahasan tentang cara mengembangkan soal HOTS yang disajikan dalam
bentuk pemodelan agar dapat dijadikan acuan oleh Saudara ketika
mengembangkan soal untuk topik ini. Saudara perlu mencermati dengan baik
bagian ini, sehingga Saudara dapat terampil mengembangkan soal yang
mengacu pada indikator pencapaian kompetensi yang termasuk HOTS.

A. Pembahasan Soal-soal

Materi tentang Sekitar Proklamasi Kemerdekaan RI merupakan materi yang


muncul pada soal USBN. Berdasarkan hasil analisis, soal-soal dengan materi
tersebuti termasuk yang belum menunjukkan soal nyang HOTS Berikut ini
pembahasan soal-soalnya.

Soal USBN Tahun 2016/2017

3. Pada tanggal 29 Februari 1945 dini hari, Supriyadi dengan teman-


temannya mulai bergerak. Mereka melapskan tembakan mortar, senapan
mesin, dan granat dari daidan, lalu keluar dengan senjata lengkap. Setelah
pihak Jepang mengetahui adanya gerakan penyerbuan itu, mereka segera
mendatangkan pasukan yang semuanya orang Jepang. Pasukan Jepang
juga dipersenjatai dengan beberap tank dan pesawat udara. Mereka
segera menghalau para anggota Peta yang mencoba melakukan
perlawanan. Tentara Jepang mulai menguasai keadaan. Pimpinan tentara
jepang menyerukan kepada segenap anggota Peta yang melakukan
penyerangan, agar kembali ke induk kesatuannya masing-masing.
Kutipan di atas merupakan sepengal kisah pemberontakan yang dilakukan
oleh anggota PETA pimpinan Supriyadi. Peristiwa pemeberontakan PETA
tersebut terjadi di kota …
A. Medan
B. Blitar
C. Semarang
D. Jakarta
E. Bogor
Pembahasan

Dalam soal di atas, penulis soal berusaha menggunakan pendekatan HOTS,


dengan cara menggunakan stem/ batang tubuh soal, namun stem dalam soal
tidak berfungsi. Hal ini disebabkan, para peserta didik yang menjawab soal
tersebut, dapat menjawab soal tanpa membaca stem.

Kisah pemberontakan yang dilakukan oleh anggota PETA pimpinan


Supriyadi. Peristiwa pemeberontakan PETA tersebut terjadi di kota …
A. Medan
B. Blitar
C. Semarang
D. Jakarta
E. Bogor

Disamping itu, soal tersebut tergolong dalam kategori C1, karena hanya
menanyatakan tempat terjadinya pemberontakan PETA pimpinan Supriyadi.

Soal USBN tahun 2017


14. Perbedaan sifat penjajahan Belanda dengan Jepang adalah…….
A. Di era penjajahan Belanda golongan nasionalis dilibatkan dalam volksraad
di era Jepang tidak dilibatkan dalam Chuo Sangi In
B. Di dalam volksraad tidak boleh mengkritisi pemerintahan dalam Chuo
Sangiin bisa mengkritisi pemerintahan
C. Di era Jepang golongan nasionalis dilibatkan dalam eksploitasi pengerahan
masa jaman Belanda tidak melibatkan golongan nasionalis
D. Di era Daendles ada rodi jaman Jepang dihapuskan
E. Daendles pemerintahannya kejam dan kaku pemerintahan Jepang
merangkul golongan nasionalis

Pembahasan

Dalam soal tersebut, penulis sudah berusaha melakukan pendekatan HOTS,


melalui membandingkan namun pembandingkan tidak sepadan dan bersifat
ambigu.
Soal USBN tahun 2018
19. Faktor yang menyebabkan perbedaan pendapat antara golongan tua dan muda
tentang proklamasi adalah .....
A. Golongan muda ingin segera memproklamasikan kemerdekaan, golongan
tua tidak ingin terburu-buru
B. Golongan tua ingin PPKI bersidang dulu, golongan muda ingin segera
C. Masalah perbedaan tempat berlangsungnya proklamasi
D. Perbedaan waktu pelaksanaan proklamasi
E. Masalah perbedaan pandangan tentang proses pelaksanaan proklamasi

Pembahasan

1. Soal tersebut cenderung dapat ditebak jawabannya, karena jumlah kata


dalam kalimat tidak seimbang, sehingga jawaban yang relatif panjang akan
menjadi perhatian para peserta didik.

2. Jawaban dari soal bersifat bias, karena jawaban A benar, namun jawaban
B,D, dan E mempunyai unsur jawaban yang benar juga.

B. Mengembangkan Soal HOTS

Pada bagian ini akan dimodelkan pembuatan soal yang memenuhi indikator
pencapaian kompetensi yang diturunkan dari kompetensi dasar
pengetahuan. Pengembangan soal diawali dengan pembuatan kisi-kisi agar
Saudara dapat melihat kesesuaian antara kompetensi, lingkup materi, dan
indikator soal. Selanjutnya, dilakukan penyusunan soal di kartu soal
berdasarkan kisi-kisi yang telah disusun sebelumnya.

NO Kompetensi Lingkup Materi Indikator Soal No Level Bentuk


Kognitif
yang Diuji Materi Soal
1 3.7. Penduduka Pendudukan Peserta didik 1 C3 PG
Menganalisis n Jepang Jepang mampu
peristiwa menganalisis
proklamasi kebijakan
kemerdekaan pemerintah
dan maknanya Pendudukan
bagi Jepang di
kehidupan Indonesia
sosial, budaya,
ekonomi,
politik, dan
pendidikan
bangsa
Indonesia
Peserta didik 2 C3 PG
mampu
menganalisis
kebijakan Panitia
Sembilan dalam
menentukan dasar
negara Indonesia

Peserta didik 3 C4 PG
mampu
menganalisis
perbedaan
pendapat golongan
tua dan golongan
muda dalam
peristiwa Rengas
Dengklok
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
KARTU SOAL
Tahun Pelajaran 2018/2019

Jenis Sekolah : SMA Kurikulum : 2013


Kelas : XI Bentuk Soal : Pilihan Ganda
: Sejarah : Didik Budi Handoko & Yudi
Mata Pelajaran Nama Penyusun
Indonesia Setianto
Buku Sumber :
KOMPETENSI Pengetahuan/ Penalaran
DASAR Pemahaman √ Aplikasi

3.7. Menganalisis RUMUSAN BUTIR SOAL


peristiwa
proklamasi
kemerdekaan dan Meski pendudukan Jepang di Indonesia hanya beberapa tahun,
maknanya bagi Nomor rakyat Indonesia sangat sengsara. Sumber daya alam dan bahan
kehidupan sosial, Soal mentah dikuasi Jepang. Lahan pertanian terbengkelai sehingga
budaya, ekonomi, kelaparan dan kemiskinan meningkat. Penyebab utama kondisi
politik, dan ini adalah...
1
pendidikan
a. Jepang menerapkan kemandirian dan kedisiplinan kepada
bangsa
Indonesia rakyat Indonesia dalam membentuk sikap dan karakter seperti
bangsa Jepang
LINGKUP MATERI
b.Titik berat kebijakan perekonomian Jepang adalah
Sekitar Proklamasi meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat Jepang
Kemerdedekaan RI agar dapat bersaing dengan negara Barat
MATERI c.Jepang melakukan politik balas dendam, karena banyak
Pra- Kunci perlawanan rakyat terhadap pasukan Pendudukan Jepang di
Proklamasi(Masa Jawaban beberapa daerah di Indonesia
Pendudukan d. Jepang melanjutkan program Tanam Paksa dari Belanda, yang
Jepang) terbukti efektif dalam mengisi kas negara Jepang yang kosong
e
akibat perang
INDIKATOR SOAL e.Titik berat kebijakan pemerintah Pendudukan Jepang
Peserta didik difokuskan pada ekonomi dan industri yang mendukung
mampu Perang Dunia II
menganalisis
kebijakan
pemerintah
Pendudukan
Jepang di
Indonesia
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
KARTU SOAL
Tahun Pelajaran 2018/2019

Jenis Sekolah : SMA Kurikulum : 2013


Kelas : XI Bentuk Soal : Pilihan Ganda
: Sejarah : Didik Budi Handoko & Yudi
Mata Pelajaran Nama Penyusun
Indonesia Setianto
Buku Sumber :
KOMPETENSI Pengetahuan/ Penalaran
DASAR Pemahaman √ Aplikasi

3.7. Menganalisis RUMUSAN BUTIR SOAL


peristiwa
proklamasi
kemerdekaan dan Panitia Sembilan merumuskan maksud dan tujuan pembentukan
maknanya bagi Nomor
kehidupan sosial, negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta. Namun selanjutnya,
Soal
budaya, ekonomi, terdapat perubahan dari konsep asli Piagam Jakarta. Perubahan
politik, dan
2
pendidikan ini menghargai fakta historis bahwa rakyat Indonesia….
bangsa
Indonesia
a. terdiri atas ribuan pulau besar dan kecil, dari Sabang sampai
LINGKUP MATERI
BPUPKI dan PPKI Merauke
b. terdiri dari berbagai agama dan aliran kepercayaan yang
MATERI
Panitia Sembilan telah lama muncul
Kunci
Jawaban c. terdiri atas suku bangsa dan adat yang berbeda-beda namun

b
disatukan dalam wadah NKRI
d. menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal yang harus tetap
INDIKATOR SOAL
Peserta didik dilestarikan
mampu e. menjunjung tinggi nilai-nilai gotong royong dan kerja sama
menganalisis
kebijakan Panitia dalam bermasyarakat
Sembilan dalam
menentukan dasar
negara Indonesia
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
KARTU SOAL
Tahun Pelajaran 2018/2019

Jenis Sekolah : SMA Kurikulum : 2013


Kelas : XI Bentuk Soal : Pilihan Ganda
: Sejarah : Didik Budi Handoko & Yudi
Mata Pelajaran Nama Penyusun
Indonesia Setianto
Buku Sumber :
KOMPETENSI Pengetahuan/ Penalaran
DASAR Pemahaman √ Aplikasi

3.7. Menganalisis RUMUSAN BUTIR SOAL


peristiwa
proklamasi
kemerdekaan dan Peristiwa Rengasdengklok pada dasarnya terjadi karena
maknanya bagi Nomor perbedaan pendapat antara golongan tua dan muda,
kehidupan sosial,
budaya, ekonomi,
Soal terkait...
politik, dan a. perbedaan ideologi yang menjadi dasar negara
3
pendidikan setelah kemerdekaan
bangsa b. tata cara dan waktu pelaksanaan kemerdekaan
Indonesia Indonesia
LINGKUP MATERI c. persaingan kedua golongan dalam bidang politik
Peristiwa Sekitar dan kekuasaan
Proklamasi d. siapa yang yang berhak memproklamirkan
MATERI kemerdekaan RI
Peristiwa Rengas Kunci e. persaingan antara tokoh-tokoh sipil dengan tokoh-
Dengklok Jawaban tokoh militer dalam mempersiapkan kemerdekaan.

INDIKATOR SOAL
Peserta didik
mampu
menganalisis
perbedaan
pendapat
golongan tua dan
golongan muda
dalam peristiwa
Rengas Dengklok

REFLEKSI PEMBELAJARAN

Paket Unit Pembelajaran adalah sejenis handout yang disusun untuk


menambah referensi bagi guru dalam memperkaya materi ajar yang
berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi. Dengan
pengembangan model tersebut dapat menghasilkan anak-anak
berkemampuan berpikir kritis, keterampilan berkomunikasi baik,
berkolaborasi, berpikir kreatif, dan percaya diri dalam mempersiapkan era
milenium.
Pemberian materi Sains disesuaikan dengan hakikatnya yaitu sebagai
produk, proses, dan sikap ilmiah, sehingga diharapkan akan terbentuk juga
sikap ilmiah pada siswa. Penerapan beberapa model pembelajaran seperti
pembelajaran berbasis proyek (Project based learning), pembelajaran
berbasis masalah (Problem based learning), belajar penemuan (Discovery/
inquiry) menjadi peluang bagi guru untuk menerapkan kegiatan
pembelajaran pada level HOTS (Higher order thinking skill).Pada prakteknya,
penerapan pembelajaran HOTS bukan hal yang mudah dilaksanakan oleh
guru. Disamping guru harus benar-benar menguasai materi dan strategi
pembelajaran, guru pun dihadapkan pada tantangan dengan lingkungan
dan intake siswa yang diajarnya.

KESIMPULAN

Berdasarkan KD pengetahuan dapat diketahui bahwa indikator yang


dikembangkan perlu mencapai level analisis (C4). Artinya, KD ini sudah
menuntut Saudara melatihkan kemampuan berpikir tingkat tinggi kepada
peserta didik. Adapun KD keterampilan menuntut Saudara memfasilitasi
peserta didik berkreasi, menerapkan apa yang dipelajari dalam KD
pengetahuan. Hal ini berarti Saudara perlu memberikan ruang dan waktu
kepada peserta didik untuk mengembangkan kreativitasnya.

Penguasaan keterampilan berpikir tingkat tinggi oleh peserta didik


memerlukan proses pembelajaran yang relevan. Oleh karena itu, aktivitas
pembelajaran menggunakan pembelajaran saintifik, model discovery
learning (DL), dengan metode tanya jawab dan penugasan, serta model
problem based learning (PBL) dengan metode diskusi analisis kasus dan
presentasi, Seperti telah diketahui, kedua model pembelajaran ini
merupakan model yang dapat membekalkan kemampuan berpikir tingkat
tinggi kepada peserta didik. Ketika implementasi, pembelajaran juga
dipandu dengan menggunakan LKPD yang dirancang untuk memudahkan
penguasaan konsep sesuai tingkat kognitifnya dan penguasaan
keterampilan yang mengedepankan konstruktivisme. Artinya, peserta didik
memperoleh konsep dengan merumuskannya terlebih dahulu.

Aplikasi dunia nyata, menyajikan aplikasi klasifikasi dalam kehidupan


sehari-hari sehingga peserta didik dapat memahami prinsip dan juga manfaat
dari klasifikasi. Sejarah meskipun terkait masa lampau, dapat digunakan
untuk masa depan, sehingga perlu adanya kontekstual dalam mempelajari
sejarah dengan menghubungkan peristiwa masa lampau dengan fakta masa
kini dan masa depan.

Berkaitan dengan penilaian, Jenis pertanyaan yang diajukan masih


didominasi pada taraf level kogintif L1 –L2 pengetahuan, pemahaman hingga
penerapan (dari C1 – C3). Oleh karena itu, Saudara perlu meyakinkan bahwa
peserta didik memahami subtopik ini dengan baik agar siap mengahadapi
USBN. Lebih dari itu, Saudara perlu mengembangkan soal-soal pengetahuan
pada tingkat level berpikir yang lebih tinggi lagi. Artinya, Saudara dituntut
dapat memfasilitasi peserta didik agar dapat memecahkan soal-soal yang
mengedapankan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Level 3) minimal pada
tingkat menganalisis. Oleh karena itu, Saudara perlu terus menyusun bank
soal yang relevan dengan indikator yang telah dikembangkan.

UMPAN BALIK

Dalam rangka mengetahui pemahaman terhadap unit ini, Saudara perlu


mengisi lembar persepsi pemahaman. Berdasarkan hasil pengisian
instrumen ini, Saudara dapat mengetahui posisi pemahaman beserta umpan
baliknya. Oleh karena itu, isilah lembar persepsi diri ini dengan objektif dan
jujur dengan memberikan tanda silang (X) pada kriteria yang menurut
saudara tepat.

Lembar Persepsi Pemahaman Unit

Kriteria
No Aspek
1 2 3 4
1. Memahami dengan baik semua indikator yang telah
dikembangkan di unit ini.
2 Mampu menghubungkan konten dengan fenomena
kehidupan sehari-hari.
3 Memhammi dengan baik bahwa aktivitas
pembelajaran yang disusun dapat mengembangkan
HOTS peserta didik.
4 Memahami dengan baik tahapan urutan aktivitas
pembelajaran yang disajikan.
5 Mampu dengan baik mengaplikasikan aktivitas
pembelajaran di dalam kelas.
6 Memahami dengan baik lembar kerja peserta didik
yang dikembangkan.
7 Mampu melaksanakan dengan baik lembar kerja
peserta didik yang dikembangkan.
8 Memahami konten secara menyuluh dengan baik.
9 Memahami prosedur penyusunan soal HOTS dengan
baik.
10 Mampu membahas soal HOTS yang disajikan dengan
tepat.
Jumlah

Jumlah Total

Keterangan 1=tidak Pedoman Penskoran


menguasai
2 = cukup menguasai 3 Skor = Jumlah Total X 100
= menguasai 40
4 = Sangat Menguasai

Keterangan Umpan Balik

Skor Umpan Balik


< 70 : Masih banyak yang belum dipahami, di antara konten, cara
membelajarkannya, mengembangkan penilaian dan melaksanakan
penilaian berorientasi HOTS. Saudara perlu membaca ulang unit ini dan
mendiskusikannya dengan dengan fasilitator di MGMP sampai Saudara
memahaminya.
70-79 : Masih ada yang belum dipahami dengan baik, di antara konten, cara
membelajarkan, mengembangkan penilian dan melaksanakan penilaian
berorientasi HOTS. Saudara perlu mendiskusikan bagian yang belum
dipahami dengan fasilitator atau teman lain di MGMP.
80-89 : Memahami konten, cara membelajarkan, mengembangkan penilaian dan
melaksanakan penilaian berorientasi HOTS dengan baik.
> 90 : Memahami konten, cara membelajarkan, mengembangkan penilaian dan
melaksanakan penilaian berorientasi HOTS dengan sangat baik. Saudara
dapat menjadi fasilitator bagi teman-teman lain di MGMP untuk
membelajarkan unit ini.

Anda mungkin juga menyukai