I. Persamaan Legendre
A. PERSAMAAN DIFERENSIAL DENGAN DERET PANGKAT
Penyelesaian persamaan diferensial dengan metode deret untuk
persamaan sederhana.
y' = 2xy (3.1)
Diandaikan penyelesaian persamaan diferensial (3.1) dalam bentuk deret
pangkat, yaitu:
y = ao + a1 x + a2 x2 + … + anxn + … = an xn (3.2)
n 0
Substitusi (3.2) dan (3.3) ke dalam persamaan (3.1) akan diperoleh dua buah
deret pangkat yang sama satu dengan yang lain. Sekarang persamaan
diferensial semula akan dipenuhi untuk semua nilai x, di mana y' dan 2xy
merupakan fungsi x yang sama. Karena suatu fungsi tertentu hanya
mempunyai satu pengembangan deret pangkat maka dua deret tersebut harus
identik, yaitu koefisien-koefisien pangkat x yang bersesuaian harus sama.
Oleh karena itu,
a1 0, a 2 a 0 , a 3 23 a1 0, a 4 12 a 0 (3.4)
Marilah kita bandingkan hasil ini dengan penyelesaian melalui metode dasar
dy
y ' 2xy , 2xy , bila dilakukan separasi variabel, kemudian kedua
dx
rumus diintegrasi, diperoleh:
1n y x 2 1n c
y 2 2
e x atau y c e x (3.8)
c
x 2 x3
ex 1 x ... (3.9)
2! 3!
y a 0 a1x a 2 x 2 a 3 x 3 a 4 x 4 ... a n x n
y ' a1 2a 2 x 3a 3 x 2 4a 4 x 3 ... na n x n 1
n n 1
a n2 a (3.14)
n 2 n 1 n
Persamaan (3.14) memungkinkan kita memperoleh sebarang koefisien genap
sebagai perkalian dari a 0 dan koefisien gasal sebagai perkalian dari a1 . Oleh
karena itu, solusi umum dari (3.11) adalah jumlah dari dua deret yang
mengandung dua koefisien a 0 dan a1 yang ditentukan oleh syarat-syarat
awal tertentu, yaitu:
1 2 1 2 3 4
y a 0 1 x x ...
2! 4!
(3.15)
1 2 3 1 2 3 1 4 5
a1 x x x ...
3! 5!
P0 x 1, P1 x x, P2 x
1
2
3x 2 1 (3.16)
Contoh:
d9
Hitunglah: x sin x dengan menggunakan aturan Leibniz.
dx 9
Penyelesaian:
Dengan cara biasa sebenarnya kita dapat menghitung diferensial
tersebut. Tetapi cara ini membutuhkan waktu lama sehingga dipandang tidak
efektif. Aturan Leibniz menyebutkan, jawaban soal di atas adalah:
d9
x sin x
dx 9
d9 d d8 9.8 d 2 d7
= x sin x 9 x 8 sin x x 7 ...
dx 9 dx dx 2! dx 2
dx sin x
= x cos x + 9 sin x
n
Secara umum: a b Ci a b
n
n n i i
i 0
di mana
n!
Cin
i! n i !
d2
Dalam contoh tersebut 2 x 0 sehingga semua turunan yang lebih
dx
tinggi juga bernilai nol. Sehingga
d9 d9 d8
9
x sin x =x 9
sin x +9 sin x
dx dx dx 8
= x cos x + 9 sin x.
D. RUMUS RODRIGUES
1 d
x
P x
2
1
2 !dx
Contoh:
Tentukan P9(x) dengan menggunakan formulasi Rodrigues.
Penyelesaian:
Untuk memperoleh P9(x) dengan rumus Rodrigues, diambil = 3 pada
persamaan (3.19)
d3
1
x
3
P3 x 3 3
2
1
2 3! dx
1 d3
48 dx 3
x 6 3x 4 3x 2 1
1
48
120x 3 72x
1
5x 3 3x
2
Beberapa contoh hubungan rekursi dalam polinomial Legendre adalah:
a. P x 2 1 x P1 x 1 P 2 x
b. xP ' x P '1 x P x
c. P ' x xP '1 x P1 x
d. 1 x P ' x P
2
x xP x
1
e. 2 1 P x P '1 x P '1 x
d 2 dP x
1 x
dx dx
1 P x
P x Pm x dx Nm
1
2
dengan N dikenal dengan faktor normalisasi polinomial
(2 1)
Legendre, dan m adalah simbol delta Kronecker, yaitu:
1 , jika = m
m
0, jika m
Contoh:
Hitunglah integral berikut ini.
1
a. P2 (x) P4 (x) dx
1
1
P2 (x) dx
2
b.
1
Penyelesaian:
a. Digunakan persamaan (3.25) dengan = 2 dan m = 4. Jadi, l m
sehingga m 24 0. Oleh karena itu,
1
P2 x P4 x dx 0.
1
b. Digunakan persamaan (3.25) dengan = 2 dan m = 2. Jadi, = m
sehingga m 22 1. Oleh karena itu,
1
2
P2 x dx N 2 22
1
2
4 1
2
.
5
F. DERET LEGENDRE
Dalam basis polinomial Legendre P x , deret tersebut berbentuk
f x CP x
0
atau
1
1
C
N P x f x dx
1
1
2 1
2 P x f x dx
1
Contoh:
Uraikan fungsi f(x) yang diberikan oleh:
0, 1 x 0
f x
1, 0 x 1
ke dalam deret Legendre.
Penyelesaian:
Koefisien C dihitung dengan rumus (3.28). Diperoleh:
1
1
C0
2 P0 x f x dx
1
1 0 1
0 P0 x dx 1P0 x dx
2
1 0
1
1
2
dx
0
1
.
2
1
3
C1
2 P1 x f x dx
1
3 0 1
0 P1 x dx 1P1 x dx
2
1 0
1
3
2
x dx
0
3
.
4
1
5
C2
2 P2 x f x dx
1
5 0 1
0 P2 x dx 1P2 x dx
2
1 0
1
5 1
22
3x 2 1 dx
0
0.
1
7
C3
2 P3 x f x dx
1
7 0 1
0 P3 x 1P3 x dx
2
1 0
1
7 1
22
5x 3 3x dx
0
7
.
16
dan seterusnya.
Substitusi harga-harga ini ke dalam f(x) diperoleh:
1 3 7
f (x) P0 (x) P1 (x) P3 (x) ...
2 4 16
Syarat cukup agar sebuah fungsi f(x) dalam selang 1 x 1 dapat
diuraikan ke dalam deret Legendre juga diberikan oleh syarat Dirichlet
seperti pada deret Fourier. Jadi, jika f(x) memenuhi syarat Dirichlet pada
(1, 1) maka pada titik ketakkontinuan deret Legendre akan konvergen
menuju harga separuh jumlah limit kiri dan kanan di titik tersebut.
m/2
Substitusi y 1 x 2 u
Diperoleh: 1 x u '' 2 m 1 xu ' 1 m m 1 u 0
2
dm
m/2
Dengan solusi: y 1 x 2 P x , m0
dx m
dm
m/2
Sehingga: Pm x 1 x 2 P x , m0
dx m
Karena P x adalah polinomial berderajat maka Pm x 0 untuk
d m
1 x2
m
x 2 1
1 m/2
m . Maka Pm x
! dx
Persamaan (3.34) hanya berlaku untuk 0 < m < , sedangkan untuk
semua nilai m yang memenuhi 1 < m < . Bila kita pertahankan m > 0,
dapat ditunjukkan bahwa untuk nilai m negatif berlaku hubungan:
1 m ! m
P m x 1
m
P x , m0
1 m !
dengan Pm x merupakan fungsi Legendre asosiasi.
Seperti pada kasus polinomial Legendre, fungsi Legendre asosiasi juga
membentuk himpunan fungsi ortogonal, yaitu:
2 m !
1
Pm x Pnm x dx
1
2 1 m ! n
untuk -1 < m < 1.
Contoh:
Tunjukanlah solusi dari fungsi-fungsi Legendre asosiasi berikut ini.
a. P21 x
b. P23 x
Penyelesaian:
Fungsi Legendre asosiasi dinyatakan dengan persamaan (3.34), yaitu:
dxd P2 x
1/ 2
a. P21 x 1 x 2
1 x2 3x 2 1
1/ 2 d 1
dx 2
3x 1 x 2 .
1/ 2
1/ 2 d 3
b. P23 x 1 x 2 P2 x
dx 3
d3 1
1/ 2
1 x2 2
3x 1
dx 3 2
0.
H. METODE FROBENIUS
Contoh:
Selesaikan PD berikut ini.
x 2 y '' 4xy ' x 2 2 y 0 (i)
Penyelesaian:
Dari persamaan (3.39) diperoleh
y a 0 x s a1x s1 a 2 x s 2 ... a n x n s (ii)
n 0
y ' sa 0 x s 1 s 1 a1x s s 2 a 2 x s 1 ... n s a n x n s1 (iii)
n 0
Substitusi (ii), (iii), dan (iv) ke dalam (i) dan mengumpulkan koefisien-
koefisien dari berbagai pangkat x, diperoleh tabel berikut ini.
xs x s 1 xs2 … x n s
x 2 y '' s s 1 a 0 s 1 sa1 s 2 s 1 a 2 n s n s 1 a n
4xy ' 4sa 0 4 s 1 a1 4 s 2 a 2 4 n s an
x2 y a0 a n 2
2y 2a 0 2a1 2a 2 2a n
Koefisien total dari setiap pangkat x harus sama dengan nol. Untuk
2
koefisien x s kita mempunyai s 3s 2 a 0 0. Karena a 0 0 sehingga
s 2 3s 2 0 (v)
x 2 y '' xy ' x 2 p 2 y 0
Dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu:
x xy ' ' x 2 p 2 y 0
Solusinya dalam bentuk deret adalah:
1 1 x
2
y a 0x p 1 p
1 p 2 p 2
1 x
4
1 x
6
...
2! 3 p 2 3! 4 p 2
x
p 1 1 x
2
a 0 2p 1 p
2 1 1 p 2 2 p 2
1 x
4
1 x
6
...
3 3 p 2 4 4 p 2
p 2 p
1 x 1 x
Jp x
1 1 p 2 2 2 p 2
4 p 6 p
1 x 1 x
...
3 3 p 2 4 4 p 2
1 n x
2n p
n 1 n p 1 2
n 0
Contoh:
Buktikan bahwa:
2
J 2 x J 0 x J1 x
x
Penyelesaian:
Dengan (n + 1) = n!. Sehingga
1 x 2 1 x 4 1 x 6
J 2 x J 0 x ...
2 2 6 2 48 2
x 2 1 x 4 1 x 6
1 ...
2 4 2 36 2
2 4 6
1 x 1 1 x 1 1 x
1 1 ...
2 2
4 6 2
48 36 2
2 4 6
1x 1 x 1 x
1 ...
2 2 12 2 144 2
2 x 1 x
3 5 7
1 x 1 x
...
x 2 2 2 12 2 144 2
Deret dalam kurung tidak lain merupakan J1(x). Oleh karena itu,
2
J 2 x J 0 x J1 x .
x
cos p J p x J p x
Np x
sin p
Penyelesaian:
Gunakan deret (3.50) dengan p 12 , atau deret (3.51) dengan p 12 .
Diperoleh:
1
1 n x 2
2n
J 1/ 2 x
1
n 0 n 1 n 2 2
1
1 n 2n
x x 2
1
n 0 n 1 n 2 2 2
1/ 2
x 2
Tetapi n 1 n! dan sehingga:
2 x
n
2 1 x 2n
J 1/ 2 x
x n 0 n! n 1 2
2
2 4 6
2 1 1 x 1 x 1 x
...
3 2 5 2 7 3
2
x 1 2 2 2
3 2
2 x 2 x 4 x6
J 1/ 2 x 1 ...
x 2! 4! 6!
Deret dalam tanda kurung tidak lain merupakan cosx sehingga:
2
J 1/ 2 x cos x
x
atau
x
J 1/ 2 x cos x .
2
Tabel 3.2.
Fungsi Bessel
J0 x 0 J1 x 0 J2 x 0
x 01 2, 4048 x11 3,8317 x 21 5,1356
x 02 5,5201 x12 7, 0156 x 22 8, 4172
x 03 8, 6537 x13 10,1735 x 23 11, 6198
… … …
Berbeda dengan fungsi sinx yang memiliki titik potong pada sumbux di
titik 0, , 2, dan seterusnya atau secara umum n (n = 0, 1, 2, ... ), titik
potong fungsi Bessel pada sumbux tidak menunjukkan pola keteraturan
tertentu. Perhitungan dilakukan dengan metode numerik, karena itu harus
ditabulasikan.
y x a z p bx c
y x a AJ p bx c BN p bx c
Contoh:
Nyatakan solusi persamaan diferensial berikut dalam fungsi Bessel.
xy '' 2y ' 4y 0
Penyelesaian:
Untuk memperoleh bentuk umum PD Bessel (3.57) kita bagi persamaan
diferensial di atas dengan x sehingga memberikan:
2 4y
y '' y ' 0
x x
Jika persamaan diferensial ini adalah tipe (3.57) maka haruslah berlaku:
2
1 2a 2, bc 4, 2 c 1 1, a 2 p 2c 2 0
y x 1/ 2 AJ1 4x1/ 2 BN1 4x1/ 2 .
F. FUNGSIFUNGSI BESSEL YANG LAIN
1. Fungsi Hankel
Fungsi ini merupakan definisi ulang dari fungsi Bessel dalam bentuk
kompleks, yaitu:
Hp x J p x i N p x
1
Hp x J p x i N p x
2
(3.61)
Ip x i p J p ix
p 1 (1)
Kp x i H p ix
2
Perhatikan bahwa fungsi Bessel Hiperbolik Ip(x) dan Kp(x) bernilai real.
1 n x
2n 1/ 2
J1/ 2 x 3
n 0 n 1 n 2 2
1 n x
2n 1/ 2
n 0
n! n 32 2
2x 1 n x 2n
n 0 2n 1 !
Di dalam Kalkulus, Anda telah mempelajari uraian Taylor fungsi sinx:
x3 x5
sin x x ...
3! 5!
Membagi deret (3.67) dengan x, diperoleh:
sin x x2 x4
1 ...
x 3! 5!
1 n x 2n
n 0 2n 1 !
Sehingga diperoleh:
2x sin x
J1/ 2 x
x
Hn x J n x i y n x
2
d.
a 0, c 1, p 0, b i i3 / 2 (karena i3 i)
Dengan solusi:
y Z0 i3/ 2 x
Persamaan di atas merupakan bentuk kompleks yang dapat diuraikan
menjadi bagian real dan imajiner. Untuk Z = J, dengan menguraikannya ke
dalam bagian real dan imajiner, diperoleh definisi fungsi-fungsi ber, bei, ker
dan kei sebagai berikut.
a.
J 0 i3 / 2 x ber x i bei x
b.
K 0 i1/ 2 x ker x i kei x
Contoh:
Buktikan bahwa:
n ix
1 d e
h n x ix n
2
x dx x
Penyelesaian:
Gunakan persamaan (3.70a), (3.70b), dan (3.70d) diperoleh:
h n x jn x i y n x
2
n n
1 d sin x n 1 d cos x
xn ix
x dx x x dx x
n
1 d sin x i cos x
xn
x dx x
n
1 d cos x i sin x
ix n
x dx x
Sehingga
n ix
1 d e
h n x i x n
2
x dx x
G. FUNGSI HERMITE
Contoh:
Gunakan rumus Rodrigues untuk memperoleh polinomial Hermite
H0 x , H1 x , dan H 2 x.
Penyelesaian:
Rumus Rodrigues untuk polinomial Hermite tersebut adalah:
2 d0 2 2 2
e x 1 e x e x 1
0 0
H0 x 1 e x
dx 0
d x2
e x 2x e x 2x
1 2 2 2
H1 x 1 e x e
dx
2 d2 2 2 d x2 4x 2 2
e x e x
2
H 2 x 1 e x 2x e
2 dx
dx
H. FUNGSI LAGUERRE
1 x dn
Ln x e
n! dx 2
x n e x
Dengan demikian,
x2
L0 x 1, L1 x 1 x, L 2 x 1 2x
2
Sedangkan fungsi pembangkit untuk polinomial Laguerre adalah:
xh / 1 h
e
x, h
1 h
Ln x h n
n 0
Daftar Pustaka
Boas, M.L. (1983). Mathematical Methods in the Physical Sciences. New
York: John Wiley and Sons.
Boas, M.L. (1983). Solutions of Selected Problems for Mathematical
Methods in the Physical Sciences. New York: John Wiley and Sons.
Herper, C. (1978). Introduction to Mathematical Physics. New Delhi:
Prentice-Hall.
Kreyszig, E. (1991). Advance Engineering Mathematics. 6Th Ed. New York:
John Wiley and Sons.
Magnus, W., Oberhettinger, F., and Soni, R.F. (1966). Formulas and
Theorems for the Special Functions of Mathematical Physics. Berlin:
Springer-Verlag.
Spiegel, Murray R. (1971). Schaum's Outline of Theory and Problems of
Advanced Mathematics for Engineers and Scientists. New York:
McGraw-Hill.
Stephenson, G. (1985). Worked Examples in Mathematics for Scientists and
Engineers. New York: Longman Inc.
Wospakrik, H.J. (1993). Dasar-Dasar Matematika untuk Fisika. Jakarta:
Dirjen Dikti Depdikbud.