Anda di halaman 1dari 28

In i si asi 3

Pemecahan Deret Persamaan Diferensial


Paken Pandiangan, S.Si., M.Si.

Solusi PD pada umumnya akan menghasilkan fungsifungsi elementer,


seperti suku banyak, fungsi trigonometri, fungsi logaritma dan eksponensial,
dan fungsi hiperbolik. Beberapa PD yang muncul dari fenomena alam
memiliki bentuk yang beraneka ragam, di antaranya ada fenomena yang
berbentuk PD linear dan bahkan berbentuk PD non-linear yang di dalam
pemecahannya membutuhkan pengetahuan matematika tingkat lanjut.
Pada Inisiasi 3 ini kita akan membahas tentang Deret Pangkat dan
Persamaan Legendre [Deret Pangkat, Persamaan Legendre, Aturan Leibniz,
Rumus Radrigues, Ortogonalis dan Normalisasi Polinomial Legendre, Deret
Legendre, Fungsi Legendre Assosiasi, dan Metode Frobenius] dan Fungsi
Bessel, Fungsi Hermite, dan Fungsi Laguerre.

I. Persamaan Legendre
A. PERSAMAAN DIFERENSIAL DENGAN DERET PANGKAT
Penyelesaian persamaan diferensial dengan metode deret untuk
persamaan sederhana.
y' = 2xy (3.1)
Diandaikan penyelesaian persamaan diferensial (3.1) dalam bentuk deret
pangkat, yaitu:

y = ao + a1 x + a2 x2 + … + anxn + … =  an xn (3.2)
n 0

dengan a tetapan yang akan ditentukan. Bila (3.2) didiferensiasi terhadap x,


diperoleh:

y'   n a n x n 1 (3.3)
n 1

Substitusi (3.2) dan (3.3) ke dalam persamaan (3.1) akan diperoleh dua buah
deret pangkat yang sama satu dengan yang lain. Sekarang persamaan
diferensial semula akan dipenuhi untuk semua nilai x, di mana y' dan 2xy
merupakan fungsi x yang sama. Karena suatu fungsi tertentu hanya
mempunyai satu pengembangan deret pangkat maka dua deret tersebut harus
identik, yaitu koefisien-koefisien pangkat x yang bersesuaian harus sama.
Oleh karena itu,

a1  0, a 2  a 0 , a 3  23 a1  0, a 4  12 a 0 (3.4)

atau secara umum


na n  2 a n  2

0 , untuk n gasal


an   2 (3.5)
 n a n  2 , untuk n genap

Dengan menuliskan n = 2m (karena hanya suku-suku genap yang muncul


dalam deret), diperoleh:
2 2 2
a 2m  a 2m  2  a 2m  4
2m 2m 2m  2
2 2 2
 a 2m 6
2m 2m  2 2m  4
1 1 1
 a 2m 6  ...
m m 1 m  2
1
 a0 (3.6)
m!
Substitusi nilai-nilai koefisien ini ke dalam (3.2) diperoleh:

1 1 x 2m
y  a0  a0 x 2  a 0 x 4  ....  a 0 x 2m  ...  a 0  (3.7)
2! m! m 0 m!

Marilah kita bandingkan hasil ini dengan penyelesaian melalui metode dasar
dy
y '  2xy ,  2xy , bila dilakukan separasi variabel, kemudian kedua
dx
rumus diintegrasi, diperoleh:

1n y  x 2  1n c

y 2 2
 e x atau y  c e x (3.8)
c

Dalam kalkulus kita telah mengenal pengembangan deret pangkat e x , yaitu:

x 2 x3
ex  1  x    ... (3.9)
2! 3!

Dengan demikian, persamaan (3.8) menjadi


 x4 x6  
x 2m
y  c 1  x 2    ...   c  (3.10)
 2! 3!  m  0 m!

yang tidak lain merupakan persamaan (3.7) dengan c  a 0 .

B. PERSAMAAN DIFERENSIAL LEGENDRE

Persamaan diferensial (PD) Legendre didefinisikan sebagai berikut.

 1  x  y" 2xy '    1 y  0


2
(3.11)
dengan  adalah tetapan.
Meskipun penyelesaian persamaan ini yang paling berguna adalah
berupa polinomial (disebut polinomial Legendre), salah satu cara untuk
memperolehnya adalah dengan metode penyelesaian deret, kemudian
menunjukkan bahwa deret tersebut berakhir setelah sejumlah suku tertentu.
Misalkan penye1esaian PD Legendre berbentuk deret pangkat maka dengan
mendiferensialkan suku demi suku akan diperoleh y ' dan y" , yaitu:

y  a 0  a1x  a 2 x 2  a 3 x 3  a 4 x 4  ...  a n x n

y '  a1  2a 2 x  3a 3 x 2  4a 4 x 3  ...  na n x n 1

y ''  2a 2  6a 3 x  12a 4 x 2  20a 5 x 3  ...  n  n  1 a n x n  2 (3.12)

Substitusikan (3.12) ke (3.11) dan mengumpulkan koefisienkoefisien dari


berbagai pangkat x akan diperoleh:

   n     n  1
a n2   a (3.14)
 n  2   n  1 n
Persamaan (3.14) memungkinkan kita memperoleh sebarang koefisien genap
sebagai perkalian dari a 0 dan koefisien gasal sebagai perkalian dari a1 . Oleh
karena itu, solusi umum dari (3.11) adalah jumlah dari dua deret yang
mengandung dua koefisien a 0 dan a1 yang ditentukan oleh syarat-syarat
awal tertentu, yaitu:

    1 2    1    2     3 4 
y  a 0 1  x  x  ... 
 2! 4! 
(3.15)
    1    2  3    1    2     3  1  4  5 
a1  x  x  x  ...
 3! 5! 

Dalam banyak penerapan, x adalah cos  , dan  merupakan bilangan


bulat positif. Kita menginginkan penyelesaian yang konvergen untuk semua
, yaitu penyelesaian yang konvergen untuk x2 = 1 atau x = ± 1, dan juga
untuk | x | < 1.

Contoh: untuk  = 0, y = a0; untuk  = 1, y = a1x dan sebagainya. Jika nilai


a0 atau a1, dalam setiap polinomial dipilih sehingga y = 1 jika x = 1,
polinomialnya disebut polinomial Legendre, dan dituliskan P (x). Dari
(3.14) dan (3.15) serta persyaratan P (1) = 1 maka diperoleh beberapa
polinomial Legendre, yaitu:

P0  x   1, P1  x   x, P2  x  
1
2

3x 2  1 (3.16)

Dengan metode ini kita dapat memperoleh P (x) untuk sebarang 


bilangan bulat. Pada pembahasan selanjutnya kita akan mempelajari cara
menentukan polinomial Legendre untuk nilai  besar.

C. ATURAN LEIBNIZ UNTUK DIFERENSIAL

Biasanya digunakan untuk mencari diferensial orde tinggi dari perkalian


antara dua fungsi.

Contoh:
d9
Hitunglah:  x sin x  dengan menggunakan aturan Leibniz.
dx 9

Penyelesaian:
Dengan cara biasa sebenarnya kita dapat menghitung diferensial
tersebut. Tetapi cara ini membutuhkan waktu lama sehingga dipandang tidak
efektif. Aturan Leibniz menyebutkan, jawaban soal di atas adalah:

d9
 x sin x 
dx 9

d9 d d8 9.8 d 2 d7
= x  sin x   9  x  8  sin x    x 7  ...
dx 9 dx dx 2! dx 2
dx  sin x 

= x cos x + 9 sin x
n
Secara umum:  a  b    Ci a b
n
n n i i

i 0
di mana
n!
Cin 
i! n  i  !

 d2 
Dalam contoh tersebut  2  x  0 sehingga semua turunan yang lebih
 dx 
tinggi juga bernilai nol. Sehingga

d9 d9 d8
9
 x sin x  =x 9
 sin x  +9  sin x 
dx dx dx 8
= x cos x + 9 sin x.

D. RUMUS RODRIGUES

Metode lain untuk memperoleh polinomial Legendre adalah dengan


rumus Rodrigues, yaitu:

1 d
x 

P  x    
2
1
2  !dx
Contoh:
Tentukan P9(x) dengan menggunakan formulasi Rodrigues.

Penyelesaian:
Untuk memperoleh P9(x) dengan rumus Rodrigues, diambil  = 3 pada
persamaan (3.19)
d3
1
x 
3
P3  x   3 3
2
1
2 3! dx
1 d3

48 dx 3

x 6  3x 4  3x 2  1 

1
48

120x 3  72x 
1

 5x 3  3x
2

Beberapa contoh hubungan rekursi dalam polinomial Legendre adalah:
a. P  x    2  1 x P1  x      1 P 2  x 
b. xP '  x   P '1  x   P  x 
c. P '  x   xP '1  x   P1  x 

d.  1  x  P '  x   P
2
  x   xP  x 
1

e.  2  1 P  x   P '1  x   P '1  x 

E. ORTOGONALITAS DAN NORMALISASI POLINOMIAL


LEGENDRE

Polinomial Legendre P  x  sebenarnya merupakan solusi dari persoalan


nilai eigen Sturm-Liouville, yaitu:

d  2 dP  x  

 1 x
dx  dx
    1 P  x  

dengan syarat batas P  x  berhingga dalam selang 1 < x < 1. Perhatikan


bahwa persamaan di atas tidak lain merupakan PD Legendre (3.11) dengan
y = P  x  . Jadi, seperti telah disebutkan di depan, P  x  merupakan
himpunan fungsi eigen yang bersesuaian dengan nilai-nilai eigen  = 0, 1, 2,
dan seterusnya. Polinomial Legendre ini membentuk himpunan fungsi
ortogonal dalam selang (1, 1), yaitu memenuhi hubungan integral berikut
ini.
1

 P  x  Pm  x  dx  Nm
1

2
dengan N  dikenal dengan faktor normalisasi polinomial
(2  1)
Legendre, dan   m adalah simbol delta Kronecker, yaitu:

1 , jika  = m
m  
0, jika   m

Contoh:
Hitunglah integral berikut ini.
1
a.  P2 (x) P4 (x) dx
1
1
  P2 (x) dx
2
b.
1

Penyelesaian:
a. Digunakan persamaan (3.25) dengan  = 2 dan m = 4. Jadi, l  m
sehingga m  24  0. Oleh karena itu,
1

 P2  x  P4  x  dx  0.
1
b. Digunakan persamaan (3.25) dengan  = 2 dan m = 2. Jadi,  = m
sehingga m  22  1. Oleh karena itu,
1
2
  P2  x   dx  N 2  22
1
2

4 1
2
 .
5

F. DERET LEGENDRE
Dalam basis polinomial Legendre P  x  , deret tersebut berbentuk

f  x    CP  x 
 0

Untuk menghitung koefisien C digunakan hubungan ortogonalitas,


yaitu:
1  1 
 Pk  x  f  x  dx   C  Pk  x  P  x    CN k
1 0 1  0

Penjumlahan di ruas kanan bernilai nol, kecuali pada saat k = 1. Oleh


karena itu
1
 P  x  f  x  dx  CN
1

atau
1
1
C 
N  P  x  f  x  dx
1

1
2  1

2  P  x  f  x  dx
1

Contoh:
Uraikan fungsi f(x) yang diberikan oleh:
0,  1  x  0
f  x  
1, 0  x  1
ke dalam deret Legendre.

Penyelesaian:
Koefisien C dihitung dengan rumus (3.28). Diperoleh:
1
1
C0 
2  P0  x  f  x  dx
1

1 0 1 
   0 P0  x  dx   1P0  x  dx 
2 
 1 0
1
1
2
 dx
0
1
 .
2

1
3
C1 
2  P1  x  f  x  dx
1

3 0 1 
   0 P1  x  dx   1P1  x  dx 
2 
 1 0
1
3
2
 x dx
0
3
 .
4
1
5
C2 
2  P2  x  f  x  dx
1

5 0 1 
   0 P2  x  dx   1P2  x  dx 
2 
 1 0
1

5 1
22

3x 2  1 dx 
0
 0.
1
7
C3 
2  P3  x  f  x  dx
1

7 0 1 
   0 P3  x    1P3  x  dx 
2 
 1 0
1

7 1
22

5x 3  3x dx 
0
7
 .
16

dan seterusnya.
Substitusi harga-harga ini ke dalam f(x) diperoleh:
1 3 7
f (x)  P0 (x)  P1 (x)  P3 (x)  ...
2 4 16
Syarat cukup agar sebuah fungsi f(x) dalam selang 1  x  1 dapat
diuraikan ke dalam deret Legendre juga diberikan oleh syarat Dirichlet
seperti pada deret Fourier. Jadi, jika f(x) memenuhi syarat Dirichlet pada
(1, 1) maka pada titik ketakkontinuan deret Legendre akan konvergen
menuju harga separuh jumlah limit kiri dan kanan di titik tersebut.

G. FUNGSI LEGENDRE ASOSIASI

Persamaan diferensial yang berkaitan erat dengan PD Legendre adalah:


 2 
 1  x 2  y '' 2xy '    1  1 m x 2  y  0
dengan m2 < 2 .

 
m/2
Substitusi y  1  x 2 u
 
Diperoleh: 1  x u '' 2  m  1 xu '    1  m  m  1  u  0
2

dm
 
m/2
Dengan solusi: y  1  x 2 P  x  , m0
dx m

dm
 
m/2
Sehingga: Pm  x   1  x 2 P  x  , m0
dx m
Karena P  x  adalah polinomial berderajat  maka Pm  x   0 untuk
d  m
 
1  x2 
 m 
x 2  1
1 m/2 
m   . Maka Pm  x  
! dx
Persamaan (3.34) hanya berlaku untuk 0 < m <  , sedangkan untuk
semua nilai m yang memenuhi 1 < m <  . Bila kita pertahankan m > 0,
dapat ditunjukkan bahwa untuk nilai m negatif berlaku hubungan:
 1 m ! m
P m  x    1
m
P  x , m0
 1 m ! 
dengan Pm  x  merupakan fungsi Legendre asosiasi.
Seperti pada kasus polinomial Legendre, fungsi Legendre asosiasi juga
membentuk himpunan fungsi ortogonal, yaitu:

2   m !
1
 Pm  x  Pnm  x  dx  
1
 2  1    m  ! n
untuk -1 < m < 1.

Contoh:
Tunjukanlah solusi dari fungsi-fungsi Legendre asosiasi berikut ini.
a. P21  x 
b. P23  x 

Penyelesaian:
Fungsi Legendre asosiasi dinyatakan dengan persamaan (3.34), yaitu:
  dxd P2  x 
1/ 2
a. P21  x   1  x 2

  1 x2   3x 2  1 
1/ 2 d  1 

dx  2 

 3x  1  x 2  .
1/ 2

1/ 2 d 3
b. P23  x    1  x 2  P2  x 
dx 3
d3  1
   

1/ 2
 1 x2 2
 3x  1 
dx 3  2 
 0.

H. METODE FROBENIUS

Penyelesaian persamaan diferensial sering bukan berupa deret pangkat



y  an xn
n 0

tetapi ada kemungkinan:


1. mengandung beberapa suku dengan x berpangkat negatif, misalnya
cos x
y
x2
x 2 x 4 x6
1  
 2! 4! 6!
x2
1 1 x2 x4
     ...
x2 2! 4! 6!
2. mempunyai sebuah faktor berupa x yang berpangkat pecahan, misalnya
 x3 x5 
y  x sin x  x1/ 2  x    ... 
 3! 5! 
 
Dua kasus di atas dan beberapa kasus-kasus yang lain tercakup dalam
suatu deret yang berbentuk:
 
y  xs  a n x n   a n x n s
n 0 n 0

dengan s adalah suatu bilangan yang akan ditentukan sehingga hasilnya


memenuhi solusi persamaan diferensial yang dibahas. Karena a 0 x s
merupakan suku pertama dari deret tersebut, kita menganggap bahwa a 0  0.
Cara penyelesaian persamaan diferensial ini dikenal dengan metode
Frobenius.

Contoh:
Selesaikan PD berikut ini.


x 2 y '' 4xy ' x 2  2 y  0  (i)

Penyelesaian:
Dari persamaan (3.39) diperoleh

y  a 0 x s  a1x s1  a 2 x s  2  ...   a n x n s (ii)
n 0


y '  sa 0 x s 1   s  1 a1x s   s  2  a 2 x s 1  ...    n  s  a n x n s1 (iii)
n 0

y ''  s  s  1 a 0 x s  2   s  1 a1x s 1   s  2   s  1 a 2 x s  ...


 (iv)
   n  s   n  s  1 a n x n s2
n 0

Substitusi (ii), (iii), dan (iv) ke dalam (i) dan mengumpulkan koefisien-
koefisien dari berbagai pangkat x, diperoleh tabel berikut ini.
xs x s 1 xs2 … x n s
x 2 y '' s  s  1 a 0  s  1 sa1  s  2   s  1 a 2  n  s   n  s  1 a n
4xy ' 4sa 0 4  s  1 a1 4  s  2 a 2 4  n  s an
x2 y a0 a n 2
2y 2a 0 2a1 2a 2 2a n
Koefisien total dari setiap pangkat x harus sama dengan nol. Untuk
2
 
koefisien x s kita mempunyai s  3s  2 a 0  0. Karena a 0  0 sehingga

s 2  3s  2  0 (v)

Persamaan dengan variabel s ini disebut persamaan indisial. Solusi


persamaan tersebut menghasilkan
s  2 atau s  1 (vi)

Untuk s = 1, koefisien x s 1 dalam tabel di atas memberikan a1 = 0. Mulai


kolom x s  2 , kita dapat menggunakan rumus umum yang ditentukan oleh
kolom terakhir. Tetapi perhatikan bahwa dua kolom pertama dalam tabel
tersebut tidak mengandung suku a n  2 sehingga kita harus hati-hati dalam
menggunakan suku umum. Dari kolom terakhir, untuk s = 1 diperoleh:
(n  1)(n  2) a n  4(n  1)a n  a n  2  2 a n  0
 (n  1) (n  2)  4(n  1)  2 a n  a n 2
(n 2  n)a n  a n  2
atau
a n 2
an   , untuk n  2 (vii)
 n  1
Karena a1  0, persamaan(vii) memberikan semua a gasal sama dengan nol.
Untuk a genap diperoleh:
a0 a a
a2   , a4  0 , a6   0 (viii)
3! 5! 7!

Substitusi harga-harga ini ke dalam (ii) diperoleh salah satu solusi


persamaan (i), yaitu:
a a
y  a 0 x 1  0 x  0 x 3
3! 5!
 x 3
x5 
 a 0 x 2  x    ... 
 3! 5! 
 
a 0 sin x

x2
Penyelesaian untuk s = 2 dapat ditentukan dengan cara yang sama.

II. Fungsi Bessel, Hermite, Laguerre, dan


Persoalan Nilai Eigen
A. PERSAMAAN DIFERENSIAL BESSEL
Fungsi Bessel sebenarnya merupakan bentuk solusi PD Bessel:


x 2 y '' xy ' x 2  p 2 y  0 
Dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu:


x  xy '  ' x 2  p 2 y  0
Solusinya dalam bentuk deret adalah:
 1 1 x
2
y  a 0x p  1  p      
   1  p    2  p   2 

1 x
4
1 x
6 
      ...
2!  3  p   2  3!  4  p   2  

x
p  1 1 x
2
 a 0 2p     1  p      
2    1   1  p    2    2  p   2 

1 x
4
1 x
6 
      ...
  3   3  p   2    4   4  p   2  

Fungsi Bessel jenis pertama ordep, dan ditulis J p  x  adalah:

p 2 p
1 x 1 x
Jp  x        
  1   1  p  2   2   2  p 2
4 p 6 p
1 x 1 x
      ...
  3   3  p  2   4   4  p 2

  1 n x
2n  p
   
  n  1   n  p  1  2 
n 0

Contoh:
Buktikan bahwa:
2
J 2  x   J 0  x     J1  x 
x

Penyelesaian:
Dengan (n + 1) = n!. Sehingga
 1  x  2 1  x 4 1  x 6 
J 2  x   J 0  x             ... 
 2  2  6  2  48  2  
  x  2 1  x  4 1  x 6 
1           ...
  2  4  2  36  2  
2 4 6
 1  x   1 1   x   1 1  x 
 1    1               ...
 2 2
   4 6 2
   48 36  2 
2 4 6
1x 1 x 1 x
 1          ...
2  2  12  2  144  2 
2 x 1  x  
3 5 7
1 x 1 x
            ...
x  2 2  2  12  2  144  2  

Deret dalam kurung tidak lain merupakan J1(x). Oleh karena itu,
2 
J 2  x   J 0  x    J1  x   .
x 

B. SOLUSI KEDUA PD BESSEL

Untuk mengatasi kasus p bilangan bulat, sebagai pengganti solusi kedua


PD Bessel J  p  x  , dibentuk fungsi Neumann:

cos  p  J p  x   J  p  x 
Np  x  
sin p

Fungsi Bessel jenis kedua orde p mempunyai solusi sbg:


y  AJ p  x   BN p  x 

dengan A dan B tetapan sebarang.


Contoh:
Buktikan bahwa:
x
J 1/ 2  x   cos x.
2

Penyelesaian:
Gunakan deret (3.50) dengan p   12 , atau deret (3.51) dengan p  12 .
Diperoleh:
1
  1 n x 2
2n 
J 1/ 2  x   
1  
n 0   n  1   n  2   2 
1
  1 n 2n
x x 2


1    
n 0   n  1   n  2   2   2 
1/ 2
x 2
Tetapi   n  1  n! dan    sehingga:
2 x
n
2   1  x  2n
J 1/ 2  x     

x n 0 n! n  1  2 
2 
 2 4 6 
2 1 1 x 1 x 1 x 
     ...
3  2  5  2  7  3 
 2 
x  1  2   2 2  
3 2   

Mengingat (p) = p  (p) dan   12    (lihat Modul 4 Kegiatan


Belajar 1) maka persamaan di atas menjadi:

2  x 2 x 4 x6 
J 1/ 2  x   1     ... 

x  2! 4! 6! 

Deret dalam tanda kurung tidak lain merupakan cosx sehingga:

2
J 1/ 2  x   cos x
x
atau

x
J 1/ 2  x   cos x .
2

C. AKAR-AKAR FUNGSI BESSEL

Dengan melukiskan grafik fungsi Bessel J p  x  perpotongan grafik


dengan sumbux terjadi jika J p  x   0 . Seperti halnya fungsi sinus, grafik
J p  x  ini akan memotong sumbu-x di banyak titik. Nilai-nilai x yang
memenuhi persamaan J p  x   0 ditulis sebagai xpn (n = 1, 2, 3, ... ), disebut
akar-akar fungsi Bessel orde p. Nilai akar-akar ini dapat dilihat pada tabel
fungsi Bessel. Beberapa akar fungsi Bessel untuk p = 0, p = 1, dan p = 2
ditunjukkan pada tabel berikut ini.

Tabel 3.2.
Fungsi Bessel

J0  x   0 J1  x   0 J2  x   0
x 01  2, 4048 x11  3,8317 x 21  5,1356
x 02  5,5201 x12  7, 0156 x 22  8, 4172
x 03  8, 6537 x13  10,1735 x 23  11, 6198
… … …

Berbeda dengan fungsi sinx yang memiliki titik potong pada sumbux di
titik 0, , 2, dan seterusnya atau secara umum n (n = 0, 1, 2, ... ), titik
potong fungsi Bessel pada sumbux tidak menunjukkan pola keteraturan
tertentu. Perhitungan dilakukan dengan metode numerik, karena itu harus
ditabulasikan.

D. HUBUNGAN REKURSI FUNGSI BESSEL


Seperti pada polinomial Legendre, fungsi Bessel juga memiliki berbagai
hubungan rekursi yang dapat diturunkan langsung dari pernyataan deret
(3.50). Beberapa hubungan rekursi fungsi Bessel adalah:
d  p
1. x J p  x    x p J p 1  x 
dx  
d  p
2. x J p  x     x  p J p 1  x 
dx  
2p
3. J p1  x   J p 1  x   Jp  x 
x
4. J p1  x   J p 1  x   2J 'p  x 
p p
5. J'p  x    J p  x   J p1  x   J p  x   J p 1  x 
x x

Perlu diketahui bahwa hubunganhubungan rekursif juga berlaku untuk


Np  x  .

E. BENTUK UMUM PD BESSEL

Dalam praktek banyak dijumpai suatu persamaan diferensial yang tidak


berbentuk PD Bessel standar, tetapi mempunyai solusi yang dapat dituliskan
dalam bentuk fungsi Bessel. Dapat dibuktikan bahwa persamaan diferensial
 a 2  p 2c2 
1  2a
 
2
y '' y '  bc x c 1  y 0
x  x2 

dengan a, b, c, dan p tetapan mempunyai solusi sebagai

 
y  x a z p bx c

dengan Z adalah J atau N atau kombinasi linear keduanya. Bentuk umum PD


Bessel mempunyai solusi:

 
y  x a  AJ p bx c  BN p bx c 
   
Contoh:
Nyatakan solusi persamaan diferensial berikut dalam fungsi Bessel.
xy '' 2y ' 4y  0

Penyelesaian:
Untuk memperoleh bentuk umum PD Bessel (3.57) kita bagi persamaan
diferensial di atas dengan x sehingga memberikan:
2 4y
y '' y ' 0
x x
Jika persamaan diferensial ini adalah tipe (3.57) maka haruslah berlaku:
2
1  2a  2,  bc   4, 2  c  1  1, a 2  p 2c 2  0

Dari persamaanpersamaan di atas, diperoleh:


1 1 a
a   , c  , b  4, p    1
2 2 c

dengan memi1ih p = 1 dan b = 4, solusi persamaan diferensial tersebut,


adalah:

  
y  x 1/ 2  AJ1 4x1/ 2  BN1 4x1/ 2  .
  
F. FUNGSIFUNGSI BESSEL YANG LAIN

Berikut ini adalah definisi fungsi-fungsi Bessel yang sering dijumpai.

1. Fungsi Hankel
Fungsi ini merupakan definisi ulang dari fungsi Bessel dalam bentuk
kompleks, yaitu:

Hp   x   J p  x   i N p  x 
1

Hp   x   J p  x   i N p  x 
2
(3.61)

Fungsi Hankel sering disebut sebagai fungsi Bessel jenis ketiga.


Bandingkan (3.60) dan (3.61) dengan bentuk e ix  cos x  i sin x.

2. Fungsi Bessel Hiperbolik


Pada pembahasan bilangan kompleks (lihat Modul 6), Anda telah
mempelajari fungsi hiperbolik coshx dan sinhx. Kedua fungsi ini
didefinisikan melalui fungsi-fungsi trigonometri cosx dan sinx, yaitu:
coshx = cos (ix)
sinhx =  sin (ix)
Dengan mengambil fungsi Bessel berargumen imajiner, diperoleh
definisi fungsi Bessel Hiperbolik:

Ip  x   i  p J p  ix 

 p 1 (1)
Kp  x   i H p  ix 
2
Perhatikan bahwa fungsi Bessel Hiperbolik Ip(x) dan Kp(x) bernilai real.

3. Fungsi Bessel Bola


1
Untuk p  n  dengan n bilangan bulat maka fungsi Bessel J p  x  dan
2
N p  x  dapat dinyatakan dalam fungsi sinus dan cosinus. Adapun
pembuktiannya dapat diperoleh melalui langkahlangkah berikut. Pertama,
1
diambil p  untuk memperoleh J1/ 2  x  . Kemudian, dengan
2
menggunakan hubungan rekursi dihitung J3 / 2  x  dan seterusnya. Jadi,

  1 n x
2n 1/ 2
J1/ 2  x    3  
n 0   n  1   n  2   2 

  1 n x
2n 1/ 2
   
n 0 
n! n  32  2

Dari hubungan rekursi fungsi Gamma diperoleh:


 2n  1  2n  1

 n  32   2 2
...
3 1 1
 
2 2 2
 2n  1 !
  (3.65)
22n 1 n!
Substitusi (3.65) ke dalam (3.64) menghasilkan:
  1 n 22n 1 n!  x 
2n 1/ 2
J1/ 2  x     
n!  2n  1 !   2 
n 0
  1 n 22n 21 n! x 2n x1/ 2
  n!  2n  1 !  n 2n 21/ 2
n 0

2x   1 n x 2n
 
 n 0  2n  1 !
Di dalam Kalkulus, Anda telah mempelajari uraian Taylor fungsi sinx:

x3 x5
sin x  x    ...
3! 5!
Membagi deret (3.67) dengan x, diperoleh:

sin x x2 x4
 1   ...
x 3! 5!
  1 n x 2n
 
n 0  2n  1 !

Sehingga diperoleh:

2x  sin x 
J1/ 2  x    
  x 

Dengan menggunakan hubungan rekursi dapat diperoleh fungsi-fungsi Bessel


J(n+1/2)(x) yang dinyatakan dalam fungsi sinus dan cosinus.
Dari sifat istimewa fungsi Bessel ini, didefinisikan fungsi Bessel Bola
sebagai berikut.
n
  1 d   sin x 
a. Jn  x   J  n 1/ 2   x   x n     
2x  x dx   x 
n

 x    x n  
1 d   cos x 
b. Yn  x   Y   
2x  n 1/ 2   x dx   x 
Hn   x   J n  x   i y n  x 
1
c.

Hn   x   J n  x   i y n  x 
2
d.

Fungsi-fungsi Bessel di atas muncul dalam berbagai persoalan fisika,


terutama yang menyangkut getaran dan rambatan gelombang bila digunakan
sistem koordinat bola. Dalam hal ini, x berkaitan dengan koordinat radial r.

Fungsi BER, BEI, KER, dan KEI


Metode standar untuk menyelesaikan masalah getaran biasanya
melibatkan penyelesaian yang berbentuk ei , yaitu suatu penyelesaian yang
mengandung besaran imajiner. Sebagai contoh, persamaan diferensial berikut
muncul dalam persoalan yang menyangkut distribusi arus bolak-balik di
dalam kawat.
1
y '' y ' iy  0
x
Persamaan di atas merupakan bentuk (3.57), dengan

1  2a  1, (bc) 2  i, 2(c  1)  0, a 2  p 2c 2  0

Jika diselesaikan akan menghasilkan

a  0, c  1, p  0, b  i  i3 / 2 (karena i3  i)

Dengan solusi:


y  Z0 i3/ 2 x 
Persamaan di atas merupakan bentuk kompleks yang dapat diuraikan
menjadi bagian real dan imajiner. Untuk Z = J, dengan menguraikannya ke
dalam bagian real dan imajiner, diperoleh definisi fungsi-fungsi ber, bei, ker
dan kei sebagai berikut.
a.  
J 0 i3 / 2 x  ber x  i bei x
b.  
K 0 i1/ 2 x  ker x  i kei x

Fungsi-fungsi di atas juga berlaku untuk n  0. Fungsi ber disebut Bessel


real, dan bei disebut Bessel imajiner. Demikian pula dengan fungsi ker dan
kei, berturut-turut disebut fungsi Bessel Hiperbolik real dan imajiner.

Contoh:
Buktikan bahwa:
n ix
 1 d  e 
h n   x   ix n  
2
  

 x dx   x 
Penyelesaian:
Gunakan persamaan (3.70a), (3.70b), dan (3.70d) diperoleh:

h n   x   jn  x   i y n  x 
2

n n
 1 d   sin x  n  1 d   cos x 
 xn       ix     
 x dx   x   x dx   x 
n
 1 d   sin x  i cos x 
 xn     
 x dx   x 
n
 1 d   cos x  i sin x 
 ix n     
 x dx   x 

Menurut rumus Euler

eix  cos x  i sin x

Sehingga
n ix
 1 d  e 
h n   x   i x n  
2
  
 x dx   x 

G. FUNGSI HERMITE

Bentuk umum persamaan diferensial Hermite adalah:


y '' 2xy ' 2ny  0

Rumus Rodrigues untuk polinomial Hermite berbentuk


2 dn 2
e x
n
H n  x    1 e x
n
dx

Contoh:
Gunakan rumus Rodrigues untuk memperoleh polinomial Hermite
H0  x  , H1  x  , dan H 2  x.

Penyelesaian:
Rumus Rodrigues untuk polinomial Hermite tersebut adalah:
2 d0 2 2 2
e  x   1 e x e  x  1
0 0
H0  x    1 e x
dx 0

d x2
 e x  2x e  x   2x
1 2 2 2
H1  x    1 e x e
dx  

2 d2 2 2 d  x2   4x 2  2
e x  e x
2
H 2  x    1 e x  2x e 
2 dx  
dx

H. FUNGSI LAGUERRE

Fungsi Laguerre merupakan penyelesaian PD Laguerre yang berbentuk:


xy ''  1  x  y ' ny  0

Dapat ditunjukkan bahwa rumus Rodrigues untuk polinomial Laguerre


adalah:

1 x dn
Ln  x   e
n! dx 2
x n e x  
Dengan demikian,

x2
L0  x   1, L1  x   1  x, L 2  x   1  2x 
2
Sedangkan fungsi pembangkit untuk polinomial Laguerre adalah:
 xh /  1 h  
e
  x, h  
1 h
  Ln  x  h n
n 0

Hubungan rekursi fungsi Laguerre, yaitu:


a. L'n 1  x   L'n  x   L n  x   0
b.  n  1 Ln 1  x    2n  1  x  L n  x   n L n 1  x   0
c. x L'n  x   n L n  x   n L n 1  x   0

Daftar Pustaka
Boas, M.L. (1983). Mathematical Methods in the Physical Sciences. New
York: John Wiley and Sons.
Boas, M.L. (1983). Solutions of Selected Problems for Mathematical
Methods in the Physical Sciences. New York: John Wiley and Sons.
Herper, C. (1978). Introduction to Mathematical Physics. New Delhi:
Prentice-Hall.
Kreyszig, E. (1991). Advance Engineering Mathematics. 6Th Ed. New York:
John Wiley and Sons.
Magnus, W., Oberhettinger, F., and Soni, R.F. (1966). Formulas and
Theorems for the Special Functions of Mathematical Physics. Berlin:
Springer-Verlag.
Spiegel, Murray R. (1971). Schaum's Outline of Theory and Problems of
Advanced Mathematics for Engineers and Scientists. New York:
McGraw-Hill.
Stephenson, G. (1985). Worked Examples in Mathematics for Scientists and
Engineers. New York: Longman Inc.
Wospakrik, H.J. (1993). Dasar-Dasar Matematika untuk Fisika. Jakarta:
Dirjen Dikti Depdikbud.

Anda mungkin juga menyukai