Anda di halaman 1dari 9

Pemanfaatan Teknik Kriopreservasi dalam Penyimpanan Plasma Nutfah Tanaman

Ika Roostika Tambunan dan Ika Mariska


Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor

ABSTRACT PENDAHULUAN
The two basic approaches for conservation of plant genetic Plasma nutfah tanaman merupakan modal da-
resources are ex situ and in situ conservation. Cryopreservation sar dalam perakitan varietas unggul. Oleh karena
is a potential method for long term preservation of plant
germplasm. Cryopreservation technique could be used to itu, plasma nutfah perlu disimpan dan dilestarikan.
preserve plant materials with unlimited time (until 20 years) Pelestarian plasma nutfah dapat dilakukan
because it bring the materials to metabolically inactive state secara in situ (di dalam habitat) dan ex situ (di luar
and completely arrest the growth in liquid nitrogen at –196oC. habitat) yang dapat berupa kebun raya, kebun ko-
This method is more efficient in terms of cost, time, space, and leksi, ruang atau penyimpanan benih, dan pelesta-
labour because it does not require frequenlty subculture.
Cryopreservation techniques can be divided in to classical rian secara in vitro (Wattimena et al. 1992).
technique and new techniques. Classical technique can be Teknik pelestarian/penyimpanan secara in
applied to limited species but new techniques can be applied to vitro meliputi (1) penyimpanan jangka pendek (pe-
wide range of species and many types of explant. The success nyimpanan dalam keadaan tumbuh), (2) penyim-
of cryopreservation is not only indicated by the high rate of
survival and regenerated culture, but also on the stability level
panan jangka menengah (penyimpanan dengan me-
of culture after cryopreservation. tode pertumbuhan lambat atau pertumbuhan mini-
mal), dan (3) penyimpanan jangka panjang dengan
Key words: Conservation, in vitro, cryopreservation.
metode kriopreservasi (Mariska et al. 1996).
Penyimpanan secara in vitro terutama diterapkan
ABSTRAK pada tanaman yang mempunyai benih rekalsitran
dan yang berkembang biak secara vegetatif.
Penyimpanan plasma nutfah dapat dilakukan secara ex situ dan Teknik kriopreservasi merupakan teknik pe-
in situ. Teknik kriopreservasi merupakan teknik penyimpanan
jangka panjang. Dalam hal ini, bahan tanaman disimpan di nyimpanan pada suhu yang sangat rendah (-196oC)
dalam nitrogen cair yang mempunyai suhu -196oC. Pada suhu dalam nitrogen cair. Teknik ini potensial dikem-
tersebut, bahan tanaman hampir sama sekali tidak mengalami bangkan untuk penyimpanan plasma nutfah tum-
proses metabolisme sehingga masa penyimpanan menjadi buhan dalam jangka panjang (Bajaj 1979; Withers
tidak terbatas (hingga 20 tahun). Penyimpanan dengan cara
1980; Towill dan Jarret 1992).
tersebut tidak memerlukan tindakan subkultur yang berulang-
ulang sehingga lebih efisien dari segi biaya, waktu, ruang pe- Dengan teknik kriopreservasi, pembelahan sel
nyimpanan, dan tenaga. Teknik kriopreservasi dibedakan atas dan proses metabolisme dalam sel, jaringan, atau
teknik lama dan teknik baru. Teknik lama hanya dapat diterap- organ bahan tanaman yang disimpan dapat dihenti-
kan pada spesies tertentu, sedangkan teknik baru dapat diterap- kan sehingga tidak terjadi modifikasi atau perubah-
kan pada skala spesies yang lebih luas dan jenis eksplan yang
lebih banyak. Keberhasilan teknik kriopreservasi tidak hanya
an dalam waktu yang tidak terbatas (Bhojwani dan
ditunjukkan oleh kemampuan hidup dan regenerasi bahan ta- Razdan 1983; Ashmore 1997). Menurut Grout
naman pasca kriopreservasi tetapi juga ditentukan oleh tingkat (1995), kondisi suhu penyimpanan bahan tanaman
stabilitas genetiknya. dengan teknik kriopreservasi sangat rendah, yaitu
Kata kunci: Penyimpanan, in vitro, kriopreservasi. -160 hingga -180°C (nitrogen fase uap) bahkan
sampai -196°C (nitrogen fase cair).
Plasma nutfah yang disimpan dengan teknik
kriopreservasi berstatus sebagai base collection
(koleksi dasar) dalam bank gen in vitro, sedangkan

10 Buletin Plasma Nutfah Vol.9 No.2 Th.2003


yang disimpan dengan teknik pertumbuhan minimal Penyimpanan plasma nutfah dengan teknik
berstatus sebagai active collection (koleksi aktif) kriopreservasi tidak membutuhkan ruangan yang
(Gambar 1). Koleksi tanaman di lapang merupakan besar karena tabung nitrogen cair cukup memadai
working collection (koleksi kerja). untuk menyimpan bahan tanaman dalam ragam dan
jumlah yang banyak. Selain itu, teknik kriopreser-
Koleksi lapang vasi tidak menyebabkan perubahan tanaman yang
PUSAT PLASMA NUTFAH disimpan karena tidak menggunakan zat pengham-
bat tumbuh. Menurut Sakai (1993), kriopreservasi
Bank gen in vitro
yang dilakukan terhadap sel dan meristem menjadi
metode penting dalam penyimpanan plasma nutfah
untuk jangka panjang karena hanya diperlukan
ruang yang minimum dan tidak terjadinya perubah-
Koleksi aktif Mikropropagasi Koleksi dasar an genetik. Dalam implementasinya, teknik kriopre-
(pertumbuhan minimal) (kriopreservasi) servasi memerlukan keterampilan khusus dan nitro-
gen cair perlu tersedia secara kontinu.
PERTUKARAN PLASMA NUTFAH

PERKEMBANGAN PENELITIAN
Program Nasional Daerah koleksi KRIOPRESERVASI DI INDONESIA
Sumber: Kartha (1985). Teknik kriopreservasi mulai diperkenalkan
Gambar 1. Pemanfaatan kultur in vitro dan kriopreservasi pada tahun 80-an dan dewasa ini sudah berkem-
serta pertukaran plasma nutfah. bang, baik dalam penelitian maupun bank gen.
Penelitian kriopreservasi telah diterapkan pada
tanaman subtropis dan tropis, baik berupa tanaman
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN herbaseus maupun berkayu.
Di Indonesia, penelitian kriopreservasi baru
Setiap teknik penyimpanan mempunyai ke- dimulai pada tahun 1992 (Sudarmonowati 2000).
lebihan dan kekurangan. Pada penyimpanan in vitro Tanaman yang telah berhasil disimpan secara krio-
jangka pendek dan jangka menengah diperlukan tin- preservasi adalah tanaman hutan dan buah-buahan
dakan subkultur yang berulang-ulang sehingga ku- seperti Acacia mangium, Paraserianthes falcataria,
rang efisien dalam hal waktu, tenaga, ruangan, dan Pometia pinnata, Litchi sinensis, Euporia longan,
biaya. Tindakan tersebut juga dapat menyebabkan dan Citrus sinensis dengan tingkat keberhasilan
kultur mengalami kontaminasi dan kehilangan vigo- hidup rendah hingga sedang (15-80%). Teknik krio-
ritas karena kehabisan unsur hara yang terdapat da- preservasi juga telah berhasil diterapkan pada
lam media dan berpeluang terjadinya perubahan ge- tanaman hortikultura dan tanaman pangan seperti
netik akibat penggunaan zat penghambat tumbuh Allium sativum, Glycine max, dan Zea mays dengan
dalam jangka waktu yang relatif lama (Kartha tingkat keberhasilan hidup cukup tinggi (77-90%).
1985). Di Balitbiogen, penelitian kriopreservasi telah
Dengan teknik kriopreservasi, kekurangan diterapkan pada tanaman obat langka Rauvolvia
dari metode penyimpanan in vitro tersebut dapat di- serpentina dengan tingkat keberhasilan hidup 40%
tekan seminimal mungkin karena bahan tanaman (Prasetyorini 1999) dan pada tanaman ubi jalar de-
disimpan dalam ruangan bersuhu sangat rendah. ngan tingkat hidup jaringan hingga 77% tetapi kul-
Pada suhu yang sangat rendah, sel-sel tanaman tur tidak mampu tumbuh atau beregenerasi dan
tidak mempunyai aktivitas metabolik dengan viabi- akhirnya mati (Roostika 2003). Saat ini sedang di-
litas yang tetap terpelihara sehingga bahan tanaman lakukan penelitian kriopreservasi tanaman ubi kayu
dapat disimpan dalam jangka waktu yang sangat (Manihot utilissima). Hasil sementara menunjukkan
lama (hingga 20 tahun) tanpa memerlukan tindakan tingkat keberhasilan hidup kultur dan beregenerasi
subkultur yang berulang-ulang (Kartha 1985). mencapai 50%.

Buletin Plasma Nutfah Vol.9 No.2 Th.2003 11


RAGAM TEKNIK KRIOPRESERVASI Teknik enkapsulasi-vitrifikasi merupakan
kombinasi antara teknik vitrifikasi dan enkapsulasi-
Teknik kriopreservasi dapat dibedakan atas dehidrasi, yaitu bahan tanaman dienkapsulasi de-
teknik lama (klasik) dan teknik baru. Teknik lama ngan kapsul alginat, lalu dibekukan dengan teknik
didasarkan pada freeze-induced dehydration, yaitu vitrifikasi. Teknik desikasi merupakan teknik yang
dehidrasi yang diinduksi dengan pembekuan pada paling sederhana, yaitu mengeringkan bahan tanam-
suhu di bawah titik beku air hingga -40oC, sedang- an dalam laminar air flow cabinet, gel silika atau
kan teknik baru didasarkan pada vitrification, yaitu flash drying hingga kandungan air 10-20%, kemu-
dehidrasi yang diinduksi pada suhu di atas titik dian diikuti oleh pembekuan cepat.
beku air (Kartha 1985; Ashmore 1997). Teknik la- Teknik pratumbuh meliputi penanaman bahan
ma juga disebut teknik pembekuan lambat atau tek- tanaman ke dalam media yang mengandung krio-
nik pembekuan dua tahap. Teknik pembekuan dua protektan, lalu diikuti oleh pembekuan cepat.
tahap meliputi inkubasi sel pada krioprotektan de- Teknik pratumbuh-desikasi dilakukan dengan me-
ngan total konsentrasi 1-2 M yang menyebabkan nanam bahan tanaman ke dalam media yang me-
dehidrasi moderat dan diikuti oleh pembekuan lam- ngandung krioprotektan, lalu mengeringkannya da-
bat, misalnya dengan kecepatan 1oC/menit hingga lam laminar air flow cabinet atau gel silika dan di-
suhu -35oC, lalu pembekuan dalam nitrogen cair ikuti oleh pembekuan cepat. Droplet-freezing di-
dan selanjutnya thawing (pelelehan). awali dengan praperlakuan bahan tanaman ke dalam
Vitrification (vitrifikasi) adalah fase transisi media cair yang mengandung krioprotektan, lalu
air dari bentuk cair menjadi bentuk nonkristalin meletakkan pada Al-foil yang disertai dengan drop-
atau amorf, tembus pandang (glassy) karena elevasi let krioprotektan dan diikuti oleh pembekuan cepat.
ekstrim dari larutan yang viskos selama pendingin- Teknik kriopreservasi telah banyak diterap-
an (Grout 1995). Teknik vitrifikasi didasarkan pada kan pada berbagai tanaman. Beberapa tanaman
dehidrasi sel pada suhu non-freezing (tidak beku), yang telah berhasil disimpan secara kriopreservasi
yaitu dengan merendam bahan dalam larutan krio- disajikan pada Tabel 1.
protektan dengan total konsentrasi 5-8 M pada suhu Teknik lama memerlukan peralatan ter-
0-25oC dan diikuti oleh pembekuan dan selanjut- program yang cukup mahal harganya, sedangkan
nya pelelehan. Macam teknik baru yang telah ber- teknik baru tidak memerlukan peralatan canggih
kembang adalah (1) vitrifikasi, (2) enkapsulasi- dan prosedurnya relatif lebih mudah. Menurut
dehidrasi, (3) enkapsulasi-vitrifikasi, (4) desikasi, Ashmore (1997) dan Engelmann (2000), teknik
(5) pratumbuh, (6) pratumbuh-desikasi, dan lama memerlukan peralatan pembekuan, digunakan
(7) dropplet-freezing (Ashmore 1997; Engelmann pada kultur sel, dan lebih sulit diaplikasikan pada
2000). unit sel yang lebih besar seperti tunas apikal atau
Pada teknik vitrifikasi, bahan tanaman diper- embrio. Takagi (2000) mengungkapkan pula bahwa
lakukan dengan senyawa krioprotektif dan dehidrasi teknik lama berhasil diterapkan pada sistem kultur
dengan larutan vitrifikasi, lalu diikuti dengan pem- yang tidak terdiferensiasi (suspensi sel dan kalus)
bekuan cepat, pelelehan, dan pembuangan kriopro- dan spesies yang toleran terhadap suhu dingin, na-
tektan serta pemulihan kultur. Teknik enkapsulasi- mun tidak berhasil diterapkan pada spesies tropis.
dehidrasi didasarkan pada teknologi yang telah Teknik vitrifikasi telah berhasil diterapkan pada
dikembangkan pada produksi benih sintetik. Pada spesies dengan skala yang lebih luas (tropis dan
teknik tersebut, bahan tanaman dienkapsulasi pada subtropis) dan sistem kultur yang lebih kompleks
kapsul alginat, lalu ditumbuhkan pada medium (embriosomatik, suspensi sel, dan meristem apikal).
yang diperkaya dengan sukrosa dan dikeringkan se-
cara parsial dalam laminar air flow cabinet atau gel
silika hingga kandungan air sekitar 20% dan di-
ikuti oleh pembekuan cepat.

12 Buletin Plasma Nutfah Vol.9 No.2 Th.2003


Tabel 1. Tanaman yang berhasil disimpan secara kriopreservasi.
Tanaman Teknik kriopreservasi Eksplan Referensi
Manihot esculenta Pembekuan lambat Tunas apikal Escobar et al. 1997
Pyrus spp. Pembekuan lambat Meristem apikal Reed 1990
Glycine max Pembekuan lambat Suspensi sel Luo dan Widholm 1997
Coffea arabica Pembekuan lambat dan pembekuan cepat Biji Dussert et al. 2000
Saccharum spp. Enkapsulasi-dehidrasi Tunas apikal Paulet et al. 1993
Actnidia spp. Enkapsulasi-dehidrasi Tunas apikal Bachiri et al. 2001
Solanum tuberosum Enkapsulasi-vitrifikasi Meristem apikal Hirai dan Sakai 1999b
Strawberry (Fragaria X ananssa Enkapsulasi-vitrifikasi Meristem apikal Hirai et al. 1998
Ipomea batatas Vitrifikasi Tunas apikal Towill dan Jarret 1992
Citrus sinensis Vitrifikasi Sel nucelar Sakai et al.,1990
Malus domestica Vitrifikasi Tunas apikal Niino et al. 1992
Mentha sp. Vitrifikasi Tunas apikal Towill 1990
Mentha spicata Vitrifikasi Tunas aksilar Hirai dan Sakai 1999a
Asparagus officinalis Vitrifikasi Suspensi sel Nishizawa et al. 1993
Trifolium repens Vitrifikasi Kalus meristematik Yamada et al. 1991
Bletilla striata Vitrifikasi Embriozigotik Ishikawa et al. 1997
Asparagus officinalis Pratumbuh-desikasi Tunas aksilar Uragami et al. 1990
Elaeis guineensis Pratumbuh-desikasi Embriosomatik Dumet et al. 1993

EKSPLAN YANG DAPAT DISIMPAN Penyimpanan biji secara kriopreservasi juga


SECARA KRIOPRESERVASI penting dilakukan bagi tanaman yang berbenih
rekalsitran (Berjak et al. 2000; Normah et al. 2000).
Teknik kriopreservasi yang baru dapat dite- Struktur meristem, tunas apikal, dan tunas aksilar
rapkan pada penyimpanan berbagai jenis eksplan merupakan struktur yang terdiferensiasi sehingga
seperti suspensi sel, kalus embriogenik, meristem, cenderung mempunyai sifat yang sama dengan
tunas apikal, tunas aksilar, biji, dan polen. Penyim- induknya. Penyimpanan eksplan tersebut dimaksud-
panan eksplan dalam teknik suspensi sel, kalus kan untuk memelihara stabilitas genetik bahan
embriogenik, biji, dan polen dimaksudkan untuk tanaman. Sebagaimana yang dikemukakan Takagi
mempertahankan dan melestarikan keragaman (2000), penyimpanan secara in vitro menggunakan
genetik. Menurut Panis et al. (2000), suspensi sel tunas apikal (meristem) lebih disarankan karena
embriogenik sering digunakan terutama untuk ta- stabilitas genetik lebih terjamin.
naman monokotil sebagai bahan untuk transformasi
dan khususnya bagi tanaman steril yang tidak dapat FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
menghasilkan embriozigotik (biji). Biji dan polen KEBERHASILAN KRIOPRESERVASI
biasanya disimpan dengan teknik desikasi karena
kandungan air dalam kedua bahan tersebut relatif Sejumlah faktor yang mempengaruhi keber-
lebih sedikit. hasilan kriopreservasi dengan teknik pembekuan
Towill dan Walters (2000) menyatakan bah- lambat adalah (1) kecepatan pembekuan, (2) jenis
wa polen disimpan dengan tujuan untuk penyediaan dan konsentrasi krioprotektan, (3) suhu akhir pem-
bahan bagi program pemuliaan, distribusi dan per- bekuan, dan (4) tipe dan keadaan fisiologis bahan
tukaran plasma nutfah, penyimpanan gen inti dalam yang akan disimpan (Kartha 1985). Jika pembeku-
plasma nutfah, penelitian fisiologi dasar, biokimia an terlalu lambat maka sel terlalu terdehidrasi se-
dan fertilitas serta penelitian ekspresi gen, transfor- hingga konsentrasi zat elektrolit dalam sel menjadi
masi dan pembuahan in vitro. Menurut Inagaki tinggi. Jika pembekuan terlalu cepat maka sel ku-
(2000) penyimpanan polen juga dilakukan untuk tu- rang mengalami dehidrasi sehingga terjadi formasi
juan memproduksi tanaman dobel haploid. es intraseluler yang bersifat letal. Penambahan krio-

Buletin Plasma Nutfah Vol.9 No.2 Th.2003 13


protektan dapat memelihara keutuhan membran dan 1991 dalam Reinhoud et al. 2000). Pada saat pele-
meningkatkan potensial osmotik media sehingga lehan, kontraksi osmotik dapat menyebabkan endo-
cairan di dalam sel mengalir keluar dan terjadi dehi- sitotik vesikulasi irreversibel yang mengakibatkan
drasi. Krioprotekan yang umum digunakan adalah sel lisis karena bahan membran yang baru tidak
DMSO, gliserol, PEG, sorbitol, dan manitol. Menu- mampu memfasilitasi deplasmolisis (Steponkus
rut Kartha (1985), senyawa dalam krioprotektan da- 1984 dalam Reinhoud et al. 2000).
pat dipisah menjadi dua, yaitu senyawa yang dapat Formasi radikal bebas juga dapat menyebab-
masuk ke dalam sel (permeating agent) seperti kan kerusakan sel. Radikal bebas yang dapat terben-
DMSO, gliserol (pada suhu tertentu) dan yang tidak tuk misalnya radikal hidroksil (OH), superoksida
dapat masuk ke dalam sel (non permeating agent) (O2), dan hidrogen peroksida (H2O2) (Dumet and
seperti sukrosa dan gula alkohol (manitol, sorbitol). Benson 2000). Radikal bebas dapat merusak fraksi
Pada teknik pembekuan cepat, faktor yang lipid pada membran dan menghasilkan lipid
menentukan keberhasilan kriopreservasi bergantung peroksida dan selanjutnya terurai menjadi senyawa
pada teknik yang diterapkan. Untuk teknik pratum- produk oksidasi sekunder yang toksik (Benson et al.
buh, keberhasilan ditentukan oleh jenis dan kompo- 1992; Dumet dan Benson 2000).
sisi krioprotektan dalam media tumbuh. Untuk tek-
nik vitrifikasi, enkapsulasi-vitirifikasi, dan droplet
CARA UNTUK MENINGKATKAN
freezing, keberhasilan ditentukan oleh jenis, kon-
sentrasi, dan lama perendaman dalam krioprotektan.
KEBERHASILAN KRIOPRESERVASI
Untuk teknik desikasi, enkapsulasi-desikasi, dan
Secara natural, tanaman mempunyai meka-
pratumbuh-desikasi, keberhasilan ditentukan oleh
nisme toleransi terhadap pembekuan, antara lain (1)
kandungan air bahan tanaman sebelum perendaman
mencegah denaturasi protein yang diinduksi oleh
dalam nitrogen cair. Secara umum, tipe dan keada-
pembekuan, (2) mencegah presipitasi molekul, (3)
an fisiologis bahan juga menentukan keberhasilan
mencegah terbentuknya formasi es intraseluler, (4)
kriopreservasi.
stabilisasi membran dengan polipeptida hidrofilik,
Selama pembekuan dan pelelehan, sel tanam-
(5) desaturasi asam lemak, (6) ekspresi gen yang
an dapat mengalami kerusakan sebagai akibat dari
spesifik terhadap toleransi suhu dingin seperti pro-
(1) eksposur bahan tanaman pada suhu rendah, (2)
tein Late-embryogenesis abundant proteins (LEA),
formasi kristal es, (3) sel terdehidrasi, dan (4) for-
Cold-regulated proteins (COR), dan Anti-freeze
masi radikal bebas (Reinhoud et al. 2000). Ekspo-
proteins (AFPs), serta (7) akumulasi sukrosa dan
sur pada suhu rendah dapat menyebabkan inaktivasi
gula sederhana lainnya (Dumet dan Benson 2000).
protein yang sensitif terhadap suhu dingin (Usami
Menurut Fujikawa dan Jitsuyama (2000), di antara
et al. 1995 dalam Reinhoud et al. 2000). Sebagian
beberapa macam mekanisme proteksi, akumulasi
besar formasi es intraseluler bersifat letal dan pada
karbohidrat terlarut merupakan faktor yang paling
dasarnya sel dapat mentolelir formasi es ekstrase-
kuat untuk menghindarkan sel dari kerusakan pada
luler. Namun demikian, formasi es ekstraseluler ju-
saat pembekuan.
ga dapat merusak sel karena daya mekanis dari kris-
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
tal es yang tumbuh, gaya adesi kristal es terhadap
meningkatkan keberhasilan teknik kriopreservasi
membran, interaksi elektris yang disebabkan oleh
adalah (1) kondisi awal bahan, (2) tindakan praper-
perbedaan solubilitas ion pada fase es dan cair, for-
lakuan, (3) prosedur kriopreservasi, dan (4) tindak-
masi gelembung udara intraseluler, luka khemis
an pasca pelelehan (Reinhoud et al. 2000). Penggu-
yang berhubungan dengan peroksidase lipid dan
naan bahan tanaman yang masih muda atau juvenil
perubahan pH pada lokasi tertentu (Grout 1995).
lebih baik daripada bahan yang sudah tua. Sel
Sel yang terdehidrasi terlalu kuat dapat meng-
tanaman yang tumbuh secara eksponensial lebih
alami plasmolisis yang kuat pula sehingga berakibat
toleran terhadap pembekuan daripada sel pada fase
terhadap perubahan pH, interaksi mikromolekuler,
log atau stasioner (Yoshida et al. 1993). Sel dengan
dan peningkatan konsentrasi zat elektrolit (Towill
volume terkecil yang memiliki vakuola berukuran

14 Buletin Plasma Nutfah Vol.9 No.2 Th.2003


kecil dengan kandungan air yang relatif sedikit juga Tahap yang juga menentukan keberhasilan
menentukan keberhasilan kriopreservasi. Menurut kriopreservasi adalah perlakuan pelelehan dan pas-
Gnanapragasan dan Vasil (1992), prakultur sel pada ca pelelehan. Pada saat pelelehan diupayakan agar
manitol atau sorbitol dapat menyebabkan penurun- jaringan tidak mengalami rekristalisasi es karena
an volume vakuola, yaitu dengan cara redistribusi kondisi yang kurang optimal. Beberapa hasil peneli-
vakuola sentral yang besar menjadi sejumlah tian menunjukkan bahwa pelelehan cepat lebih baik
vesikel yang lebih kecil. daripada pelelehan lambat karena kenaikan suhu
Tindakan praperlakuan dimaksudkan untuk yang cepat tidak memberi kesempatan bagi cairan
meningkatkan toleransi bahan tanaman terhadap di dalam sel untuk membeku kembali. Dalam hal
dehidrasi. Beberapa tanaman hanya menghendaki ini, suhu yang diterapkan harus tidak menyimpang
perlakuan prakultur, namun terdapat tanaman yang dari kondisi fisiologis jaringan. Selain itu, media
memerlukan perlakuan pratumbuh. Menurut Grout pemulih yang digunakan harus mampu memper-
(1995), pengaruh perlakuan pratumbuh adalah aku- tahankan daya hidup kultur. Media pemulih yang
mulasi zat terlarut, reduksi isotonik air, perubahan optimal selain dapat mempertahankan daya hidup
struktural seperti reduksi volume vakuola, dan peru- kultur juga mampu meregenerasikan kultur tanpa
bahan struktur membran dasar. Pada praperlakuan, pembentukan formasi kalus intermedier. Formasi
bahan tanaman diperlakukan dengan senyawa kalus intermedier tidak diharapkan karena dapat
osmoprotektan yang dapat meningkatkan fleksibili- menimbulkan keragaman somaklonal.
tas membran sel. Senyawa yang dapat digunakan
pada praperlakuan adalah gula (sukrosa, malibiosa, CARA PENGUJIAN STABILITAS
trehalosa), gula alkohol (manitol dan sorbitol), asam
GENETIK KULTUR SETELAH
amino (asparagin, alanin, prolin) (Withers 1985;
PENYIMPANAN SECARA
Goldner et al. 1991). Senyawa lain yang dapat di-
KRIOPRESERVASI
gunakan pada praperlakuan adalah hormon (ABA)
dan antioksidan. ABA merupakan hormon tanaman
Keberhasilan kriopreservasi tidak hanya di-
yang terlibat dalam respon terhadap stres lingkung-
tunjukkan oleh kemampuan kultur untuk dapat tum-
an dan aplikasi senyawa vitamin C sebagai anti-
buh kembali, tetapi juga harus tetap menampakkan
oksidan dapat menurunkan lipid peroksidase.
karakteristik yang sama seperti kecepatan tumbuh,
Untuk melindungi jaringan tanaman dari
kemampuan regenerasi, tingkat ploidi, dan markah
pengaruh negatif pada saat pembekuan diperlukan
RAPD (Reinhoud et al. 2000).
kondisi sel yang mengalami dehidrasi. Kondisi
Penilaian stabilitas genetik kultur pasca
dehidrasi yang optimal dapat dicapai dengan meng-
kriopreservasi dapat dibedakan atas dua macam,
gunakan larutan krioprotektan pada jenis, konsen-
yaitu:
trasi, dan lama perendaman yang sesuai. Kriopro-
1. Secara umum, meliputi pengaruh pembekuan
tektan yang baik digunakan adalah yang dapat me-
terhadap sintesis produk metabolit sekunder,
lindungi jaringan selama pembekuan tanpa bersifat
stabilitas DNA, stabilitas kromosom, sifat-sifat
toksik terhadap jaringan itu sendiri. Menurut Sakai
morfologi, dan daya regenerasi. Selain itu,
(1993), krioprotektan yang dapat digunakan untuk
penampakan lapang seperti fenotipe dan profil
kriopreservasi adalah (1) PVS1 (gliserol 22% +
isosim juga perlu dilakukan.
propilen glikol 13% + etilen glikol 13% + DMSO
2. Secara khusus, meliputi metode biokhemis dan
6% dalam media dasar dengan sukrosa 3%), (2)
molekuler yang merupakan pendekatan untuk
PVS2 (gliserol 30% + etilen glikol 15% + DMSO
mengevaluasi kerusakan, pemulihan, dan stabili-
15% dalam media dasar dengan sukrosa 0,4 M), (3)
tas jaringan yang dikriopreservasi.
PVS3 (gliserol 50% dalam media dasar dengan
Menurut Grout (1995), pengujian yang dapat
sukrosa 50%), dan (4) PVS4 (gliserol 35% + etilen
dilakukan untuk meyakinkan stabilitas genetik
glikol 20% dalam media dasar dengan sukrosa
adalah penampakan morfologi, kecepatan tumbuh
0,6 M).
dan hasil, sintesis produk sekunder, elektroforesis

Buletin Plasma Nutfah Vol.9 No.2 Th.2003 15


protein, aktivitas ensim, flowcytometri, RFLP, DAFTAR PUSTAKA
pewarnaan kromosom, dan analisis gen rRNA.
Terdapat beberapa penelitian yang melapor- Ashmore, S.E. 1997. Status report on the development and
kan stabilitas genetik bahan tanaman pasca kriopre- application of in vitro techniques for the
conservation and use of plant genetic resources.
servasi. Menurut Sakai et al. (1991) dalam Sakai
International Plant Genetic Resources Institute.
(1995), sel nuselus yang telah disimpan secara krio- Rome. Italy. 67 p.
preservasi selama 1 tahun mempunyai potensi Bachiri, Y., G.Q. Song, P. Plessis, A. Shoar-Ghaffari, T.
embriogenik yang identik dan tanaman yang dire- Rekab, and C. Morisset. 2001. Routine
generasikannya mempunyai morfologi yang sama cryopreservation of kiwifruit (Actinidia spp.)
dengan tanaman kontrol. Niino (1997), mengung- germplasm by encapsulation-dehydration:
kapkan bahwa kriopreservasi tunas mulberry (sela- Importance of plant growth regulators. Cryo. Letters
22:61-74.
ma 8 tahun) serta tunas pucuk apel dan pir (selama Bajaj, Y.P.S. 1979. Technology and prospects of
3 tahun) menghasilkan planlet yang tidak menyim- cryopreservation of germplasm. Euphytica 28:267-
pang secara morfologi dan tidak menunjukkan per- 285.
bedaan jumlah kromosom, pola zymogram untuk Benson, E.E., P.T. Lynch, and J. Jones. 1992. Detection of
isosim peroksidase, dan pola pita protein daun. Hal lipid peroxidation products in cryoprotected and
serupa dilaporkan oleh Urbanova et al. (2002) yang frozen rice cells: Consequences for post-thaw
mengatakan bahwa jumlah kromosom dan aktivitas survival. Plant Science 110:249-258.
Berjak, P., M. Walker, D.J. Mycock. J. Wesley-Smith, P.
mitotik meristem Hypericum perforatum yang di- Watt, and N.W. Pammenter. 2000. Cryopreservation
simpan secara kriopreservasi tidak berbeda nyata of recalcitrant zigotic embryos. In Engelmann, F.and
dengan kontrol. Hirai (2001), juga melaporkan tidak H. Takagi (Eds.). Cryopreservation of Tropical Plant
terdapat perbedaan yang nyata antara tanaman yang Germplasm: Current Research Progress and
disimpan secara kriopreservasi dengan tanaman Application. IPGRI. Rome-Italy. p. 140-155.
kontrol, terutama tinggi tanaman (kentang, stroberi, Bhojwani S.S. and M.K. Razdan. 1983. Plant tissue culture.
Theory and Practise. Elsevier. Amsterdam. New
dan ubi kelapa), berat umbi (kentang), berat buah
York. 502 p.
(stroberi), dan koefisien variasinya. Hasil pengujian Dumet, D., F. Engelmann, N. Chabrillange, and Y. Duval.
lebih lanjut dengan analisis RAPD menggunakan 1993. Cryopreservation of oil palm (Elaeis
200 primer juga menunjukkan tidak adanya perbe- guineensis) somatic embryos involving a desication
daan antara tanaman yang disimpan secara krio- step. Plant Cell Report 12:352-355.
preservasi dengan tanaman kontrol. Dumet, D. and E.E. Benson. 2000. The use of physical and
biochemical studies to elucidate and reduce
cryopreservation-induced damage in hydrated/
KESIMPULAN desiccated plant germplasm. In Engelmann, F. and
H. Takagi (Eds.). Cryopreservation of Tropical Plant
Teknik kriopreservasi merupakan teknik yang Germplasm: Current Research Progress and
potensial untuk penyimpanan jangka panjang, yaitu Application. IPGRI. Rome-Italy. p.43-56.
Dussert, S., N. Chabrillange, F. Engelmann, F. Anthony,
menyimpan tanaman ke dalam nitrogen cair yang
and S. Hamon. 2000. Cryopreservation of coffee
bersuhu -196oC. Penyimpanan dengan cara tersebut (Coffea arabica L.) seeds: Toward a simplified
tidak memerlukan tindakan subkultur yang ber- protocol for routine use in coffee genebanks. In
ulang-ulang sehingga lebih efisien dari segi biaya, Engelmann, F. and H. Takagi (Eds.).
waktu, ruang penyimpanan, dan tenaga. Keberhasil- Cryopreservation of Tropical Plant Germplasm:
an teknik kriopreservasi tidak hanya ditunjukkan Current Research Progress and Application. IPGRI.
dengan kemampuan hidup regenerasi bahan ta- Rome-Italy. p. 161-166.
Engelmann, F. 2000. Importance of cryopreservation for
naman pascakriopreservasi, namun juga ditentukan the conservation of plant genetic resources. In
oleh tingkat stabilitas genetiknya. Engelmann, F. and H. Takagi (Eds.).
Cryopreservation of Tropical Plant Germplasm:
Current Research Progress and Application. IPGRI.
Rome-Italy. p.8-20.

16 Buletin Plasma Nutfah Vol.9 No.2 Th.2003


Escobar, R.H., G. Mafla, and W.M. Roca. 1997. A Luo, X. and J.M. Widholm. 1997. Cryopreservation of the
methodology for recovering cassava plants from SB-M Photosynthetic soybean (Glycine max (L.)
shoot tips maintained in liquid nitrogen. Plant Cell Merr.) suspension culture. In Vitro Cell. Dev. Biol-
Report 16:474-478. Plant 33:297-300.
Fujikawa, S. and Y. Jitsuyama. 2000. Ultrastructural Mariska, I., Suwarno, dan D.S. Damardjati. 1996.
aspects of freezing adaptation of cells by Pengembangan konservasi in vitro sebagai salah satu
vitrification. In Engelmann, F. and H. Takagi (Eds.). bentuk pelestarian plasma nutfah di dalam bank gen.
Cryopreservation of Tropical Plant Germplasm: Seminar Penyusunan Konsep Pelestarian Ex Situ
Current Research Progress and Application. IPGRI. Plasma Nutfah Pertanian. Bogor, 18 Desember 1996.
Rome-Italy. p.36-42. Balitbio. Bogor
Gnanapragasam, S. and I.K. Vasil. 1992. Cryopreservation Niino, T., A. Sakai, and K. Nojiri. 1992. Cryopreservation
of immature embryos, embryonic callus and cell of in vitro-grown shoot tips of apple and pear by
suspension cultures of gramineous species. Plant vitrification. Plant Cell Tissue and Organ Culture
Science 83:205-215. 28:261-266.
Goldner, E.M., U. Seitz, and E. Reinhard 1991. Niino, T. 1997. Cryopreservation of deciduous fruits and
Cryopreservation of Digitalis lananta Erh cell mulberry trees. In Razdan, M.K. and E.C. Cocking
cultures: Preculture and freeze tolerance. Plant Cell (Eds.). Conservation of Plant Genetic Resources In
Tissue and Organ Culture 24:19-24. Vitro. Science Publishers Inc. USA. p. 196-223.
Grout, B.W.W. 1995. Introduction to the in vitro Nishizawa, S., A. Sakai, Y. Amano, and T. Matsuzawa.
preservation of plant cells, tissues and organs. In 1993. Cryopreservation of asparagus (Asparagus
Grout, B. (Ed.). Genetic Preservation of Plant Cells officinalis L.) embryogenic suspension cells and
In Vitro. Springer Lab Manual. Berlin-Heidelberg. subsequent plant regeneration by vitrification. Plant
p. 1-17. Science 91:67-73.
Hirai, D. 2001. Studies on cryopreservation of vegetatively Normah, M.N., G. Mainah, and R. Saraswathy. 2000.
propagated crops by encapsulation-vitrification Cryopreservation of zigotic embryos of tropical fruit
method. Report of Hokkaido Prefectural trees: A study on Lansium domesticum and
Agricultural Experiment Stations. No.99. The Braccaurea species. In Engelmann, F. and H. Takagi
Hokkaido Central Agricultural Experiment Station. (Eds.). Cryopreservation of Tropical Plant
Japan. Germplasm: Current Research Progress and
Hirai, D., K. Shirai, S. Shirai, and A. Sakai. 1998. Application. IPGRI. Rome-Italy. p. 156-166.
Cryopreservation of in vitro-grown meristem of Panis, B., H. Schoofs, S. Remy, L. Sagi, and R. Swennen.
strawberry (Fragaria X ananassa Duch) by 2000. Cryopreservation of banana embryogenic cell
encapsulation-vitrification. Euphytica 101:109-115. suspensions: An aid for genetic transformation. In
Hirai, D. and A. Sakai. 1999a. Cryopresrvation of in vitro- Engelmann, F. and H. Takagi (Eds.).
grown axillary shoot-tip meristems of mint (Mentha Cryopreservation of Tropical Plant Germplasm:
spicata L.) by encapsulation vitrification. Plant Cell Current Research Progress and Application. IPGRI.
Report 19:150-155. Rome-Italy. p. 103-109.
Hirai, D. and A. Sakai. 1999b. Cryopreservation of in vitro- Paulet, F., F. Engelmann, and J.C. Glazmann. 1993.
grown meristems of potato (Solanum tuberosum L.) Cryopreservation of apices of in vitro planlets of
by encapsulation-vitrification. Potato Research sugarcane (Saccharum sp.) hybrids using
42:153-160. encapsulation-dehydration. Plant Cell Report
Inagaki, M. 2000. Use of stored pollen for wide crosses in 12:525-529.
wheat haploid production. In Engelmann, F. and H. Prasetyorini. 1999. Preservasi Rauvolvia serpentina (L.)
Takagi (Eds.). Cryopreservation of Tropical Plant Benth. Ex Kurz. melalui teknik kultur in vitro.
Germplasm: Current Research Progress and Thesis doktoral. Program Pascasarjana IPB. Bogor.
Application. IPGRI. Rome-Italy. p. 130-135. Reed, B.M. 1990. Survival of in vitro grown apical
Ishikawa, K., K. Harata, M. Mii, and A. Sakai. 1997. meristem of Pyrus following cryopreservation.
Cryopreservation of zygotic embryos of a Japanese HortSci 25:111-113.
terrestrial orchid (Bletilla striata) by vitrification. Reinhoud, P.J., F.V. Iren, and J.W. Kijne. 2000.
Plant Cell Report 16:754-757. Cryopreservation of undifferentiated plant cells. In
Kartha, K.K. 1985. Meristem Culture and Gerplasm Engelmann, F. and H. Takagi (Eds.).
Preservation. In Kartha, K.K. (Ed.). Cryopreservation of Tropical Plant Germplasm:
Cryopreservation of Plant Cell and Organs. Cue Current Research Progress and Application. IPGRI.
Press. Florida. p. 116-134. Rome-Italy. p. 91-102.

Buletin Plasma Nutfah Vol.9 No.2 Th.2003 17


Roostika, I. 2003. Studi penyimpanan kultur in vitro ubi Towill, L.E. and C. Walters. 2000. Cryopreservation of
jalar (Ipomea batatas (L.) Lam) secara pollen. In Engelmann, F. and H. Takagi (Eds.).
kriopreservasi. Thesis Program Pascasarjana. Institut Cryopreservation of Tropical Plant Germplasm:
Pertanian Bogor. 46 hal. Current Research Progress and Application. IPGRI.
Sakai, A., S. Kobayashi, and I. Oiyama. 1990. Rome-Italy. p. 115-129.
Cryopreservation of nucellar cells of navel orange Uragami, A., A. Sakai, and M. Magai. 1990.
(Citrus sinensis Osb. var Brasiliensis Tanaka) by Cryopreservation of dried axillary buds from
vitrification. Plant Cell Report 9:30-33. planlets of Asparagus officinalis L. grown in vitro.
Sakai, A. 1993. Cryogenic strategies for survival of plant Plant Cell Report 9:328-331.
culture cells and meristem cooled to -196oC. In Urbanova, M., E. Cellarova, and K. Kimakova. 2002.
Cryopreservation of Plant Genetic Resources. Japan Chromosome number stability and mitotic activity
International Cooperation Agency. Japan. p. 5-26. of cryopreserved Hypericum perforatum L.
Sakai, A. 1995. Cryopreservation of germplasm of woody meristems. Plant Cell Report 20:1082-1086.
plants. In Bajaj, Y.P.S. (Ed.). Cryopreservation of Wattimena, G.A., L.W. Gunawan, N.A. Matjik, E.
Plant Germplasm I. Springer-Verlag Berlin Syamsudin, N.M.A. Wiendi, dan A. Ernawati. 1992.
Heidelberg. p. 54-69. Bioteknologi tanaman. PAU IPB. Bogor. 306 hal.
Sudarmonowati, E. 2000. Cryopreservation of tropical Withers, L.A. 1980. Preservation of germplasm in
plants: Current research status in Indonesia. In perspectives in plant cell and tissue culture. In Vasil,
Engelmann, F. and H. Takagi (Eds.). I.K. (Ed.). Int. Cytol. Suppl. 11B. p. 101-136.
Cryopreservation of Tropical Plant Germplasm: Withers, L.A. 1985. Cryopreservation and storage of
Current Research Progress and Application. IPGRI. germplasm. In Dixon, D.A. (Ed.). Plant Cell Culture.
Rome-Italy. IRL Press. Washington. p. 169-190.
Takagi, H. 2000. Recent development in cryopreservation Yamada, T., A. Sakai, T. Matsumura, and S. Higuchi. 1991.
of shoot apices of tropical species. In Engelmann, F. Cryopreservation of apical of white clover
and H. Takagi (Eds.). Cryopreservation of Tropical (Trifolium repens L.) by vitrification. Plant Science
Plant Germplasm: Current Research Progress and 78:81-87.
Application. IPGRI. Rome-Italy. p. 178-193. Yoshida, S., Y. Hattanda, and T. Suyama. 1993. Variations
Towill. L.E. 1990. Cryopreservation of isolated mint shoot in chilling sensivity of suspension cultures cell of
tips by vitrification. Plant Cell Report 9:178-180. mung bean (Vigna radiata (L.) Wilczek) during the
Towill, L.E. and R.L. Jarret. 1992. Cryopreservation of growth cycle. Plant Cell Physiology 34:673-679.
sweet potato (Ipomea batatas (L.) Lam.) shoot tips
by vitrification. Plant Cell Report 11:175-178.

18 Buletin Plasma Nutfah Vol.9 No.2 Th.2003

Anda mungkin juga menyukai