Disusun Oleh:
Anjasya Wihasanu 2104026009
Ayu Tania Hidayati 2104026013
Diennisa Izzati Thahira 2104026024
Irawati 2104026047
Muthiah Rahmatil Haqque 2104026062
JAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada masa Nabi Muhammad SAW masih hidup, umat Islam dalam menghadapi
suatu persoalan langsung menanyakan pada Rasulullah dan langsung memberikan
jawaban, sehingga tidak ada masalah yang terlalu rumit untuk tidak dapat
diselesaikan karena segala sesuatu yang datang dari rosullah adalah wahyu yang haqq
dari Allah, sehingga tidak dapat diragukan lagi kebenarannya. Namun, semuanya
berubah setelah Rasulullah meninggal dunia dan mengakibatkan terputusnya wahyu,
sehingga para sahabat dalam menyelesaikan masalah-masalah yang memerlukan
penjelasan hukumnya. Studi yang menyangkut berbagai masalah Fiqhiyah tersebut
berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat sebagai akibat dari kemajuan
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak hal yang dulu tidak ada kini
bermunculan yang selanjutnya menuntut jawaban dari segi hukum.
Karena dimikian dekatnya masalah hukum ini dengan kehidupan umat islam,
menyebabkan bidang kajian masalah ini sudah akrab dengan masyarakat.
Dibandingkan dengan bidang studi lainnya seperti Tafsir, Hadits, Ilmu Kalam, dan
sebagainya. Fiqihlah yang paling banyak dikenal dan amat popular di masyarakat
Indonesia. Ajaran agama Islam sangat sesuai dengan perkembangan zaman. Untuk itu
perlu adanya upaya untuk mengaktualisasikan ajaran agama Islam dalam konteks
kekinian dan kemodernan, agar nilai-nilai Islam secara efektif, yang sejalan dengan
perkembangan dan kemajuan dunia modern. Elastisitas dan fleksibilitas hukum islam
yang sering didengungkan makin dituntut pembuktiannya. Oleh karena itu, kajian
fiqih Islam mengenai berbagai persoalan (masail fiqhiyyah) yang dihadapi oleh
masyarakat modern merupakan kajian yang menarik dan aktual.
Dengan masalah yang sebagaimana dialami oleh masyarakat itulah peran
Masail Fiqhiyah untuk menjawab dari permasalahan tersebut. Maka dari itu perlu
diketahui sebelumnya tentang arti dari Masail Fiqhiyah itu sendiri, ruang lingkup
yang dikaji dan tujuan dari adanya disiplin ilmu Masail Fiqiyah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan dan hukum islam tentang KB, Vasektomi dan
Tubektomi?
2. Bagaimana pandangan dan hukum islam tentang Transplantasi?
3. Bagaimana pandangan dan hukum islam tentang Aborsi?
4. Bagaimana pandangan dan hukum islam tentang Bayi Tabung dan Kloning?
5. Bagaimana pandangan dan hukum islam tentang Bahan Obat Dari Organ
Manusia?
6. Bagaimana pandangan dan hukum islam tentang LGBT (Homo seksual dan
Lesbian)?
C. Tujuan
1.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Masail Fiqhiyah
Kata Masail Fiqhiyah ()المسا ئل الفقهية secara etimologi berasal dari bahasa
dari bahasa Arab yang merupakan rangkaian dari dua lafazh,
yakni masail dan fiqhiyah. Hubungan dari kedua lafazh ini dalam nahwu disebut
hubungan shifah dan maushuf, atau na’at dengan man’ut. Lafazh masail (
Dalam Alquran dan hadis tidak ada nash yang melarang atau memerintahkan
KB secara eksplisit, karena hukum ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah hukum
Islam. Akan tetapi, dalam Alquran ada ayat-ayat yang berindikasi tentang
diperbolehkannya mengikuti program KB, yakni karena hal-hal berikut:
C. Transplantasi
1. Donor dalam keadaan hidup sehat Tipe ini memerlukan seleksi yang cermat dan
general check up (pemeriksaan kesehatan yang lengkap), baik terhadap donor
maupun terhadap si penerima (resipien), demi menghindari kegagalan
transplantasi yang disebabkan oleh karena penolakan tubuh resipien, dan
sekaligus untuk mencegah resiko bagi donor.
2. Donor dalam keadaan koma atau diduga kuat akan meninggal segera. Untuk tipe
ini, pengambilan organ tubuh donor memerlukan alat kontrol dan penunjang
kehidupan, misalnya dengan bantuan alat pernafasan khusus. Kemudian alat-alat
penunjang kehidupan tersebut dicabut setelah selesai proses pengambilan organ
tubuhnya. Hanya saja, kriteria mati secara medis/klinis dan yuridis perlu
ditentukan dengan tegas dan tuntas. Apakah kriteria mati itu ditandai dengan
berhentinya denyut jantung dan pernafasan ataukah ditandai dengan berhentinya
fungsi otak. Penegasan kriteria mati secara klinis dan yuridis itu sangat penting
bagi dokter sebagai pegangan dalam menjalankan tugasnya, sehingga ia tidak
khawatir dituntut melakukan pembunuhan berencana oleh keluarga yang
bersangkutan sehubungan dengan praktek transplantasi itu.
3. Donor dalam keadaan mati
Tipe ini merupakan tipe yang ideal, sebab secara medis tinggal menunggu
penentuan kapan donor dianggap meninggal secara medis dan yuridis dan harus
diperhatikan pula daya tahan tubuh yang mau diambil untuk transplantasi.
Dilihat dari hubungan genetik antara donor dan resipien, ada 3 macam pencangkokan,
yaitu:
1. Auto transplantasi yaitu transplantasi dimana donor resipiennya satu individu.
Seperti seorang yang pipinya dioperasi, untuk memulihkan bentuk, diambilkan
daging dari bagian badannya yang lain dalam badannya sendiri.
2. Homo transplantasi yaitu transplantasi donor dan resipiennya individu yang sama
jenisnya (jenis di sini bukan jenis kelamin, tetapi jenis manusia dengan manusia).
3. Hetero transplantasi yaitu donor dan resipiennya dua individu yang berlainan
jenisnya, seperti transplantasi yang donornya adalah hewan sedangkan
resipennya manusia.
Apabila pencangkokan mata (selaput bening mata atu kornea mata), ginjal
atau jantung dari donor dalam keadaan hidup sehat, maka Islam tidak membenarkan
dan haram hukumnya. Apabila pencangkokan mata, ginjal atau jantung dari donor
dalam keadaan koma atau hampir meninggal, maka Islam pun tidak mengizinkan
karena:
1. Hadits Nabi Muhammad Saw. yang diriwayatkan oleh Malik dari ‘Amar bin
Yahya, riwayat al-Hakim, al-Baihaqi dan al-Daruqutni dari Abu Sa’id al-Khudri,
dan riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Abbas dan ‘Ubadah bin al-Shamit
“Tidak boleh membuat mudarat pada dirinya dan tidak boleh pula membuat
mudarat pada orang lain”. Misalnya orang yang mengambil organ tubuh dari
seorang donor yang belum mati secara klinis dan yuridis untuk transplantasi,
berarti ia membuat mudarat kepada donor yang berakibat mempercepat
kematiannya.
2. Manusia wajib berikhtiar untuk menyembuhkan penyakitnya demi
mempertahankan hidupnya, tetapi hidup dan mati itu di tangan Allah. Karena itu,
manusia tidak boleh mencabut nyawanya sendiri (bunuh diri) atau mempercepat
kematian orang lain, sekalipun dilakukan oleh dokter dengan maksud untuk
mengurangi/menghentikan penderitaan pasien.
Apabila pencangkokan mata, ginjal atau jantung dari donor yang telah
meninggal secara yuridis dan klinis, maka Islam mengizinkan dengan syarat:
Akan tetapi ketika dalam kondisi darurat karena keperluan yang mendesak,
para ulama berselisih pendapat:
1. Kalangan ulama Malikiyah, berpendapat bahwa dalam kondisi apapun tidak boleh
memakan daging manusia, sekalipun dia khawatir akan mati. Alasannya semata-
mata untuk memuliakannya.
2. Kalangan ulama Syafi’iyah, berpendapat bahwa boleh makan organ mayat
manusia selama tidak ditemukan makanan yang lain. Karena kemuliaan orang
hidup lebih utama dari kemuliaan yang mati.
3. Kalangan ulama Hanabilah, berpendapat bahwa dalam kondisi darurat, boleh
makan mayat manusia yang halal darahnya. Seperti orang murtad, kafir harbi dan
pezina muhshan. Ketika kondisi darurat, mayoritas ulama membolehkan
mengkonsumsi organ mayat manusia. Meskipun pada umumnya mereka
menentukan syarat-syarat yang cukup ketat. Kebolehan ini diberikan semata-mata
untuk memelihara jiwa dan kehormatan manusia (hifzh al-nafs). Agar resipien,
penderita penyakit yang mesti diatasi dengan transplantasi, bisa tetap hidup.
Adapun dalil-dalil syar’i yang dapat dijadikan dasar untuk membolehkan
pencangkokan mata, ginjal atau jantung, antara lain sebagai berikut:
Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa abortus adalah suatu perbuatan
untuk mengakhiri masa kehamilan dengan mengeluarkan janin dari kandungan
sebelum janin itu dapat hidup di luar kandungan seorang ibu. Abortus (pengguguran)
ada dua macam, yaitu:
Pada KUHP pasal 299 (1) dijelaskan “barangsiapa dengan sengaja mengobati
seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau
ditimbulkan harapan bahwa dengan pengobatan itu dapat digugurkan kehamilannya,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak
tiga ribu rupiah”. Pasal 2 “bila yang bersalah buat demikian untuk mencari
keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pekerjaan atau kebiasaan
atau bila dia seorang tabib, bidan atau juru obat, maka pidananya dapat ditambah
sepertiga”. Dalam pasal 3 “jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut dalam
menjalankan pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu”.
Apabila abortus dilakukan sebelum diberi nyawa/ ruh pada janin (embrio), yaitu
sebelum berumur 4 bulan, ada beberapa pendapat yang memperbolehkan yaitu,
Muhammad Ramli dalam Kitab al-Nihayah, dengan alasan belum ada makhluk yang
bernyawa. Adapula ulama yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin
sedang mengalami pertumbuhan. Disamping itu, ada pula ulama yang
mengharamkannya. Dikatakan oleh Imam Ghazali: “Bahwa melakukan pengguguran
kandungan merupakan tindak kejahatan terhadap bayi yang berada dalam
kandungan”.
Makin jahat dan makin besar dosanya, apabila pengguguran dilakukan setelah
janin bernyawa, apalagi sangat besar dosanya kalau sampai dibunuh atau dibuang
bayi yang baru lahir dari kandungan.
ْ ِرO ْل ٰطنًا فَاَل ي ُْسO ظلُوْ ًما فَقَ ْد َج َع ْلنَا ِل َولِي ِّٖه ُس
ٗ ۗ ِل اِنَّهOف فِّى ْالقَ ْت ِّ ۗ س الَّتِ ْي َح َّر َم هّٰللا ُ اِاَّل بِ ْال َح
ْ ق َو َم ْن قُتِ َل َم َ َواَل تَ ْقتُلُوا النَّ ْف
َكانَ َم ْنصُوْ رًا
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-biak dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang
telah Kami ciptakan” (QS. Al-Isra’: 70).
“Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkan
airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain)”.
Jelaslah, bahwa masalah mengawini wanita hamil karena zina itu merupakan
masalah ijtihadiyah dan di kalangan ulama terdapat tiga pendapat. Menurut Masjfuk
Zuhdi, pendapat yang paling membawa maslahah bagi masyarakat Islam di Indonesia
ialah pendapat Abu Hanifah yang membolehkan seorang pria menikahi wanita hamil
karena zina dengan pria lain yang tidak mau bertanggung jawab, dengan catatan si
suami tidak boleh mensetubuhi si istri sebelum melahirkan berdasarkan beberapa
pertimbangan antara lain:
1. Fatwa hukum Abu Hanifah telah mengandung unsur hukuman yang besifat
edukatif dan kuratif terhadap wanita pelaku zina itu.
2. Untuk menjaga kehormatan anak yang tak berdosa yang lahir dari hubungan yang
tidak sah. Sebab semua anak lahir sebagai anak yang suci, tidak membawa dosa.
3. Untuk menutup aib (cela) pada keluarga wanita itu, sebab kehamilan si wanita
dan kelahiran anaknya tanpa mempunyai suami/bapak yang rsmi adalah sangat
tercela di masyarakat, sedangkan Islam menganjurkan orang mau menutup aib
orang lain.
Kita dapat memaklumi bahwa inseminasi buatan atau bayi tabung dengan donor
sperma dan atau ovum lebih mendatangkan madharatnya daripada maslahatnya.
Maslahatnya adalah bisa membantu pasangan suami istri yang keduanya atau salah
satunya mandul atau ada hambatan alami pada suami dan/atau istri yang menghalangi
bertemunya sel sperma dengan sel telur. Misalnya karena saluran telurnya (tuba
falopi) terlalu sempit atau ejakulasi (pancaran sperma) terlalu lemah. Sedangkan
madharat inseminasi buatan atau bayi tabung itu jauh lebih besar, antara lain:
Plasenta atau ari-ari memiliki fungsi utama untuk mengusahakan janin tumbuh
dengan baik. Hal itu terjadi melalui pemenuhan nutrisi yang berupa asam amino,
vitamin, mineral maupun hasil pemecahan karbohidrat dan lemak yang diasup dari
ibu ke janin. Sebaliknya, zat hasil metabolisme dikeluarkan dari janin ke darah ibu
yang juga melalui plasenta. Plasenta juga berfungsi sebagai alat respirasi yang
memberi zat asam dan mengeluarkan karbondioksida. Selain itu, plasenta merupakan
hormon, khususnya hormon korionik gonadotropin, korionik samato, mammotropin
(plasenta lactogen), estrogen maupun progesteron serta hormon lainnya yang masih
dalam penelitian.
Adapun dari tinjauan syari’ah para ulama telah bersepakat bahwa muntah, air
kencing dan kotoran manusia adalah najis kecuali jika muntah itu hanya sedikit maka
dimaafkan atau air kencing bayi laki-laki yang hanya meminum air susu sehingga
cara membersihkannya hanya dengan memercikkan air ke atasnya. Dengan demikian
air kencing manusia tidak boleh digunakan untuk pengobatan suatu penyakit baik
dengan cara diminum atau dioleskan kecuali pernyataan dokter muslim yang bisa
dipercaya atau ketika tidak ada lagi obat yang suci yang bisa dipakai untuk mengobati
penyakit tersebut, sebagaimana disebutkan oleh al ‘Izz Abdus Salam. “Diperbolehkan
pengobatan dengan menggunakan sesuatu yang najis apabila tidak ada lagi obat yang
suci untuk mengobatinya. Hal itu dikarenakan kemaslahatan kesehatan dan
keselamatan lebih diutamakan daripada kemaslahatan menjauhi sesuatu yang
diharamkan. Para ulama mengatakan bahwa pengobatan dengan sesuatu yang najis
tidak diperbolehkan kecuali darurat (terpaksa). Adapun ketika dalam keadaan banyak
pilihan, banyak tersedia obat yang halal maka hal itu tidaklah dibolehkan namun MUI
dalam hal ini telah mempertegas akan keharaman menggunkan organ tubuh manusia
sebagai obat-obatan. Dalam fatwa yang diputuskan pada tanggal 30 juli tahun 2000
tersebut mengatakan, bahwa segala macam bentuk obat-obatan yang terbuat dari
organ tubuh manusia hukumnya haram.
Menurut Sayid Sabiq, lesbian ini dihukum ta’zir, suatu hukuman yang macam
dan berat ringannya diserahkan kepada pengadilan. Jadi hukumannya lebih ringan
daripada homoseksual, karena bahaya atau resikonya lebih ringan dibandingkan
dengan bahaya homoseksual, karena lesbian itu bersentuhan langsung tanpa
memasukkan alat kelaminnya; seperti halnya seorang pria bersentuhan langsung
(pacaran) dengan wanita bukan istrinya tanpa memasukkan penisnya ke dalam
vagina. Perbuatan semacam ini tetap haram, sekalipun bukan zina, tetapi dapat
dikenakan hukuman ta’zir seperti lesbian di atas.
Dalam uraiannya, Mahjuddin menyimpulkan bahwa ganjaran hukum pelaku dan
orang yang dikumpuli oleh homoseksual dan lesbian, menjadi tiga kalasifikasi
pendapat, yaitu: