Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbagai permasalahan yang muncul di tengah-tengah masyarakat, baik yang
menyangkut masalah ibadah, aqidah, ekonomi, sosial, pangan, kesehatan, dan
sebagainya seringkali meminta jawaban kepastiannya dari sudut hukum. Dalam
keadaan yang dimikian, maka berkembanglah salah satu disiplin ilmu yang
dinamakan ilmu Masail Al-fiqhiyah.
Berbagai masalah yang dibicarakan dalam ilmu ini biasanya amat menarik,
unik dan sekaligus problematik. Hal demikian yang terjadi, karena untuk menjawab
berbagai masalah tersebut telah pula bermunculan berbagai jawaban yang disebabkan
karena latar belakang pendekatan dan sistem pemecahan yang digunakan berbeda-
beda.
Studi yang menyangkut berbagai masalah Fiqhiyah tersebut berkembang
seiring dengan perkembangan masyarakat sebagai akibat dari kemajuan dalam bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak hal yang dulu tidak ada kini bermunculan
yang selanjutnya menuntut jawaban dari segi hukum.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian masail fiqhiyah ?
2. Bagaimana ruang lingkup masail fiqhiyah ?
3. Bagaimana sebab - sebab terjadinya masail fiqhiyah ?
4. Bagaimana solusi masail fiqhiyah?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian masail fiqhiyah
2. Untuk mengetahui ruang lingkup masail fiqhiyah
3. Untuk mengetahui sebab - sebab terjadinya masail fiqhiyah
4. Untuk mengetahui solusi masail fiqhiyah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Masail Fiqhiyah
Kata Masail Fiqhiyah (‫ )المسا ئل الفقهية‬secara etimologi berasal dari bahasa dari
bahasa Arab yang merupakan rangkaian dari dua lafazh, yakni masail dan fiqhiyah.
Hubungan dari kedua lafazh ini dalam nahwu disebut hubungan shifah dan maushuf,
atau na’at dengan man’ut. Lafazh masail (‫ )مسلئل‬adalah bentuk dari jama’ taksir dari
mas’alah (‫ )مسئلة‬yang bermakna masalah atau problem. Kata dasarnya adalah sa’ala (
‫ئل‬BB‫)س‬dan bermakna “bertanya”. Masail adalah masalah-masalah baru yang muncul
akibat pertanyaan-pertanyaan untuk dicari jawabannya.
Masail fiqhiyah menurut pengertian bahasa adalah permasalahan-
permasalahan baru yang bertalian dengan masalah-masalah atau jenis-jenis hukum
(fiqh) dan dicari jawabannya.
Berdasarkan definisi secara kebahasaan di atas, maka secara istilah, masail
fiqhiyah adalah problem-problem hukum islam baru al-waqi’iyyah (faktual) dan
dipertanyakan oleh umat jawaban hukumnya karena secara eksplisit permasalah
tersebut tidak tertuang di dalam sumber-sumber hukum Islam. Ia juga berarti
persoalan hukum Islam yang selalu dihadapi oleh umat Islam sehingga mereka
beraktivitas dalam sehari-hari selalu bersikap dan berperilaku sesuai dengan tuntunan
Islam.
Jadi masail fiqhiyah merupakan masalah-masalah baru yang muncul setelah
turunnya Al-quran dan hadits dan setelah wafatnya Rasulullah Saw yang belum ada
ketentuan hukum secara pasti, sehingga dalam mencari jawabannya memerlukan
kesepakatan para ulama dalam menentukan hukum yang diambil dari Al-quran,
Hadits, Ijma’, qiyas.
Masail fiqhiyyah disebut juga masail fiqhiyyah al-haditsah (persoalan hukum
Islam yang baru), atau masail fiqhiyyah al-ashriyyah (persoalan hukum Islam
kontemporer).1

1 Abdurrohman Kasdi, Masail Fiqhiyyah, Nora Media Enterprise, Kudus, 2011, hal.5-6.
B. Ruang Lingkup Masail Fiqihyah
Hukum Islam terkandung didalamnya sasaran pasti yaitu mewujudkan
kemaslahatan. Tidak ada hal yang sia-sia di dalam syari’at melalui Al-Qur’an dan al-
Sunnah kecuali terdapat kemaslahatan hakiki di dalamnya. Ruang lingkup
pembahasan Masail fiqhiyah meliputi :
1. Hubungan manusia dengan Allah SWT
Ilmu fiqih mengatur tentang ibadah yaitu ibadah mahdzah dan ghairu
mahdzah. Ibadah mahdzah adalah ajaran agama yang mengatur perbuatan-
perbuatan manusia yang murni mencerminkan hubungan manusia itu dengan sang
pencipta yaitu Allah SWT. Sedangkan ibadah ghairu mahdzah adalah ajaran agama
yang mengatur perbuatan antar manusia itu sendiri serta manusia dengan
lingkungan.
Contoh masail fiqhiyyah yang berhubungan dengan ibadah yaitu hukum
fiqh menyikapi shalat jum’at lebih dari satu tempat (ta’adud al jum’at). Pada zaman
sekarang dalam pelaksanaan shalat jum’at sering memunculkan beberapa
fenomena menarik. Semisal aturan lokasi pelaksanaan shalat jum’at yang menurut
sebagian kalangan harus terpusat di satu tempat. Hal ini terkadang menimbulkan
masalah disaat keadaan menuntut sebagian masyarakat membuat lokasi alternatif.
Mungkin anggapan mereka hal itulah yang terbaik dengan alasan kondisi
pemukiman, kapasitas tempat peribadatan dan interaksi sosial di tengah-tengah
mereka adalah faktor-faktor potensial pemicu kejadian semacam itu. Menyikapi
perkembangan di atas, statement mayoritas ulama secara tegas menghukumi wajib
melakukan shalat jum’at di satu tempat dalam sebuah balad atau qaryah. Al-Syafi’i
dalam hal ini berpendapat bahwa shalat jum’at jelas tidak diperkenankan lebih dari
satu tempat, baik ada hajat atau tidak. Namun istinbath (penggalian) dari ulama
syafi’iyyah dalam permasalahan ini akhirnya memperbolehkan dengan batas hajat
tertentu.2
Faktor pemicu terjadinya ta’adud al-jum’at di atas sangat luas
pemahamannya apabila kita dalami satu persatu. Hanya saja syari’at
mempermudah kita dengan memberikan sebuah standar yang lebih fokus dengan
mengembalikan kepada batasan “urfi (tradisi mayoritas masyarakat) yang ditopang
rasionalisasi tinggi, yaitu semua faktor yang sudah sampai pada tingkat kesulitan

2 http://velliezardiansyah.blogspot.com/2012/11/masail-fiqhiyyah.html diakses pada tanggal 18


September 2022 pada pukul 23.31 WIB.
3
yang diluar batas kemampuan. Artinya semisal konflik masyarakat dalam satu
daerah sudah sampai menyebabkan antar pihak sulit berkumpul hingga pada taraf
hampir mustahil atau semisal kapasitas tempat shalat yang terbatas dan tidak
memungkinkan menampung seluruh masyarakat di daerah tersebut, disitulah
ta’adud al-jum’at diperbolehkan.3
2. Hubungan manusia dengan sesama manusia
Sebagai contoh masail fiqhiyyah yang mengatur hubungan manusia
dengan sesama manusia yaitu mendonorkan organ tubuh. Pendapat pertama
mengatakan bahwa transplantasi seperti hukumnya haram. Meskipun pendonoran
tersebut untuk keperluan medis bahkan sekalipun telah sampai dalam kondisi
darurat.
Dalil pendapat yang pertama yang Artinya adalah : Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.
Kelompok kedua berpendapat bahwa transplantasi hukumnya jaiz (boleh)
namun memiliki syarat-syarat tertentu, diantaranya adalah : adanya kerelaan dari si
pendonor, kondisi si pendonor harus sudah baligh dan berakal, organ yang
didonorkan bukanlah organ vital yang menentukan kelangsungan hidup seperti
jantung dan paru-paru serta merupakan jalan terakhir yang memungkinkan untuk
mengobati orang yang menderita penyakit tersebut.
Dalil pendapat kedua yang artinya adalah : Mengapa kamu tidak mau
memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika
menyembelihnya, Padahal Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu
apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.
dan Sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan
(orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya
Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.
Dari fatwa Majelis Ulama Indonesia menyatakan bahwa dalam kondisi
tidak ada pilihan lain yang lebih baik, maka pengambilan organ tubuh orang yang
sudah meninggal untuk kepentingan orang yang masih hidup dapat dibenarkan oleh

3 Qomaruzzaman, Paradigma Fiqh Masail Kontekstualisasi Hasil Bahtsul Masail, Tim Pembukuan
Manhaji Bahtsul Masail, Kediri, 2003, hal.55-56.
4
hukum Islam dengan syarat ada izin dari yang bersangkutan dan izin dari keluarga
atau ahli waris.
3. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
Contoh masail fiqhiyyah yang mengatur hubungan manusia dengan
dirinya sendiri yaitu tentang hukum dari mengubah ciptaan Allah. Misalnya hukum
dari operasi plastik. Operasi plastik adalah proses mengubah bentuk tubuh dari
yang tidak baik menjadi lebih baik. Proses ini mengakibatkan perubahan bentuk
tubuh secara permanen.
Melakukan operasi plastik hukumnya haram, karena termasuk dalam
proses mengubah ciptaan Allah. Karena orang yang melakukan operasi plastik
cenderung merasa tidak puas dengan apa yang dimiliki dan cenderung membuat
seseorang untuk berbuat sombong.4

َّ ‫ق هّٰللا ِ ۚ َو َم ْن يَّتَّ ِخ ِذ‬


َ‫ي ْٰطن‬BB‫الش‬ َ ‫ضلَّنَّهُ ْم َواَل ُ َمنِّيَنَّهُ ْم َواَل ٰ ُم َرنَّهُ ْم فَلَيُبَتِّ ُك َّن ٰا َذانَ ااْل َ ْن َع ِام َواَل ٰ ُم َرنَّهُ ْم فَلَيُ َغيِّر َُّن خَ ْل‬
ِ ُ ‫َّواَل‬
‫َولِيًّا ِّم ْن ُدوْ ِن هّٰللا ِ فَقَ ْد خَ ِس َر ُخ ْس َرانًا ُّمبِ ْينًا‬

Artinya : “Dan aku (syaithan) akan menyuruh mereka (mengubah ciptaan


Allah), lalu mereka benar-benar mengubahnya”. (QS An-Nisaa` [4] : 119).
Ayat ini menunjukkan haramnya mengubah ciptaan Allah, karena syaitan
tidak menyuruh manusia kecuali kepada perbuatan dosa. Mengubah ciptaan Allah
(taghyir khalqillah) didefinisikan sebagai proses mengubah sifat sesuatu sehingga
seakan-akan ia menjadi sesuatu yang lain (tahawwul al-syai` ‘an shifatihi hatta
yakuna ka`annahu syaiun akhar), atau dapat berarti menghilangkan sesuatu itu
sendiri (al-izalah).
4. Hubungan manusia dengan alam sekitar
Islam menekankan umatnya untuk menjaga kelestarian lingkungan dan
berlaku arif terhadap alam (ecology wisdom). Akan tetapi, doktrin tersebut tidak
diindahkan. Perusakan lingkungan tidak pernah berhenti. Eksplorasi alam tidak
terukur dan makin merajalela. Dampaknya, ekosistem alam menjadi limbung. Ini
tentunya sangat mengkhawatirkan. Alam akam menjadi amcaman yang serius. Fiqh
Islam pun tumpul. Fiqh belum mampu menjadi jembatan yang mengantarkan
norma Islam kepada perilaku umat yang sadar lingkungan. Sampai saat ini, belum
ada fiqh yang secara komprehensif dan tematik berbicara tentang persoalan

4 http://nafisahworld.blogspot.com/2013/06/fungsi-masail-fiqhiyah-dalam-kehidupan.html diakses pada


tanggal 18 September 2022 pada pukul 00.03 WIB.
5
lingkungan. Fiqh-fiqh klasik yang ditulis oleh para imam mazhab hanya berbicara
persoalan ibadah, mu’amalah, jinayah, munakahat dan lain sebagainya. Sementara,
persoalan lingkungan (ekologi) tidak mendapat tempat yang proporsional dalam
khazanah islam klasik. Karena itulah, merumuskan sebuah fiqh lingkungan (fiqh
al-bi’ah) menjadi sebuah kebutuhan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Yaitu,
sebuah fiqh yang menjelaskan sebuah aturan tentang perilaku ekologis masyarakat
muslim berdasarkan teks syar’i dengan tujuan mencapai kemaslahatan dan
melestarikan lingkungan.5
Di kalangan NU masail fiqhiyyah dibahas dalam forum khusus yang
disebut Bahtsul Masail. Bahtsul masail atau lembaga bahtsul masail diniyah
(lembaga masalah-masalah keagamaan) di lingkungan NU adalah sebuah lembaga
yang memberikan fatwa-fatwa hukum keagamaan kepada umat Islam.6 Rambu-
rambu yang tidak boleh dilanggar dalam penetapan hukum adalah :
1. Tidak boleh merusak akidah
2. Tidak boleh mengurangi/menghilangkan martabat manusia
3. Tidak boleh mendahulukan kepentingan peroangan atas kepentingan umum
4. Tidak boleh mengutamakan hal-hal yang masih samar-samar kemanfaatanyya atas
hal-hal yang sudah nyata kemanfaatannya
5. Tidak boleh melanggar ketentuan dasar akhlaq al-karimah (moralitas manusia).7

C. Sebab – Sebab Terjadinya Masail Fiqihyah


Dapat dijelaskan hal-hal yang memicu munculnya Masail Fiqhiyah yaitu
sebagai berikut:
1. Kondisi Geografis
Setiap daerah di belahan dunia ini pasti memiliki kondisi geografis yang
berbeda. Ada yang memiliki udara tropis, subtropics dan sebagainya.
Perbedaan kondisis seperti ini lah yang akan memunculkan masalah yang
berbeda-beda pula, terutama fiqh. Contohnya, pada kondisi daerah yang abnormal,
persoalan yang muncul dari keadaan dan letak geografis itu antara lain:8

5 http://velliezardiansyah.blogspot.com/2012/11/masail-fiqhiyyah.html diakses pada tanggal 18 September


2022 pada pukul 00.15 WIB.
6 Imdadun Rahmat, Kritik Nalar Fiqih NU : Transformasi Paradigma Bahtsul Masail, Lakperdas, Jakarta,
2002, hal.3.
7 Abdurrohman Kasdi, Masail Fiqhiyyah, Nora Media Enterprise, Kudus, 2011, hal.6.
8 Ahmad Sudirman Abbas. Dasar-Dasar Masail Fiqhiyyah. Jakarta: CV Bayu Kencana. 2003
6
a. Hukum bertayamum pada daerah yang kekeringan(tandus) yang kesulitan air.
b. Hukum atau tehnik pelaksanaan sholat dan puasa pada geografis yang abnormal
dalam hal penentuaan waktu.
c. Pelaksanaan pernikahan via telfon, internet, transaksi muamalat dan seterusnya
pada kondisi yang tidak memungkinkan untuk bertemu langsung.
2. Struktur dan pola budaya masyarakat
Keberadaan suatu kebudayaan tidak bisa dipisahkan dari masyarakat dan
dengan demikian kehadiran syari’at dalam hal ini hukum Islam (fiqh) tidak serta
merta menggantikan posisi kebudayaan yang telah melekat pada masyarakat.
Didalam masyarakat yang sangat kental dengan nilai-nilai budayanya sangat sulit
diterapkan nilai-nilai agama terutama sudut fiqihnya.
Apabila terjadi pembenturan antara keduanya, maka akan timbul
persoalan baru yang kemudian disebut ‘masailul fiqhiyah’. Beberapa contoh dalam
masalah ini antara lain;9
a. Masalah pembagian harta warisan pada daerah tertentu
b. Upacara sesajen untuk keselamatan dan berkah.
c. Budaya dangdutan yang dipaksakan demi khormatan sampai-sampai
menghutang untuk resepsi pernikahan.
d. Budaya tukar cincin sebelum khitbah (lamaran) yang telah dianggap telah sah
bergaul bebas.
3. Perkembangan Teknologi
Dewasa ini kemajuan ilmu pengetahuan menunjukan prestasi yang cukup
signufikan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern selalu aktif
menuju sasaran tepat dan berdampak positif sekaligus negative. Hasil kemampuan
IPTEK dalam hal umum adalah salah satunya computer. Alat ini dapat menunjukan
arah kiblat, puasa, perhitungan zakat, warisan dan lainnya.
4. Perkembangan Ekonomi dan Politik
Persoalan persoalan yang muncul antara lain :
a. Jual beli valuta asing dan saham. Apabila telah terjadi transaksi antar Negara
(internasional) maka setiap Negara membutuhkan valuta asing untuk alat bayar
luar negeri, yang dalam dunia perdagangan disebut visa.

9 Abdurrohman Kasdi. Masail Fiqhiyyah Kajian Fiqih atas Masalah-masalah Kontemporer. Kudus: Nora
Media Enterprise. 2011

7
b. Zakat sebagai ibadah dan kaitannya dengan ekonomi keuangan wajib
dikeluarkan apabila telah mencapai nisab seperti emas, perak, dll. Selain di era
modern ada mata uang, sertifikat, saham, obligasi, dan surat-surat berharga
lainnya yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an, akan tetapi tetap terkena objek
zakat.
c. Makelar merupakan perantara antara penjual dan pembeli agar memudahkan
transaksi jual beli.
d. Pemimpin wanita ,hakim wanita dan keberadaan partai-partai politik, serta yang
terkait dengan itu adalah dampak dari perkembangan ekonomi.
5. Perkembangan Sosial
Persoalan - persoalan yang muncul antara lain :
a. Transpalantasi (pencangkokan) dan substitusi (penggantian) jaringan atau organ
tubuh seperti jantung, ginjal, tulang rawan, pembuluh darah dan lensa.
b. Perencanaan keturunan dengan berbagai teknik antara lain:
1) Pengendalian kehamilan (birthcontrol) melalui pil, kondom, IUD, susuk
hormone, zalf, diafragma, teknik sterilisasi (vasektomi, tubektomi), aborsi,
dan menstrual regulation.
2) Perencanaan jenis kelamin melalui teknik pemisahan sperma (kromosom x
dan kromosom y) untuk mendapatkan keturunan laki-laki.
3) Inseminasi buatan melalui berbagai teknik untuk menolong pasangan suami
istri yang sukar atau tidak bisa mendapatkan keturunan.
4) Bedah transeksual (operasi jenis kelamin) untuk menyempurnakan jenis
kelamin yang tidak normal (banci) atau mengganti organ kelamin (non
banci).

D. Solusi Masail Fiqihyah


Dasar-dasar penyelesaian masalah fiqhiyah dalam bentuk beberapa kaidah
penting antara lain :
1. Menghindari sifat taqlid dan fanatisme
Upaya menghindarkan diri dari fanatisme mazhab tertentu dan taqlid buta
terhadap pendapat ulama klasik seperti pendapat Umar bin al-Khattab, Zaid bin
Tsabit atau pendapat ualama modern, kecuali ia adalah seorang yang bodoh dan
telah melakukan kesalahan. Pelakunya disebut muqallid yang dilawankan dengan
muttabi’. Yaitu muttabi’ dengan kriteria sebagai berikut :

8
a. Menetapkan suatu pendapat yang dianutnya dengan dalil-dalil yang kuat, diakui
dan tidak mengundang kontroversi.
b. Memiliki kemampuan untuk mentarjih beberapa pendapat yang secara lahiriyah
terjadi perbedaan melalui perbandingan dalil-dalil yang digunakan masing-
masing.
c. Diharapkan memiliki kemampuan untuk melakukan kegiatan berijtihad terhadap
hukum persoalan tertentu yang tidak didapati jawabannya pada ulama terdahulu.
2. Mempermudah dan menghindarkan kesulitan
Kaidah ini patut diperlakukan sepanjang tidak bertentangan dengan nash
qath’i atau kaidah syari’at yang bersifat pasti. Dengan dua pertimbangan sebagai
berkut:
a. Bahwa keberadaan syari’at didasarkan kepada prinsip mempermudah dan
menghindarkan kesulitan manusia seperti sakit, dalam perjalanan, lupa, tidak
tahu dan tidak sempurna akal. Taklif Allah atas hambanya disesuaikan dengan
kadar kemampuan yang dimiliki.
b. Memahami situasi dan kondisi suatu zaman yang dialami pada saat munculnya
persoalan. Adapun kriteria maslahat sebagaimana yang biasa dikenal adalah
menrealisasikan lima kepentingan pokok dan disebut dengan darurat khomsa,
yaitu memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara harta,
memelihara keturunan.
3. Berdialog dengan masyarakat melalui bahasa
Kondisi masanya dan melalui pendekatan persuasif aktif serta
komunikatif. Bahasa masyarakat yang ideal :
a. Bahasa yang dapat dipahami sebagai bahasa sehari-hari dan mampu menjangkau
pemahaman umum.
b. Menghindarkan istilah-istilah rumit yang mengundang pengertian kontroversi.
c. Ketetapan hukum bersifat ilmiah karena didasarkan pertimbangan hikmah, illat,
filisofis dan Islami.
4. Bersifat moderat terhadap kelompok tekstualis dan kelompok kontekstualis
Dalam merespon persoalan baru yang muncul, ulama bersandar pada al-
nash sesuai bunyi literal ayat tanpa menginterpretasi lebih lanjut diluar teks itu.
Dipihak lain, kelompok kontekstualis lebih berani menginterprestasikan produk
hukum al-nash dengan melihat kondisi zaman dan lingkungan. Sementara
kelompok ini dinilai terlalu berani bahkan dianggap melampaui kewenangan ulama
9
salaf yang tidak diragukan kehandalannya dalam masalah ini. Menurut mereka
perbedaan masa, masyarakat, geografis, pemerintahan dan perkembangan
teknologi modern patut dipertimbangkan serta layak mendapat perhatian.
5. Ketentuan hukum bersifat jelas tidak mengandung interpretasi
Bahasa hukum relatif tegas dan membutuhkan beberapa butir alternatif
keterangan dan diperlukan pengecualian-pengecualian pada bagian tersebut.
Pengecualian ini merupakan langkah elastis guna menjangkau kemungkinan lain
diluar jangkauan ketentuan yang ada . Misalnya ketentuan hukum potong tangan
terhadap pencuri sebuah barang yang telah mencapai nisab. Umar bin Khatthab
pernah tidak memberlakukan hukum ”had” atau potong tangan terhadap pencuri
barang tuannya, karena sang tuan pelit, dan tidak membayar upah si pelayan, maka
ia memcuri barang sang tuan demi kebutuhan mendesak yaitu kelaparan.10

10 Dr. Yusuf Qardhawi, Hadyu al-Islam fatawa al-Muasshirah, juz 1, cet VI, 1996, hlm : 10-26
10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masail fiqhiyah menurut pengertian bahasa adalah permasalahan-
permasalahan baru yang bertalian dengan masalah-masalah atau jenis-jenis hukum
(fiqh) dan dicari jawabannya.
Berdasarkan definisi secara kebahasaan di atas, maka secara istilah, masail
fiqhiyah adalah problem-problem hukum islam baru al-waqi’iyyah (faktual) dan
dipertanyakan oleh umat jawaban hukumnya karena secara eksplisit permasalah
tersebut tidak tertuang di dalam sumber-sumber hukum Islam. Ia juga berarti
persoalan hukum Islam yang selalu dihadapi oleh umat Islam sehingga mereka
beraktivitas dalam sehari-hari selalu bersikap dan berperilaku sesuai dengan tuntunan
Islam.
Ruang Lingkup Masail Fiqihyah, yaitu :
1. Hubungan manusia dengan Allah SWT
2. Hubungan manusia dengan sesama manusia
3. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
4. Hubungan manusia dengan alam sekitar

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrohman Kasdi, Masail Fiqhiyyah, Kudus, Nora Media Enterprise, 2011

Ahmad Sudirman Abbas, Dasar-Dasar Masail Fiqhiyyah, Jakarta: CV Bayu Kencana,


2003

Ardiansyah, velliez, 2012, http://velliezardiansyah.blogspot.com/2012/11/masail


fiqhiyyah.html,

Ash-shiddiq, Hasby, Falsafah Hukum Islam, Bulan Bintang, Yogyakarta, 1974.

Dr. Yusuf Qardhawi, Hadyu al-Islam fatawa al-Muasshirah, juz 1, cet VI, 1996

Kasdi, Abdurrohman, Masail Fiqhiyyah Kajian Fiqih atas Masalah-masalah


Kontemporer, Nora Media Enterprise, Kudus, 2011.

Nafisah, 2014, http://nafisahworld.blogspot.com/2013/06/fungsi-masail-fiqhiyah-dalam-


kehidupan.html,

Nata, Abuddin, Masail Al-fiqiyah, Preneda Media, Jakarta, 2003.

Qomaruzzaman, Paradigma Fiqh Masail Kontekstualisasi Hasil Bahtsul Masail, Tim


Pembukuan Manhaji Bahtsul Masail, Kediri, 2003.

Rahmat, Imdadun, Kritik Nalar Fiqih NU : Transformasi Paradigma Bahtsul Masail,


Lakperdas, Jakarta, 2002.

12

Anda mungkin juga menyukai