Anda di halaman 1dari 27

MODUL PELATIHAN MATERI INTI 4:

PENGELOLAAN RANTAI DINGIN VAKSIN DAN VAKSIN

I. DESKRIPSI SINGKAT
Vaksin adalah produk biologis yang sangat mudah rusak dan kehilangan potensi bila tidak
dikelola dengan benar. Pengelolaan rantai vaksin yang efektif dan efisien akan menjamin
kualitas dan ketersediaan vaksin dan berpengaruh pada keberhasilan program imunisasi.
Peralatan rantai vaksin dalam program imunisasi sangat menentukan potensi vaksin
selama penyimpanan maupun transportasi.

Pengelolaan rantai dingin vaksin yang efektif dan efisien memerlukan standar
manajemen yang baik dan konsisten, yang hanya dapat dicapai jika seluruh komponen
pengelolaan rantai dingin vaksin mematuhi prosedur praktik penyimpanan dan
pendistribusian dengan benar. Selain menjaga kualitas vaksin, pengelolaan rantai dingin
vaksin yang efektif dan efisien juga akan mempertahankan jumlah stok vaksin,
mengurangi pemborosan, menghitung kebutuhan vaksin secara akurat, dan mencegah
kerusakan peralatan.

Hasil penilaian EVM (Effective Vaccine Management) yang dilakukan oleh Kemenkes RI
bersama UNICEF tahun 2020 menunjukkan beberapa aspek yang masih harus diperbaiki
dalam pengelolaan vaksin yakni pemantauan suhu, manajemen stok, dan kapasitas
penyimpanan. Salah satu rekomendasinya adalah penguatan sistem pemantauan suhu
sebagai aspek kritis dalam rantai dingin vaksin.

Disamping penataan vaksin secara benar, suhu penyimpanan vaksin memerlukan


pemantauan terus menerus untuk menghindari kerusakan vaksin akibat paparan suhu
yang tidak sesuai.
Modul ini dirancang dalam dua bagian sebagai berikut:

Pengelolaan Rantai Vaksin Pengelolaan Vaksin

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu melakukan pengelolaan rantai dingin
vaksin dan vaksin sesuai standar

B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Mengetahui dan memahami pengertian rantai dingin vaksin
2. Mengetahui dan memahami jenis peralatan rantai dingin vaksin
3. Mengetahui dan memahami perawatan peralatan rantai dingin vaksin
4. Mengetahui dan memahami klasifikasi vaksin
5. Mengetahui dan memahami jenis vaksin
6. Mengetahui dan memahami tata cara peyimpanan vaksin
7. Mengetahui dan memahami tata cara pendistribusian vaksin
8. Mengetahui dan memahami tata cara penerimaan vaksin
9. Mengetahui dan memahami penyusunan dan pengepakan vaksin
10. Mengetahui dan memahami penanganan vaksin di unit pelayanan
11. Mengetahui dan memahami penanganan vaksin pada kondisi tertetntu
12. Mengetahui dan memahami pencatatan pengeluaran vaksin

III. POKOK BAHASAN


A. Pengelolaan Rantai Dingin Vaksin
1. Pengertian rantai dingin vaksin
2. Jenis Peralatan rantai dingin vaksin
a. Sarana penyimpanan vaksin
b. Alat mempertahankan suhu
c. Alat pemantau suhu
3. Perawatan peralatan rantai dingin vaksin
a. Perawatan mingguan
b. Perawatan harian
c. Perawatan bulanan
B. Vaksin
1. Klasifikasi vaksin
2. Jenis vaksin
C. Pengelolaan vaksin
a. Penyimpanan vaksin
b. Pendistribusian vaksin
c. Penerimaan vaksin
d. Penyimpanan dan pengepakan vaksin
e. Penanganan vaksin di unit pelayanan
f. Penanganan vaksin pada keadaan tertentu
g. Pencatatan pengeluaran vaksin

IV. METODE
1. Ceramah dan tanya jawab
2. Penugasan

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


1. Bahan tayang
2. Modul
3. Laptop
4. LCD
5. Papan tulis

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN


1. Pengajar menyampaikan tujuan pembelajaran.
2. Pengajar menyajikan bahan ajar dalam bentuk materi presentasi dan narasi.
3. Pengajar memberikan penugasan dan mengorganisasikan peserta ke dalam
kelompok belajar.
4. Pengajar membimbing kelompok belajar selama penugasan.
5. Pengajar memberikan umpan balik dan evaluasi.
6. Pengajar memberikan penghargaan pada peserta.
7. Pengajar menyimpulkan hasil proses pembelajaran di akhir sesi.

VII. URAIAN MATERI


A. PENGELOLAAN RANTAI DINGIN VAKSIN
1. Pengertian Rantai Dingin Vaksin
Rantai dingin merupakan prosedur yang saling berkaitan dan dirancang untuk
menjaga vaksin dalam kisaran suhu yang direkomendasikan dari titik produksi
hingga titik pelayanan. Yang dimaksud dengan peralatan rantai dingin vaksin
adalah seluruh peralatan yang digunakan dalam pengelolaan vaksin untuk
menjaga vaksin pada suhu yang telah ditetapkan. Agar mutu rantai dingin vaksin
dapat terjamin hingga vaksin diterima oleh sasaran, maka prosedur berikut harus
dilakukan:
a. Simpan vaksin dan bahan pelarut pada suhu yang tepat di seluruh tingkat
penyimpanan dan pelayanan.
b. Distribusi vaksin sesuai prosedur secara berjenjang sampai tingkat
pelayanan.

2. Jenis Peralatan Rantai Dingin Vaksin


a. Sarana Penyimpanan Vaksin
1) Ruang Penyimpanan Vaksin
a) Kamar Dingin (Cold Room)
Kamar dingin (cold room) adalah sebuah tempat penyimpanan
vaksin yang mempunyai kapasitas (volume) minimal 5.000 liter (5
m3). Suhu bagian dalam cold room berkisar antara 2oC s.d 8oC yang
digunakan untuk menyimpan vaksin freeze sensitive (vaksin
sensitif beku).

b) Kamar Beku (Freeze Room)


Kamar beku (freeze room) adalah sebuah tempat penyimpanan
vaksin yang mempunyai kapasitas (volume) minimal 5.000 liter (5
m3). Suhu bagian dalam freeze room berkisar antara -15oC s.d -
25oC yang digunakan untuk menyimpan vaksin heat sensitive
(vaksin sensitif panas).

Cold room dan freeze room digunakan untuk menyimpan vaksin dalam
jumlah besar sehingga harus tersedia di tingkat provinsi dan atau
kabupaten/kota yang memiliki jumlah penduduk besar atau
kabupaten/kota yang lokasinya secara geografis jauh dari ibu kota
provinsi.

Aturan dalam mengoperasikan cold room/freeze room antara lain:


• Cold room/freeze room harus dioperasikan secara terus menerus
selama 24 jam;
• Listrik dan suhu bagian dalam harus selalu terjaga;
• Cold room/freeze room hanya untuk menyimpan vaksin.

Setiap cold room/freeze room mempunyai atau dilengkapi dengan:


• Dua buah cooling unit sebagai pendinginnya dan diatur agar cooling
unit ini bekerja bergantian;
• Satu unit generator (genset) automatis atau manual yang selalu siap
untuk beroperasi bila listrik padam;
• Alarm control yang akan berbunyi pada suhu di bawah 2oC atau pada
suhu di atas 8oC atau pada saat power listrik padam;
• Mempunyai thermometer yang dapat mencatat suhu secara
automatis selama 24 jam;
• Mempunyai indikator beku (freeze-tag) yang harus diletakkan pada
bagian dalam cold room/freeze room di antara vaksin sebagai
indikator suhu dibawah 0oC.
Pemantauan cold room/freeze room dilakukan dengan cara:
• Periksa suhu pada termometer setiap hari pagi dan sore. Bila terjadi
penyimpangan suhu segera periksa VVM vaksin dan indikator
pembekuan;
• Masuk ke dalam cold room/freeze room hanya untuk menyimpan
atau mengambil vaksin;
• Sebelum memasuki cold room/freeze room harus memberitahu
petugas lain;
• Gunakan jaket pelindung yang tersedia saat memasuki cold
room/freeze room;
• Pastikan cold room/freeze room hanya berisi vaksin;
• Membuka pintu cold room/freeze room jangan terlalu lama
• Jangan membuat cool pack bersama vaksin di dalam cold room,
pembuatan cool pack harus menggunakan vaccine refrigerator
tersendiri;
• Jangan membuat cold pack bersama vaksin di dalam freeze room,
pembuatan cold pack harus menggunakan freezer tersendiri.

2) Lemari Penyimpanan Vaksin


Berdasarkan tipenya, lemari penyimpan dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Vaccine Refrigerator
Vaccine Refrigerator adalah tempat menyimpan vaksin pada suhu
2cC s.d 8oC dan dapat juga difungsikan untuk membuat kotak
dingin cair (cool pack).

b. Vaccine Freezer
Freezer adalah tempat penyimpanan untuk vaksin pada suhu -5oC
s.d -25oC. Vaccine freezer hanya boleh ada di level provinsi dan
kabupaten/kota.

Vaccine refrigerator dan freezer harus memenuhi Standar Nasional


Indonesia (SNI) dan atau Performance Quality and Safety (PQS) dari
WHO.

Menurut bentuk bukaannya, lemari penyimpanan vaksin dibagi menjadi


dua jenis yaitu buka atas dan buka depan. Perbedaan antara bentuk
pintu buka atas dan buka depan adalah:

Tabel 4.1. Perbandingan Refrigerator Pintu Buka Atas dan Buka Depan

Bentuk Buka Atas Bentuk Buka Depan


a. Suhu lebih stabil a. Suhu tidak stabil
Pada saat pintu refrigerator Pada saat pintu refrigerator
dibuka maka suhu dingin dibuka maka suhu dingin
dari atas akan turun ke akan keluar dari
bawah dan tetap tersimpan refrigerator.
di dalam refrigerator.

b. Bila listrik padam suhu b. Bila listrik padam suhu


dapat bertahan lama (6-10 tidak dapat bertahan lama
jam tanpa membuka pintu (maksimal 2 jam tanpa
refrigerator) membuka refrigerator)
c. Jumlah vaksin yang dapat c. Jumlah vaksin yang dapat
ditampung lebih banyak. ditampung lebih sedikit.

d. Susunan vaksin bertumpuk d. Susunan vaksin menjadi


sehingga tidak jelas terlihat mudah dan vaksin terlihat
dari atas jelas dari depan.

Mempertimbangkan perbandingan tersebut, menggunakan vaccine


refrigerator buka atas merupakan keharusan dalam penyimpanan
vaksin program imunisasi. Namun pada kondisi vaccine refrigerator
buka atas belum tersedia maka penggunaan vaccine refrigerator buka
depan harus mengikuti kaidah penyusunan vaksin berdasarkan
karakteristiknya (heat atau freeze sensitive).

Berdasarkan sistem pendinginannya, vaccine refrigerator dibagi dua


yaitu sistem kompresi dan absorbsi. Perbedaan kedua sistem tersebut
adalah:

Tabel 4.2 Perbandingan Sistem Kompresi dan Absorbsi

Sistem Kompresi Sistem Absorbsi


a. Lebih cepat dingin b. Pendinginan lebih lambat
b. Menggunakan kompresor b. Tidak menggunakan
sebagai mekanik yang dapat mekanik sehingga tidak ada
menimbulkan aus bagian yang bergerak
sehingga tidak ada aus
c. Hanya dengan listrik AC/DC c. Dapat dengan listrik AC/DC
atau nyala api minyak
tanah/gas
d. Bila terjadi kebocoran pada d. Bila terjadi kebocoran pada
sistem mudah diperbaiki sistem tidak dapat diperbaiki

Pemilihan sistem kompresi atau sistem absorpsi tergantung dari


ketersediaan listrik.

Bagian yang sangat penting dari vaccine refrigerator/freezer adalah


thermostat. Thermostart berfungsi untuk mengatur suhu bagian dalam
pada vaccine refrigerator/freezer. Thermostat banyak sekali tipe dan
modelnya, namun hanya 2 (dua) sistem cara kerjanya.
Hal-hal yang harus diperhatikan:
ü Bila suhu pada refrigerator sudah stabil antara 2cC sd 8oC
dan freezer antara -15oC s/d -25oC, maka posisi thermostat
jangan dirubah-rubah. BERI SELOTIP
ü Merubah thermostat bila suhu pada vaccine refrigerator di
bawah 2oC atau di atas 8oC
ü Perubahan thermostat tidak dapat merubah suhu refrigerator
dalam waktu sesaat, perubahan suhu dapat diketahui setelah

3) Alat Pembawa Vaksin


a) Cold Box
Merupakan suatu alat untuk membawa vaksin dalam jumlah yang
besar yang dapat mempertahankan suhu 2°C s.d 8°C. Selain
membawa, cold box juga dapat digunakan untuk menyimpan
vaksin sementara pada kondisi lemari es yang ada tidak berfungsi,
defrosting, dan konsidi darurat lainnya. Cold box ada dua macam
yaitu terbuat dari plastik atau kardus dengan insulasi poliuretan.

b) Vaccine Carrier
Merupakan alat untuk membawa vaksin dari puskesmas ke
posyandu atau tempat pelayanan imunisasi lainnya yang dapat
mempertahankan suhu 2°C s.d 8°C.

Alat pembawa vaksin harus memenuhi SNI dan PQS WHO

b. Alat Mempertahankan Suhu


Alat mempertahankan suhu pada tempat penyimpanan dan pembawa
vaksin yang digunakan dalam program imunisasi adalah cold pack (kotak
dingin). Ada 3 jenis cold pack, yaitu:
1) Cool Pack (Kotak Dingin Cair)
Cool pack adalah wadah plastik berbentuk segi empat yang diisi dengan
air kemudian didinginkan dalam vaccine refrigerator dengan suhu 2°C
s.d 8°C selama minimal 12 jam (dekat evaporator).
2) Ice Pack (Kotak Dingin Beku)
Cold pack adalah wadah plastik berbentuk segi empat yang diisi dengan
air yang dibekukan dalam freezer dengan suhu -15°C s.d -25°C selama
minimal 24 jam. Namun cold pack tidak lagi direkomendasikan dalam
program imunisasi di tingkat kabupaten/kota dan puskesmas karena
berisiko menyebabkan vaksin sensitif beku mengalami kerusakan.
3) Dry ice (Es Kering)
Dry ice bukanlah air yang dibekukan, melainkan karbon dioksida yang
sudah dipadatkan. Dry ice digunakan dalam pengiriman vaksin tertentu
(polio tetes) dari pusat ke provinsi.

c. Alat Pemantau Suhu


Sarana penyimpanan vaksin harus senantiasa dipantau suhunya secara
rutin dan terus menerus. Berikut merupakan jenis-jenis peralatan pemantau
suhu:
1) Alat Pemantau Suhu Analog
Peralatan yang ditempatkan dalam sarana penyimpanan vaksin yang
dapat menampilkan suhu pada saat pengamatan. Contoh alat
pemantau suhu adalah termometer muller, termometer dial, dan
termometer bulb.

Gambar 4.1 Alat Pemantau Suhu Analog

Muller Dial Bulb

2) Alat Perekam/Pencatat Suhu Kontinyu


Peralatan yang ditempatkan dalam sarana penyimpanan vaksin yang
dapat menyimpan data suhu selama 30 hari dengan interval pencatatan
yang disesuaikan (misal setiap 7 menit). Contoh alat perekam/pencatat
suhu pada peralatan penyimpan vaksin adalah sebagai berikut:

Gambar 4.2. Alat Perekam/Pencatat Suhu Kontinyu


3) Alat pemantau paparan suhu dingin
Peralatan yang ditempatkan dalam sarana penyimpanan vaksin yang
dapat menampilkan indikator tertentu jika vaksin terpapar suhu beku.
Contoh alat pemantau paparan suhu dingin adalah tag alert dan freeze tag.

Gambar 4.3. Alat Pemantau Paparan Suhu Dingin

4) Alat pemantau paparan panas


Alat pemantau paparan suhu panas yang digunakan dalam program
imunisai adalah VVM (Vaccine Vial Monitor). VVM biasanya tercantum
dalam label kemasan vaksin. VVM memiliki beberapa manfaat antara lain
memberikan peringatan kepada petugas kapan harus menolak atau tidak
menggunakan vaksin, memungkinkan vaksin disimpan/dipakai di luar
rantai dingin, dan memberikan petunjuk vaksin mana yang harus lebih
dahulu didistribusikan/digunakan.

Gambar 4.4. Alat Pemantau Paparan Suhu Dingin

3. Perawatan peralatan rantai dingin vaksin


Untuk mempertahankan kualitas vaksin tetap tinggi, perlu dilakukan pemeliharaan
sarana cold chain sebagai berikut:
a. Perawatan Harian
1) Melakukan pengecekan suhu dengan menggunakan thermometer atau
alat pemantau suhu digital setiap pagi dan sore, termasuk hari libur.
2) Memeriksa apakah terjadi bunga es dan memeriksa ketebalan bunga es.
Apabila bunga es lebih dari 0,5 cm lakukan defrosting (pencairan bunga
es).
3) Memeriksa apakah terdapat cairan pada dasar lemari es. Apabila
terdapat cairan harus segera dibersihkan atau dibuang
4) Melakukan pencatatan langsung setelah pengecekan suhu pada
thermometer atau pemantau suhu dikartu pencatatan suhu setiap pagi
dan sore.

b. Perawatan Mingguan
1) Memeriksa steker jangan sampai kendor, bila kendor gunakan obeng
untuk mengencangkan baut.
2) Melakukan pengamatan terhadap tanda-tanda steker hangus dengan
melihat perubahan warna pada steker, jika itu terjadi gantilah steker
dengan yang baru.
3) Agar tidak terjadi konsleting saat membersihkan badan vaccine
refrigerator, lepaskan steker dari stop kontak.
4) Lap basah, kuas yang lembut/spon busa dan sabun dipergunakan untuk
membersihkan badan vaccine refrigerator.
5) Keringkan kembali badan vaccine refrigerator dengan lap kering.
6) Selama membersihkan badan vaccine refrigerator, jangan membuka
pintu vaccine refrigerator agar suhu tetap terjaga 2°C s.d. 8°C.
7) Setelah selesai membersihkan badan vaccine refrigerator colok kembali
steker.
8) Mencatat kegiatan pemeliharaan mingguan pada kartu pemeliharaan
vaccine refrigerator.

c. Perawatan Bulanan
1) Sehari sebelum melakukan pemeliharaan bulanan, kondisikan cool pack
(kotak dingin cair), vaccine carrier atau cold box dan pindahkan vaksin ke
dalamnya.
2) Agar tidak terjadi konsleting saat melakukan pencairan bunga es
(defrosting), lepaskan steker dari stop kontak.
3) Membersihkan kondensor pada vaccine refrigerator model terbuka
menggunakan sikat lembut atau tekanan udara. Pada model tertutup hal
ini tidak perlu dilakukan.
4) Memeriksa kerapatan pintu dengan menggunakan selembar kertas, bila
kertas sulit ditarik berarti karet pintu masih baik, sebaliknya bila kertas
mudah ditarik berarti karet sudah sudah mengeras atau kaku. Olesi karet
pintu dengan bedak atau minyak goreng agar kembali lentur.
5) Memeriksa steker jangan sampai kendor, bila kendor gunakan obeng
untuk mengencangkan baut.
6) Selama membersihkan badan vaccine refrigerator, jangan membuka
pintu vaccine refrigerator agar suhu tetap terjaga 2°C s.d 8°C.
7) Setelah selesai membersihkan badan vaccine refrigerator colok kembali
steker.
8) Mencatat kegiatan pemeliharaan bulanan pada kartu pemeliharaan
vaccine refrigerator.
9) Untuk vaccine refrigerator dengan sumber tenaga surya, dilakukan
pembersihan panel surya dan penghalang sinar apabila berdekatan
dengan pepohonan.
B. VAKSIN
Vaksin adalah suatu produk biologi yang terbuat dari kuman atau komponen kuman
(bakteri, virus) yang telah dilemahkan atau dimatikan, racun kuman (toxoid) atau
rekombinan yang dapat merangsang timbulnya respon antibodi spesifik secara aktif
terhadap penyakit tertentu.

1. Klasifikasi vaksin
Berdasarkan asal antigennya, vaksin dikelompokan menjadi tiga golongan yaitu:
a. Live attenuated vaccine
Merupakan vaksin yang terbuat dari kuman (bakteri atau virus) hidup yang
dilemahkan. Reaksi kekebalan yang ditimbulkan oleh vaksin hidup (Live
attenuated) relatif sama dengan yang ditimbulkan oleh infeksi alamiah.
Biasanya vaksin hidup yang diberikan melalui suntikan cukup diberikan satu
dosis kecuali yang diberikan melalui oral. Vaksin hidup yang tersedia saat ini
yang berasal dari virus adalah campak-rubella, gondongan (mumps), polio
(bOPV), yellow fever, japanese encephalitis dan cacar air (varicella).
Sedangkan vaksin hidup yang berasal dari bakteri adalah BCG dan tifoid oral.

b. Innactivated vaccine
Merupakan vaksin yang terbuat dari kuman (bakteri atau virus) yang
dimatikan (inactivated). Seluruh dosis antigen diberikan melalui suntikan dan
vaksin ini tidak menyebabkan ”penyakit”, meskipun pada kasus defisiensi
imun. Vaksin jenis ini dapat diberikan meskipun ada antibodi (contoh pada
bayi atau pasca pemberian produk darah yang mengandung antibodi). Vaksin
inaktif selalu memerlukan dosis ulang.

Berbeda dengan vaksin hidup, di mana reaksi kekebalannya hanya sama


dengan infeksi alami (kekebalan selular dominan), reaksi kekebalan pada
vaksin inactivated paling dominan adalah kekebalan humoral dan sedikit atau
tidak ada kekebalan seluler. Titer antibodi yang dihasilkan oleh vaksin inaktif
akan berkurang dengan berjalannya waktu. Sehingga untuk beberapa vaksin
inaktif diperlukan dosis tambahan (ulangan) untuk menaikkan titer antibodi
(booster).

Saat ini vaksin inaktif utuh: berasal dari sel virus utuh (Influenza, polio, rabies,
hepatitis A) dan bakteri inaktif utuh (pertussis, typhoid, cholera, pes). Vaksin
inaktif fraksional: subunit (hepatitis B, influenza, acellular pertussis, typhoid
injeksi), toxoid (difteri, tetanus, botulinum), polisakarida murni
(pneumococcal, meningococcal, haemophilus influenza tipe b), dan
polisakarida konjugasi (Haemophilus influenza tipe b dan pneumococcal).

c. Vaksin rekombinan.
Vaksin juga dapat dibuat dengan rekayasa genetika, vaksin ini disebut juga
vaksin rekombinan. Vaksin rekayasa genetika yang tersedia saat ini ada tiga
macam, yaitu vaksin Hepatitis B, Vaksin typhoid hidup (Ty21a) dan vaksin
Human Papiloma Virus (HPV).

Berdasarkan sensitifitasnya terhadap suhu, vaksin diklasifikasikan menjadi:


a. Vaksin sensitif panas
Merupakan golongan vaksin yang akan rusak terhadap paparan panas yang
berlebih (>34oC). adapun vaksin yang sensitif panas adalah BCG, Polio, JE
dan Campak Rubella.
b. Vaksin sensitif beku
Merupakan golongan vaksin yang rusak terhadap suhu dingin <0oC. Vaksin
sensitive beku yaitu vaksin Hepatitis B, Td, DPT-HB-Hib, DT, IPV, HPV, dan
PCV. Jika alat pemantau suhu menunjukan suhu 0oC atau alat pemantau
paparan suhu dingin (freezetag) menunjukan tanda “X”, maka vaksin
dicurigai mengalami pembekuan. Untuk memastikan vaksin dalam kondisi
baik atau rusak, maka sebaiknya dilakukan shake test (uji kocok), kecuali
untuk vaksin IPV

Langkah-Langkah uji kocok:


1) Pilih satu dari tiap tipe dan batch vaksin yang dicurigai pernah beku,
utamakan yang dekat dengan evaporator atau bagian vaccine
refrigerator yang paling dingin. Beri label “Tersangka Beku”. Bandingkan
dengan vaksin dari tipe dan batch yang sama yang sengaja dibekukan
hingga beku padat seluruhnya dan beri label “Dibekukan”.
2) Biarkan contoh vaksin “Dibekukan” dan vaksin “Tersangka Beku” sampai
mencair seluruhnya.
3) Kocok contoh vaksin “Dibekukan” dan vaksin “Tersangka beku” secara
bersamaan.
4) Kemudian taruh berdekatan, dan diamkan.
5) Amati contoh vaksin “Dibekukan” dan vaksin “Tersangka beku”, untuk
membandingkan lamanya waktu pengendapan (biasanya 5 s.d 30 menit).
6) Jika:
• Pengendapan vaksin “Tersangka beku” lebih lambat dari contoh
vaksin “Dibekukan”, maka vaksin boleh digunakan.
• Pengendapan vaksin “Tersangka beku” sama atau lebih cepat dari
pada contoh vaksin “Dibekukan”, maka vaksin tidak boleh digunakan
(vaksin sudah rusak).
7) Anda harus melakukan uji kocok untuk tiap vaksin yang berbeda batch
dan jenis vaksinnya dengan kontrol “Dibekukan” yang sesuai.
Gambar 4.5. Uji kocok untuk vaksin sensitif beku

2. Jenis vaksin
Vaksin-vaksin yang saat ini dipakai dalam program imunisasi rutin di Indonesia
adalah:

Tabel 4.3 Jenis Vaksin dalam Program Imunisasi Rutin

No Jenis Vaksin Penjelasan


a. Hepatitis B • Deskripsi
Vaksin hepatitis B adalah vaksin virus
recombinan yang telah diinaktivasikan dan
bersifat non-infecious, berasal dari HBsAg yang
dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula
polymorpha) menggunakan teknologi DNA
rekombinan.
• Indikasi:
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B
• Kontraindikasi:
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama
halnya seperti vaksin lain tiak boleh diberikan
kepada penderita infeksi berat yang disertai
kejang.
• Cara pemberian:
Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5 ml atau
1(buah) HB PID, pemberian suntikan secara
intra muskuler, sebaiknya pada anterolateral
paha.
• Efek simpang:
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan
pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan.
Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya
hilang setelah 2 hari.
b. BCG • Deskripsi
Vaksin BCG merupakan vaksin beku kering
yang mengandung Mycrobacterium bovis hidup
yang dilemahkan (Bacillus Calmette Guerin),
strain paris
• Indikasi:
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
tuberculosis
• Kontraindikasi:
ꟷ Defisiensi sistem kekebalan
ꟷ Individu yang terinfeksi HIV asimptomatis
maupun simptomatis
ꟷ Adanya penyekit kulit berat/menahun
seperti eksim, furunkulosis, dsb
ꟷ Penderita TBC
• Cara pemberian:
Vaksin disuntikan dengan dosis 0,05 ml secara
intrakutan di daerah lengan kanan atas
(insertion musculus deltoideus)
• Efek simpang:
Reaksi lokal yang timbul setelah imunisasi
BCG adalah wajar, suatu pembengkakan kecil,
merah, lembut biasanya timbul pada daerah
bekas suntikan, yang kemudian berubah
menjadi vesikel kecil, dan kemudian menjadi
sebuah ulkus kecil dalam waktu 2-4 minggu.
Reaksi ini biasanya hilang dalam 2-5 bulan,
dan umumnya pada anak-anak meninggalkan
bekas berupa jaringan parut dengan diameter
2-10 mm. Jarang sekali nodus atau ulkus tetap
bertahan. Kadang-kadang pembesaran getah
bening pada daerah ketiak dapat timbul 2-4
bulan setelah imunisasi. Sangat jarang sekali
kelenjar getah bening tersebut menjadi
supuratif. Suntikan yang kurang hati-hati dapat
menimbulkan abses dan jaringan parut.
c. Polio tetes (bOPV) • Deskripsi
Vaksin polio tetes adalah Vaksin Polio bivalent
yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe
1 dan 3 (strain Sabin) yang sudah dilemahkan
• Indikasi:
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
poliomyelitis
• Kontraindikasi:
Defisiensi sistem kekebalan (immune
deficiency)
• Cara pemberian:
Vaksin diberikan secara oral sebanyak dua
tetes.
• Efek simpang:
Pada umumnya tidak terdapat efek samping.
Efek samping berupa paralisis yang disebabkan
oleh vaksin sangat jarang terjadi (kurang dari
0,17:1.000.000; Bull WHO 66: 1988). Individu
yang kontak dengan anak yang telah
divaksinasi, jarang sekali beresiko mengalami
lumpuh polio akibat divaksinasi (perbandingan
1/1.400.000 dosis sampai 1/3.400.000 dosis).
Dalam hal ini terjadi bila kontak belum
mempunyai kekebalan terhadap virus polio atau
belum pernah diimunisasi.
d. DPT-HB-Hib • Deskripsi
Vaksin DPT-HB-Hib berupa suspensi homogen
yang berisikan difteri murni, toxoid tetanus,
bakteri pertussis inakti, antigen permukaan
hepatitis B (HBsAg) murni yang tidak infeksius,
dan komponen Hib sebagai vaksin bakteri sub
unit beupa kapsul polisakarida Haemophylus
Influenzae type b (Hib) tidak infeksius yang
dikonjugasikan kepada protein toksoid tetanus.
• Indikasi:
Vaksin digunakan untuk pencegahan terhadap
difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), hepatitis
B, dan infeksi Haemophilus influenzae tipe b
secara simultan.
• Kontraindikasi:
ꟷ Hipersensitif terhadap komponen vaksin
ꟷ Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi
baru lahir atau kelainan saraf serius lainnya
merupakan kontraindikasi terhadap
komponen pertusis
• Cara pemberian:
Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5 ml secara
intramuscular.
• Efek simpang:
Jenis dan angka kejadian reaksi simpang yang
berat tidak berbeda secara bermakna dengan
vaksin DTP, Hepatitis B dan Hib yang diberikan
secara terpisah. Reaksi ringan yang umum
terjadi adalah:
ꟷ Demam ringan
ꟷ Bengkak pada bekas suntikan
ꟷ Kulit pada bagian suntikan menjadi merah
dan sakit
ꟷ Anak terlihat lelah/rewel
e. Campak-Rubella (MR) • Deskripsi
Merupakan vaksin live attenuated berbentuk
serbuk-kering dengan pelarut. Setiap dosis
vaksin campak rubella mengandung 1000
CCID50 virus campak dan 1000 CCID50 virus
rubella.
• Indikasi:
Untuk kekebalan terhadap penyakit campak
dan rubella.
• Kontraindikasi:
ꟷ Individu yang sedang dalam terapi
kortikosteroid, imunosupresan dan
radioterapi
ꟷ Wanita hamil
ꟷ Leukemia, anemia berat dan kelainan darah
lainnya
ꟷ Kelainan fungsi ginjal berat
ꟷ Decompensatio cordis
ꟷ Setelah pemberian gamma globulin atau
transfuse darah
ꟷ Riwayat alergi terhadap komponen vaksin
(neomicyn)
• Cara pemberian:
Vaksin disuntikan dengan dosis 0, 5 ml secara
subkutan.
• Efek simpang:
ꟷ Reaksi lokal berupa nyeri, bengkak dan
kemerahan di lokasi suntikan
ꟷ Reaksi sistemik berupa demam (pada hari
ke 5 dan 6 pasca imunisasi), malaise, dan
kulit bintik-bintik merah (hari ke 7 – 10 pasca
imunisasi)
ꟷ Kipi serius berupa shock anafilaksis
f. DT • Deskripsi
Vaksin DT merupakan suspensi kolodial
homogen berwarna putih susu dalam vial gelas,
mengandung toksoid tetanus dan toksoid difteri
murni yang teradsorbsi kedalam alumunium
fosfat.
• Indikasi:
Untuk kekebalan simultan terhadap difteri dan
tetanus pada anak- anak.
• Kontraindikasi:
ꟷ Dosis kedua DT jangan diberikan apabila
anak menderita reaksi berat terhadap dosis
sebelumnya.
ꟷ Hipersensitif terhadap komponen vaksin
• Cara pemberian:
Vaksin disuntikan dengan dosis 0, 5 ml secara
intramuskular.
• Efek simpang:
Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan
pada lokasi suntikan yang bersifat sementara
dan kadang muncul gejala demam.
g. Td • Deskripsi
Vaksin Td merupakan suspensi berwarna putih
dalam vial gelas, mengandung toksoid tetanus
dan toksoid difteri, dengan komponen difteri
yang rendah, yang telah dimurnikan dan
teradsorbsi pada alumunium fosfat.
• Indikasi:
Untuk kekebalan simultan terhadap difteri dan
tetanus.
• Kontraindikasi:
ꟷ Dosis kedua Td jangan diberikan apabila
anak menderita reaksi berat terhadap dosis
sebelumnya.
ꟷ Hipersensitif terhadap komponen vaksin
• Cara pemberian:
Vaksin disuntikan dengan dosis 0, 5 ml secara
intramuskular.
• Efek simpang:
Pada uji klinis dilaporkan terdapat kasus nyeri
pada lokasi penyuntikan (20-30%) serta demam
(4,7%)
h. IPV • Deskripsi
Merupakan vaksin yang mengandung virus
Polio tipe 1,2 dan 3 yang telah dimatikan
(inactive).
• Indikasi:
Untuk pencegahan poliomyelitis pada bayi dan
anak immunocompromised, kontak di
lingkungan keluarga dan pada individu dimana
vaksin polio oral menjadi kontra indikasi
• Kontraindikasi:
ꟷ Kontra indikasi umumnya pada imunisasi:
vaksinasi harus ditunda pada mereka yang
sedang menderita demam, penyakit akut
atau penyakit kronis progresif.
ꟷ Hipersensitif terhadap pemberian vaksin IPV
sebelumnya
Alergi terhadap streptomycin
• Cara pemberian:
Vaksin disuntikan dengan dosis 0, 5 ml secara
intramuscular
• Efek simpang:
Kasus KIPI serius sangat jarang dilaporkan. KIPI
yang pernah dilaporkan antara lain kemerahan
pada lokasi suntikan (0,5-1,5%), bengkak (3-
11%) dan sakit/nyeri (14-29%). Kejadian
demam ringan juga pernah dilaporkan, namun
demam >40oC hanya terjadi pada <0,1% bayi
i. HPV • Deskripsi
Merupakan vaksin rekombinan yaitu vaksin
yang dibuat dari komponen yang menyerupai
virus Human Papilloma/HPV (penyebab kanker
serviks) sehingga vaksin HPV tidak
mengandung material genetik (DNA) dari virus
HPV hidup sama sekali. Saat ini ada dua jenis
vaksin HPV yaitu bivalen (mengandung HPV
tipe 16 dan 18) dan quadrivalen (mengandung
HPV tipe 6,11, 16 dan 18)
• Indikasi:
Untuk kekebalan terhadap penyakit kanker
serviks akibat infeksi HPV.
• Kontraindikasi:
ꟷ Hipersensitif terhadap komponen vaksin.
ꟷ Seseorang dengan penyakit akut sedang
atau berat. Hal ini tidak sepenuhnya
mengecualikan pemberian imunisasi HPV
melainkan penundaan hingga kondisi telah
membaik.
ꟷ Selama kehamilan
• Cara pemberian:
• Vaksin disuntikan dengan dosis 0, 5 ml di
lengan atas (pertengahan M. deltoideus)
secara intramuscular.
• Efek simpang:
ꟷ Vaksin HPV Gardasil yang digunakan
berdasarkan hasil pengamatan aktif yang
dilakukan, tidak ada KIPI serius/berat
ꟷ Pada pengamatan 30 menit pasca imunisasi
diketahui reaksi nyeri lokal, kemerahan,
pembengkakan
ꟷ Reaksi sistemik (demam), reaksi lokal (nyeri
lokal, kemerahan, pembengkakan)
berhubungan dengan imunisasi HPV yang
diberikan
j. PCV-13 • Deskripsi
Vaksin Pneumokokus Konyugasi PCV-13 terdiri
dari 13 serotipe (1, 3, 4, 5, 6A, 6B, 7F, 9V, 14,
18C, 19A, 19F) yang dikonjugasikan dengan
protein karier Diphteria non toksik (D), Diphteria
CRM 197. Kemasan vaksin adalah dosis
tunggal 0,5 ml dalam sediaan pre-filled
syringed.
• Indikasi:
Untuk kekebalan terhadap penyakit pneumonia
akibat infeksi bakteri pneumokokus.
• Kontraindikasi:
Adanya riwayat reaksi anafilaktik berat
terhadap komponen vaksin PCV-13 atau
vaksin lain yang mengandung komponen
Diphteria (DPT-HB-Hib, DT, Td).
• Cara pemberian:
Vaksin disuntikan dengan dosis 0, 5 ml secara
intramuscular.
• Efek simpang:
Reaksi simpang yang mungkin terjadi adalah
reaksi lokal seperti nyeri, bengkak dan
kemerahan di lokasi suntikan. Reaksi sistemik
dapat berupa demam, gelisah, pusing, tidur
tidak tenang, nafsu makan menurun, muntah,
diare, urtikaria dan malaise.
k. JE • Deskripsi
Vaksin JE merupakan vaksin dengan serbuk
lyophilized berwarna kuning cerah atau
berwarna merah jambu cerah dan setelah
dilarutkan dengan pelarut akan berwarna
orange merah atau merah jambu cerah, berisi
virus hidup SA 14-12-2 JE yang telah
dilemahkan.
• Indikasi:
Untuk menimbulkan kekebalan terhadap
penyakit encephalitis akibat virus Japanese
Encephalitis
• Kontraindikasi:
ꟷ Reaksi hipersensitif terhadap komponen
vaksin apapun (gelatin, gentamicin)
ꟷ Defisiensi imun congenital, anak dengan
immunocompromised atau orang yang beru
saja menerima terapi imunodepresif.
ꟷ Selama kehamilan
• Cara pemberian:
Vaksin disuntikan dengan dosis 0, 5 ml di
lengan kiri atas secara subkutan.
• Efek simpang:
Reaksi yang paling umum terjadi adalah
demam sementara pada sekitar 5-10% anak
dan reaksi local berupa ruam/iritabilitas pada
tidak lebih 1-3% anak.

C. PENGELOLAAN VAKSIN
Dalam pelaksanaan imunisasi, vaksin menjadi komponen yang sangat penting. Vaksin
merupakan produk biologis yang sangat mudah rusak dan rentan kehilangan potensi
bila tidak dikelola dengan benar. Untuk menjaga kualitasnya, vaksin harus dikelola
secara benar sesuai standar baik dalam penyimpanan, pendistribusian sampai saat
penggunaannya di pelayanan kesehatan.

1. Penyimpanan Vaksin
Untuk menjaga kualitas vaksin tetap tinggi sejak diterima sampai didistribusikan
ketingkat pelayanan (atau digunakan), vaksin harus selalu disimpan pada suhu
yang telah ditetapkan, yaitu:
a. Provinsi
• Vaksin Polio Tetes disimpan pada suhu -15°C s.d. -25°C pada freeze room
atau freezer
• Vaksin lainnya disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C pada cold room atau
vaccine refrigerator
b. Kabupaten/Kota
• Vaksin Polio Tetes disimpan pada suhu -15°C s.d. -25°C pada freezer
• Vaksin lainnya disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C pada cold room atau
vaccine refrigerator
c. Puskesmas
• Semua vaksin disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C pada vaccine refrigerator
• Khusus vaksin Hepatitis B, di bidan desa disimpan pada suhu ruangan,
terlindung dari sinar matahari langsung.
Tabel 4.4 Suhu Penyimpanan Vaksin di Setiap Level Penyimpanan

Provinsi Kab/Kota PKM/Pustu Bides/UPK


VAKSIN Masa Simpan Vaksin
2 BLN+1 BLN 1 BLN+1 BLN 1 BLN+1 MG 1 BLN+1 MG
o o
Polio -15 C sd -25 C
DPT-HB-Hib
DT
BCG
Campak-Rubella
Td 2oC sd 8oC
IPV
HPV
PCV
JE
Hepatitis B Suhu ruang

Penyimpanan pelarut vaksin pada suhu 2°C s.d. 8°C atau pada suhu ruang
terhindar dari sinar matahari langsung. Sehari sebelum digunakan, pelarut
disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C. Beberapa ketentuan yang harus selalu
diperhatikan dalam pemakaian vaksin secara berurutan adalah paparan
vaksin terhadap panas, masa kadaluwarsa vaksin, waktu
pendistribusian/penerimaan serta ketentuan pemakaian sisa vaksin.

• Keterpaparan Vaksin terhadap Panas


Vaksin yang telah mendapatkan paparan panas lebih banyak (yang
dinyatakan dengan perubahan kondisi Vaccine Vial Monitor (VVM) A
ke kondisi B harus digunakan terlebih dahulu meskipun masa
kadaluwarsanya masih lebih panjang. Vaksin dengan kondisi VVM C
dan D tidak boleh digunakan.
Gambar 4.6 Kategori VVM

• Masa Kadaluarsa Vaksin


Apabila kondisi VVM vaksin sama, maka digunakan vaksin yang lebih
pendek masa kadaluwarsanya (Early Expire First Out/EEFO).

• Waktu Penerimaan Vaksin (First In First Out/FIFO)


Vaksin yang terlebih dahulu diterima sebaiknya dikeluarkan terlebih
dahulu. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa vaksin yang diterima
lebih awal mempunyai jangka waktu pemakaian yang lebih pendek.

• Pemakaian Sisa Vaksin


Vaksin sisa pada pelayanan statis (Puskesmas, Rumah Sakit atau
praktek swasta) bisa diunakan pada pelayanan hari berikutnya.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi adalah:
ꟷ Disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C
ꟷ VVM dalam kondisi A atau B
ꟷ Belum kadaluwarsa
ꟷ Tidak terendam air selama penyimpanan
ꟷ Belum melampaui masa pemakaian.

Tabel 4.5 Masa Pemakaian Vaksin Vial Terbuka

Jenis Vaksin Masa Pemakaian Keterangan


Polio Tetes 2 minggu
IPV 4 minggu Cantumkan tanggal
DT 4 minggu pertama kali vaksin
Td 4 minggu digunakan
DPT-HB-Hib 4 minggu
BCG 3 jam
Cantumkan waktu
Campak-Rubella 6 jam
vaksin dilarutkan
JE 6 jam
2. Pendistribusian Vaksin
Seluruh proses distribusi vaksin program dari pusat sampai ketingkat pelayanan,
harus mempertahankan kualitas vaksin tetap tinggi agar mampu memberikan
kekebalan yang optimal kepada sasaran. Berikut merupakan alur distribusi vaksin
dan logistik imunisasi lainnya:

Gambar 4.7 Alur Distribusi Vaksin

Nasional

Provinsi

Kabupaten/Kota

Puskesmas

Pelayanan Imunisasi
(Posyandu, RS, Klinik,
Praktek Swasta)

3. Penerimaan Vaksin
Dalam menerima vaksin, agar memeriksa:
• Kelengkapan administrasi berupa SBBK (Surat Bukti Barang Keluar) dan VAR
(Vaccine Arrival Report).
• Kualitas Vaksin (periksa setiap box vaksin; periksa VVM dan alat pemantau
suhu yang tersedia)
• Jumlah dan jenis vaksin

4. Penyusunan dan Pengepakan Vaksin


1) Penyusunan Vaksin pada Vaccine Refrigerator
Prinsip-prinsip penyusunan vaksin dalam vaccine refrigerator di Puskesmas
antara lain:
• Semua vaksin disimpan pada suhu 2°C s.d 8°C
• Letakkan cool pack di bagian bawah refrigerator sebagai penahan dingin
dan menjaga kestabilan suhu.
• Peletakan dus vaksin mempunyai jarak antara minimal 1-2 cm atau satu
jari tangan.
• Vaksin HS (BCG, Campak-Rubella, Polio) diletakkan dekat dengan
evaporator.
• Vaksin FS (Hep. B, DPT/HB/Hib, DT, Td, IPV, HPV, dan PCV) diletakkan
jauh dengan evaporator.
• Vaksin dalam lemari es harus diletakkan dalam kotak vaksin.
Berikut merupakan gambar contoh penyusunan vaksin di beberapa tipe
vaccine refrigerator:

Gambar 4.8 Penyusunan Vaksin di ILR Kab/Kota

Gambar 4.9 Penyusunan Vaksin di Vaccine Refrigerator tipe RCW 42


Gambar 4.10 Penyusunan Vaksin di Vaccine Refrigerator tipe RCW 50

Gambar 4.11 Penyusunan Vaksin di Refrigerator Rumah Tangga

Jangan
menyimpan
vaksin di pintu
Catatan Penting:
| Vaksin HB Uniject (ADS PID) di BDD (Bidan di Desa) disimpan pada
suhu ruangan ataupun dibawa saat kunjungan rumah tanpa rantai
vaksin. Kelayakan pemakaian vaksin diukur dengan melihat status
VVM.
| Pelarut vaksin BCG dan campak-rubella boleh disimpan dluar vaccine
refrigerator ditempat yang sejuk (suhu kamar).
| Letakkan pelarut dalam vaccine refrigerator minimal 12 jam sebelum
melakukan pelayanan.
| Vaccine refrigerator tempat menyimpan vaksin tidak boleh
menyimpan barang selain vaksin (makanan, minuman, barang-
barang laboratorium).

2) Penyusunan Vaksin pada Coolbox atau Vaccine Carrier


Suhu di dalam cold box dan vaccine carrier yang digunakan dalam kegiatan
distribusi vaksin harus tetap dijaga agar dalam senantiasa berada dalam
suhu yang direkomendasikan. Berikut adalah langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam membawa vaksin:

Gambar 4.12 Pengemasan Vaccine Carrier

1. Masukan coolpack (jumlah 2. Letakan vaksin di tengah-tengah


coolpack disesuaikan dengan
tipe/volume vaccine carrier)

3. Tutup vaccine carrier rapat-rapat 4. Vaksin siap dibawa


• Simpan kotak pendingin atau
pembawa vaksin di tempat teduh.
• Jaga agar tutupnya tetap tertutup
rapat.
• Gunakan bantalan busa untuk
menyimpan botol selama sesi
imunisasi
Vaksin terlindung dari panas lebih
lama jika dimasukkan ke dalam
bantalan busa.
Bantalan busa berfungsi sebagai
5. Letakkan vial vaksin yang sudah penutup sementara agar vaksin yang
dibuka di atas bantalan busa belum dibuka tetap terlindungi dalam
suhu dingin. Bantalan busa juga dapat
menahan, melindungi dan menjaga
vaksin yang sudah dibuka

5. Penanganan Vaksin di Unit Pelayanan


Tempat pelayanan imunisasi baik di komponen statis maupun di posyandu adalah
merupakan mata rantai paling akhir dari sistem rantai dingin vaksin. Oleh karena
itu perlakuan vaksin di unit ini sangat penting.

1) Di Puskesmas dan Unit Pelayanan Statis Lainnya (RS, Klinik Bersalin,


Dokter/Bidan Praktek Swasta)
• Vaksin disimpan dalam vaccine refrigerator dengan suhu 2 s.d 8oC.
• Ketika akan melakukan pelayanan imunisasi, siapkan vaksin ke dalam
vaccine carrier yang diberi kotak dingin cair. Hal ini agar vaccine
refrigerator tidak dibuka berulang kali ketika sasaran datang.
• Letakkan vaccine carrier di meja yang tidak terkena sinar matahari
langsung.
• Dalam penggunaan, letakkan vaksin diatas spon/busa yang berada di
dalam vaccine carrier.
• Di dalam vaccine carrier tidak boleh ada air yang merendam vaksin. Ini
untuk mencegah kontaminasi vaksin dari bakteri lain.

2) Di Posyandu dan Komponen Lapangan Lainnya


Pada prinsipnya sama seperti di komponen statis, dan intinya vaksin tetap
berada pada suhu 2°C s.d 8°C. Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
• Sepulang dari lapangan, sisa vaksin yang belum dibuka diberi tanda
khusus untuk didahulukan penggunaannya pada jadwal pelayanan
berikutnya selama VVM nya masih baik.
• Semua sisa vaksin yang sudah dibuka pada kegiatan lapangan misalnya
pada posyandu, sekolah, atau pelayanan di luar gedung lainnya tidak
boleh digunakan lagi.

6. Penanganan Vaksin pada Keadaan Tertentu


Penanganan vaksin dalam keadaan tertentu perlu dipahami, mengingat vaksin
sangat rentan terhadap perubahan suhu, penyimpanan vaksin pada tingkat
puskesmas dianggap yang paling rentan, karena power tidak stabil, tidak ada
listrik, daya listrik terbatas.
Beberapa hal yang harus dipahami pengelola vaksin dalam menghadapi kondisi
tertentu adalah memahami bentuk dan type vaccine refrigerator.
1) Bila Ice Line Refrigerator: periksa suhu, jangan membuka pintu vaccine
refrigerator karena jenis ini mempunyai cold life 15-24 jam.
2) Bila RCW 42 EK-50 EK yang mempunyai cold life 4-5 jam: siapkan peralatan
atau langkah-langkah penyelamatan vaksin, yaitu:
• Menggunakan burner
• Menghidupkan generator (bila ada)

Gambar 4.13 Langkah-Langkah Penyelamatan Vaksin


7. Pencatatan pengeluaran vaksin
Pencatatan stok vaksin harus selalu dilakukan setiap kali ada transaksi
penerimaan dan pengeluaran/pemakaian vaksin. Pencatatan dibuat terpisah per
masing-masing antigen. Adapun hal-hal yang perlu dicatat adalah tanggal
transaksi, asal vaksin diterima atau tujuan vaksin dikeluarkan/dipakai, nomor
surat/SBBK, jumlah vaksin yang diterima/dikeluarkan, nomor batch, VVM, tanggal
kadaluarsa, dan sisa stok.

Setiap akhir bulan atasan langsung pengelola vaksin melakukan monitoring


administrasi dan fisik vaksin serta logistik lainnya. Hasil monitoring dicatat pada
kartu stok dan dilaporkan secara berjenjang bersamaan dengan laporan cakupan
Imunisasi.

Anda mungkin juga menyukai