Peran Hakin Dalam Peradilan
Peran Hakin Dalam Peradilan
PERSPEKTIF HADITS
DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD RAHMAT
NIM. 2021540026
( Sebagai Tugas Mata Kuliah Hadits Tematik/ Unit I)
Langkah pertama adalah ucapan syukur kepada Allah SWT yang sampai saat
ini masih memberikan kita kekuatan untuk menimba ilmu pengetahuan dan
menerangi dunia ini dengan cahaya iman di dada kita. Shalawat dan salam kita
haturkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW beserta seluruh sahabat dan
keluarga beliau.
Makalah singkat ini merupakan tugas mata kuliah Hadits Tematik. Kami
dibebankan oleh dosen pembimbing mata kuliah dengan sebuah tulisan yang
bertemakan “Pengaruh Hakim Dalam Proses Peradilan Dari Perspektif Hadits”.
Tugas ini adalah bentuk proses belajara bagi kami untuk lebih mendalami hal
ikhwal tentang tafsir tematik. Dikarenakan hal tersebut, maka kami memohon maaf
bila masih banyak kekurangan dalam makalah ini yang perlu dikritik agar dapat
diperbaiki kedepannya.
Penulis
Muhammad Rahmat
Nim. 2021540026
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam makalah ini, kami akan membahas beberapa hal yang berkaitan
dengan ijtihad seorang hakim, seperti kedudukan tinggi yang disandang oleh hakim,
bolehnya hakim berijtihad dalam menentukan keputusan, kondisi yang tidak baik
bagi hakim untuk memberi keputusan, kabar gembira untuk para hakim dan lain-lain.
Hakim adalah jabatan yang mulia sekaligus penuh resiko dan tantangan.
Mulia karena ia bertujuan menciptakan ketentraman dan perdamaian di dalam
masyarakat. Penuh resiko karena di dunia ia akan berhadapan dengan mereka yang
tidak puas dengan keputusannya, sedangkan di akhirat diancam dengan neraka jika
tidak menetapkan keputusan sesuai dengan yang seharusnya. Jabatan tersebut
1
membutuhkan moralitas yang tinggi dan tanggung jawab intelektual dalam
mengemban tugas mulianya yang sarat resiko dan tantangan.
B. Rumusan Permasalahan
2
BAB II
Tidak ada khilaf diantara umat Islam bahwa hukum tertinggi adalah milik
Allah SWT dan selanjutnya hadits Rasulullah SAW. Dalam menjalankannya perlu
ada lembaga kehakiman. Hakim adalah jabatan yang mulia sekaligus penuh resiko
dan tantangan. Mulia karena ia bertujuan menciptakan ketentraman dan perdamaian
di dalam masyarakat. Penuh resiko karena di dunia ia akan berhadapan dengan
mereka yang tidak puas dengan keputusannya, sedangkan di akhirat diancam dengan
neraka jika tidak menetapkan keputusan sesuai dengan yang seharusnya. Jabatan
tersebut membutuhkan moralitas yang tinggi dan tanggung jawab intelektual dalam
mengemban tugas mulianya yang sarat resiko dan tantangan.1 Allah SWT dalam surat
al-Nisa ayat 105 berfirman :
ً ْ َ َْ َ ّْ ْ ُ َ ََ ُ 0 َ َٰ َ ﱠ َْ َ ْ َ َْ َ ْ ٰ َ َْ ّ َ ْ ُ َ َ ْ َ ﱠ
ۙ" ﺧ ِﺼﻴﻤﺎ#ﻨ%ِ ﺗﻜﻦ ِ ﻠﺨﺎۤﯨ,-ﺎس ِﺑﻤﺎٓ ارﯨﻚ اﷲۗو
ِ " ا#ِاﻧﺎٓ اﻧﺰ ﺎٓ ِا ﻚ ا ِﻜ ﺐ ِﺑﺎ ِﻖ ِ ﺤﻜﻢ ﺑ
1
Abdul Manan, Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan, ( Jakarta, Kencana, 2007)
Hal. 7
3
manusia dengan apa yang telah Allah ajarkan kepadamu. Janganlah engkau
menjadi penentang (orang yang tidak bersalah) karena (membela) para
pengkhianat.(QS. An-Nisa : 105)
Muhammad Asad sebagaimana yang dikutip oleh Wahbah Zuhaily
menyebutkan “pembatasan kewenangan untuk mencegah konflik dalam melakukan
proses hukum atau peradilan adalah melakukannya dalam peradilan negara, karena
peradilan negara merupakan sebuah bentuk perwakilan dari ummat melalui ulama
tertentu untuk membatasi konflik, dimana ulama tersebut terkenal dengan ilmu dan
pengetahuannya tentang hukum, memiliki karakter yang kuat, bertakwa dan
berakhlak mulia”2
ي َﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ اﻟْ ُﻤ ْﻌﺘَ ِﻤ ُﺮ ﺑْ ُﻦ ُﺳﻠَْﻴ َﻤﺎ َن َﺣ ﱠﺪﺛـَﻨَﺎ ُﺳﻠَْﻴ َﻤﺎ ُن اﻟْ َﻤ َﺪِﱐﱡ َﻋ ْﻦ َﻋْﺒ ِﺪﺼ ِﺮ ﱡ ِ
ْ ََﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ أَﺑُﻮ ﺑَ ْﻜ ِﺮ ﺑْ ُﻦ َ"ﻓ ٍﻊ اﻟْﺒ
ا'َ َﻻ َْﳚ َﻤ ُﻊ أُﱠﻣ ِﱵ أ َْوا'ُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَ َﺎل إِ ﱠن ﱠﺻﻠﱠﻰ ﱠ ِﻮل ﱠ َ ا'ِ ﺑْ ِﻦ ِدﻳﻨَﺎ ٍر َﻋ ْﻦ اﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤَﺮ أَ ﱠن َر ُﺳ
َ 'ا ﱠ
ﺎﻋ ِﺔ َوَﻣ ْﻦ َﺷ ﱠﺬ َﺷ ﱠﺬ إِ َﱃ اﻟﻨﱠﺎ ِر ْ ا'ِ َﻣ َﻊ ﺿ َﻼﻟٍَﺔ َوﻳَ ُﺪ ﱠ ِ ﻗَ َﺎل أُﱠﻣﺔَ ُﳏ ﱠﻤ ٍﺪ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ
َ اﳉَ َﻤ َ ا'ُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َﻋﻠَﻰ َ َ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Nafi' Al Bashri, telah
menceritakan kepadaku Al Mu'tamir bin Sulaiman, telah menceritakan
kepada kami Sulaiman Al Madani dari 'Abdullah bin Dinar dari Ibnu
'Umar bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan ummatku, atau beliau
bersabda ummat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam berada di atas
kesesatan, dan tangan Allah bersama Al Jama'ah, dan barangsiapa yang
hidup menyendiri maka dia akan menyendiri pula masuk neraka."
(HR.Tarmidzi)
Abu Isa berkata; Ini adalah hadis gharib ditinjau dari jalur ini. Adapun
Sulaiman Al Madani menurutku dia adalah Sulaiman bin Sufyan yang Abu Daud Ath
2
Wahbah Zuhaili, Fiqh Islamy Wa Adillatuhu, (Damsyiq, Darul Fikri, 1985)Jilid VI, Hal.653
3
Carihadis.com, sunan turmudzi,Nomor 2092
4
Thayalisi, Abu 'Amir Al 'Aqadi dan yang lainnya dari ahli ilmu telah meriwayatkan
hadis darinya. Abu Isa berkata; Adapun penafsiran makna Al Jama'ah menurut para
ulama adalah mereka para ahli fiqih, ahli ilmu dan ahli hadis. Dan aku mendengar Al
Jarud bin Mu'adz berkata; Aku telah mendengar Ali bin Al Hasan berkata; Aku
bertanya kepada Abdullah bin Al Mubarak, "Siapakah Al Jama'ah itu?" kemudian dia
pun menjawab, "Abu Bakar dan Umar." lalu dikatakan kepadanya "Abu Bakar dan
Umar telah meninggal." Dia menjawab, "Fulan dan Fulan." Dikatakan lagi
kepadanya, "Fulan dan Fulan sudah meninggal." Kemudian dia berkata, "Abdullah
bin Al Mubarak dan Abu Hamzah As Sukkari adalah Jama'ah." Abu Isa berkata; Abu
Hamzah dia adalah Muhammad bin Maymun. Yakni, seorang syeikh yang shalih, dan
ia mengatakan hal ini ketika syaikh itu masih hidup.
Kendati hadits dianggap gharib, namun terdapat hadits lain dalam musnad
Ahmad yang menguatkan hadits diatas yang berbunyi4 :
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Yunus dia berkata, telah menceritakan
kepada kami Laits dari Abu Wahb Al Khaulani dari seorang laki-laki
yang ia sebutkan namanya, dari Abu Bashrah Al Ghifari seorang sahabat
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Aku meminta kepada Rabbku Azza wa Jalla
empat perkara, lalu Dia memberiku tiga perkara dan menolak satu
perkara; aku meminta kepada Rabbku agar umatku tidak bersepakat atas
kesesatan lalu Dia mengabulkannya, lalu aku meminta Allah Azza wa
Jalla agar tidak membinasakan kalian dengan paceklik sebagaimana
dibinasakannya umat sebelum kalian lalu Dia mengabulkannya, dan aku
4
Ibid, Musnad Ahmad, Nomor 25966
5
meminta Allah Azza wa Jalla agar tidak menjadikan mereka bergolong-
golongan dan sebagian mereka memerangi sebagian yang lain, namuan
Dia menolaknya."(HR. Ahmad)
Dengan berpijak pada dua hadits diatas, kami rasa sudah cukup bagi kita
untuk membangun pemahaman bahwa yang memiliki kewenangan dalam melakukan
proses peradilan adalah lembaga peradilan yang dibentuk oleh pemerintah sebagai
represtatif dari ummat.
1. Islam
2. Baligh dan Berakal (Taklif)
3. Bukan Budak
4. Laki-laki
5. Adil
6. Dapat mendengar
7. Dapat melihat
8. Dapat berbicara
9. Mampu menganalisa permasalahan
10. Mampu berijtihad
Meskipun demikian, Wahbah Zuhaili lebih cenderung kepada pendapat
Imam Mawardi bahwa syarat seorang hakim yang paling penting adalah adil, berilmu
5
Musthafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha, al-Fiqh al-Manhaj ‘ala Madzhab Syafi’ie (
Damsyiq, Darul Qalam, 1996), Jilid VIII, Hal.178
6
dan bijaksanan.6 Syarat seorang hakim akan berkembang sesuai dengan kebutuhan
zaman, dimana yang paling mendasar untuk dimiliki oleh seorang hakim selain dari
sisi keimanannya adalah pengetahuan atau ilmu dan kemampuannya memutuskan
perkara sesuai dengan ilmu tersebut. Termasuk didalamnya kemampuan untuk
berijtihad untuk masalah-masalah yang tidak memiliki dalil secara qath’ie dan tidak
ada penjelasan dari ulama-ulama terdahulu.
b. Etika Hakim
6
Zuhaili, Jilid VI, Hal. 685
7
www.kbbi.kemedikbut.go.id
7
engkau akan menetapkan keputusan‛. Ali berkata, ‚Setelah itu, aku menjadi
seorang hakim‛ (HR al-Tirmizi)8
Al-Tirmidzi menilai hadis yang ia takhrij berkualitas hasan. Al-Albani
mengomentari penilaian al-Tirmidzi, dengan mengatakan: ‚bahkan ligairihi tetapi
pada sanadnya dha‘if‛. Syu‘aib al-Arna’ut menyatakan‚ hasan li ghairih‛, sementara
al-Hakim berkata,‚ hadis ini shahih menurut sanadnya, al-Bukhari dan Muslim tidak
mentakhrij hadis tersebut. Ibnu Hibban mengkategorikan sebagai hadits shahih di
dalam kitabnya. Menurut penulis, sanad hadis tentang mendengar kedua belah pihak
berkualitas hasan li gairih9
8
Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, Sunan Tirmidzi (Riyadh, Maktabah Al-Ma’arif, tt), Cet.I,
Hal.314
9
Abdul Rahman Zain, Hadits-hadits Tentang Etika Hakim, (Tesis pada Program Pasca
Sarjana UIN Alauddin Makasar, 2012), Hal. 96
10
Sulaiman ibn al-Asy‘as al-Sijistani, Sunan Abi Dawud, Juz IV (Cet. I; Bairut: Dar Ibnu
Hazm, 1998), h. 14.
8
Berdasarkan data dan uraian di atas, sanad tersebut berkualits dha‘if, sebab
salah satu perawinya bernama Mus‘ab ibn Sabit dinilai dha‘if. Hanya saja, dha‘if -nya
terletak pada sifat keintelektualan dan bukan pada keadilannya. Selebihnya perawi
dalam sanad itu, semuanya tsiqah. Oleh karena itu, sanad tersebut tidak parah (berat)
ke- dha‘if -annya.11
Matan hadis di atas secara substansi maknanya shahih. Sebab, adanya
hadits syahid dari hadits lain secara makna, yaitu dari Ummi Salamah. Selain itu,
terdapat riwayat Abu Hurairah yang mendukung makna hadis ‘Abdullah ibn al-
Zubair, yang artinya “Rasulullah saw. bersabda, ‚Orang yang telah ditunjuk menjadi
hakim diantara orang Islam harus memperlakukan mereka dengan adil dalam
perkataan dan tindakannya, sebagaimana posisi duduk mereka di persidangan” (HR
al-Baihaqi).
Pendapat ini juga didasari pada firman Allah dalam suta aN-Nahl ayat 90
yang berbunyi :
َ ْ ْ َ ْ َْ َ ٰ ََْ ٰ ْ ُْ ْ
ُ َ َْ َ َ ْ ْ َ ْ َْ ُ ُ َ َ0 ﱠ
5
ﻋ ِﻦ اﻟﻔﺤﺸﺎ ِۤء واﻟﻤﻨﻜ ِﺮ6 وﻳﻨ89ۤئ ِذى اﻟﻘﺮ
ِ @ﺎA ِﺎن وا
ِ ﺣﺴ,ِ -۞ ِان اﷲ ﻳﺄﻣﺮ ِﺑﺎﻟﻌﺪ ِل وا
َ ْ ُ َ ْ َ ْ َ ُ ُ ْ َ َﱠ ُ ْ َ َ ﱠ
ﻜﻢ ﺗﺬﻛﺮونQ ﻳ ِﻌﻈﻜﻢ ﻟﻌSTواﻟﺒ
ِ
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat kebajikan, dan
memberikan bantuan kepada kerabat. Dia (juga) melarang perbuatan
keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu
agar kamu selalu ingat.” (QS. AN-Nahl : 90)
Seorang hakim harus memberi kesempatan yang sama kepada para pihak
yang bersengketa, atau kepada terdakwa dan jaksa penuntut untuk memberikan
keterangan dan bukti-bukti. Dalam masa peradilan berlangsung, terdakwa atau para
pihak yang bersengketa tetap dalam asas praduga tak bersalah.
11
Zein, Hadits-Hadits tentang Etika Hakim, Hal.99
9
3. Stabilitas emosional
َ َﻋ ْﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ ﺑْ ِﻦ أَِﰊ ﺑَﻜَْﺮة،ﻚ ﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤ ٍْﲑ ِ ِ َﻋﻦ َﻋﺒ ِﺪ اﻟْﻤﻠ،َ ﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ أَﺑﻮ َﻋﻮاﻧَﺔ: ﻗَ َﺎل،َُﺧﺒـﺮَ" ﻗُـﺘَـﻴـﺒﺔ
َ ْ ْ َ ُ َ َْ ََ ْ أ
ِِ ِ ِ وَﻛﺘـﺒﺖ ﻟَﻪ إِ َﱃ ﻋﺒـﻴ ِﺪ ﱠ، َﻛﺘﺐ أَِﰊ:ﻗَ َﺎل
َ ْ ا' ﺑْ ِﻦ أَِﰊ ﺑَﻜَْﺮةَ َوُﻫ َﻮ ﻗَﺎﺿﻲ ﺳﺠ ْﺴﺘَﺎ َن أَ ْن َﻻ َْﲢ ُﻜ َﻢ ﺑَـ
ﲔ ْ َُ ُ ُ ْ َ َ ََ
ُ ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻳَـ ُﻘ ِﻮل ﱠ ِ
ﲔ
َ ْ َﺣ ٌﺪ ﺑَـ
َ »َﻻ َْﳛ ُﻜ ْﻢ أ:ﻮل َ 'ا َ ﺖ َر ُﺳ ُ ﻓَِﺈِّﱐ َﲰ ْﻌ،ﻀﺒَﺎ ُن
ْ ﺖ َﻏ َ ْﲔ َوأَﻧِ ْ اﺛْـﻨَـ
ﻀﺒَﺎ ُن
ْ ﲔ َوُﻫ َﻮ َﻏِ ْ اﺛْـﻨَـ
Artinya :“Qutaibah telah memberitakan kepada kami, ia berkata, Abu ‘Awanah telah
bercerita kepada kami, dari Abd. al-Malik ibn ‘Umair, dari Abd. al-Rahman
ibn Abi Bakrah, ia berkata, Ayahku telah menulis dan aku pula menuliskan
untuk ayahku kepada ‘Ubaidillah ibn Abi Bakrah, hakim di Sijistan, bahwa
jangan memutuskan hukum di antara dua orang, sedang engkau dalam
keadaan marah. Sesungguhnya aku (Abu Bakar) telah mendengar
Rasulullah saw. bersabda, ‚Janganlah seseorang menghakimi dua orang
yang berperkara sedang ia dalam keadaan marah” (HR al-Nasa’i)12
Berdasarkan sanad dari hadits yang diriwayatkan oleh al-Nasa’i melalui
Qutaibah ini ternyata seluruh perawinya bersifat ‘adil dan dhabit (tsiqah), serta
sanadnya dalam keadaan bersambung. Itu berarti, hadits ini telah memenuhi unsur-
unsur kaidah kesahihan sanad, sehingga dapat dinyatakan bahwa sanad hadis yang
bersangkutan berkualitas sahih sebagaimana yang telah dingkapkan dalam syarah
Sunan al-Nasa’i dan Albani13
10
4. Larangan menerima suap
ﻗَ َﺎل: َﻋ ْﻦ أَِﰊ ُﻫَﺮﻳْـَﺮَة ﻗَ َﺎل، َﻋ ْﻦ أَﺑِ ِﻴﻪ،َ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ﻋُ َﻤ ُﺮ ﺑْ ُﻦ أَِﰊ َﺳﻠَ َﻤﺔ،َ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ أَﺑُﻮ َﻋ َﻮاﻧَﺔ،َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ َﻋﻔﱠﺎ ُن
ْ " ﻟَ َﻌ َﻦ ﷲُ اﻟﱠﺮ ِاﺷ َﻲ َواﻟْ ُﻤ ْﺮﺗَ ِﺸ َﻲ ِﰲ:ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ
اﳊُ ْﻜ ِﻢ ِ ُ رﺳ
َ ﻮل ﷲ َُ
Artinya: "Affan telah menceritakan kepada kami, Abu ‘Awanah telah menceritakan
kepada kami, ‘Umar ibn Abi Salamah menceritakan kepada kami, dari
ayahnya, dari Abi Hurairah, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, Allah
SWT melaknat orang yang menyuap dan orang yang menerima suap dalam
masalah hukum” (HR Ahmad ibn Hanbal)14
Menurut Penjelasan Abdullan bin Abdul Muhsin al-Turk, hadits ini
memiliki sanad yang hasan, namun derajatnya menjadi shahih li ghairih karena
matan dari hadits ini sesuai dengan ayat al-Qur’an dan Hadits-hadits lain yang
menekankan pentingnya kejujuran dan haramnya perbuatan curang.
14
Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad Bin Hambal, (Muassasah Ar-Risalah, 2001) Jilid XV,
hal.8
11
Zubair, dari Abi Humaid al-Sa‘idi, bahwa sesungguhya Rasulullah saw.
bersabda, ‚Hadiah-hadiah terhadap pemerintah (termasuk kepada hakim)
merupakan bentuk pengkhianatan‛ (HR Ahmad ibn Hanbal).
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa sanad hadis riwayat Ah}mad ibn
Hanbal yang diteliti berkualitas dha‘if dan Isma ‘il ibn ‘Ayyasy ini meriwayatkan
secara makna dari kisah Ibnu al-Lutbiah. Menurut al-Bazzar, Isma ‘il ibn ‘Ayyasy
meringkas riwayatnya dari hadis Nabi saw. tentang kasus hadiah untuk petugas
pemungut zakat. Ringkasan tersebut salah dan yang benar adalah hadis riwayat dari
al-Zuhri dari ‘Urwah dari Abi Humaid bahwa Nabi saw. mengutus seseorang sebagai
petugas pemungut zakat.15
15
Zein, Hadits-hadits tentang Etika Hakim, Hal. 140
16
Nashiruddin Albani, Ilwa’ al-Ghalil fi takhrijil hawaditsu manarul sabil, ( Beirut,
Maktabah Islamy, 1985 ) Jilid VIII, Hal.246
12
BAB III
13
"Seandainya engkau tidak mendapatkan dalam Kitab Allah?" Mu'adz
menjawab, "Saya akan kembali kepada sunnah Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam." Beliau bersabda lagi: "Seandainya engkau tidak
mendapatkan dalam Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
serta dalam Kitab Allah?" Mu'adz menjawab, "Saya akan berijtihad
menggunakan pendapat saya, dan saya tidak akan mengurangi."
Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menepuk dadanya dan
berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepada
utusan Rasulullah untuk melakukan apa yang membuat senang
Rasulullah." Telah menceritakan kepada kami [Musaddad] telah
menceritakan kepada kami [Yahya] dari [Syu'bah] telah menceritakan
kepadaku [Abu 'Aun] dari [Al Harits bin 'Amru] dari [beberapa orang
sahabat Mu'adz] dari [Mu'adz bin Jabal] bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam tatkala mengutusnya ke Yaman… kemudian ia
menyebutkan maknanya." (HR. Abu Daud)17
Sanad hadits ini dhaif karena terdapat beberapa shahabat Mu’az bina Jabal
yang meragukan dan Harits Bin Amr yang terkenal jahil. Kendatipun demikian,
banyak pen-tahqiq yang men-shahih-kan hadits ini dari golongan ahli ilmu seperti al-
Fakhru al-Bazdawiy dalam kitab Ushuluh, al-Juwaini dalam kitab al-Burhan, Abu
Bakar al-‘Arabi dalam kitab ‘Aridhatul Ahwadzi, Khatib al-Baghdady dalam kitab
Faqih wa Mutafaqqih, Ibnu Taymiyah dalam dalam kitab Majmu’ Fatawa, Ibnu
Katsir dalam kitab Tafsiruh, dan Ibnu Qayyim dalam kitab i’lamu mauqi’ien. Asy-
Syaukany bahkan membuat bab khusus yang membahas hadits ini dalam kitab fathul
qadir. Ibnu Abbas bin Al-Qash meriwayatkan bahwa Imam Syafi’ie menshahihkan
hadits ini.
Mu’az bin Jabal, diutus Rasulullah SAW ke Yaman dalam usia yang sangat
muda. Kenyataan ini memberi indikasi bahwa dalam penunjukan seorang hakim,
yang paling diperhatikan adalah kapasitas keilmuan dan kredibilitas moralnya.
Sedangkan batas usia hanya pada batasan seorang pria sudah baligh.
17
Sulaiman bin al-Asy’atsi Abu Daud, Musnad Abu Daud, (Maktabah Syamilah) Jilid V,
Hal.444
14
ﻳﺪ ﺑْ ُﻦ َﻋْﺒ ِﺪ ﱠ
ا'ِ ﺑْ ِﻦ ُ َﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ ﻳَِﺰ، َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ َﺣْﻴـ َﻮةُ ﺑْ ُﻦ ُﺷَﺮﻳْ ٍﺢ،ئ اﳌ ِّﻜ ﱡﻲ ُ ﻳﺪ اﳌ ْﻘ ِﺮ َ ا'ِ ﺑْ ُﻦ ﻳَِﺰَﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ َﻋْﺒ ُﺪ ﱠ
َﻣ ْﻮَﱃ َﻋ ْﻤ ِﺮو ﺑْ ِﻦ،ﺲ ٍ َﻋ ْﻦ أَِﰊ ﻗَـْﻴ،ﻴﺪ ٍ ِ ﻋﻦ ﺑﺴ ِﺮ ﺑ ِﻦ ﺳﻌ،ث ِ ﻋﻦ ُﳏ ﱠﻤ ِﺪ ﺑ ِﻦ إِﺑـﺮ ِاﻫ ُﻴﻢ ﺑ ِﻦ َاﳊﺎ ِر،اﳍ ِﺎد
َ ْ ُْ َْ َ ْ َ َْ ْ َ ْ َ َ
»إِذَا َﺣ َﻜ َﻢ:ﻮل ُ ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻳَـ ُﻘ ِﻮل ﱠ َ أَﻧﱠﻪُ َِﲰ َﻊ َر ُﺳ،ص
َ 'ا ِ اﻟﻌﺎ َ َﻋ ْﻦ َﻋ ْﻤ ِﺮو ﺑْ ِﻦ،ﺎص ِ اﻟﻌ َ
ِ اﳊﺎﻛِﻢ ﻓَﺎﺟﺘَـﻬ َﺪ ﰒُﱠ أَﺻﺎب ﻓَـﻠَﻪ أ
ﺖ ُ ْ ﻓَ َﺤ ﱠﺪﺛ: ﻗَ َﺎل،«َﺟٌﺮ ْ َﺧﻄَﺄَ ﻓَـﻠَﻪُ أ ْ َ َوإِذَا َﺣ َﻜ َﻢ ﻓ،َﺟَﺮان
ْ ﺎﺟﺘَـ َﻬ َﺪ ﰒُﱠ أ ْ ُ َ َ َ ْ ُ َ
َﻋ ْﻦ، َﻫ َﻜ َﺬا َﺣ ﱠﺪﺛَِﲏ أَﺑُﻮ َﺳﻠَ َﻤﺔَ ﺑْ ُﻦ َﻋْﺒ ِﺪ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ: ﻓَـ َﻘ َﺎل،ﻳﺚ أ ََ[ ﺑَ ْﻜ ِﺮ ﺑْ َﻦ َﻋ ْﻤ ِﺮو ﺑْ ِﻦ َﺣ ْﺰٍم ِ ِ˜ َﺬا اﳊ ِﺪ
َ َ
ﱠﱯ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ َﻋ ْﻦ َﻋْﺒ ِﺪ ﱠ،ﺐ ِ ِاﻟﻌ ِﺰﻳ ِﺰ ﺑْﻦ اﳌﻄﱠﻠ وﻗَ َﺎل ﻋﺒ ُﺪ،أَِﰊ ﻫﺮﻳـﺮَة
ِّ َﻋﻦ اﻟﻨ،َ َﻋ ْﻦ أَﰊ َﺳﻠَ َﻤﺔ،ا' ﺑْﻦ أَﰊ ﺑَ ْﻜﺮ ُ ُ َ ِ َْ ِ َ َ َْ ُ
ُﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻣﺜْـﻠَﻪ َ
Artinya :Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yazid almuqri' almakki telah
menceritakan kepada kami Haiwa bin Syuraikh telah menceritakan
kepadaku Yazid bin Abdullah bin Al Had dari Muhammad bin Ibrahim bin
Alharits dari Busr bin Sa'id dari Abu Qais mantan budak Amru bin 'Ash,
dari 'Amru bin 'ash ia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Jika seorang hakim mengadili dan berijtihad, kemudian
ijtihadnya benar, maka ia mendapat dua pahala, dan jika seorang hakim
berijtihad, lantas ijtihadnya salah (meleset), baginya dua pahala." Kata
'Amru, 'Maka aku ceritakan hadis ini kepada Abu Bakar bin Amru bin
Hazm, dan ia berkata, 'Beginilah Abu Salamah bin Abdurrahman
mengabarkan kepadaku dari Abu Hurairah. Dan Abdul 'Aziz bin Al
Muththalib dari Abdullah bin Abu Bakar dari Abu Salamah dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam Shallallahu'alaihiwa sallam semisalnya."(HR.
Bukhari)18
Imam muslim juga meriwayatkan hadits ini dari ‘Amru bin ‘Ash dan Abu
Hurairah. Adapun al-Hakim dan Daruqthny meriwayatkannya dari ‘Uqbah bin ‘Amir,
Abu Hurairah dan Abdullah bin Umar dengan lafadz إذاإﺟﺘﻬﺪ اﳊﺎﻛﻢ ﻓﺄﺧﻄﺄ ﻓﻠﻪ أﺟﺮ
namun dalam sanad haditsnya terdapat Fardh bin Fadhilah sehingga digolongkan
sebagai dhaif.19
18
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah al-Bukhari,Shahih Bukhari ( Maktabah
Syamilah) Jilid IX, Hadits No.7352, Hal.108
19
Muhammad bin Ali bin Muhammad asy-Syaukany, Nailul Authar, (Baitul Afkari
Dauliyah) Hal.1702
15
Hakim memiliki kewenangan untuk berijtihad dalam memutuskan perkara.
Dalam ijtihad tersebut, seorang hakim diwajibkan berijtihad berdasarkan ilmu yang
dimilikinya. Hakim yang seperti inilah yang walaupun ijtihadnya salah, ia tetap dapat
pahala. Rasulullah SAW dalam hadits menggolongkan hakim kedalam tiga golongan,
yaitu :
ِ ﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ُﳏ ﱠﻤ ُﺪ ﺑﻦ ﺣ ﱠﺴﺎ َن اﻟ ﱠﺴﻤ ِﱵ ﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ ﺧﻠَﻒ ﺑﻦ ﺧﻠِﻴ َﻔﺔَ ﻋﻦ أَِﰊ ﻫ
ﺎﺷ ٍﻢ َﻋ ْﻦ اﺑْ ِﻦ ﺑـَُﺮﻳْ َﺪ َة َﻋ ْﻦ َ َْ َ ُْ ُ َ َ ْﱡ َ ُْ َ َ
ﺎن ِﰲ اﻟﻨﱠﺎ ِر ﻓَﺄَﱠﻣﺎ اﻟﱠ ِﺬي ِ َاﳉﻨ ِﱠﺔ واﺛْـﻨ ِ ِ
َ َْ ﻀﺎةُ ﺛََﻼﺛَﺔٌ َواﺣ ٌﺪ ﰲ
ِ ﱠﱯ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ
َ ا'ُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَﺎ َل اﻟْ ُﻘ
ِ
َ ِّ ِأَﺑِﻴﻪ َﻋ ْﻦ اﻟﻨ
اﳊُ ْﻜ ِﻢ ﻓَـ ُﻬ َﻮ ِﰲ اﻟﻨﱠﺎ ِر َوَر ُﺟ ٌﻞ
ْ اﳊَ ﱠﻖ ﻓَ َﺠ َﺎر ِﰲ ْ ف َ ﻀﻰ ﺑِِﻪ َوَر ُﺟ ٌﻞ َﻋَﺮ َ اﳊَ ﱠﻖ ﻓَـ َﻘ
ْ فَ اﳉَﻨ ِﱠﺔ ﻓَـَﺮ ُﺟ ٌﻞ َﻋَﺮ
ْ ِﰲ
ِ ٍِ ِ ﻀﻰ ﻟِﻠﻨ
ﻳﺚ اﺑْ ِﻦَ َﺻ ﱡﺢ َﺷ ْﻲء ﻓ ِﻴﻪ ﻳَـ ْﻌ ِﲏ َﺣﺪ َ ﱠﺎس َﻋﻠَﻰ َﺟ ْﻬ ٍﻞ ﻓَـ ُﻬ َﻮ ِﰲ اﻟﻨﱠﺎ ِر ﻗَ َﺎل أَﺑُﻮ َد ُاود َوَﻫ َﺬا أ َ َﻗ
ٌﻀﺎةُ ﺛََﻼﺛَﺔ
َ ﺑـَُﺮﻳْ َﺪ َة اﻟْ ُﻘ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hassan As Samti telah
menceritakan kepada kami Khalaf bin Khalifah dari Abu Hasyim dari Ibnu
Buraidah dari Ayahnya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau
bersabda: "Hakim itu ada tiga; satu orang di Surga dan dua orang berada
di Neraka. Yang berada di surga adalah seorang laki-laki yang
mengetahui kebenaran lalu menghukumi dengannya, seorang laki-laki
yang mengetahui kebenaran lalu berlaku lalim dalam berhukum maka ia
berada di Neraka, dan orang yang memberikan keputusan untuk manusia
di atas kebodohan maka ia berada di Neraka." (HR. Abu Daud)20
16
ﺶ َﻋ ْﻦ َﻋﻠِ ٍّﻲ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ اﻟ ﱠﺴ َﻼم ﻗَ َﺎل ٍ ﻳﻚ ﻋﻦ ِﲰ ٍ
ٍ َﺎك َﻋ ْﻦ َﺣﻨ َ ْ َ ٌ َﺧﺒَـَﺮَ" َﺷ ِﺮ ْ َﺣ ﱠﺪﺛَـﻨَﺎ َﻋ ْﻤ ُﺮو ﺑْ ُﻦ َﻋ ْﻮن ﻗَ َﺎل أ
"ََ ا'ِ ﺗُـ ْﺮِﺳﻠُِﲏ َوأ
ﻮل ﱠ َ َر ُﺳ‰َ ﺖ ِ ِ ا'ِ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ
ُ ا'ُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ إِ َﱃ اﻟْﻴَ َﻤ ِﻦ ﻗَﺎﺿﻴًﺎ ﻓَـ ُﻘ ْﻠ َ ﻮل ﱠ ُ ﺑَـ َﻌﺜَِﲏ َر ُﺳ
ﺲ ﻠ
َ ﺟ اذ
َ َِﻚ ﻓ
ﺈ َ ﻧ
َ ﺎ ﺴ ِا' ﺳﻴـﻬ ِﺪي ﻗَـ ْﻠﺒﻚ وﻳـﺜـﺒِﺖ ﻟ
ُ ّ َ َ ْ ﱠ ﱠ
ن ِﻀ ِﺎء ﻓَـ َﻘ َﺎل إ
َ ﻘَ ﻟ
ْ ِ اﻟﺴ ِﻦ وَﻻ ِﻋ ْﻠﻢ ِﱄ
[ ِ ﻳﺚ ُ ﺪِﺣ
َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ ّ ّ َ
ِ ِ ﲔ ﺣ ﱠﱴ ﺗَﺴﻤﻊ ِﻣﻦ ْاﻵﺧ ِﺮ َﻛﻤﺎ َِﲰﻌ ِ ِ َاﳋ
َﺣَﺮى أَ ْنْ ﺖ ﻣ ْﻦ ْاﻷ ﱠَول ﻓَِﺈﻧﱠﻪُ أ َ ْ َ َ ْ َ َ ْ َ ﺼ َﻤﺎن ﻓَ َﻼ ﺗَـ ْﻘﻀ َ ﱠ ْ ْ ﻚ َ ْﲔ ﻳَ َﺪﻳَ ْ ﺑَـ
ﻀ ٍﺎء ﺑَـ ْﻌ ُﺪَ َْﺖ ِﰲ ﻗ ُ ﺖ ﻗَﺎﺿﻴًﺎ أ َْو َﻣﺎ َﺷ َﻜﻜ
ِ
ُ ْﻀﺎءُ ﻗَ َﺎل ﻓَ َﻤﺎ ِزﻟ
َ ﻚ اﻟْ َﻘَ َﲔ ﻟ َ ﻳَـﺘَـﺒَـ ﱠ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami 'Amru bin 'Aun ia berkata; telah
mengabarkan kepada kami Syarik dari Simak dari Hanasy dari Ali ia
berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengutusku ke Yaman
sebagai hakim, lalu kami katakan, "Wahai Rasulullah, apakah anda akan
mengutusku sementara saya masih muda dan tidak memiliki ilmu mengenai
peradilan?" Kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah akan
memberi petunjuk kepada hatimu, dan meneguhkan lisanmu. Apabila ada
dua orang yang berseteru duduk di hadapanmu maka janganlah engkau
memberikan keputusan hingga engkau mendengar dari orang yang lain,
sebagaimana engkau mendengar dari orang yang pertama, karena
sesungguhnya keputusan akan lebih jelas bagimu." Ali berkata, "Setelah
itu aku tetap menjadi hakim atau aku tidak merasa ragu dalam
memberikan keputusan."(HR. Abu Daud)21
21
https://carihadis.com/Sunan_Abu_Daud/3111
17
BAB IV
KESIMPULAN
1. Hakim adalah pejabat yang diangkat oleh negara dan diberi kewenangan
untuk memutuskan perkara hukum sebagai representatif dari ummat.
2. Seseorang baru boleh menduduki jabatan seorang hakim apabila memenuhi
kriteria tertentu yang dibutuhkan dalam menjalan fungsinya.
3. Hakim boleh berijtihad apabila tidak ditemukan dalil dalam al-Qur,an dan
sunnah.
4. Hakim boleh merubah putusan bila ditemukan bukti baru dalam memutuskan
perkara.
5. Hakim adalah pengambil putusan perkara setelah mendengar keterangan para
pihak atau tersangka.
18
DAFTAR PUSTAKA
Sulaiman ibn al-Asy‘as al-Sijistani, Sunan Abu Dawud, Juz IV (Cet. I; Bairut: Dar
Ibnu Hazm, 1998)
Wahbah Zuhaili, Fiqh Islamy Wa Adillatuhu, (Damsyiq, Darul Fikri, 1985)
www.kbbi.kemedikbut.go.id
iii