Anda di halaman 1dari 10

Gambir (Uncaria gambir Roxb) Sebagai Pewarna Alam.......

(Sofyan dan Failisnur)

GAMBIR (Uncaria gambir Roxb) SEBAGAI PEWARNA ALAM


KAIN BATIK SUTERA, KATUN, DAN RAYON

Gambier (Uncaria gambir Roxb) as a Natural Dye of


Silk, Cotton, and Rayon Batik Fabrics

Sofyan* dan Failisnur


Balai Riset dan Standardisasi Industri Padang
Jl. Raya LIK No. 23 Ulu Gadut Padang
*e-mail: sofyantk84@gmail.com

Diterima: 19 Oktober 2016, revisi akhir: 8 Desember 2016 dan disetujui untuk diterbitkan: 10 Desember 2016

ABSTRAK

Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu komoditi unggulan Provinsi Sumatera
Barat dimana hampir sebagian besar produknya diekspor dalam bentuk gambir mentah.
Sangat banyak manfaat yang dapat diperoleh dari gambir, namun belum ada hilirisasi
produk ini di dalam negeri. Tujuan penelitian adalah menggunakan gambir sebagai pewarna
alam pada kain batik dan melihat kualitas kain batik yang telah diwarnai. Penelitian
dilakukan dengan memvariasikan jenis kain (sutera, katun, dan rayon) dan jenis mordan
atau pembangkit warna yaitu kapur (CaO), tawas (Al2(SO4)3), dan tunjung (FeSO4). Kain
yang telah diwarnai dilakukan pengujian arah/beda warna, ketahanan luntur warna terhadap
pencucian, sinar, gosokan, dan keringat asam dan basa. Hasil penelitian didapatkan warna
ke arah kecokelatan dengan ketuaan warna yang berbeda-beda tergantung jenis mordan
yang digunakan. Hasil pengujian ketahanan luntur warna rata-rata adalah baik sampai baik
sekali. Bila ditinjau dari jenis kain, maka dari tiga jenis kain yang digunakan, kain sutera
memberikan hasil terbaik dari segi ketahanan luntur warna terhadap pencucian, serta
keringat asam dan basa dengan rata-rata hasil pengujian baik sampai baik sekali (skala 4-
5). Penggunaan jenis mordan yang berbeda tidak memberikan pengaruh pada pengujian
ketahanan luntur warna terhadap sinar dan gosokan.

Kata kunci: Gambir, batik, sutera, katun, rayon

ABSTRACT

Gambier (Uncaria gambir Roxb.) is one of main commodities in West Sumatra Province
where most of the products are exported in raw gambier form. Many benefits that can be
derived from gambier, but there is no diversify of this product. The research was aimed to
use gambier as natural dyes in batik fabric and to see the quality of the batik that had been
dyed. The study was conducted by varying the type of fabric (silk, cotton, and rayon) and the
type of mordant or color fixer namely lime (CaO), alum (Al2(SO4)3), and ferous salt (FeSO4).
The fabrics which had been dyed were tested color direction, color fastness of washing,
light, rubbing, moreover acid and alkaline perspiration. The results showed that the color
direction was brownish with different color darkness depending on the type of mordant used.
The results of testing on color fastness were good to excellent averagely. In term of the type
of fabric, from the three types of fabric used, silk gave the best result in terms of color
fastness of washing and perspiration of acid and alkaline with average test results was good
to excellent (scale 4-5). The use of different types of mordant had not given significant effect
on testing of color fastness to light and rubbing.

Keywords: Gambier, batik, silk, cotton, rayon

89
Jurnal Litbang Industri Vol. 6 No. 2, Desember 2016: 89-98

PENDAHULUAN Belanda, untuk produk clothing, footwear


dan bedlinen tidak diperbolehkan
Gambir merupakan bahan setengah menggunakan pewarna yang mengandung
jadi yang diperoleh dari ekstrak daun dan bahan kimia, yang mengacu pada CBI
ranting tanaman gambir (Uncaria gambir (Center for the promotion of imports from
Roxb.). Ekstraksi dilakukan secara panas developing countries). Berdasarkan
melalui proses perebusan, pengempaan, peraturan parlemen Eropa 2002/61/EC,
pengendapan, penirisan, pencetakan, dan Sejak September 2013 Uni Eropa telah
pengeringan (Sofyan et al., 2015). melarang penggunaan beberapa zat warna
Produksi gambir di Sumatera Barat pada azo yang biasanya digunakan sebagai
tahun 2014 tercatat 17.160 ton dengan pewarna sintetis untuk tekstil karena
luas lahan 32.307 hektar (BPS Provinsi dampaknya terhadap lingkungan bersifat
Sumatera Barat, 2015). karsinogen (Puntener and Page, 2004).
Sebagian besar gambir di ekspor Keunggulan penggunaan zat warna
dalam bentuk gambir mentah (gambir alam adalah karena memiliki nilai ekonomi
asalan) sehingga hanya sedikit sekali dan nilai jual yang tinggi dan ramah
memberi nilai tambah bagi petani dan lingkungan. Warna-warna tekstil yang
pertumbuhan industri di Indonesia. Banyak menggunakan warna alam lebih khas dan
industri yang dapat dikembangkan dari lembut dibandingkan dengan warna
bahan gambir. Gambir asalan merupakan sintetik sehingga mempunyai nilai estetika
bahan setengah jadi yang dapat digunakan yang tinggi. Meskipun penggunaan zat
untuk berbagai keperluan industri, seperti warna alam mempunyai beberapa
industri makanan, industri farmasi, industri kelemahan dibandingkan dengan zat
kosmetik, industri pigmen, dan industri warna sintetis, namun masih terus
lainnya (Kasim, 2011). digunakan hingga saat ini (Samanta and
Saat ini harga gambir selalu Agarwal, 2009).
ditentukan oleh pasar sehingga sangat Sebagai upaya mengangkat kembali
merugikan petani dan pedagang gambir penggunaan zat warna alam untuk tekstil
yang ada di daerah. Hilirisasi produk maka diperlukan sumber zat warna dari
olahan gambir dan turunannya seperti potensi sumber daya alam lokal yang ada,
pewarna alami pada produk tekstil ketersediaannya kontinyu dan
merupakan salah satu pemecahan berkesinambungan, produksi bahan baku
masalah sehingga petani dan pedagang stabil, dan bukan produk musiman, salah
gambir tidak bergantung pada pasar luar satunya adalah gambir.
negeri, tetapi gambir dapat langsung Getah gambir mengandung
dimanfaatkan di dalam negeri. beberapa senyawa kimia antara lain
Industri tekstil merupakan salah satu katekin (7-33%), asam katechu tannat (20-
industri yang diharapkan dapat membuat 55%), pyrocatecol (20-30%), gambir
dan mengembangkan produk-produk fluoresensi (1-3%), katechu merah (3- 5%),
dengan bahan pewarna alam yang quersetin (2-4%), fixed oil (1-2% ), lilin (1-
bermutu dan tidak terus menerus 2%) dan sedikit alkaloid (Thrope, IF
menggunakan pewarna kimia. Semua Whiteley, MA, 1921 dalam Nazir, 2000).
pelaku IKM dan pengrajin yang Beberapa Penelitian pemanfaatan
berkecimpung dalam industri kreatif di gambir untuk pewarna alami tekstil telah
Indonesia dihimbau untuk ikut dilakukan oleh peneliti di Baristand Industri
menggunakan pewarna alam. Negara- Padang. Dari hasil penelitian yang
negara maju seperti Jepang dan Korea dilakukan oleh Yusmeiarti et al., (2007);
melihat pengembangan warna alam Sofyan et al., (2012 dan 2013); Sofyan et
merupakan pangsa pasar yang potensial di al., (2014) penggunaan gambir sebagai
masa yang akan datang. pewarna tekstil telah dapat menghasilkan
Sejak tahun 1996, beberapa negara warna yang bervariasi tergantung
Eropa mulai membatasi penggunaan konsentrasi zat warna dan zat pembangkit
pewarna kimia pada produk yang warna yang digunakan.
mempunyai kontak langsung dengan Failisnur dan Sofyan (2014)
pemakainya. Bahkan di Jerman dan melakukan studi sifat tahan luntur dan

90
Gambir (Uncaria gambir Roxb) Sebagai Pewarna Alam.......(Sofyan dan Failisnur)

intensitas warna kain polosan sutera diperoleh bahwa perlakuan yang


dengan pewarna alam gambir (Uncaria memberikan ketuaan warna paling tinggi
gambir Roxb) pada kondisi pencelupan adalah penggunaan tawas 70 gram/L.
dan jenis fiksator yang berbeda. Hasil Studi mengenai pengaruh perlakuan
penelitian menunjukkan kondisi optimum limbah dan jenis mordan kapur, tawas, dan
diperoleh pada pencelupan panas (60- tunjung terhadap mutu pewarnaan kain
70ºC) dengan jenis fiksator CaO yang sutera dan katun menggunakan limbah cair
menghasilkan intensitas dan ketuaan gambir telah dilakukan oleh Sofyan et al.,
warna lebih tinggi (nilai K/S) sebesar (2015). Bahan pewarna yang digunakan
19,174 dan ketahanan luntur warna pada studi ini adalah limbah cair hasil
terhadap pencucian 40ºC, sinar terang hari proses pengempaan gambir dan bahan
dan penekanan panas bernilai baik sampai yang diwarnai adalah kain polosan yang
sangat baik (4-5). tidak memerlukan proses pelorodan.
Failisnur dan Sofyan (2016) Penelitian-penelitian yang dilakukan
melaporkan pengaruh suhu dan lama sebelumnya belum membahas mengenai
pencelupan benang katun pada kualitas kain yang dihasilkan pada
pewarnaan alami dengan ekstrak gambir penggunaan gambir sebagai pewarna batik
(Uncaria gambir Roxb). Hasil studi untuk jenis kain yang berbeda.
diperoleh bahwa intensitas warna tertinggi Tujuan penelitian adalah
terdapat pada pencelupan 70°C dan waktu mengggunakan gambir untuk pewarna
pencelupan 25 menit dengan alami kain batik sutera, katun, dan rayon
menggunakan mordan CaO. Failisnur et dengan mordan kapur, tawas, dan tunjung
al., (2016) pada studi yang lain juga serta melihat arah warna dan menguji
melaporkan pewarnaan benang katun kualitas kain batik yang telah diwarnai
mengggunakan metode mordan yang setelah melalui proses pelorodan.
berbeda yaitu pra, pasca, simultan, dan
kombinasi. Hasil optimum diperoleh pada METODOLOGI PENELITIAN
metode mordan kombinasi.
Proses perlakuan akhir pada kain Bahan-bahan yang digunakan adalah
batik berbeda dengan kain polosan. Pada gambir, kain sutera, kain katun, kain rayon,
kain polosan hanya dilakukan proses kapur (CaO), tawas (Al2(SO4)3), tunjung
pencucian saja, sedangkan pada kain batik (FeSO4), soda abu, bahan-bahan untuk
diperlukan proses pelorodan untuk membatik dan bahan-bahan kimia untuk
menghilangkan lilin yang digunakan pada pengujian. Peralatan yang diperlukan
pembatikan, kemudian baru dilakukan adalah timbangan, pemanas, bak celup,
pencucian. Proses pelorodan termometer, saringan, alat-alat gelas, dan
menggunakan air dengan campuran soda peralatan untuk pengujian diantaranya
abu dan kanji pada kondisi panas yang Spektrofotometer Colorscan SS 6200,
kemungkinan akan menyebabkan warna Hunter Lab, Laundry meter, Crockmeter,
yang telah menempel akan luntur lebih Grey scale dan Staining scale.
banyak. Penelitian dilakukan dengan
Atika et al., (2016) melakukan studi memvariasikan jenis mordan dan jenis kain
kualitas pewarnaan ekstrak gambir pada yang diwarnai. Mordan yang digunakan
batik sutera dengan perlakuan jenis pelarut yaitu tawas (Al2(SO4)3), kapur (CaO), dan
air dan etanol. Hasil penelitian diperoleh tunjung (FeSO4), sedangkan jenis kain
ketuaan warna paling tinggi adalah batik yang diwarnai yaitu katun, rayon, dan
sutera dengan pelarut alkohol. Hasil rata- sutera. Gambir yang digunakan adalah
rata ketahanan luntur warna terhadap gambir asalan yang diambil dari Siguntur
pencucian, gosokan basah, dan sinar Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi
adalah baik. Sumatera Barat.
Studi penggunaan tawas terhadap
ketuaan dan ketahanan luntur warna Prosedur Penelitian
pencelupan kain sutera dengan zat warna
Sebelum dibatik dan diwarnai, kain
gambir dilakukan oleh Suheryanto dan
dicuci dengan detergen (2 g/10 L air), lalu
Haryanto (2008). Hasil penelitian optimum

91
Jurnal Litbang Industri Vol. 6 No. 2, Desember 2016: 89-98

dibilas sampai bersih dan dikeringkan. 7) Kekuatan sobek (BSN, 2008: SNI
Kain yang sudah kering, siap diproses 0521-2008)
lebih lanjut untuk dimotif dengan lilin batik
dan diwarnai. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kain sutera/katun/rayon yang sudah
dimotif dengan lilin batik lalu dicuci dan Hasil Analisis Gambir dan
dikering anginkan. Dalam keadaan kering Larutan Gambir 5%
angin dicelupkan ke dalam larutan gambir
5% selama 10 menit. Kain yang sudah Hasil analisis gambir asalan yang
dicelup dikering anginkan kemudian digunakan dan larutan gambir 5%
pencelupan diulangi sampai tiga kali. ditampilkan pada Tabel 1. Kandungan
Setelah proses pencelupan dengan utama dari gambir adalah tanin dan
pewarna gambir, dilakukan proses mordan katekin. Kandungan tanin pada gambir
dengan cara mencelupkan dalam larutan asalan yang digunakan adalah 32,16%,
kapur 5% atau tawas 7%, atau tunjung 3%. sedangkan pada larutan gambir 5% adalah
Setelah dimordan kemudian dikeringkan, 1,96%. Tanin merupakan bahan yang
lalu dilakukan proses pelorodan. berperan dalam proses pewarnaan tekstil.
Pelorodan bertujuan untuk Kandungan tanin sangat menentukan mutu
melepaskan lilin batik pada kain yang telah tekstil yang diwarnai dengan zat warna
diwarnai. Pelorodan menggunakan alam. Larutan gambir bersifat asam
campuran soda abu dan kanji dengan cara dengan hasil analisis pH larutan gambir
melarutkan 250 g soda abu dan 500 kanji 5% adalah 4,42. Warna tekstil yang
dalam 20 L air. Larutan pelorod dihasilkan, selain ditentukan oleh reaksi
dipanaskan sampai mendidih dan kain garam dengan tanin, dipengaruhi juga oleh
dimasukkan kedalam larutan pelorodan, pH larutan pewarna (Kasim, 2011).
sampai lilin larut seluruhnya. Kain yang
telah dilorod, kemudian dicuci dengan air Tabel 1. Hasil analisis gambir dan larutan
dingin sampai bersih dan dikeringkan. gambir 5%.
Sampel
No. Parameter
Pengujian kain hasil pewarnaan Larutan
Gambir
Pengujian kain yang sudah diwarnai, Gambir 5%
diuji terhadap: 1. Tanin 32,16 % 1,96 %
1) Intensitas warna dengan 2. Katekin 53,26 % -
menggunanakan Spektrofotometer
Premier Colorscan SS 6200 3. pH - 4,42
2) Arah dan beda warna dengan metode
skala warna CIE Lab 1975. Hasil Pengamatan Arah Warna dan
3) Ketahanan luntur warna terhadap Ketuaan Warna
pencucian 40oC meliputi: perubahan
warna, penodaan warna terhadap Pewarnaan kain sutera, katun, dan
asetat, kapas, poliamida, poliester, rayon dengan mordan yang berbeda
akrilat, dan wool (BSN, 2010: SNI ISO (kapur, tawas, dan tunjung) ditampilkan
105-C 06) pada Tabel 2. Arah warna yang dihasilkan
4) Ketahanan luntur warna terhadap sinar berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh
terang hari (BSN, 2010: SNI ISO 105- reaksi tanin dan logam pada mordan yang
B01) digunakan pada proses fiksasi. Menurut
5) Ketahanan luntur warna terhadap Etherington (2002), tanin terkondensasi
gosokan meliputi: nilai penodaan dalam larutan garam Fe3+ akan
warna kapas kering dan kapas basah menghasilkan warna hijau kehitaman. Hal
sesuai (BSN, 2008: SNI 0288-2008) ini terlihat juga pada kain yang dimordan
6) Ketahanan luntur warna terhadap dengan tunjung yang merupakan garam
keringat asam dan basa (BSN, 2010: FeSO4 menghasilkan nuansa warna ke
SNI ISO 105-E04) arah hijau. Tanin merupakan senyawa
polifenol yang akan memberikan warna

92
Gambir (Uncaria gambir Roxb) Sebagai Pewarna Alam.......(Sofyan dan Failisnur)

hijau kehitaman dengan penambahan Nilai L menunjukkan kecerahan warna


logam Fe (Setyowati et al., 2014). Reaksi dengan nilai 0 sampai 100 (hitam–putih).
tanin dengan ion Fe3+ akan membentuk Nilai positif a adalah kemerahan dan
senyawa kompleks seperti pada Gambar 1 negatif a adalah kehijauan, sedangkan nilai
(Harborne, 1987). positif b adalah kekuningan dan negatif b
Bila dilihat secara visual, arah warna adalah kebiruan. Nilai L berkisar antara
yang dihasilkan adalah kecoklatan sampai 23,92–64,89. Perlakuan yang
coklat kemerahan dengan ketuaan warna menghasilkan ketuaan warna paling tinggi
yang berbeda-beda. Kain rayon dengan nilai L paling rendah adalah kain
mempunyai ketuaan warna paling tinggi sutera yang dimordan dengan kapur.
untuk mordan tunjung, kemudian diikuti Perlakuan kain katun yang dimordan
dengan kain sutera dan kain katun yang dengan tawas sebaliknya menghasilkan
mempunyai ketuaan warna paling rendah. ketuaan warna paling rendah dengan nilai
Intensitas dan nilai beda warna dengan L paling tinggi.
pengujian skala hunter Lab untuk masing-
masing perlakuan ditampilkan pada Tabel
3.

Gambar 1. Reaksi tanin dengan logam Fe3+ (Sumber: Harborne, 1987)

Tabel 2. Hasil pewarnaan kain batik dengan gambir pada berbagai perlakuan
Jenis pengikat warna/mordan
Jenis Kain
Kapur Tawas Tunjung

Sutera

Katun

Rayon

93
Jurnal Litbang Industri Vol. 6 No. 2, Desember 2016: 89-98

Bila dilihat dari jenis serat kain antar serat dan zat warna, sehingga dapat
dengan mordan tawas dan kapur, maka mencegah degradasi pigmen warna.
kain sutera memiliki nilai ketuaan warna
paling tinggi dengan nilai L 23,92 Ketahanan Luntur Warna
dibandingkan kain rayon dan kain katun.
Pada penggunaan mordan tunjung, kain Hasil analisis ketahanan luntur warna
rayon memiliki ketuaan warna paling tinggi kain batik terhadap pencucian 40ºC,
dengan nilai L 25,74 dibandingkan kain keringat asam dan basa, sinar, dan
sutera dan kain katun. Serat sutera dan gosokan dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai
rayon menyerap warna lebih baik perubahan warna adalah nilai yang
dibandingkan serat katun. Hal ini diperoleh dengan membandingkan
disebabkan karena serat sutera adalah perbedaan warna dengan standar grey
serat protein yang mempunyai daya serap scale, sedangkan nilai penodaan warna
lebih tinggi dari serat katun. Demikian juga pada kain putih pelapis adalah dengan
halnya dengan serat rayon yang memiliki membandingkan perbedaan warna dengan
daya serap yang lebih tinggi dari serat standar staining scale. Penilaiannya
katun karena luas permukaannya yang menggunakan skala nilai 5 (baik sekali,
lebih besar. tidak ada perubahan warna kain atau
penodaan warna terhadap bahan lain), nilai
Tabel 3. Intensitas dan nilai beda warna 4 (baik, sedikit terjadi perubahan atau
dari beberapa jenis kain batik penodaan warna), nilai 3 (cukup, terjadi
Arah Warna perubahan atau penodaan warna), nilai 2
Jenis Jenis (sedang, terjadi perubahan atau penodaan
Kain Mordan L* a* b* warna yang menyolok) dan nilai 1 (kurang,
terjadi perubahan dan penodaan warna
Tawas 49,73 12,78 12,39
yang sangat menyolok).
Sutera Kapur 23,92 14,5 9,61 Bila ditinjau dari jenis kain yang
digunakan, maka kain sutera memiliki
Tunjung 38 9,03 6,42 ketahanan luntur warna terhadap
Tawas 64,89 8,06 9,92 pencucian lebih baik dibandingkan kain
rayon dan katun. Hasil pengujian
Katun Kapur 31,27 7,64 10,15 ketahanan luntur warna terhadap
Tunjung 42,05 4,06 5,97
pencucian, sinar, gosokan, dan keringat
kain batik sutera yang dimordan dengan
Tawas 55,8 8,39 11,02 tawas dan kapur adalah bernilai sama.
Ketahanan luntur warna terhadap
Rayon Kapur 26,26 13,9 11,39 pencucian dan sinar untuk perlakuan ini
Tunjung 25,74 2,75 4,49 adalah baik sampai baik sekali (4-5),
sedangkan ketahanan luntur warna
terhadap keringat asam dan basa adalah
Ditinjau dari penggunaan mordan, baik (4) untuk nilai perubahan warna.
kain yang dimordan dengan kapur dan Hasil ini tidak terlalu berbeda nyata
tunjung mempunyai ketuaan warna yang dengan kain batik sutera yang dimordan
lebih tinggi dibandingkan dengan mordan dengan tunjung. Perbedaannya hanya
tawas. Nilai L untuk mordan tawas, kapur, pada ketahanan luntur warna terhadap
dan tunjung berturut-turut berkisar antara pencucian yaitu bernilai baik (4). Hasil ini
49,73-64,89; 23,92-31,27; dan 25,74-42,05. dapat dikatakan paling baik bila
Menurut Suheryanto (2010), fungsi dari dibandingkan dengan kain batik rayon dan
larutan mordan pada pewarnaan tekstil katun. Tidak ada pengaruh yang berbeda
yang menggunakan pewarna alam adalah terhadap penggunaan jenis mordan yang
untuk meningkatkan ketuaan atau berbeda pada pengujian ketahanan luntur
intensitas warna dan memperkuat ikatan warna terhadap sinar dan gosokan.

94
Gambir (Uncaria gambir Roxb) Sebagai Pewarna Alam.......(Sofyan dan Failisnur)

Kain batik rayon juga memiliki baik sekali, namun ada beberapa pengujian
ketahanan luntur warna yang baik sampai ketahanan luntur terhadap pencucian yang
baik sekali untuk semua perlakuan jenis bernilai cukup sampai baik yaitu batik katun
mordan seperti dapat dilihat pada Tabel 4. yang dimordan dengan tunjung. Batik katun
Hasil ini masih lebih baik dibandingkan yang dimordan dengan kapur memiliki nilai
dengan kain batik katun. Kain batik katun ketahanan luntur warna yang sama dengan
bila dilihat secara keseluruhan memiliki batik sutera yaitu rata-rata baik sampai baik
ketahanan luntur warna yang baik sampai sekali.

Tabel 4. Hasil pengujian ketahanan luntur warna


Kain Batik Sutera Kain Batik Katun Kain Batik Rayon
Jenis Uji
Fixer Fixer Fixer Fixer Fixer Fixer Fixer Fixer Fixer
Tawas Kapur Tunjung Tawas Kapur Tunjung Tawas Kapur Tunjung
o
Pencucian 40 C.
- Perubahan warna 4-5 4-5 4 3-4 4-5 3-4 4 4 4-5
- Penodaan warna
(Asetat, Kapas 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5
Poliamida,Poliester
Akrilat, Wool)

Sinar terang hari 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5
Gosokan
Penodaan warna
Kapas kering 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5
Kapas basah 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5

Keringat asam
- Perubahan warna 4 4 4 4 4 3-4 4 4 4
- Penodaan warna
(Asetat, Kapas 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5
Poliamida,Poliester
Akrilat, Wool)

Keringat basa
- Perubahan warna 4 4 4 4 4 3-4 4 4 4
- Penodaan warna
(Asetat, Kapas 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5
Poliamida,Poliester
Akrilat, Wool)

Bila dibandingkan dengan studi yang kayu nangka dengan fiksasi tunjung, daun
dilakukan oleh beberapa peneliti mengenai mangga dengan fiksasi tawas. Daun indigo
zat warna alam untuk batik, penggunaan mempunyai ketahanan luntur warna yang
gambir sebagai pewarna batik baik sampai sangat baik terhadap
menunjukkan ketahanan luntur warna yang pencucian, tetapi kurang baik sampai baik
sama, bahkan ada juga yang lebih baik. terhadap sinar terang hari. Penggunaan
Pujilestari (2014) melakukan studi fiksasi campuran kapur dan tetes tebu
ketahanan luntur warna terhadap beberapa menghasilkan ketahanan luntur warna
zat warna alam yaitu daun indigo, daun pencucian dan sinar terang hari lebih
mangga, kulit kayu nangka, kulit buah rendah dibanding fiksasi dengan kapur.
manggis, dan biji buah kesumba pada kain Prayitno, et al. (2014) melakukan
batik katun. Hasil penelitian menunjukkan studi ketahanan luntur warna kain mori
bahwa perlakuan yang memberikan batik dengan menggunakan pewarna alami
ketahanan luntur baik adalah: kulit buah serbuk daun alpukat dan melaporkan
manggis dengan fiksasi kapur, tawas dan bahwa uji ketahanan gosokan kering dan
tanpa fiksasi, biji buah kesumba/bixa basah menunjukkan nilai SS (Stainning
dengan fiksasi tunjung dan tawas, kulit Scale) sebesar 2.00 (baik) dan 5.87 (cukup

95
Jurnal Litbang Industri Vol. 6 No. 2, Desember 2016: 89-98

baik). Uji ketahanan pencucian dengan pewarna gambir dimana hasil


menunjukkan nilai SS (Stainning Scale) ketahanan luntur warna yang diperoleh
sebesar 3.87 (baik) dan nilai GS (Grey rata-rata baik sampai baik sekali (4-5).
Scale) sebesar 0.67 (baik sekali).
Bila ditinjau terhadap kualitas batik Kekuatan Sobek
yang ada di pasaran saat ini, ketahanan
luntur warna batik dengan gambir tidak Pengujian kekuatan sobek
kalah baiknya. Studi yang dilakukan oleh dimaksudkan untuk melihat pengaruh zat
Atikasari (2005) terhadap kualitas tahan warna gambir yang digunakan terhadap
luntur warna batik cap di griya batik larissa ketahanan sobek kain yang diwarnai. Data
pekalongan diperoleh bahwa hasil analisis kekuatan sobek batik katun ditampilkan
deskriptif menunjukkan bahwa kualitas pada Tabel 5.
tahan luntur warna batik cap terhadap Dari hasil pengujian dapat dilihat
pencucian, gosokan, keringat dan panas bahwa rata-rata kekuatan sobek kain yang
penyetrikaan di griya batik Larissa dibatik dan dicelup dengan gambir lebih
mempunyai nilai baik. Kasmudjo dan besar dari kekuatan sobek kain blanko. Hal
Saktianggi, (2011) melaporkan ini menunjukkan bahwa perlakuan
pemanfaatan daun indigofera sebagai pencelupan dengan gambir dan mordan
pewarna alam batik dan mendapatkan nilai tidak menurunkan kekuatan sobek kain.
pengujian ketahanan luntur warna dan Perbedaan ketahanan sobek yang
penodaan terhadap keringat asam dan dihasilkan kemungkinan disebabkan
pencucian 40oC serta ketahanan luntur karena perbedaan kekuatan sobek pada
warna terhadap sinar matahari yaitu hasil masing-masing bagian dari masing-masing
4-5. Hasil ini hampir sama dengan kain.
ketahanan luntur warna yang dilakukan

Tabel 5. Hasil pengujian kekuatan sobek kain batik


Kode Contoh Kekuatan sobek
Jenis kain Jenis mordan Lusi Pakan
Blanko 4,66 4,66
Tawas 4,91 5,49
Katun
Kapur 6,87 7,06
Tunjung 4,91 6,62
Blanko 6,13 6,62
Tawas 7,36 13,73
Sutera
Kapur 4,41 10,06
Tunjung 11,04 6,38
Blanko 20,36 22,32
Tawas 29,43 31,64
Rayon
Kapur 32,86 30,90
Tunjung 27,22 21,58
.
KESIMPULAN warna yang berbeda-beda tergantung jenis
mordan yang digunakan. Kain yang
Pemanfaatan gambir sebagai dimordan dengan kapur dan tunjung
pewarna alam pada batik merupakan mempunyai ketuaan warna yang lebih
prospek yang cukup baik untuk tinggi dibandingkan dengan mordan tawas.
dikembangkan dan warna yang dihasilkan Nilai L untuk mordan tawas, kapur, dan
ke arah kecokelatan dengan ketuaan tunjung berturut-turut berkisar antara

96
Gambir (Uncaria gambir Roxb) Sebagai Pewarna Alam.......(Sofyan dan Failisnur)

49,73-64,89; 23,92-31,27; dan 25,74- BSN. 2010. SNI ISO 105-B01: 2010; Uji
42,05. Hasil pengujian ketahanan luntur ketahanan luntur warna terhadap sinar
warna rata-rata adalah baik sampai baik terang hari. Badan Standardisasi
sekali (skala 4-5). Bila ditinjau dari jenis Nasional. Jakarta.
kain, maka dari tiga jenis kain yang
BSN. 2010. SNI ISO 105-E04: 2010; Uji
digunakan, kain sutera memberikan hasil
ketahanan luntur warna terhadap
terbaik dari segi ketahanan luntur warna,
keringat asam dan basa. Badan
kemudian kain rayon dan terakhir kain
Standardisasi Nasional. Jakarta.
katun. Bila ditinjau dari jenis mordan, maka
ketiga jenis kain memperlihatkan hasil Etherington, R. 2002. A Dictionary Of
yang berbeda. Mordan tawas dan kapur Descriptive Terminology: Vegetable
memperlihatkan hasil terbaik dengan Tannin.http://palimpsest.
kualitas yang sama untuk kain sutera, standart.edu./don/dt.3686.html.
mordan kapur memperlihatkan hasil terbaik Diakses tanggal 4 Januari 2014.
untuk kain katun, dan mordan tunjung Failisnur dan Sofyan. 2014. Sifat tahan
memperlihatkan hasil terbaik untuk kain luntur warna dan intensitas warna kain
rayon. sutera dengan pewarna alam gambir
(Uncaria gambir Roxb) pada kondisi
UCAPAN TERIMA KASIH pencelupan dan jenis fiksator yang
berbeda. Jurnal Litbang Industri, 4 (1):
Kami sampaikan terima kasih kepada 1-8.
Marlusi dan Sulastri atas kerjasamanya
yang telah membantu pelaksanaan Failisnur dan Sofyan. 2016. Pengaruh
penelitian. suhu dan lama pencelupan benang
katun pada pewarnaan alami dengan
DAFTAR PUSTAKA ekstrak gambir (Uncaria gambir Roxb).
Jurnal Litbang Industri, 6 (1): 25-37.
Atika, V., Farida, dan Pujilestari, T. 2016. Failisnur, Sofyan, Kasim., A. 2016. Dyeing
Kualitas pewarnaan ekstrak gambir of cotton fabric with natural dye from
pada batik sutera. Dinamika Kerajinan gambier (Uncaria gambir Roxb.). 3rd.
dan Batik. 33 (1): 25-32. Natural pigments conference for South
Atikasari, A. 2005. Kualitas tahan luntur East Asia: 47-49.
warna batik cap di Griya Batik Larissa Harborne, J. B. 1987. Metode fitokimia
Pekalongan. Universitas Negeri penuntun cara modern menganalisis
Semarang Press. Semarang. tumbuhan, diterjemahkan oleh
BPS Provinsi Sumatera Barat. 2015. Padmawinata, K. ITB, Bandung.
Sumatera Barat dalam angka. Badan Kasim, A. 2011. Proses produksi dan
Pusat Statistik Sumatera Barat. industri hilir gambir. Andalas University
BSN. 2008. SNI 0288: 2008. Uji ketahanan Press, Padang.
luntur warna terhadap gosokan (nilai Kasmudjo dan Saktianggi, P. P. 2011.
penodaan warna). Badan Pemanfaatan daun indigofera sebagai
Standardisasi Nasional. Jakarta. pewarna alami batik. bagian teknologi
BSN. 2008. SNI 0521: 2008. Uji kekuatan hasil hutan, Fakultas Kehutanan,
sobek. Badan Standardisasi Nasional. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Jakarta. Prosiding Seminar Nasional
Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia
BSN. 2010. SNI ISO 105-C 06: 2010. Uji (MAPEKI) XIV: 542-548.
ketahanan luntur warna terhadap
pencucian 40oC (perubahan dan Nazir, N. 2000. Gambir, budidaya,
penodaan warna). Badan pengolahan dan prospek
Standardisasi Nasional. Jakarta. diversifikasinya. Yayasan Hutanku.
Padang.

97
Jurnal Litbang Industri Vol. 6 No. 2, Desember 2016: 89-98

Prayitno, R. E., Wijana, S., dan Diyah, D. Sofyan, Failisnur, Salmariza Sy. 2012.
B. S. 2014. Pengaruh bahan fiksasi Laporan penelitian peningkatan
terhadap ketahanan luntur dan teknologi proses pencelupan kain
intensitas warna kain mori batik hasil sutera dengan memanfaatkan limbah
pewarnaan daun alpukat (Persea cair gambir. Baristand Industri Padang.
americana Mill.). Jurusan Teknologi
Sofyan dan Failisnur. 2013. Laporan
Industri Pertanian - Fakultas Teknologi
penelitian pengembangan gambir
Pertanian, Universitas Brawijaya.
sebagai pewarna alami produk tekstil.
Malang.
Baristand Industri Padang.
Pujilestari, T. 2014. Pengaruh ekstraksi zat
Sofyan dan Failisnur. 2014. Laporan
warna alam dan fiksasi terhadap
penelitian pengembangan pewarna
ketahanan luntur warna pada kain
batik katun. Dinamika Kerajinan dan alam gambir pada proses pembatikan.
Batik, 31(1): 1-9. Baristand Industri Padang.

Puntener, A and Page, C. 2004. European Suheryanto, D., & Haryanto, T. 2008.
ban on certain Azo dyes, quality and Pengaruh konsentrasi tawas terhadap
environment. www.tfl.com. ketuaan dan ketahanan luntur warna
pada pencelupan ain sutera dengan
Samanta, A. K. & Agarwal, P. 2009. zat warna gambir. Dinamika Kerajinan
Application of natural dyes on textiles. dan Batik, 25: 9-16.
Indian Journal of Fibre & Textile
Research, Vol. 34: 384-399. Suheryanto, D. 2010. Optimalisasi celupan
ekstrak daun mangga pada kain batik
Setyowati, W. A. E., Ariani, S. R. D., katun dengan iring kapur. Prosiding
Ashadi, Mulyani, B., Rahmawati, C. P. Seminar Nasional Rekayasa Kimia
2014. Skrining fitokimia dan identifikasi dan Proses. Jurusan Teknik Kimia
komponen utama ekstrak metanol kulit Fakultas Teknik Universitas
durian (Durio zibethinus Murr.) varietas Diponegoro Semarang.
petruk. Prosiding seminar nasional
kimia dan pendidikan kimia VI. FMIPA, Yusmeiarti, Failisnur, Hermianti, W.,
FKIP, UNS, Surakarta. Marjali, Syafruddin, D., dan Yurnita.
2007. Laporan penelitian stabilisasi
Sofyan, Failisnur, Salmariza Sy. 2015. dalam penyimpanan limbah
Pengaruh perlakuan limbah dan jenis pengolahan gambir sebagai pewarna
mordan kapur, tawas, dan tunjung tekstil. Baristand Industri Padang.
terhadap mutu pewarnaan kain sutera
dan katun menggunakan limbah cair
gambir (Uncaria gambir Roxb). Jurnal
Litbang Industri, 5 (2): 79-89.

98

Anda mungkin juga menyukai