Anda di halaman 1dari 53

Laporan kasus RA 1

PERDARAHAN SALURAN MAKAN


BAGIAN ATAS

Pembimbing :
dr. Meivina Ramadhani Pane, Sp.PD

Oleh :

Avie Hanindya Dwiyanti Rambe 130100184


Vinalola Vera Valentin Manalu 130100290
Rizky Ayuni 130100205
Yahsarul Ikhsan Nasution 130100403
Steven 130100063

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H ADAM MALIK
2017
i

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :


Nilai :

CHIEF OF WARDS

dr. Ihda Hayati Lubis

PIMPINAN SIDANG

dr. Meivina Ramadhani Pane, Sp.PD


ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “Perdarahan
Saluran Makan Bagian Atas”.
Penulisan laporan kasus ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan sebesar-
besarnya kepada dr. Meivina Ramadhani Pane, Sp.PD sebagai dosen pembimbing serta
Chief of Ward RA 1 dr.Ihda Hayati Lubis yang telah bersedia membimbing dan
memberikan masukan dan kritikan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan tepat waktu.
Penulis menyadari dalam penulisan laporan kasus ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun dari semua
pihak di masa yang akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dan
menambah wawasan bagi semuanya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Agustus 2017

Penulis
iii

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan............................................................................................. i
Kata Pengantar ................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2. Tujuan ............................................................................................... 2
1.3. Manfaat ............................................................................................. 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3


2.1. Anatomi dan Fisiologi saluran cerna ............................................... 3
2.2. Perdarahan Saluran Makan Bagian Atas ....................................... 11
2.2.1. Definisi .............................................................................. 11
2.2.2. Epidemiologi ...................................................................... 11
2.2.3. Etiologi............................................................................... 12
2.2.4. Faktor Resiko ..................................................................... 13
2.2.5. Patofisiologi ....................................................................... 14
2.2.6. Manifestasi Klinis .............................................................. 15
2.2.7. Diagnosa ............................................................................ 16
2.2.8. Diagnosa Banding .............................................................. 19
2.2.9. Penatalaksanaan ................................................................. 19
2.2.10. Prognosis ............................................................................ 25

BAB 3 LAPORAN KASUS .............................................................................. 26


BAB 4 FOLLOW – UP ..................................................................................... 35
BAB 5 DISKUSI KASUS ................................................................................. 42
BAB 6 KESIMPULAN ..................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 48
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) adalah kehilangan darah
dalam lumen saluran cerna yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum treitz,
mulai dari esofagus, gaster, duodenum sampai pada bagian atas dari jejunum.
Sebagai salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia
yang signifikan, perdarahan dari saluran makan bagian atas kira-kira 4 kali lebih
umum daripada pendarahan dari saluran makan bagian bawah. Tingkat kematian
dari PSMBA adalah 6-10% secara keseluruhan.2
Kejadian PSMBA, 2 kali lipat lebih besar pada pria daripada pada wanita,
di semua kelompok usia; Populasi dengan PSMBA telah menjadi semakin tua,
Kematian meningkat dengan bertambahnya usia (> 60 tahun), baik pada pria dan
wanita, bersamaan dengan peningkatan komorbiditas signifikan yang
meningkatkan angka kematian.3
Satu atau lebih penyakit komorbid dijumpai pada 98,3% mortalitas pasien
PSMBA; Pada 72,3% pasien, penyakit komorbid meupakan penyebab primer
kematian dibandingkan kejadian perdarahannya. Perdarahan ulangan atau
perdarahan berlanjut dikaitkan dengan peningkatan mortalitas; Oleh karena itu,
penting membedakan pasien beresiko rendah terjadi perdarahan ulang dan
komorbiditas kecil dengan pasien beresiko tinggi untuk terjadinya perdarahan ulang
dan komorbiditas serius.3
Penyakit ulkus peptik merupakan penyebab paling umum dari PSMBA.
Dalam sebuah tinjauan literatur yang melibatkan lebih dari 10.000 pasien dengan
PSMBA, ulkus peptik bertanggung jawab atas 27-40% dari semua episode
perdarahan. Populasi pasien berisiko tinggi berisiko terkena ulkus peptikum
termasuk orang yang memiliki riwayat penyalahgunaan alkohol, gagal ginjal
kronis, atau penggunaan obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID).
2

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah:
1. Dapat mengerti dan memahami tentang Perdarahan Saluran Makanan Bagian
Atas (PSMBA).
2. Dapat menerapkan teori terhadap pasien dengan Perdarahan Saluran Makanan
Bagian Atas (PSMBA).
3. Sebagai persyaratan dalam memenuhi Kepaniteraan Klinik Program
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3 Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap penulis dan
pembaca terutama yang terlibat dalam bidang medis dan juga memberikan
wawasan kepada masyarakat umum agar lebih mengetahui dan memahami tentang
Perdarahan Saluran Pencernaan Bagian Atas (PSMBA).
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna1

Seluruh sel di dalam tubuh memerlukan nutrisi, namun kebanyakan dari sel-
sel ini tidak dapat berpindah dari posisinya di dalam tubuh dan mencari sumber
nutrisi tersebut, karenanya makanan harus dikonversi menjadi bentuk yang dapat
digunakan dan diantar ke masing- masing sel tersebut. Sistem digestivus, dengan
bantuan sistem sirkulatorius, berperan sebagai pensuplai nutrisi yang besar,
menyediakan nutrisi untuk lebih dari ratusan sel yang bekerja di dalam tubuh.
Sistem ini juga memiliki quality control dan saluran pembuangan sendiri.

Sistem digestivus menyediakan air, elektrolit, dan nutrisi- nutrisi lainnya


untuk tubuh. Untuk melakukan hal ini sistem digestivus memiliki kemampuan
khusus untuk menelan makanan, menyalurkannya di sepanjang saluran cerna,
mencernanya, dan mengabsorbsi air, elektrolit, dan nutrien lain melalui lumen
saluran gastrointestinal. Setelah seluruh substansi yang penting ini diserap, mereka
akan ditranspor ke sel- sel melalui sistem sirkulatorius. Bagian makanan yang tidak
dicerna akan bergerak melewati saluran cerna dan dibuang melalui anus.

Sistem digestivus terdiri dari saluran cerna, sebuah saluran yang memanjang
dari mulut hingga ke anus, dan organ- organ aksesori, terutama glandula, yang
mensekresi cairan ke dalam saluran cerna. Saluran cerna juga disebut sebagai
alimentary tract¸ atau alimentary canal. Bagian dari saluran cerna antara lain:
4

2.1.1. Oral Cavity atau Mulut

Mulut merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air.
Mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan jalan masuk
untuk system pencernaan yang berakhir di anus. Mulut memiliki beberapa fungsi:

- Ingestion, makanan yang berupa padatan atau cairan dimasukkan ke


dalam tubuh, ke dalam saluran pencernaan melalui pintu pertama dan
utama yaitu mulut atau oral cavity.
- Taste, sebagai perasa makanan yang berada pada papila lidah.
- Mastication, pergerakan dari rahang bawah (mandibula) yang dibantu
oleh otot mastikasi menyebabkan gigi dapat menghancurkan makanan
menjadi bagian yang lebih kecil. Lidah dan pipi (cheeks) membantu
dalam menempatkan makanan diantara mulut.
- Digestion, enzim amilase yang ada di dalam ludah memulai pencernaan
karbohidrat (starch).
- Swallowing, lidah dapat membantu membentuk makanan menjadi bolus
dan mendorongnya bolus menuju faring.
5

- Communication, bibir, pipi, gigi, dan lidah merupakan salah satu organ
yang membantu daam berkomunikasi atau berbicara.
- Protection, mucin dan air yang berada di dalam ludah memberikan
lubrikasi, dan ensim lysozyme dalam membunuh mikroorganisme yang
tidak baik bagi tubuh

Lidah terletak ditengah mulut yang dipenuhi dengan otot skeletal yang
ditutupi dengan mukosa membran. Lidah berfungsi menggerakkan makanan di
dalam mulut, membantu dalam mendorong makanan ke dalam esofagus (menelan),
sebagai peran utama artikulasi dalam berbicara dan berkomunikasi, sebagai perasa.
Dalam proses menggerakkan makanan di dalam mulut, lidah bekerja bersama
dengan bibir dan gusi, sehingga mampu menahan makanan di dalam mulut selama
pengunyahan atau mastikasi.

Secara normal, orang dewasa memiliki jumlah total gigi sebanyak 32 gigi
secara kelesuruhan. Tiap gigi memiliki crown (di atas gusi), neck dan root (di
bawah gusi). Dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagaian rahang atas (maxillary) dan
bagian rahang bawah (mandibular). Selain pembagian gigi yaitu terdiri dari bagian
atas sebelah kanan dan kiri dan bagian bawah sebelah atas dan bawah. Tiap empat
kuadran memiliki gigi seri, gigi taring, premolars, molars, dan wisdom teeth.
Fungsinya hampir sama dengan lidah, berperan dalam proses mastikasi dan
berbicara.

Kelenjar saliva ini diproduksi secara terus menerus oleh tubuh. Aliran saliva
(ludah) ini berasal dari kelenjar saliva dan tersebar di mulut melalui pembuluh
(duct). Sebagian besar saliva diproduksi oleh kelnjar saliva yaitu, [1] Kelenjar
parotid (bagian terbesar, saliva banyak terdiri atas amilase, berada di dekat telinga),
[2] Kelenjar submandibular (memprodukasi saliva yang kental (sulit untuk
mengalir) dan berada di dekat mulut (floor)), [3] Kelenjar sublingual (berukuran
paling kecil, mensekresi mukus dan berada di bawah mulut).

Fungsi kelenjar saliva adalah membersihkan gigi dan menghancurkan bahan


kimia yang terkandung dalam makanan sehinggan dapat dirasakan. Kelenjar saliva
ini memiliki enzim yang membantu dalam mencerna makanan dan mukus. Selain
6

itu, kelenjar saliva juga membantu dalam melubrikasi faring untuk membantu
dalam menelan makanan.

2.1.1. Faring

Faring terdiri dari tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
Secara normal, makanan dapat masuk melalui orofaring dan laringofaring.
Nasofaring berfungsi sebagai saluran dalam masuknya udara selama bernafas dan
berhubungan dengan fungsi pendengaran. Orofaring berada dibagain posterior
mulut, sebagai saluran masuknya mulut dan menuju ke lambung dan juga berfungsi
sebagai saluran udara untuk pernafasan. Laringofaring berada di bawah orofaring,
memanjang dari epiglotis ke bagian bawah kartilago kortikoid dari laring dan
memiliki fungsi yang sama dengan orofaring.

Faring berfungsi dalam:

- Swallowing, fase involutari dari menelan menggerakkan bolus dari


mulut ke esofagus. Makanan dicegah agar tidak masuk ke dalam nasal
cavity oleh soft palate dan mencegah masuk ke dalam sistem pernafasan
bagian bawah.
- Breathing, udara masuk melalui hidung atau mulut melewati faring
menuju ke saluran pernafasan bawah.
- Protection, mukus menyediakan lubrikasi.

2.2.3. Esofagus

Esofagus merupakan bagian sistem pencernaan yang memanjang dari faring


hingga lambung. Panjangnya sekitar 25 cm dan berada di mediastinum, anyerior
hingga vertebrae, posterior hingga trakea. Esofagus melewati esophageal hiatus
dari diafragma dan berkahir di lambung. Fungsi dari esofagus antara lain:

- Propulsion, kontraksi peristaltik menggerakkan bolus dari faring


menuju abdomen. Bagian bawah sfingter esofagus membatasi refluks
dari isi abdomen kembali ke esophagus.
7

- Protection, kelenjar yang berada di dalam mukus membantu dalam


lubrikasi dan melindungi esofagus inerior dari asam (stomach acid).

Mekanisme dari menelan antara lain : [1] makanan tercampur dengan saliva
dan didorong masuk ke dalam faring, [2] refleks involunter menggerakkan makanan
masuk ke dalam esofagus, dan [3] gerakan peristaltik mentransport makanan ke
dalam lambung.

2.2.4. Abdomen

Terdapat empat bagian utama di dalam lambung yaitu :

1. Cardia, atau cardiac region merupakan poin dimana esofagus


menghubungkan dan melewati lambung, dimana makanan masuk ke
dalam lambung. Terdapt di bagian inferior dari diafragma.
2. Fundus, berada di atas sebelah kiri dari cardia. Berbentuk seperti
kubah.
3. Tubuh, berada di bawah fundus, yang merupakan bagian utama dari
lambung.
4. Pylorus, bagian lambung yang berbentuk corong, menghubungkan
lambung dengan duodenum. Bagian yang semakin lebar dari corong,
dinamakan pyloric antrum yang menghubungkan tubuh (bagian
lambung “body”) dengan lambung. Kemudian bagian akhir yang
paling dangkal dinamakan pyloric canal, yang menghubungkan ke
duodenum. Sedangkan otot halus yaitu phyloric sphincter yang
berada di ujung saluran dan berfungsi mengkontrol pengosongan
lambung.

Lambung berfungsi dalam banyak hal, yaitu:

- Storage, Rugae dapat membantu abdomen untuk meluaskan area perut


dan menahan (menyimpan) makanan hingga dapat dicerna.
- Digestion, terjadinya proses pencernaan dimana pencernaan protein
dimulai sebagai hasil dari proses asam hidroklorik dan pepsin. Faktor
8

intrinsik mencegah pecahnya vitamin B12 oleh asam lambung. Proses


pencernaan terdiri dari fisik dan kimia (protein).
- Absorption, kecuali untuk beberapa produk (air, alkohol, aspirin)
penyerapan kecil berada di dalam lambung.
- Mixing and propulsion, terjadi gerakan peristaltik dan membentuk
cairan putih seperti susu yang disebut dengan chyme.
- Protection, mukus memberikan lubrikasi dan mencegah pencernaan
dari dinding lambung. Asam lambung dapat membunuh kebanyakan
mikroorganisme.

2.2.5. Usus Kecil


a. Fungsi Usus Kecil
- Neutralization, ion bikarbonat dari pankreas dan bili-bili dari hati
menormalkan asam lambung dari membentuk pH sesuai dengan
keadaan pankratik dan enzim usus.
- Digestion, enzim yang berada di pankreasdan berada di sepanjang usus
kecil menyempurnakan pecahnya molekul makanan.
- Absorption, kebanyakan nutrisi diserap baik secara aktif maupun pasif,
penyerapan paling banyak dilakukan pada air.
- Mixing and propulsion, kontraksi segmental mencampur chyme dan
gerakan peristaltik menggerakan makanan yang sudah dicerna ke dalam
usus besar.
- Excretion, bili-bili usus dari hati mengandung bilirubin, kolestrol,
lemak, dan hormon yang dapat larut dalam lemak.
- Protection, mukus membantu dalam lubrikasi, mencegah pencernaan
dari dinding usus, dan melindungi usus kecil dari asam lambung. Peyer
patches melindungi dari serangan mikroorganisme.
b. Bagian-bagian Usus Kecil
 Duodenum
Merupakan bagian usus kecil yang paling pendek dan awal bagian
usus kecil, dimulai di bagian pyloric sphincter. Berbentuk huruf “C”.
Sebagian besar duodenum berbentuk retro peritoneal. Duodenum juga
9

merupakan tempat dimana empedu dan cairan pankreas memasuki


saluran usus. Berfungsi sebagai tempat pecernaan kimia dari makanan.

 Jejunum
Merupakan bagian usus kecil yang berada diantara bagian akhir
distal dari duodenum dan bagian proksimal dari ileum. Jejunum
memiliki bagian dalam yang bernama membran mukosa yang telah
ditutupi oleh vili. Dimana vili tersebut dapat meningkatkan area
permukaan dari jaringan yang dapat mengabsorbsi nutrisi dari usus.
Berfungsi sebagai absorbsi dari makanan yang sudah dicerna.
 Ileum
Memiliki fungsi dalam penyerapan vitamin B12 dan garam empedu.
Memiliki dinding yang terdiri dari vili di seluruh permukaannya. Sel
yang berada di ileum mengandung enzim protease dan karbohidrat yang
berguna dan tahap akhir dari pencernaan protein dan karbohidrat.
Bagian ileum secara terus menerus mengabsorbsi garam empedu, dan
juga menyerap vitamin yang larut dalam lemak yaitu vitamin A, D, E,
dan K. Jika terjadi absorbsi pada vitamin yang larut dalam air, maka
dibutuhkan asam empedu untuk melakukan proses absorbsi. Berfungsi
sebagai absorbsi dari makanan yang sudah dicerna.
 Liver
Merupakan organ yang paling besar diantara semua organ, berkisar
sekitar 1,36 kg atau 3 ponds yang berada di bawah sebelah kanan bagian
abdomen di bawah diafragma. Memiliki dua bagian utama yaitu lobus
sebelah kanan dan kiri serta lobus minor yaitu caudate dan quadrate.
 Pankreas
Merupakan organ yang kompleks baik dari jaringan endokrin
(hormon sekresi) ataupun eksokrin (fungsi pencernaan) yang memiliki
beberapa fungsi. Sebagian besar pencernaan di dalam tubuh
dilaksanakan oleh enzim pankreatik.
10

2.2.6. Usus Besar


a. Fungsi Usus Besar
- Absorption, bagian proksimal sebagian dari kolon mengabsorbsi garam
(sodium klorida), air, dan vitamin (K) yang diproduksi bakteria.
Mengabsorbsi air tambahan (additional) yang dibutuhkan oleh tubuh.
Kemudian mengabsorbsi nutri tambahan dalam jumlah yang kecil,
seperti vitamin K dan B yang dibuat oleh bakteri di daluran pencernaan.
- Storage, sebagian bagian distal dari usus menahan feses hingga feses
dikeluarkan. Mengumpulkan, mengkonsentrasi dan membuang sisa-
sisa makanan.
- Mixing and propulsion, pergerakan massa mendorong feses menuju ke
anus dan terjadinya defekasi dari feses
- Protection, mukus dan ion bikarbonat melindungi untu melawan asama
yang diroduksi oleh bakteria
b. Bagian-bagian Usus Besar
 Cecum
Merupakan bagian pertama dari usus besar, berbentuk seperti sac.
Panjangnya sekitar 6 cm (2.4 inchi), dapat terhubung dari ileum dan
meneruskan absorbsi dari air dan garam.
 Kolon
Makanan yang masuk ke dalam kolon, makanan akan masuk ke
dalam kolon asending pada bagian sisi kanan dari abdomen. Pada
permukaan inferior dari hati, kolon memanjang dan berliku dan
membentuk hepatic flexure dan diteruskan menjadi kolon transversal.
Kemudian memasuki kolon desending yang berada dibagian pelvis
yang kemudian akan memasuki bagian kolon sigmoid. Kolon sigmoid
yang berbentuk “S” yang berada mulai dari pelvis dan berakhir di
rektum.
 Rektum
Sisa-sisa makanan meninggalkan kolon sigmoid yang kemudian
memasuki bagian rektum yang berad di pevis, berada di dekat tulang
sakral vetrebrata. Di dalam rektum terdapat katu rektal yang dapat
11

membantu memisahkan feses dari gas untuk mencegah melintasnya


bersamaan antara feses dan gas.
 Anal Kanal
Pada tahap akhir, sisa-sisa makanan mencapai bagian akhir dari usus
besar, yang disebut dengan anal kanal. Berada di perineum, yang berada
di luar kavitas abdominopelvis. Memiliki panjang 3,8-5 cm yang
terbuka secara esksterior yang berada di anus. Anal kanal memiliki dua
sfingter yaitu sfingter internal, yang terdiri dari otot halus dan
berkontraksi secara involunter. Kemudian terdapat sfingter eksternal
yang terdiri dari otot skeletal yang berada dalam kontrol volunter.

2.2. Perdarahan Saluran Makanan Bagian Atas

2.2.1. Definisi
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (PSMBA) adalah kehilangan darah
dalam lumen saluran cerna yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum treitz,
mulai dari esofagus, gaster, duodenum sampai pada bagian atas dari jejunum.2

2.2.2. Epidemiologi
Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu kasus kegawatan di bidang
gastroenterologi yang saat ini masih menjadi permasalahan di bidang kesehatan
dunia. Selama empat dekade terakhir ini tidak terdapat
perubahan angka kejadian meskipun telah dicapai kemajuan dalam pengelolaan
atau terapi.3 Peningkatan insidensi di sebagian negara berhubungan dengan
penggunaan aspirin dan obat antiinflamasi non steroid (OAINS). Selain itu,
prevalensi perdarahan PSMBA sangat bervariasi berdasarkan umur, jenis kelamin
dan beberapa faktor lainnya. Hasil akhir berupa perdarahan ulang dan kematian
merupakan akibat dari penatalaksanaan yang kurang adekuat.4
Di Amerika Serikat angka kejadiannya berkisar antara 50-150 per 100.000
penduduk per tahun. Angka kematiannya bervariasi antara 4-14% tergantung pada
kondisi pasien dan penanganan yang tepat.5,6 Pasien dengan komplikasi atau tanpa
komplikasi di Amerika serikat rata-rata lama rawat inap adalah 4,4 dan 2,7 hari.7
Umumnya 80% dari kasus dapat berhenti dengan sendirinya. 10% kasus
12

membutuhkan prosedur intervensi untuk mengontrol perdarahan.7 Insidensi


PSMBA lebih besar dua kali lipat pada laki- laki dibandingkan perempuan, namun
rasio mortalitasnya sama pada kedua jenis kelamin. Populasi dengan PSMBA
secara progresif memiliki usia yang lebih tua, dengan peningkatan kejadian
gangguan komorbiditas yang meningkatkan mortalitasnya. Mortalitas meningkat
seiring dengan meningkatnya umur (>60 tahun) pada laki- laki maupun
perempuan.21

2.2.3. Etiologi

Terdapat perbedaan distribusi penyebab perdarahan saluran cerna bagian


atas (PSMBA) di Indonesia dengan laporan pustaka Barat.8 Penyebab terbanyak di
Indonesia adalah perdarahan varises karena sirosis hati (65%), sedangkan di
negara Eropa dan Amerika adalah perdarahan non variceal karena ulkus peptikum
(60%).2 Penyebab lain yang jarang meliputi, Malory Weiss tears, duodenitis
erosive, ulkus dielafoy (salah satu tipe malformasi vaskuler), neoplasma,
aortoenteric fistula, GAVE (gastric antral vascular ectasia) dan gastropathy
prolapse.9

Kurang sering
Sering (common) Jarang
(less common)
Erosi/ gastropati gaster
Esofagitis
Ulkus esophagus
Lesi Dielafoy
Duodenitis erosive
Ulkus gaster Telangiektasis
Fistula
Ulkus duodenum Gastropati hipertensi portal
Aortoenterik
Varises esophagus GAVE (Gastric Antral
Hemobilia
Mallory Weiss tear Vascular Ectasia) =
Penyakit Pankreas
watermelon stomach
Penyakit Crhon’s
Varises gaster
Neoplasma
Tabel 2. Penyebab Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas10
13

Ulkus gaster merupakan luka terbuka dengan pinggiran edema disertai


indurasi dengan dasar tukak ditutupi debris yang disebabkan oleh gangguan
keseimbangan antara faktor agresif/asam dan pepsin dengan defensif (mukus,
bikarbonat, aliran darah, prostaglandin). Berbagai penyebab ulkus gaster adalah
obat-obatan OAINS, infeksi h.pylori, stress. Pada ulkus akibat OAINS maupun usia
tua biasanya tidak memberikan keluhan, hanya diketahui ketika terjadi komplikasi
perdarahan dan perforasi.
Peptic ulcer dengan perdarahan merupakan penyebab tersering PSMBA akut.
Kondisi ini dikaitkan dengan erat dengan infeksi H. pylori. Organisme ini akan
mengakibatkan gangguan pada barier mukosa dan memiliki efek inflamatorik
langsung pada mukosa gaster dan duodenal. Pada PSMBA yang berhubungan
dengan ulserasi, bersamaan dengan ulserasi yang berada dalam di mukosa
gastroduodenal, proses ini akan mengakibatkan dinding pembuluh darah melemah
dan nekrosis, yang berujung pada pseudoaneurisma. Dinding pembuluh yang lemah
akan ruptur dan mengakibatkan perdarahan.21
Penggunaan OAINS mengakibatkan ulserasi gastroduodenal dengan cara
menginhibisi siklooksigenase, yang berujung pada penurunan sintesis
prostaglandin mukosal dan penurunan defense mukosa itu sendiri. Penggunaan
OAINS setiap hari meningkatkan kemungkinan seseorang terkena ulserasi gaster
sebanyak 40 kali lipat, dan ulserasi duodenal sebanyak 8 kali lipat. Penggunaan
OAINS berkepanjangan dihubungkan dengan 20% pembentukan ulserasi
mukosal.21
2.2.4. Faktor Risiko21
Populasi dengan usia yang relatif tua dan kondisi berprognosis buruk tetap
meningkatkan angka mortalitas walaupun sudah ada kemajuan dalam
penatalaksanaan kondisi ini. Pada PSMBA akibat ulkus peptikum, faktor risiko
yang mempengaruhi antara lain:
1. Konsumsi alkohol,
2. Gangguan ginjal kronik,
3. Penggunaan OAINS,
4. Usia yang relatif tua (>60 tahun),
5. Kelas sosioekonomi rendah.
14

Sedangkan, faktor risiko untuk perdarahan ulang pada PSMBA adalah:


1. Perdarahan arteri yang aktif atau ulserasi dengan pembuluh darah
yang tidak aktif namun tampak atau menonjol,
2. Pasien dengan infeksi H. pylori memiliki kemungkinan perdarahan
ulang yang rendah.

2.2.5. Patofisiologi

Lumen gaster memiliki pH yang asam. Kondisi ini berkontribusi dalam proses
pencernaan tetapi juga berpotensi merusak mukosa gaster. Beberapa mekanisme
telah terlibat untuk melindungi mukosa gaster. Musin yang disekresi sel-sel
foveola gastrica membentuk suatu lapisan tipis yang mencegah partikel makanan
besar menempel secara langsung pada lapisan epitel. Lapisan mukosa juga
mendasari pembentukan lapisan musin stabil pada permukaan epitel yang
melindungi mukosa dari paparan langsung asam lambung, selain itu memiliki pH
netral sebagai hasil sekresi ion bikarbonat sel-sel epitel permukaan. Suplai
vaskular ke mukosa gaster selain mengantarkan oksigen, bikarbonat, dan nutrisi
juga berfungsi untuk melunturkan asam yang berdifusi ke lamina propia. Gastritis
akut atau kronik dapat terjadi dengan adanya dekstruksi mekanisme-mekanisme
protektif tersebut, salah satunya pada kondisi stress, terjadi penurunan aliran darah
ke mukosa sehingga dapat terjadi iskemia dengan kerusakan lapisan mukosa
dengan kemungkinan berlanjut menjadi suatu ulkus peptikum. 11

Pada orang yang sudah lanjut usia, aterosklerosis merupakan salah satu
peran dalam penurunan aliran darah ke mukosa gaster. Hal ini menjadi suatu
stressor sehingga pembentukan musin berkurang sehingga rentan terkena gastritis
dan perdarahan saluran cerna (erosi hingga ulkus). OAINS dan obat antiplatelet
dapat mempengaruhi proteksi sel (sitoproteksi) yang umumnya
dibentuk oleh prostaglandin atau mengurangi sekresi bikarbonat yang
menyebabkan meningkatnya perlukaan mukosa gaster. Infeksi Helicobacter
pylori yang predominan di antrum akan meningkatkan sekresi asam lambung
dengan konsekuensi terjadinya tukak duodenum. Inflamasi pada antrum akan
15

menstimulasi sekresi gastrin yang merangsang sel parietal untuk meningkatkan


sekresi lambung. Perlukaan sel secara langsung juga dapat disebabkan konsumsi
alkohol yang berlebih. Alkohol merangsang sekresi asam dan isi minuman
berakohol selain alkohol juga merangsang sekresi asam sehingga menyebabkan
perlukaan mukosa saluran cerna. Penggunaan zat-zat penghambat mitosis pada
terapi radiasi dan kemoterapi menyebabkan kerusakan mukosa menyeluruh karena
hilangnya kemampuan regenerasi sel. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit komorbid pada perdarahan
PSMBA dan menjadi faktor risiko perdarahan PSMBA. Pada pasien DM terjadi
perubahan mikrovaskuler salah satunya adalah penurunan prostasiklin yang
berfungsi mempertahankan mukosa lambung sehingga mudah terjadi
perdarahan.11,12
Gastritis kronik dapat berlanjut menjadi ulkus peptikum. Merokok merupakan
salah satu faktor penyebab terjadinya ulkus peptikum. Merokok memicu
kekambuhan, menghambat proses penyembuhan dan respon terapi sehingga
memperparah komplikasi ulkus kearah perforasi.12

2.2.6. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinik yang sering terjadi adalah adanya hematemesis (muntah
darah segar dan atau disertai hematin/ hitam) yang kemudian dilanjutkan dengan
timbulnya melena (menandakan terjadi perdarahan sejumlah 50-100 ml atau lebih).
Hal ini terutama pada kasus dengan sumber perdarahan di
esofagus dan gaster. Sumber perdarahan di duodenum relatif lebih sering
bermanifestasi dalam bentuk melena atau tidak jarang dalam bentuk
hematochezia.8

Hal ini banyak dipengaruhi oleh jumlah darah yang keluar persatuan
waktu dan fungsi pilorus. Terkumpulnya darah dalam volume banyak dalam
waktu singkat akan menimbulkan refleks muntah sebelum komponen darah
tersebut bercampur dengan asam lambung (sehingga muntah darah segar). Hal ini
berbeda dengan perdarahan yang memberi kesempatan darah yang keluar terpapar
lengklap dengan asam lambung sehingga membentuk hematin hitam. Perdarahan
yang masif, terutama yang berasal dari duodenum, kadang tidak terpapar asam
16

lambung dan keluar peranum dalam bentuk darah segar (hematochezia) atau
merah hati (maroon stool).8

Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi 20% volume intravaskular


akan mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda-tanda sebagai
berikut:13
1. Hipotensi (<90/60 mmHg atau Mean Arterial Presure (MAP)<70 mmHg)
dengan frekuensi nadi >100/menit
2. Tekanan diastolik ortostatik turun > 10 mmHg atau sistolik turun > 20 mmHg
3. Frekuensi nadi ortostatik meningkat > 15/menit.
4. Akral dingin.
5. Kesadaran menurun.
6. Anuria atau oliguria (produksi urine < 30ml/ jam)

2.2.7. Diagnosis

Diagnosis perdarahan PSMBA dibuat berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan


fisik, inspeksi dengan pemasangan nasogastric tube (NGT), pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan endoskopi, radionuclide scanning, radiografi barium
kontras.8

1. Anamnesis

Dalam anamnesis yang perlu ditekankan adalah waktu terjadinya perdarahan,


perkiraan darah yang keluar, riwayat perdarahan sebelumnya, riwayat perdarahan
dalam keluarga, ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain, penggunaan obat-
obatan terutama anti inflamasi non steroid, penggunaan obat antiplatelet,
kebiasaan minum alkohol, kemungkinan adanya penyakit hati kronik, diabetes
mellitus, demam tifoid, gagal ginjal, hipertensi dan riwayat transfusi
sebelumnya.13

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan tekanan darah sederhana dapat memperkirakan seberapa banyak


pasien kehilangan darah. Kenaikan nadi >20 kali permenit dan tekanan sistolik
17

turun >10 mmHg menandakan telah banyak kehilangan darah. Pada pemeriksaan
fisik, akan ditemukan juga nyeri tekan pada daerah epigastrium.8

3. Inspeksi dengan NGT

Pemasangan NGT dan inspeksi aspirat dapat digunakan pada penilaian awal
kasus. Hal ini dianjurkan pada semua kasus perdarahan saluran makan kecuali pada
perdarahan kronik dengan hemodinamik stabil atau sudah jelas perdarahan SCBB.

Pada PSMBA dijumpai cairan berwarna kopi atau cairan darah segar sebagai tanda
bahwa perdarahan masih aktif. Bila sejak awal tidak dijumpai darah pada cairan
aspirasi, dianjurkan NGT tetap terpasang 12-24 jam untuk evaluasi. Aspirat warna
merah terang berarti pasien memerlukan pemeriksaan endoskopi segera baik untuk
evaluasi maupun perawatan intensif. Jika cairan aspirat berwarna seperti kopi, maka
diperlukan rawat inap dan pemeriksaan endoskopi dalam 24 jam pertama.14,15
Meskipun demikian aspirat normal tidak dapat menyingkirkan perdarahan PSMBA.
Studi melaporkan 15% kasus perdarahan PSMBA pemeriksaan NGT normal tetapi
terdapat lesi dengan risiko tinggi perdarahan (terlihat/ tidak terlihat pembuluh darah
dengan perdarahan) pada endoskopi.16

4. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium penunjang awal ditujukan untuk menilai kadar


hemoglobin, fungsi hemostasis, fungsi hati dan kimia dasar yang berhubungan
dengan status haemodinamik. Pemeriksaan kadar haemoglobin dan hematokrit
dilakukan secara serial (setiap 6-8 jam) agar dapat dilakukan antisipasi transfusi
secara lebih tepat serta untuk memantau lajunya proses perdarahan.8

Perbandingan BUN dan kreatinin serum dapat dipakai untuk memperkirakan asal
perdarahan, nilai puncak biasanya dicapai dalam 24-48 jam sejak terjadinya
perdarahan, normal perbandingan 20, di atas 35 kemungkinan berasal dari PSMBA,
di bawah 35 kemungkinan PSMBB.
18

5. Endoskopi Diagnostik

Endoskopi merupakan pemeriksaan pilihan utama untuk diagnosis, dengan


akurasi diagnosis > 90%.17 Waktu yang paling tepat untuk pemeriksaan endoskopi
tergantung pada derajat berat dan dugaan sumber perdarahan. Dalam 24 jam
pertama pemeriksaan endoskopi merupakan standar perawatan yang
direkomendasikan. Pasien dengan perdarahan yang terus berlangsung, gagal
dihentikan dengan terapi suportif membutuhkan pemeriksaan endoskopi dini
(urgent endoscopy) untuk diagnosis dan terapi melalui teknik endoskopi.18,19
Tujuan pemeriksaan endoskopi selain menemukan penyebab serta asal
perdarahan, juga untuk menentukan aktivitas perdarahan. Forest membuat
klasifikasi perdarahan ulkus peptikum atas dasar penemuan endoskopi yang
bermanfaat untuk menentukan tindakan selanjutnya.13

Aktivitas perdarahan Kriteria endoskopi

Forest Ia Perdarahan aktif - Perdarahan arteri menyembur

Forest Ib Perdarahan aktif - Perdarahan merembes

Forest II Perdarahan berhenti - Gumpalan darah pada dasar


dan masih tukak
terdapat sisa perdarahan atau terlihat pembuluh darah

Forest III Perdarahan berhenti - Lesi tanpa tanda sisa


tanpa sisa perdarahan perdarahan

Tabel 3. Klasifikasi Aktivitas Perdarahan Ulkus Peptikum Menurut Forest20

6. Radionuclide Scanning

Labeling sel darah merah pasien dengan menggunakan zat radioaktif yang
kemudian dimasukkan lagi dalam sistem sirkulasi pasien dapat menentukan lokasi
sumber perdarahan walaupun laju perdarahan relative sedikit (0,1 mililiter/menit),
tapi kurang spesifik untuk menentukan tempat perdarahan dibandingkan teknik
arteriografi.8
19

7. Arteriografi Selektif

Arteriografi selektif melalui aksis seliak, arteri mesenterika superior, arteri


mesenterika inferior dan cabangnya dapat digunakan untuk diagnosis, sekaligus
dapat untuk terapeutik. Pemeriksaan ini membutuhkan laju perdarahan minimal
0,5-1,0 mililiter permenit.8

8. Radiografi Barium Kontras21

Teknik pemeriksaan ini kurang direkomendasikan. Selain sulit untuk


menentukan sumber perdarahan, juga adanya zat kontras akan mempersulit
pemeriksaan endoskopi maupun arteriografi.8

2.2.8. Diagnosis Banding

 Aneurisma Aorta Abdominal


o Gastritis akut
o Barret Esophagus
o Kanker Esofagus
 Varises Esofageal
o Esofagitis
o Kanker Gaster
o Gastric Outlet Obstruction
 Ulser Gastrik
o Gastrinoma
o Peptic Ulcer Disease

2.2.9. Tatalaksana

Tujuan utama pengelolaan perdarahan PSMBA adalah penentuan status


hemodinamik dan resusitasi untuk menstabilisasi pasien agar evaluasi lebih lanjut
dan pengobatan dapat dilaksanakan. 12
20

a. Stabilisasi hemodinamik

Pada kondisi hemodinamik tidak stabil atau dalam keadaan renjatan, maka
proses resusitasi cairan (cairan kristaloid atau koloid) harus segera dimulai tanpa
menunggu data pendukung lainnya. Pilihan akses, jenis cairan resusitasi, kebutuhan
transfuse darah, tergantung derajat perdarahan dan kondisi klinis pasien. Cairan
kristaloid dengan akses perifer dapat diberikan pada perdarahan ringan sampai
sedang tanpa gangguan hemodinamik.8

Umumnya tidak diperlukan cairan kolod (misalnya dekstran) kecuali pada


kondisi hypoalbuminemia berat. Target resusitasi adalah hemodinamik
stabil, produksi urin cukup (>30 cc/jam), tekanan vena sentral 5-10 cm H2O,
kadar Hb tercapai (8-10 gr%).8 Tahapan yang dapat dilakukan antara lain:21

 Bebaskan jalan nafas.


 Pasangkan IV line bilateral, 16-gauge, pada lengan atas.
 Ganti setiap mililiter kehilangan darah dengan 3ml cairan kristaloid.
 Pemasangan kateter Foley untuk evaluasi output urin sebagai pedoman perfusi
ginjal.
 Terapi hemostatik endoskopi untuk ulserasi berdarah dan varises.
 Pembedahan untuk viskus yang perforasi.
 Pada pasien dengan peptic ulcer yang berat, gunakan PPI intravena dosis besar.

Transfusi darah diberikan pada perdarahan saluran cerna dengan pertimbangan:

1. Perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil

2. Perdarahan baru atau masih berlangsung diperkiran jumlahnya sekitar 1 liter


atau lebih.

3. Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan Hb < 10 gr% atau


hematokrit<30%

4. Terdapat tanda oksigenasi jaringan menurun


21

b. Stratifikasi Risiko dan Penatalaksanaan Preendoskopi

Untuk memprediksi risiko perdarahan ulang dan kematian dapat digunakan sistem
skoring Rockall. Semakin tinggi skor, semakin tinggi resiko terjadinya perdarahan
ulang dan kematian.20 Sistem skoring lain yang hanya menggunakan variable dari
klinik dan laboratorium tanpa pemeriksaan endoskopi, yaitu blatchord scoring
system.16 Skor klinis Rockall dan Blatchford berguna sebagai alat prognostik pada
pasien dengan kasus perdarahan akut gastrointestinal bagian atas.

0 1 2 3
Usia (tahun) <60 60-79 >80 -
SBP < 100
HR > 100 bpm
Syok Tidak ada mmhg -
(takikardi)
(hipotensi)
Gagal ginjal
Penyakit Hepar
Komorbid Tidak ada Tidak ada Gagal jantung
Metastasis
Kanker
Robekan Mallory
Weiss Keganasan
Diagnosis Diagnosis lain -
Tidak ada lesi PSMBA
Tidak ada SRH
Darah PSMBA,
bekuan
Tidak ada/titik
SRH mayor - melekat, visible -
hitam
vessel or
spurting vessel
Tabel 4. Skor Rockall, Skor ≤ 2 menandakan risiko rendah, pasien dapat segera
dipulangkan20
22

Variable Skor
Kadar Urea Darah(mmol/L)
2
≥ 6,5 – 7,9
3
8-9,9
4
10-24.9
6
≥25
Hemoglobin Laki-laki (g/dl)
1
≥12-13
3
10-11,9
6
<10
Haemoglobin Perempuan
(g/dl) 1
≥10-12 6
<10
Tekanan Darah
Sistolik(mmHg) 1
100-109 2
90-99 3
<90
Tanda-tanda lain
1
Denyut ≥100/ menit
1
Melena
2
Sinkop
2
Penyakit Hepar*)
2
Gagal jantung**)
Tabel 5. Skor Blatchford20 *)Riwayat atau klinis/temuan laboratorium yang
menandakan penyakit hepar; **)Riwayat atau klinis/ temuan ekokardiografi yang
menandakan gagal jantung. Skor 0 dikategorikan risiko rendah, pasien dapat
dipulangkan.

Skor Blatchford dianggap 0 apabila memenuhi seluruh kriteria berikut:

1. Level hemoglobin >12,9 g/dL (laki- laki) atau >11,9 g/dL (perempuan)
2. Tekanan darah sistolik >109 mmHg
3. Pulsasi <100 /menit
23

4. BUN level <6,5 mg/dL


5. Tidak ada melena atau sinkop
6. Tidak ada gangguan hati maupun gagal jantung yang pernah atau
sedang terjadi

c. Terapi Obat

PPI (Proton Pump inhibitor) merupakan pilihan utama dalam pengobatan


perdarahan PSMBA non variseal. Beberapa studi melaporkan efektifitas PPI dalam
menghentikan perdarahan karena ulkus peptikum dan mencegah perdarahan
berulang. PPI memiliki dua mekanisme kerja yaitu menghambat H+/K+ATPase
dan enzim karbonik anhidrase mukosa lambung manusia. Hambatan pada
H+/K+ATPase menyebabkan sekresi asam lambung dihambat dan pH lambung
meningkat.Hambatan pada pada enzim karbonik anhidrase terjadi perbaikan
vaskuler, peningkatan mikrosirkulasi lambung, dan meningkatkan aliran darah
mukosa lambung. PPI yang tersedia di Indonesia antara lain omeprazol,
lansoprazole, pantoprazole, rabeprazole, dan esomeprazole. PPI intravena mampu
mensupresi asam lebih kuat dan lama tanpa mempunyai efek samping toleransi.
Studi Randomized Controlled Trial (RCT) menunjukkan PPI efektif jika diberikan
dengan dosis tinggi intravena selama 72 jam setelah terapi endoskopi pada
perdarahan pada ulkus dengan stigmata endoskopi risiko tinggi misalnya, lesi
tampak pembuluh darah dengan atau tanpa perdarahan akut.17

Dosis rekomendasi omeprazol untuk stigmata resiko tinggi pada pemeriksaan


endoskopi adalah 80 mg/iv (bolus) diikuti dengan 8 mg/kgbb/jam infuse
(persediaan esomeprazole dan pantoprazole) selama 72 jam dilanjutkan dengan
terapi oral. Pada pasien dengan stigmata endoskopi risiko
rendah PPI oral dosis tinggi direkomendasikan. PPI oral diberikan selama 6-8
minggu setelah pemberian intravena, atau bisa lebih lama diberikan jika ada
infeksi Helicobacter pylori atau penggunaan regular aspirin, OAINS dan obat
antiplatelet.17

Pemberian antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 masih boleh diberikan


untuk tujuan penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarahan. Namun antagonis
24

reseptor H2 dalam mencegah perdarahan ulang PSMBA karena ulkus peptic kurang
bermanfaat. Penggunaan antifibrinolitik sebagai penghambat aktivasi plasminogen
ke plasmin, mencegah pecahnya fibrin dan menjaga stabilitas gumpalan, digunakan
untuk mencegah pendarahan yang berlebihan. Asam traneksamat adalah
antifibrinolitik yang sering digunakan untuk risiko perdarahan meningkat.

d. Terapi endoskopi

Ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif atau pembuluh darah yang
tampak. Hemostasisendoskopi merupakan terapi pilihan pada perdarahan karena
varises esophagus. Ligasi varises merupakan pilihan pertama untuk mengatasi
perdarahan varises esophagus.

e. Indikasi Operasi21

Intervensi surgikal primer harus dipertimbangkan pada pasien dengan viskus yang
terperforasi (misalnya pada ulser duodenal yang terperforasi, ulser gastrik yang
terperforasi, atau sindroma Boerhaave). Pada pasien yang tidak dapat dioperasi,
pengobatan konservatif dengan nasogastric suction dan antibiotik spektrum luas
dapat dipertimbangkan. Endoscopic clipping juga dapat digunakan pada pasien-
pasien tersebut.

Pembedahan emergensi pada PSMBA biasanya dilakukan untuk menjahit


pembuluh darah yang rusak pada perut atau dodenum (yang biasanya diidentifikasi
secara endoskopi sebelum operasi), vagotomi dengan piloroplasti, atau gastrektomi
parsial. Beberapa hal yang dipertimbangkan sebagai indikasi operasi adalah:

 Perdarahan yang berat dan mengancam nyawa yang tidak responsif terhadap
tindakan resusitatif.
 Kegagalan terapi medikal dan hemostasos endoskopik dengan perdarahan
berulang dan persisten.
 Adanya alasan lain untuk operasi (seperti perforasi, obstruksi, atau malignansi).
 Perdarahan yang berkepanjangan, dengan kehilangan ≥50% volume darah
pasien.
 Pasien dirawat di rumah sakit kedua kalinya untuk perdarahan peptic ulcer.
25

2.2.10. Prognosis21

Usia lebih dari 60 tahun merupakan sebuah marker independen untuk outcome yang
buruk dalam PSMBA, dengan angka mortalitas sekitar 12 – 25% pada pasien
golongan ini.

American Society for Gastrointestinal Endoscopy (ASGE) mengelompokkan


pasien dengan PSMBA berdasarkan usia dan kategori usia korelasi terhadap angka
mortalitas. ASGE mendapatkan angka mortalitas sebesar 3.3% pada kelompok usia
21-31 tahun, 10.1% pada pasien berusia 41-50 tahun, dan 14,4% pada pasien
dengan kelompok usia 71-80 tahun.

Beberapa faktor risiko ini dihubungkan dengan peningkatan mortalitas, perdarahan


berulang, dan kebutuhan untuk dilakukannya hemostasis endoskopik atau
pembedahan:

 Usia lebih dari 60 tahun


 Komorbiditas yang berat
 Perdarahan aktif (hematemesis yang jelas, adanya darah merah pada
pemasangan NGT, perdarahan segar per rektal)
 Hipotensi
 Transfusi sel darah merah ≥6 unit
 Koagulopati yang berat

Pada pasien dengan syok hemoragik angka mortalitas meningkat hingga 30%.
26

BAB III

LAPORAN KASUS

Nomor Rekam Medis : 00.71.45.83


Tanggal Masuk : Co-Ass I : Avie Dokter Ruangan :
23 Juli 2017 (2 hari Co-Ass II: Vina dr. Arif
dirawat di IGD) CoAss III: Kiky
Jam : Co-Ass IV: Yahsarul Dokter Chief of Ward :
23.10 Co-Ass V: Steven dr. Ihda
Ruang : Dokter Penanggung Jawab
RA1 – 3.3.6 Pasien :
dr. Masrul Lubis, Sp.PD

ANAMNESA PRIBADI
Nama : Ngumput Br Bukit
Umur : 69 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Janda
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Batak Karo
Agama : Kristen
Alamat : Desa Namorih, Pancurbatu, Deli Serdang, Sumatera Utara

ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Buang air besar hitam
Telaah : Hal ini dialami oleh os 5 hari sebelum masuk rumah
sakit. BAB hitam dengan frekuensi +4 kali dengan konsistensi cair disertai ampas.
Mual dijumpai namun tidak diikuti muntah. Riwayat perdarahan spontan (mimisan,
gusi berdarah) tidak dijumpai. Os juga merasa lemas dan pucat sejak 2 hari yang
lalu. Os mengonsumsi obat yang dibeli di kedai (obat anti nyeri) sejak 5 tahun
terakhir setiap kali os merasakan nyeri pada sendinya. Os menyangkal riwayat
konsumsi alkohol dan minum jamu-jamuan. Penurunan nafsu makan dijumpai
27

pada os namun penurunan berat badan tidak dijumpai. Demam dan sesak nafas
tidak dijumpai. BAK (+) dalam batas normal dengan volume +1500ml/hari.
Riwayat BAK berdarah, berpasir tidak dijumpai. Riwayat sakit darah tinggi dan
sakit gula disangkal. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak dijumpai.
RPT: Tidak jelas.
RPO: Obat antinyeri.

ANAMNESA ORGAN
Jantung Sesak nafas :(-) Edema : ( - )
Angina pectoris :(-) Palpitasi : ( - )
Lain-lain : ( - )

Saluran Pernafasan Batuk-batuk :(-) Asma, bronchitis: ( - )


Dahak :(-) Lain-lain :(-)

Saluran Pencernaan Nafsu makan :( ) Penurunan BB : ( - )


Keluhan mengunyah : ( - ) Keluhan defekasi: (- )
Keluhan perut :(-) Lain-lain :(-)

Saluran Urogenital Sakit buang air kecil : ( - ) BAK tersendat : ( - )


Mengandung batu :(-) Keadaan urin : ( - )
Lain-lain :(-)

Sendi dan Tulang Sakit pinggang :(-) Keterbatasan gerak:(-)


Keluhan persendian :(-) Lain-lain :(-)

Endokrin Haus/Polidipsi :(-) Gugup : ( - )


Poliuri :(-) Perubahan suara: ( - )
Polifagi :(-) Lain-lain : ( - )

Saraf Pusat Sakit kepala :(-) Hoyong : ( - )


Lain-lain : ( - )
28

Darah dan Pucat : ( + ) Perdarahan : ( + )


Pembuluh Darah Petechie : ( - )
Purpura : ( - )
Lain-lain : ( - )

Sirkulasi Perifer Claudicatio intermitten : ( - ) Lain-lain : ( - )

ANAMNESA FAMILI
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama.

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


STATUS PRESENS
Keadaan Umum Keadaan Penyakit
Sensorium : Compos Mentis Pancaran wajah : lemah
Tekanan darah : 120/70 mmHg Sikap paksa :(-)
Nadi : 80x/menit, reguler, Refleks fisiologis : ++ / ++
t/v cukup Refleks patologis :-/-
Pernafasan : 24x/menit
Temperatur : 36,5oC
Anemia ( + ), Ikterus ( - ), Dispnoe ( - ), Sianosis ( - ), Edema ( - ), Purpura (-)
Turgor Kulit : Baik

Keadaan Gizi : Berat Badan : 45 kg


Tinggi Badan :155 cm

BB BB
BW = x 100% BMI =
TB − 100 (TB)2
45 45
BW = x 100% BMI =
155 − 100 (1.55)2
BW = 81,8% BMI = 18,7 kg/m2
Kesan : Normoweight
29

KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+/+), ikterus (-/-), pupil isokor,
ukuran Ø 3mm/3mm, refleks cahaya direk (+/+)/indirek (+/+),
kesan:( - )
Lain-lain : ( - )
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Lidah : Dalam batas normal
Gigi geligi : Dalam batas normal
Tonsil/Faring : Dalam batas normal

LEHER
Struma tidak membesar, tingkat :(-)
Pembesaran kelenjar limfe :(-)
Posisi trakea : Medial, TVJ : R-2 cmH2O
Kaku kuduk : ( - ), lain-lain : ( - )

THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Simetris fusiformis
Pergerakan : Ketinggalan pernafasan ( - )
Lain-lain :(-)
Palpasi
Nyeri tekan : ( -)
Fremitus suara : Stem fremitus kanan = kiri
Iktus : Teraba
Perkusi
Paru
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Batas Paru Hati R/A : ICS V / ICS VI
Peranjakan : ± 1 cm
30

Jantung
Batas atas jantung : ICS II LMCS
Batas kiri jantung : 1 cm medial LMCS ICS IV
Batas kanan jantung : LPSD ICS IV

Auskultasi
Paru
Suara pernafasan : Vesikuler pada kedua lapangan paru
Suara tambahan : -/-
Jantung
M1>M2,P2>P1,T1>T2, A2>A1, desah sistolis ( - ), tingkatan: ( - )
Desahan diastolis ( - ), lain-lain : ( - )
HR: 80x/menit, reguler, intensitas: cukup

THORAX BELAKANG
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara pernafasan : vesikuler
Suara tambahan : (-/-)

ABDOMEN
 Inspeksi
Bentuk : Simetris
Gerakan lambung/usus : Tidak terlihat
Vena kolateral :(-)
Caput medusa :(-)
 Palpasi
Dinding abdomen : soepel pada seluruh permukaan abdomen, H/L/R
tidak teraba, (+)nyeri tekan epigastrium
Hati
Pembesaran :(-)
31

Permukaan :(-)
Pinggir :(-)
Nyeri tekan :(-)
Limpa
Pembesaran : ( - ), schuffner : ( - ), Heacket : ( - )
Ginjal
Ballotement : ( - ), Kiri / kanan, lain-lain : ( - )
Uterus / Ovarium : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tumor : (-)

 Perkusi : Timpani
Pekak hati :(-)
Pekak beralih :(-)

 Auskultasi
Peristaltik usus : Normoperistaltik
Lain-lain :(-)

PINGGANG
Nyeri ketuk sudut kosto vertebra : ( - )

INGUINAL : Tidak dilakukan pemeriksaan

GENITALIA LUAR : Tidak dilakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)


Perineum : Tidak Dilakukan Pemeriksaan, karena os menolak.
Namun, dari hasil feses rutin dijumpai warna hitam.
Sphincter Ani : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Lumen : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Mukosa : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Sarung tangan : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
32

ANGGOTA GERAK ATAS ANGGOTA GERAK BAWAH


Kiri Kanan
Deformitas sendi : ( - ) Edema : - -
Lokasi : ( - ) Arteri femorais : + +
Jari tabuh : ( - ) A. tibialis post : + +
Tremor ujung jari : ( - ) A. dorsalis pedis : + +
Tel. tangan sembab: ( - ) Refleks KPR : + +
Sianosis : ( - ) Refleks APR : + +
Eritema Palmaris : ( -) Refleks fisiologis : + +
Lain-lain : ( - ) Refleks patologis : - -
Lain-lain : - -

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN (25 Juli 2017)


Darah Kemih Tinja
Hb : 8,4 g/dL Warna : Kuning Warna : hitam
Eritrosit : 3,86 x jernih Konsistensi :
106/mm3 Protein :(-) cair berampas
Leukosit : 8,05 x Reduksi :(-) Eritrosit : 7-
103/mm3 Bilirubin :(-) 9/lpb
Trombosit : 201 x 103 Urobilinogen : ( + ) Leukosit :-
Ht : 28 % Amoeba/Kista: -/-
Hitung Jenis : Sedimen
Eosinofil : 2,80% Eritrosit : 0-1 /lpb
Basofil : 0,60 % Leukosit : 1-2 /lpb Telur Cacing
Neutrofil : 61,6% Silinder : - /lpb Ascaris :-
Limfosit : 22,3% Epitel : 1-2 /lpb Ankylostoma : -
Monosit : 7,2 % T. Trichiura :-
Albumin : 2,7 % Kremi :-
33

RESUME
Keluhan utama : Melena
Telaah: Hal ini dialamin +/- 5 hari smrs. Frekuensi
BAB hitam +4 kali dengan konsistensi cair
ANAMNESA
disertai ampas. Mual (+), Muntah (-), Lemas
(+) dan pucat (+). Nyeri ulu hati (+). RPT:
Tidak jelas. RPO: analgetik.
Keadaan Umum : Sedang
Keadaan Penyakit : Sedang
STATUS PRESENS
Keadaan Gizi : Normal
IMT : 18,7 (Normoweight)
TANDA VITAL
Sens : Compos Mentis
TD : 120/70 mmHg
HR : 80x/i reg t/v cukup
RR : 24 x/i
Suhu : 36,5°C
STATUS LOKALISATA
PEMERIKSAAN FISIK Mata : Anemis (+/+)
T/H/M : Dalam batas normal
Leher : TVJ R-2 cm H2O
Thoraks : Suara pernafasan = vesikuler
Suara tambahan ( - )
Abdomen : soepel, peristaltik ( + ) Normal,
timpani. Nyeri ulu hati (+), H/L/R tidak teraba.
Ekstremitas : dalam batas normal
Darah : kesan anemia normokrom normositer (Hb:
8,4 g/dL)
LABORATORIUM
Urin : dalam batas normal
RUTIN
Tinja : warna hitam, konsistensi cair berampas,
eritrosit (+)
34

1. PSMBA ec gastritis erosiva + anemia ec.


perdarahan dd penyakit kronik
2. PSMBA ec ulcer bleeding + anemia ec. perdarahan
DIAGNOSA dd penyakit kronik
BANDING 3. PSMBA ec stress ulcer + anemia ec. perdarahan dd
penyakit kronik
4. PSMBA ec Variceal bleeding + anemia ec.
perdarahan dd penyakit kronik
DIAGNOSA 1. PSMBA ec gastritis erosiva + anemia ec.
SEMENTARA perdarahan dd penyakit kronik
Aktivitas : Tirah Baring
Diet : MI
Tindakan Suportif : IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/i makro
NGT terpasang
PENATALAKSANAAN Medikamentosa :
 Inj Omeprazole 80 mg/12 jam
 Inj Asam Traneksamat 500 gr/ 8 jam
 InjVitamin K 1 amp/ 24 jam
 Sucralfat syr 3x CI
RENCANA PENJAJAKAN
1. Darah rutin 6. USG Abdomen
2. Feses rutin 7. Endoskopi/Gastroskopi
3. Urinalisa 8. Foto Thorax
4. Morfologi Darah Tepi 9. EKG
5. Elektrolit
35

BAB IV

FOLLOW UP

S O A P
Tanggal

23- 24
Juli 2017 Pasien dirawat di IGD

25- 26 BAB hitam Sens:CM  PSMBA ec  Tirah baring


Juli 2017 (+) gastritis  NGT
TD:120/70 mmHg erosiva dd terpasang
Badan ulcer bleeding ->dijumpai
lemas (+) HR:80x/i dd stress ulcer bersih
dd variceal  Diet sonde
Wajah RR:24x/i bleeding via NGT
pucat (+) T:36,5ºC  Anemia ec.  IVFD NaCl
perdarahan dd 0,9% 20
Kepala penyakit gtt/i makro
kronik  Inj
Anemis (+/+), omeprazole
ikterik (-/-) 80 mg
bolus->
Leher 40mg/12
jam
TVJ R-2 H2O  Inj
traneksamat
Thorax 500 mg/8
jam IV
Suara pernapasan
 Inj vitamin
vesikuler, suara K 1 amp/24
tambahan (-) jam
 Sucralfat
Abdomen syr 3xCI
Soepel, timpani,
peristaltik (+)
normal, nyeri
tekan epigastrium
(+)
36

Ekstremitas

Oedem (-/-)

Hasil Lab (25/07)

Hb: 8,4 g/dL

Eritrosit: 3,86
juta/µL

Leu: 10.760 /µL

Plt: 207.000 /µL

MCV: 72 fL

MCH: 21,8 pg

Ferritin: 20,11
ng/mL

Besi: 9 µg/dL

TIBC: 288 µg/dL

Glukosa Darah
(sewaktu): 131
mg/dL

Ureum: 56 mg/dL

Kreatinin:0,65
mg/dL

Na:141 mEq/L

K: 3,4 mEq/L

Cl:116 mEq/L

Endoskopi(26/07)
37

Esofagus: mukosa
1/3 bawah
hiperemis

Gaster: Fundus
dan Antrum
terdapat ulkus

Duodenum:
normal

Kesimpulan:
Esofagitis+Ulkus
Fundus+Ulkus
Antrum

Tinja

Warna: Hitam

Konsistensi: Cair
berampas

Eritrosit : 7-
9/lpb
Leukosit :-
Amoeba/Kista: -/-
Volume: 150
gram
27 juli BAB hitam Sens:CM  PSMBA ec  Tirah baring
2017 (+) ulcer bleeding  Diet sonde
TD:120/80 mmHg via NGT
Badan  Anemia ec  IVFD NaCl
lemas (+) HR:82x/i perdarahan dd 0,9% 20
sudah penyakit gtt/i makro
RR:21x/i
berkurang kronik  Inj
dari T:36,6ºC omeprazole
40mg/12
sebelumnya
Kepala jam
 Inj
Anemis (+/+), traneksamat
ikterik (-/-) 500 mg/8
jam IV
38

Leher  Inj vitamin


K 1 amp/24
TVJ R-2 H2O jam
 Sucralfat
Thorax syr 3xCI
Suara pernapasan
vesikuler, suara
tambahan (-)

Abdomen

Soepel, timpani,
peristaltik (+)
normal

Ekstremitas

Oedem (-/-)

Tinja

Warna: Coklat
kehitam

Konsistensi:
Lunak

Volume: 130
gram

28 juli BAB hitam Sens:CM  Post PSMBA  Tirah baring


2017 (-) ec ulcer  Diet MD
TD:130/70 mmHg bleeding  IVFD NaCl
 Anemia ec 0,9% 20
HR:80x/i perdarahan dd gtt/i makro
RR:21x/i
penyakit  Tab
kronik omeprazole
T:36,6ºC 2 x 20mg
 Inj
Kepala traneksamat
500 mg/8
Anemis (-/-), jam IV->
ikterik (-/-) aff
 Inj vitamin
Leher K 1 amp/24
jam-> aff
TVJ R-2 H2O
39

Thorax  Sucralfat
syr 3xCI
Suara pernapasan
vesikuler, suara
tambahan (-)

Abdomen

Soepel, timpani,
peristaltik (+)
normal

Ekstremitas

Oedem (-/-)

Tinja

Warna: Coklat

Konsistensi:
Lunak

Volume: 120
gram

29-30 BAB hitam Sens:CM  PSMBA ec  Tirah baring


Juli 2017 (-) ulcer bleeding  Diet MB
TD:120/80 mmHg  IVFD NaCl
 Anemia ec 0,9% 20
HR:84x/i perdarahan dd gtt/i makro
RR:21x/i
penyakit  Tab
kronik omeprazole
T:36,5ºC 2 x 20mg
 Sucralfat
Kepala syr 3xCI

Anemis (-/-),
ikterik (-/-)

Leher

TVJ R-2 H2O

Thorax
40

Suara pernapasan
vesikuler, suara
tambahan (-)

Abdomen

Soepel, timpani,
peristaltik (+)
normal

Ekstremitas

Oedem (-/-)

Tinja

Warna: Coklat

Konsistensi:
Lunak

Volume: 120
gram

31 Juli BAB hitam Sens:CM  PSMBA ec  Tirah baring


2017 (-) ulcer bleeding  Diet MB
TD:120/80 mmHg  Anemia ec  IVFD NaCl
perdarahan dd 0,9% 20
HR:80x/i penyakit gtt/i makro
RR:20x/i
kronik  Tab
omeprazole
T:36,6ºC 2 x 20mg
 Sucralfat
Kepala syr 3xCI
 ACC PBJ
Anemis (-/-),
ikterik (-/-)

Leher

TVJ R-2 H2O

Thorax

Suara pernapasan
vesikuler, suara
tambahan (-)
41

Abdomen

Soepel, timpani,
peristaltik (+)
normal

Ekstremitas

Oedem (-/-)

Hasil Lab (31/07)

Hb: 10 g/dL

Eritrosit: 4,5
juta/µL

Leu: 10.120 /µL

Plt:199.000 /µL

MCV: 72 fL

MCH: 21,8 pg

Ureum: 17 mg/dL

Kreatinin:0,56
mg/dL

Na:138 mEq/L

K: 3,6 mEq/L

Cl:105 mEq/L

Tinja

Warna: Coklat

Konsistensi:
Lunak

Volume: 120
gram
42

BAB V
DISKUSI KASUS

TEORI PASIEN

Definisi
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Pasien N, perempuan, usia 69 tahun, datang
Atas (SCBA) adalah kehilangan dengan keluhan BAB hitam. Hal ini dialami

darah dalam lumen saluran cerna oleh os 5 hari SMRS. BAB hitam dengan
frekuensi 4 kali dengan konsistensi cair
yang terjadi di sebelah proksimal
berampas. Hal ini tidak pernah terjadi
ligamentum treitz, mulai dari
sebelumnya. Os mengonsumsi obat yang
esofagus, gaster, duodenum sampai
dibeli di kedai (obat anti nyeri) sejak 5 tahun
pada bagian atas dari jejunum.
terakhir, setiap kali os merasakan nyeri pada
sendinya. Riwayat konsumsi alkohol
Epidemiologi disangkal. Riwayat penyakit ginjal, hati, dan
Insidensi PSMBA lebih besar dua gula(-)
kali lipat pada laki- laki dibandingkan
perempuan, namun rasio
mortalitasnya sama pada kedua jenis
kelamin. Populasi dengan PSMBA
secara progresif memiliki usia yang
lebih tua, mortalitas meningkat
seiring dengan meningkatnya umur
(>60 tahun) pada laki- laki maupun
perempuan.

Faktor resiko
 Penggunaan NSAID
 Konsumsi alcohol
43

 Gangguan ginjal kronik


 Usia tua
 Sosio ekonomi rendah
 Penyakit hati kronik
 Diabetes Mellitus

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik yang sering terjadi Pada pasien dijumpai BAB berwarna
adalah adanya hematemesis yang hitam dengan konsistensi cair berampas,
kemudian dilanjutkan dengan meskipun setelah pemasangan NGT tidak
timbulnya melena. ditemukan hematemesis. Pada konjungtiva
pasien terlihat anemis.

Anamnesa Hal ini dialami oleh os 5 hari sebelum


Dalam anamnesis yang perlu masuk rumah sakit. BAB hitam dengan
ditekankan adalah waktu terjadinya frekuensi 4 kali dengan konsistensi cair
perdarahan, perkiraan darah yang disertai ampas. Mual dijumpai namun
keluar, riwayat perdarahan tidak diikuti muntah. Riwayat perdarahan
sebelumnya, riwayat perdarahan spontan (mimisan, gusi berdarah) tidak
dalam keluarga, ada tidaknya dijumpai. Os juga merasa lemas dan pucat.
perdarahan di bagian tubuh lain, Os mengonsumsi obat yang dibeli di kedai
penggunaan obat obatan terutama anti (obat anti nyeri) sejak 5 tahun terakhir.
inflamasi non steroid, penggunaan Penurunan nafsu makan dijumpai pada os
obat antiplatelet, kebiasaan minum namun tidak dijumpai penurunan berat
alkohol, kemungkinan adanya badan pada os. Demam, sesak napas tidak
penyakit hati kronik, diabetes dijumpai. BAK (+) dalam batas normal
mellitus, demam tifoid, gagal ginjal, dengan volume +1500ml/hari. Riwayat
hipertensi dan riwayat transfusi BAK berdarah, berpasir tidak dijumpai.
sebelumnya. Os menyangkal riwayat konsumsi alkohol
dan minum jamu-jamuan. Riwayat sakit
darah tinggi dan sakit gula disangkal.
44

Riwayat keluarga dengan keluhan yang


sama tidak dijumpai.
RPT: Tidak jelas.
RPO: Obat antinyeri.

Pemeriksaan Fisik Sensorium : Compos Mentis


Pemeriksaan tekanan darah sederhana Tekanan darah : 120/70 mmHg
dapat memperkirakan seberapa Nadi : 80x/i
banyak pasien kehilangan darah. Pernafasan : 24x/i
Kenaikan nadi >20 kali permenit dan Temperatur : 36,5°C
tekanan sistolik turun >10 mmHg VAS : 3-4
menandakan telah banyak kehilangan Kepala
darah.
Mata: Anemis (+)

Telinga/hidung: dalam batas normal

Leher: dalam batas normal

Thoraks:

Dalam batas normal

Suara pernapasan: Vesikular

Suara tambahan : -

Abdomen:

Soepel, H/L/R tidak teraba, nyeri ulu hati


(+), normoperistaltik

Ektremitas:Dalam batas normal


45

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Feses Rutin


Pemeriksaan laboratorium penunjang Warna : hitam
awal ditujukan untuk menilai kadar
Konsistensi : cair berampas
hemoglobin, fungsi hemostasis,
fungsi hati dan kimia dasar yang Eritrosit : 7-9/lpb

berhubungan dengan status Leukosit :-


haemodinamik. Perbandingan BUN
Amoeba/Kista: -/-
dan kreatinin serum dapat dipakai
untuk memperkirakan asal Volume: 150 gram
perdarahan dari PSMBA atau
PSMBB.
Pemeriksaan Darah Rutin
Endoskopi Diagnostik
Hemoglobin : 8,4 gr/dl

Endoskopi merupakan pemeriksaan Eritrosit : 3,6 juta/mikroL


pilihan utama untuk diagnosis, KGD sewaktu : 131 mg/dl

dengan akurasi diagnosis > 90%. BUN : 26 mg/dl

Dalam 24 jam pertama pemeriksaan Kreatinin :0,65 mg/dl

endoskopi merupakan standar


perawatan yang direkomendasikan. Endoskopi :
Dari pemeriksaaan Endoskopi, ditemukan
kesimpulan oesofagitis + Ulcus Fundus +
Ulcus Antrum

Penatalaksanaan
PPI (Proton Pump inhibitor) Pada pasien ini diberi tatalaksana berupa:
merupakan pilihan utama dalam  Tirah baring
pengobatan perdarahan SCBA non  NGT terpasang
variseal. PPI intravena mampu  Diet M1 via NGT
mensupresi asam lebih kuat dan lama  IVFD 0,9% 20 gtt/i (makro)
tanpa mempunyai efek samping  Inj. Omeprazole 40 mg/ 12 jam/ iv
46

toleransi. Dosis rekomendasi  Inj. Asam Tranexamat 500 mg /8


omeprazol untuk stigmata resiko jam/iv
tinggi pada pemeriksaan  Syr. Sucralfat 3x4
endoskopi adalah 80 mg/iv (bolus)
diikuti dengan 8 mg/kgbb/jam infuse
(persediaan esomeprazole dan
pantoprazole) selama 72 jam
dilanjutkan dengan terapi oral.
Pemberian antasida, sukralfat, dan
antagonis reseptor H2 masih boleh
diberikan untuk tujuan penyembuhan
lesi mukosa penyebab perdarahan.
Penggunaan antifibrinolitik sebagai
penghambat aktivasi plasminogen ke
plasmin, mencegah pecahnya fibrin dan
menjaga stabilitas gumpalan, digunakan
untuk mencegah pendarahan yang
berlebihan. Asam traneksamat adalah
antifibrinolitik yang sering digunakan
untuk risiko perdarahan meningkat.
47

BAB VI

KESIMPULAN

Pasien perempuan berusia 69 tahun a.n. Ngumput didiagnosa dengan


PSMBA e.c. Ulcer Bleeding + Anemia ec perdarahan dd penyakit kronik
berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium. Dirawat
inap di RS H. Adam Malik Medan dan telah ditatalaksana dengan tirah baring,
Diet MI via NGT, Diet MB, IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i makro, Inj omeprazole
40mg/12 jam, Inj traneksamat 500 mg/8 jam IV, Inj vitamin K 1 amp/24 jam, Tab
omeprazole 2 x 20mg, Sucralfat syr 3xCI,. Pasien sudah diizinkan untuk berobat
jalan pada tanggal 31 Juli 2017.
48

DAFTAR PUSTAKA

1. Tate, Seeley.2004.Anatomy and Physiology: Digestive System. Mc Graw


Hill Companies
2. Djojodiningrat, Hardjodisastro D. Hematemesis melena. Dalam:
Simandibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A,
editor. Pedoman diagnosis dan terapi di bidang ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian IPD FKUI; 1999:20-4.
3. Robinson M, Syam FA, Abdulah M. Mortality risk factors in acute upper
gastrointestinal bleeding. Indones J Gastroenterol Hepatol Dig Endosc.
2012; 13:1-37.
4. Maduseno S. Rekomendasi terbaru perdarahan ulkus peptic, “konsensus
internasional”. Dalam: Purnomo HD, Hirlan, editor. Semarang
Gastroenterohepatology update 2011 “Current issues in
gastroenterohepatology: from theory to clinical Practice; 2011 Apr 8-10”.
Semarang (Indonesia): Badan Penerbit Universitas Diponegoro;2011:33-
51.
5. Lanas A, Garcia-Rodri’guez LA, Polo-Toma’s M, Ponce M,.Alonso-
Abreu I, perez-Aisa MA, et al. Time trends and impact of upper and lower
gastrointestinal bleeding and perforation in clinical practice. Am J
Gastroenterol. 2009;104:1633-41.
6. Dalton D, Grant-Casey J, Hearnshaw S, Lowe D, Travis S, Rockall T, et
al. the UK comparative audit of gastrointestinal bleeding and the use of
blood. Oxford, UK: National Blood Service;2007 [cited 2012 Feb 20].
Available from:
http;//hospital.blood.co.uk/library/pdf/UGI_Bleed_Audit_Report_transfusi
o n_Extract.pdf
7. Adam V, Barkun A. Estimates of costs of hospital stay for variceal and
nonvariceal upper gastrointestinal bleeding in the United States. Value
Health. 2008;11:1-4.
8. Djojoningrat D. Perdarahan saluran cerna bagian atas (hematemesis
melena). Dalam: Rani AA, K MS, Syam AF, editor. Buku ajar
gastroenterology. Edisi ke-1. Jakarta: Pusat penerbit Ilmu Penyakit Dalam
FK UI; 2011: 33-44.
9. Mazen A, Mohammed A, John J. Managing acute upper GI bleeding,
preventing recurrences. Clev Clin J Med. 2010;105:84-93.
10. Green BT, Rockey DC. Acute gastrointestinal bleeding. Semin
Gastrointest Dis. 2003;14(2):44-65.
11. Turner JR. The gastrointestinal tract. In: Kumar V, Abbas A.K, Fausto N,
Aster J.C. Robbins and cotran pathologis basis of disease. 8th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders Inc; 2010; 763-70.
12. Soll AH, Graham YD. Peptic ulcer disease. In: Yamada T, ed. Textbook of
gastroenterology. 5th ed. 2009; 936-46.
49

13. Adi P. Pengelolaan perdarahan saluran cerna bagian atas. Dalam: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam
FK UI; 2010: 447-53.
14. Silverstein FE, GD, Tedesco FJ, Buenger NK, Persing J. The national
ASGE survey on upper gastrointestinal bleeding . II. Clinical prognostic
factors. Gastrointest endosc. 1981; 27:80-93.
15. Corley DA SA, Wolf M, Cook EF, Lee TH. Early indicators of prognosis
in upper gastrointestinal hemorrhage. Am J Gastroenterol.1998; 93:336-
40.
16. Aljebreen AM FC, Barkun AN. Nasogastric aspirate predicts high-risk
endoscopic lesions in patients with acute upper-GI bleeding. Gastrointest
Endosc. 2004; 59: 17.
17. Purnomo HD. Pengelolaan perdarahan akut saluran cerna bagian atas.
Dalam: Suharti C, Sugiri, Gasem MH, editor. Pertemuan ilmiah tahunan
XIV PAPDI; 2010 24-26 sept. Semarang (Indonesia): Badan Penerbit
Universitas Diponegoro; 2010:45-55.
18. Chak A CG, Llyod LE, Kolz CS, Barnhart BA, Wong RC. Effectiveness
of endoscopy in patients admitted to the intensive care unit with upper GI
hemorrhage. Gastrointest endosc. 2001; 53:6-13.
19. Grace HE. Approach to the patient with gross gastrointestinal bleeding. In:
Yamada T, ed. Atlas of Gastroenterology. 4th ed; 2009; 1-9.
20. Gralnek I.M, Barkun A.N, Bardou M. Management of acute bleeding from
a peptic ulcer. N Engl J Med. 2008; 359:928-37.
21. Cerulli, M. (2017). Upper Gastrointestinal Bleeding: Practice Essentials,
Background, Etiology. [online] Emedicine.medscape.com. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/187857-overview [Accessed 27 Jul.
2017].
22. Cheung FK, Lau JY. Management of massive peptic ulcer bleeding.
Gastroenterol Clin North Am. 2009 Jun. 38(2):231-43. [Medline].
23. Pangestu A. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi keenam. Jakarta: Interna
Publishing.2014:1873-1880.

Anda mungkin juga menyukai