Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MINI RISET

MK. FISIKA KUANTUM


PRODI S1 NONDIKFIS-FMIPA

Skor Nilai =

Josua Simanjuntak Sulandari

JOSUA SIMANJUNTAK NIM: 4183240014


SULANDARI NIM: 4183240010

DOSEN PENGAMPU : 1. DEWI WULANDARI, S.Si, M.Si


2. JUBAIDAH
MATA KULIAH : FISIKA KUANTUM

PROGRAM STUDI S1 FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
November 2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gelombang zat, atau gelombang pengarah (pemandu) telah menjadi bagian
khasanah ilmu Fisika pada tahun 1925 dengan ditandai oleh munculnya hipotesa de-
Broglie. Hipotesa tentang gelombang pengarah sangat diilhami oleh studi mengenai
gerak elektron dalam atom Bohr. Gelombang zat yang senantiasa menyertai gerak suatu
zarah melengkapkan pandangan tentang dualisme zarah gelombang. Dengan demikian
perbedaan antara cahaya dan zarah, atau lebih tegasnya antara gelombang dan zarah
menjadi hilang. Gelombang cahaya dapat berperilaku sebagai zarah, sebaliknya zarah
dapat berperilaku sebagai gelombang. Pandangan semacam itu sangat berbeda dengan
persepsi manusia tentang gejal-gajal fisik konkret yang dialami nya sehari-hari. Sejak
abad ke-20 teori-teori klasik mulai dipertanyakan kesahihannya untuk dipergunakan di
tingkat atom yang sub-atom. Satu tahun setelah postulat de-Broglie disebarluaskan
seorang ahli fisika dari Austria, Erwin Schrodinger berhasil merumuskan suatu
persamaan diferensial umum untuk gelombang de-Broglie dan dapat ditunjukkan pula
kesahihannya untuk berbagai gerak elektron. Persamaan diferensial ini yang selanjutnya
dikenal sebagai persamaan gelombang Schrodinger sebagai pembuka jalan ke arah
perumusan suatu teori mekanika kuantum yang komprehensip dan lebih formalistik. Pada
tahun 1927, satu tahun setelah Schrodinger merumuskan persamaan gelombangnya,
Heisenberg merumuskan suatu prinsip yang bersifat sangat fundamental. Prinsip ini
dirumuskan pada waktu orang sedang sibuk mempelajari persamaan Schrodinger dan
berusaha keras untuk dapat memahami maknanya. Pada tahun 1926, Heisenberg juga
muncul dengan suatu cara baru untuk menerangkan garis-garis spektrum yang
dipancarkan oleh sistem atom. Pendekatannya sangat lain, karena yang digunakannya
adalah matriks. Hasil yang diperoleh dengan cara ini sama dengan apa yang diperoleh
melalui persamaan Schrodinger. Mekanika kuantumnya Heisenberg dikenal sebagai
mekanika matriks. Secara kronologis prinsip Heisenberg muncul sesudah dirumuskannya
persamaan Schrodinger. Tetapi sebagai suatu prinsip teoritik hal itu merupakan suatu hal
yang fundamental, dan dapat disejajarkan dengan teori kuantum Einstein, postulat de-
Broglie, dan postulat Bohr. Oleh karenanya dalam pembahasannya prinsip Heisenberg
ditampilkan lebih dahulu dari persamaan Schrodinger. Teori Planck tentang radiasi
thermal, teori einstein tentang foton, teori Bohr tentang atom Hidrogen, dan postulat de-
Broglie tentang gelombang zat, serta prinsip Heisenberg dikenal sebagai teori kuantum
lama. Dalam teori kuantum lama terkandung hampir semua landasan bagi suatu teori
yang dapat menguraikan perilaku sistem-sistem fisika pada tingkat atom dan sub-atom.

1.2 Perumusan Masalah


Adapun masalah yang dihadapi berdasarkan latar belakang diatas adalah,
1. Apa yang dimaksud Persamaan Schrodinger ?
2. Bagaimana asal – usul Persamaan Schrodinger terjadi ?
3. Apa sajakah resep Persamaan Schrodinger ?
4. Bagaimana Pembenaran yang ditimbulkan dari Persamaan Schrodinger?

1.3 Tujuan Makalah


Tujuan dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi nilai mata kuliah Fisika
Kuantum. Selain itu, penyusun berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah
wawasan mahasiswa mengenai Pembenaran Persamaan Schrodinger dan Resep
Schrodinger, serta untuk mengetahui dan mendalami penerapan Persamaan Schrodinger.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembenaran Persamaan Schrodinger


Baik hukum Newton, persamaan Maxwell, maupun persamaan Schrodimger tidak
dapat diturunkan dari seperangkat asas dasar, namun pemecahan yang diperoleh darinya
ternyata sesuai dengan pengamatan percobaan. Persamaan Cshrodinger hanya dapat
dipecahkan secara eksak untuk beberapa potensial sederhana tertentu; yang paling
sederhana adalah potensial konstan dan potensial osilator harmonik. Kedua kasus
sederhana ini memang tidak “fisis,” dalam artian bahwa pemecahannya tidak dapat
diperiksa kebenarannya dengan percobaan-tidak ada contoh di alam yang berkaitan
dengan gerak sebuah pertikel yang terkukung dalam sebuah kotak satu dimensi, ataupun
sebuah osilator harmonik mekanika kuantum ideal (meskipun kasus seperti ini seringkali
merupakan hampiran yang cukup baik bagi situasi fisis yang sebenarnya). Namun
demikian, brbagai kasus sedrhana ini cukup bermanfaat dalam memberikan gambaran
tentang teknik umum pemecahan persamaan Schrodinger yang akan dibahas dalam bab
ini.
Kita bayangkan sejenak bahwa kita adalah Erwin Schrodinger dan sedang
meneliti suatu persamaan diferensial yang akan menghasilkan pemecahan yang sesuai
bagi fisika kuantum. Akan kita dapati bahwa kita dihalangi oleh tidak adanya hasil
percobaan yang dapat kita gunakan sebagai bahan perbandingan. Oleh karena itu, kita
harus merasa puas dengan hal berikut-kita daftarkan semua sifat yang kita perkirakan
akan dimiliki persamaan kita, dan kemudian menguji macam persamaan manakah yang
memenuhi semuan criteria tersebut.
1. Kita tidak boleh melanggar hukum kekekalan energy. Meskipun kita hendak
mengorbankan sebagian besar kerangka fisika klasik, hukum kekekalan energy adalah
salah satu asas yang kita inginkan tetap berlaku. Oleh karena itu, kita mengambil
K+V=E (5.1)
Berturut-turut, K, V, dan E adalah energy kinetic, potensial, total. (karena kajian kita
tentang fisika kuantum ini dibatasi pada keadaan takrelativistik, maka K= 1/2mv² =
p²/2m; E hanyalah menyatakan jumlah energy kinetic dan potensial, bukan energy
massa relativistic).
2. Bentuk persamaan diferensial apa pun yang kita tulis, haruslah taat asas terhadap
hipotesis deBrogile-jika kita pecahkan persamaan matematikanya bagi sebuah
partikel dengan momentum p, maka pemecahan yang kita dapati haruslah berbentuk
sebuah fungsi gelombang dengan sepanjang gelombang 𝝀 yang sama dengan h/p.
dengan menggunakan persamaan p = hk, maka enrgi kinetic dari gelombang
deBrogile partikel bebas haruslah K = p²/2m = ђ²k²/2m.
3. Persamaanya haruslah “berperilaku baik,” dalam pengertian matematika. Kita
mengharapkan pemecahannya memberikan informasi kepada kita tentan porbalitas
untuk menemukan partikelnya; kita akan terperanjat menemukan bahwa, misalnya,
probalitas tersebut berubah secara tidak kontinu, karena ini berarti bahwa partikelnya
menghilang secara tiba-tiba dari suatu titik dan muncul kembali pada titik lainnya.
Jadi, kita syaratkan bahwa fungsinya haruslah bernilai tunggal-artinya, tidak boleh
ada dua probalitas untuk menemukan partikel di satu titik yang sama. Ia harus pula
linear, agar gelombangnya memiliki sifat superposisi yang kita harapkan sebagai
milik gelombang yang berperilaku baik.
Dengan memilih bernalar dalam urutan terbalik, akan kita tinjau terlebih
dahulu pemecahan dari persamaan yang sedang kita cari. Anda telah mempelajari di
depan tentang gelombang tali, yang memiliki bentuk matematik y(x,t) = A sin (kx-
𝜔𝑡), dan gelombang electromagnet, yang memiliki pula bentuk serupa E(x,t) = E0 sin
(kx – 𝜔𝑡) dan B(x,t) = B0 sin (kx – 𝜔𝑡). Oleh karena itu, kita postulatkan bahwa
gelombang deBrogile partikel bebas 𝛹(𝑥, 𝑡) memiliki pula bentuk sebuah gelombang
dengan amplitude A yang merambat dalam arah x positif. Katakanlah t = 0, jadi
dengan mendifinisikan sebagai , maka

(5.2)
Persamaan diferensial, yang pemecahannya adalah , dapat mengandung
turunan terhadap x atau t , tetapi ia haruslah hanya bergantung pada pangakat satu
dari atau ( tidak boleh muncul. Didepan telah didapati bahwa
, sehingga satu-satunya cara untuk memperoleh suku yang mengandung
adalah dengan mengambil turunan kedua dari terhadap x.

(5.3)
Perlu ditekankan bahwa yang kita lakukan disini bukanlah suatu penurunan;
kita hanya sekedar membentuk suatu persamaan diferensial dengan ketiga sifat
berikut : (1) ia taat asas dengan kekekalan energi; (2) ia linear dan bernilai tunggal;
(3) ia memberikan pemecahan partikel bebas yang sesuai dengan sebuah gelombang
deBrouglie tunggal. Persamaan (5.3) adalah persamaan SchrŐdinger waktu-bebas
satu dimensi. Meskipun gelombang nyata selain bergantung pada koordinat ruang dan
juga waktu , dan bahwa alam kita bukan berdimensi satu melainkan tiga, kita dapat
belajar mengenai matematika dan fisika dari mekanika kuantum dengan mempelajari
berbagai pemecahan.
2.2 Resep Schrodinger
Mengingat teknik untuk memecahkan Persamaan (5.3) bagi berbagai bentuk
potensial V (yang pada umumnya bergantung pada x),adalah hamper sama, maka kita
dapat menyusun saja suatu daftar urutan langkah, seperti dibawah ini, yang perlu
diterapkan untuk memperoleh pemecahannya. Anggaplah kita diberi suatu V (x)tertentu
yang diketahui, dan kita ingin memperoleh fungsi gelombang ψ(x) dan enegi E. Ini
adalah contoh persoalan umum yang dikenal sebagai persamaan nilai eigen (pribadi ,
baca:aigen). Akan kita temukan bahwa persamaan ini hanya memperkenankan
pemecahan dengan nilai energy tertentu E saja, yang dikenal sebagai nilai eigen energy.

1. Mulailah dengan menuliskan persamaan (5.3) untuk V(x) yang bersangkutan.


Perhatikan jika potensialnya berubah secara tidak kontinu [ V(x) mungkin saja dapat
tidak kontinu, tetapi ψ(x) tidak boleh ], maka untuk daerah x(ruang) yang berbeda
perlu kita tuliskan pula persamaan yang berbeda. Contoh –contoh kasus seperti ini
akan disajikan dalam pasal 5.4
2. Dengan menggunakan teknik matematika yangs esuai pada bentuk persamaan yang
ditulis, carilah suatu fungsi matematika ψ(x) sebagai pemecahan bagi persamaan bagi
persamaana diferensial yang bersangkutan. Karena tidak ada teknik khusus yang kami
uraikan untuk memecahkan berbagai persamaan diferensial, maka kita hanya akan
belajar dari sejumlah contoh mengenai bagaimana mendapatkan pemecahan tersebut.
3. Pada umumnya, kita dapati banyak pemecahan yang memenuhi. Dengan menerapkan
syarat-syarat batas, maka beberapa dari antara pemecahan itu dapat dikesampingkan
dan semua tetapan( integrasi) yang tidak diketahui dapat ditentukan. Biasanya,
penerapan syaratan yang menentukan pemilihan nilai-nilai eigen energy.
4. Jika anda sedang mencari pemecahan bagi suatu potensial yang berubah secara tidak
kontinu, maka anda harus menerapkan persyaratan kekontinuan pada ψ(dan juga
dψ/dk pada batas antara daerah daerah ketidak kontinuan.
5. Tentukanlah semua tetapan (integrasi) yang belum diketahui, misalnya tetapan A
dalam persamaan (5.2).Metode penentuan ini akan diuraikan dalam pasal berikut.
Sekarang , marilah kita tinjau salah satu contoh dari isika klasik yang
memerlukan beberapa teknik pemecahan yang sama seperti pada [ersoalan –
persoalan khas fisika kuantum. Persyaratan kekontinuan pada batas antara dua daerah
adalah sesuatu yang seringkali diterapkan dalam berbagai persoalan klasik. Untuk
mengilustrasikannya akan kita pelajari persoalan klasik berikut :

Contoh
Sebuah benda bermassa m dijatuhkan dari ketinggian H di atas tangki air. Ketika
memasuki air, ia mengalami gaya apung B yang lebih besar daripada beratnya. (Kita
abaikan gaya gesek (viskos) oleh air pada benda Carilah perpindahan dan kecepatan
benda, dihitung dari saat dilepaskan hingga ia muncul kembali kepermukaan air.
Pemecahan
Kita pilih sebuah system koordinat dengan y positif keatas, dan mengambil y=0
pada permukaan air. Selama benda jatuh bebas, ia hanya dipengaruhi gaya gravitasi.
Maka, dalam daerah 1(diatas air, hukum kedua Newton memberikan
-mg = m

Yang memiliki pemecahan


v₁(t) = v₀₁ - gt
y₁(t) = y₀₁ + v₀₁t – 1/2gt²
v₀₁ dan y₀₁ adalah kecepatan dan ketinggian awal pada saat t=0. Ketika benda memasuki air
(daerah 2), gayanya menjadi B-mg, sehingga hukum kedua Newton menjadi
B-mg = m

Yang memiliki pemecahan


v₂ (t) = v₀₂ + –g ) t

v₂ (t) = y₀₂+v₀₂t + –g ) t²

Keempat pemecahan ini memiliki empat koefisien tidak tertentukan y₀₁, v₀₁, y₀₂,
v₀₂ (Perhatikan bahwa y₀₂ dan v₀₂ bukanlah nilai pada saat t=0, tetapitetapan yang akan
ditentukan kemudian). Kedua tetapan pertama diperoleh dengan menerapkan syarat awal
– pada saat t=0 (ketika benda dilepaskan) y₀₁=H dan v₀₁ = 0, karena benda dilepaskan
dari keadan diam. Oleh karena itu, pemecahan dalam daerah 1 adalah
v₁ (t) = - gt
y₁(t) = H -1/2gt²

Langkah berikut dalam penerapan syarat batas pada permukaan air . Misalkan t₁ adalah saat
ketika benda memasuki air. Syarat batasnya menghendaki bahwa v dan y kontinu pada
daerah batas antara air dan udara, yakni:
y₁(t₁) = y₂(t₂)
dan
v₁(t₁) = v₂(t₂)
Persyaratan pertama mengatakan bahwa benda nya tidak lenyap pada suatu saat
tertentu dan kemudian muncul kembali di suatu titik lain pada saat berikutnya.
Persyaratan kedua setara dengan mensyaratkan lajunya berubah secara mulus pada
permukaan air. [Jika syarat tidak dipenuhi , maka v₁ (t₁-Δt) v₂ (t₁-Δt) meskipun Δt 0,
shingga percepatan akan menjadi takhingga]. Untuk menerapkan syarat batas ini, kita
harus terlebih dahulu mencari t₁ ketika y₁ menjadi nol.
y₁(t₁) = H – ½ gt² = 0
sehingga
t=

Dengan demikian, laju benda ketika menyentuh air v₁(t₁) adalah


v₁(t₁) = -gt = -g =

Maka syarat batas memberikan


y₂(t₁) = y₀₁ + v₀₂ + ½ ( – g) ( ) = 0

dan
v₂(t₁) = v₀₂ + ( – g) ( ) = -

Kedua persamaan ini dapat dipecahkan secara serempak untuk memperoleh y₀₂ dan v₀₂,
yang menghasilkan v₀₂ = - (B/m) dan y₀₂ = H (1 + B/mg). Jadi, pemecahan

lengkap dalam daerah 2 adalah


v₂(t₁) = - + ( – g) t

v₂(t₁) = H + - t+ ½ ( – g) t²
Persamaana bagi v₁, y₁, dan v₂ dan y₂ memberikan perilaku gerak benda dari
saata t = 0 hingga ia muncul kembali ke permukaan air.
Hasil – hasil ini dapat kita terapkan untuk menghitung sifat gerak lainnyaa; sebagai contoh,
kita dapat mencari kedalama maksimum yang dicapai benda, yang terjadi ketika v₂=0 .
Jika kita ambil t₂ sebagai waktu pada saat hal ini terjadi, maka
v₂(t₂) = - + ( – g) t₂ = 0

(t₂) =

Kedalaman D adalah nilai y₂ pada saat t₂ ini , yaitu


D = y₂(t₂) = (H + - + ½ ( – g) t₂²

D=-

Rangkuman kegiatan dalam kegiatan kita dalam contoh ini adalah : kita
menggunakan persamaan gerak untuk mencari pemecahan persoalannya, kemudian
menghitung semua tetapan tidak tentu dalam pemecahan yang kita peroleh dengan
menerapkan syarat awal dan syarat batas, dan kita peroleh dengan menerapkan hasil
pemecahan kita untuk menghitung salah satu perilaku kemudian dari benda (dalam hal
ini, kedalam maksimum D). Prosedur yang sama akan kita terapkan pula pada persoalan
fisika kuantum.
Perilaku gerak bendanya diperlihatkan dalam Gambar 5.1 , yang memperlihatkan
percepatan, kecepatan, dan kedudukannya sebagai fungsi dari waktu. Perhatikan bahwa
v(t) dan y(t) kedua-duanya kontinu, sebagaimana kita syaratkan pada penerapan syarat
batas.
Andaikanlah airnya kita ganti dengan sebuah permukaan lantai tegar yang
memantulkan benda itu (yang juga tegar) secara elastic. Maka untuk keadaan yang ideal,
ketergantungan percepatan, kecepatan, dan kedudukan benda sebagai fungsi dari waktu
adalah seperti yang diperlihatkan pada Gambar 5.2. Perhatikan bahwa pada kasus ini,
benda menderita gaya tidak hingga ketika ia menyentuh permukaan lantai tegar, sehingga
kecepatannya berubah secara takkontinu, tetapi kedudukannya berubah secara kontinu (ia
tetap tidak menghilang seketika dan muncul ditempat lain).
2.3 Beberapa Penerapan Schrodinger
Persamaan Schrodinger dapat diterapkan dalam berbagai persoalan fisika. Dimana
pemecahan persamaan Schrodinger yang disebut fungsi gelombang, memberikan
informasi tentang perilaku gelombang dari partikel.
1. Pada Partikel Bebas
Yang dimaksud dengan “partikel bebas” adalah sebuah partikel yang bergerak
𝑑𝑉 (𝑥)
tanpa dipengaruhi gaya apapun dalam suatu bagian ruang, yaitu, F = − =0
𝑑𝑥

sehingga menempuh lintasan lurus dengan kelajuan konstan. Sehingga energy


potensialnya nol.
Partikel bebas dalam mekanika klasik bergerak dengan momentum konstan p, yang
mengakibatkan energy totalnya jadi konstan. Tetapi partikel bebas dalam mekanika
kuantum dapat dipecahkan dengan persamaan Schrodinger tidak bergantung waktu.
Persamaan Schrodinger pada partikel bebas dapat diperoleh dari persamaan (5.8)
berikut:

(5.7)
Untuk partikel bebas V = 0, maka persamaanya menjadi
ħ² 𝜕²𝛹(𝑥)
− = EΨ(x) (5.8)
2𝑚 𝜕𝑥 ²

𝑎𝑡𝑎𝑢
𝜕²𝛹(𝑥) 2𝑚
= EΨ(x) (5.9)
𝜕𝑥 ² ħ²

𝑎𝑡𝑎𝑢
𝜕²𝛹(𝑥) 2𝑚𝐸
+ Ψ(x) = 0 (5.10)
𝜕𝑥 ² ħ²

𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 ∶
2𝑚𝐸 ħ²𝑘²
𝑘² = + 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐸 = (5.11)
ħ² 2𝑚

Dengan demikian diperoleh :


𝜕²𝛹(𝑥)
= −𝑘²𝛹(𝑥) (5.12)
𝜕𝑥 ²
𝜕²𝛹(𝑥)
+ 𝑘2𝛹 𝑥 = 0 (5.13)
𝜕𝑥 ²
Persamaan (5.14) adalah bentuk umumdari persamaan differensial biasa berorde dua,
dengan k² adalah positif, dimana Ψ(x) merupakan kuantitas kompleks yang memiliki
bagian real (nyata) dan bagian imajiner, maka :
𝜕²𝛹(𝑥)
+ 𝑘2𝛹 𝑥 = 0 (5.14)
𝜕𝑥 ²

Maka didapatkan
Ψ(x) = A sinkx + B cos kx (5.15)
Pemecahan ini tidak memberikan batasan pada k, maka partikel yang
diperkenankan memiliki semua nilai (dalam istilah kuantum, bahwa energinya tidak
terkuantitas). Sedangkan penentuan nilai A dan B mengalami beberapa kesulitan,
karena integral normalisasi tidak dapat dihitung dari -∞ hingga +∞, bagi fungsi
gelombang itu.
2. Partikel dalam Sumur Potensial
Sumur potensial adalah yang tidak mendapat pengaruh potensial. Hal ini berarti
bahwa partikel selama berada dalam sumur potensial, merupakan electron bebas. Kita
katakana bahwa electron terjebak di sumur potensial, dan kita anggap bahwa dinding
potensial sangat tinggi menuju ∞, atau kita katakana sumur potensial sangat dalam.
Dalam gambar (5.1) berikut kita akan menggambarkan sumur potensial. Daerah I dan
daerah II adalah daerah-daerah dengan V = ∞, sedangkan di daerah II, yaitu antara 0
dan L, V =. Kita katakana bahwa lebar sumur potensial ini adalah L.
V(x) = 0, 0≤ 𝑥 ≤ 𝐿
V(x) = ∞ x< 0, 𝑥 > 𝐿,

Gambar 5.1 partikel dalam sumur potensial daerah II


Pada sumur potensial yang dalam, daerah I dan III adalah daerah dimana
kemungkinan berada electron bisa dianggap nol, Ψ1(x) = 0 dan Ψ2(x) = 0. Sedangkan
pada daerah dua Kita dapat member spesifikasi pada gerak partikel = 0 dan x = L
disebabkan oleh dinding keras tak berhingga. Sebuah partikel tidak akan kehilangan
Energinya jika bertumbukan dengan dinding, energy totalnya tetap konstan.
Dari pernyataan tersebut maka enrgi potensial V dari partikel itu menjadi tak hingga
di kedua sisi sumur, sedangkan V konstan di dalam sumur, dapat dikatakan V
memiliki Energi tak hingga, maka partikel tidak mungkin ditemukan di luar sumur,
sehingga fungsi gelombang Ψ = 0 untuk 0≤ 𝑥 ≤ 𝐿. Maka yang perlu dicari adalah
nilai Ψ di dalam sumur, yaitu antara x = 0 dan x = L. persamaan Schrodinger bebas
waktu adalah :
ℎ² 𝑑²
− 2𝑚 𝑑𝑥 ² 𝜑n = En𝜑n (5.16)

Dengan
𝑑²𝜑
= −𝑘²𝜑 (5.17)
𝑑𝑥 ²

Dimana
2𝑚𝐸𝑛
k= (5.18)

sesuai dengan persamaan gelombang maka :


Ψ(x) = A sin kx + B cos kx (5.19)
Pemecahan ini belum lengkap, karena belum ditentukan nila A dan B, juga
belum menghitung nilai energy E yang diperkenankan. Untuk menghitungnya, akan
diterapkan persyaratan bahwa Ψ(x) harus kontinu pada setiap batas dua bagian ruang.
Dalam hal ini akan dibuat syarat bahwa pemecahan untuk x < 0 𝑑𝑎𝑛 𝑥 > 0 bernilai
sama di x = 0. Begitu pula pemecahan untuk x > 𝐿 𝑑𝑎𝑛 𝑥 < 𝐿 haruslah bernilai sama
di x = L. jika x =0, untuk x < 0 jadi harus mengambil Ψ(x) = 0 pada x = 0.
Ψ(0) = A sin 0 + B cos 0
Ψ(0) = 0 + B.1 = 0 (5.20)
Jadi, didapat B = 0. Karena Ψ = 0 untuk x > 𝐿, maka haruslah berlaku Ψ(L) = 0,
Ψ(L) = A sin kL + B cos kL = 0 (5.21)
Karena telah didapatkan bahwa B = 0, maka haruslah berlaku:
A sin kL = 0 (5.22)
Disini ada dua pemecahan yaitu A = 0, yang memberikan Ψ(x) = 0 dan Ψ²(x) =
0, yang berarti bahwa dalam sumur tidak terdapat partikel (Pemecahan tidak masuk
akal) atau sin kL = 0, maka yang benar jika:
kL = 𝜋, 2𝜋. 3𝜋, … . 𝑛 = 1,2,3 …. (5.23)
dengan :
2𝑚𝐸𝑛 𝑛𝜋
k= = (5.24)
ℎ 𝐿

dari persamaan (5.23) dan persamaan (5.24) diperoleh bahwa energy partikel mempunyai
harga tertentu yaitu harga eigen. Harga eigen ini membentuk tingkat energisitas yaitu:
𝑛²𝜋²ħ²
En = (5.25)
2𝑚𝐿 ²

Dimana enrgi yang kita tinjau disini berbeda dengan energy Born dimana pada
energy Born menyatakan enrgi tingkat atomic sedangkan tingkat energy pada
persamaan Schrodinger menyatakan tingkat energy untuk electron.
Fungsi gelombang sebuah partikel di dalam sumur yang berenrgi En ialah:
2𝑚𝐸𝑛
Ψn = A sin x (5.26)
ħ

Untuk memudahkan E1 = ħ²𝜋²/2𝑚𝐿², yang mana tampak bahwa unit energy ini
ditentukan oleh massa partikel dan lebar sumur. Maka E = n²E1 dan seterusnya.
Karena dalam kasus ini energy yang diperoleh hanya laju tertentu yang
diperkenenkan dimiliki partikel. Ini sangat berbeda dengan kaasus klasik, misalnya
manic-manik (yang meluncur tanpa gesekan sepanjang kawat dan menumbuk kedua
dinding secara elastic) dapat diberi sembarang kecepatan awal dan akan bergerak
selamanya, bolak-balik, dengan laju tersebut.
Dalam kasus kuantum, hal ini tidaklah mungkin, karena hanya laju awal tertentu
yang dapat memberikan keadaan gerak tetap, keadaan gerak khusus ini disebut
keadaan stasioner (disebut keadaan “stasioner” karena ketergantungan pada waktu
yang dilibatkan untuk membuat Ψ(x,t), 𝛹(𝑥, 𝑡) ² tidak bergantung waktu). Hasil
pengukuran energy sebuah partikel dalam sebuah sumur potensial harus berada pada
salah satu keadaan stasioner, hasil yang lain tidaklah mungkin. Pemecahan bagi Ψ(x)
belum lengkap, karena belum ditentukan tetapan A. untuk menentukannya, ditinjau
+∞
kembali persyaratan normalisasi, yaitu −∞
𝛹(𝑥) ² 𝑑𝑥 = 1. karena Ψ(x) = 0
Kecuali untuk 0≤ 𝑥 ≤ 𝐿 𝑠𝑒ℎ𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑢 :
𝐿
0
𝐴2 𝑠𝑖𝑛2 𝑘𝐿 𝑑𝑥 = 1 (5.26)

Maka diperoleh A = 2/𝐿 . dengan demikian, pemecahan lengkap bagi fungsi


gelombang untuk 0≤ 𝑥 ≤ 𝐿 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ ∶
2 𝑛𝜋𝑥
Ψn = sin n = 1,2,3… (5.27)
𝐿 𝐿

Dalam gambar 5.2 dan 5.3 akan dilukiskan berbagai tingkat energy, fungsi
gelombang dan rapat probalitas 𝛹 ² yang mungkin untuk beberapa keadaan
terendah. Keadaan energy terendah, yaitu pada n=1, dikenal sebagai keadaan dasar
dan keadaan dengan energy yang lebih tinggi (n> 1) dikenal sebagai keadaan
aksitasi.

Gambar 5.2 tingkat energy dalam sumur secara konstan

Gambar 5.3 probalitas keberadaan electron dalam sumur potensial


Kita lihat disini bahwa energy electron mempunyai nilai-nilai tertentu yang
diskrit, yang ditentukan oleh bilangan bulat n, Nilai diskrit ini terjadi karena
pembatasan yang harus dialami oleh Ψ2 yaitu bahwa ia harus berada dalam sumur
potensial. Ia harus bernilai nol di batas-batas dinding potensial dan hal itu akan terjadi
bila lebar sumur potensial L sama dengan bilangan bulat kali setengah panjang
gelombang. Jika tingkat energy untuk n = 1 kita sebut tingkat energy yang pertama,
maka tingkat energy yang kedua pada n=2, tingkat energy yang ketiga pada n=3 dan
sterusnya. Jika kita kaitkan dengan bentuk gelombangnya, dapat kita katakana bahwa
tingkat-tingkat energy tersebut sesuai dengan jumlah titik simpul gelombang. Dengan
demikian maka diskritasi energy electron terjadi secara wajar melalui pemecahan
persamaan Schrodinger.
Persamaan (5.25) memperlihatkan bahwa selisih energy antara satu tingkat
dengan tingkat berikutnya, misalnya antara n=1 dan n=2, berbanding terbalik dengan
kuadrat lebar sumur potensial. Makin lebar sumur ini, makin kecil selisih energy
tersebut, artinya tingkat-tingkat energy semakin rapat. Untuk L sama dengan satu
satuan misalnya, selisih energy untuk n=2 dan n=1 adalah E2 – E1 = 3ħ²/8m dan jika
L 10 kali lebih lebar maka selisih ini menjadi E2-E1= 0,03ħ²/8m.

Gambar 5.4 Pengaruh lebar sumur terhadap energy


Jadi makin besar L maka perbedaan nilai tingkat-tingkat energy akan semakin kecil dan
untuk L semakin lebar maka tingkat-tingkat energy tersebut akan semakin rapat
sehingga kontinyu.
2.3 Ketergantungan pada Waktu
Disini kita tidak akan meninjau metode pemecahannya secara terperinci, tetapi hanya
mengutip hasilnya.bila diketahui pemecahan tidak bergantung waktu 𝜓 𝑥 dari
persamaan schrodinger. Untuk energi E maka fungsi gelombang bergantung waktunya
𝜓 𝑥, 𝑡 didapati menurut rumus
𝜓 𝑥, 𝑡 = 𝜓 𝑥 𝑒 −𝑖𝜔𝑡 (5.36)
Frekuensi 𝜔 diberikan oleh hubungan deBroglie
𝐸
𝜔= (5.37)

Sebagaimana disebutkan dalam pasal 4.1 belum jelas apakah energi E dalam
hubungan deBroglie diatas harus energi total klasik energi total relativistik karena kita
tidak memperoleh petunjuk dari hubungan 𝐸 = ℎ𝜈 bagi foton. Kita telah menggunakan
hubungan klasik E=V+K dan mengabaikan sumbangan energi diam pada E. Seharusnya
menulis E = V + K + m0 c 2 (tetapi karena kita hanya meninjau kasus dimana v<<c, maka
bentuk klasik ½ mv2 bagi K sudah memadai). Penambahan suku energi diam mengubah
2 𝑡/ℏ
persamaan (2.2.9) dengan memperkenalkan faktor 𝑒 −𝑖m 0 c . Tetapi karena sifat-sifat
terukur dari 𝜓 𝑥, 𝑡 bergantung pada 𝜓 ∗ 𝜓 yakni hasil kali 𝜓 dengan konyugat
kompleksnya (complex conjugate) yang diperoleh dengan menggantikan i dengan –i,
maka faktor tambahan ini tidak memberi akibat yang teramati, sehingga kita dapat saja
mengabaikannya. Untuk melihat bagaimana perkalian dengan 𝑒 −𝑖𝜔𝑡 memberikan suatu
gelombang, kita tinjau bagaimana fungsi gelombang partikel bebas. Persamaan 𝜓 𝑥 =
𝐴 sin 𝑘𝑥 + 𝐵 cos 𝑘𝑥 memberikan fungsi gelombang 𝜓 𝑥, 𝑡 ini menjadi sederhana jika
menuliskan kembali 𝜓 𝑥 = 𝐴 sin 𝑘𝑥 + 𝐵 cos 𝑘𝑥 dalam bentuk eksponensial kompleks
𝑒 𝑖𝑘𝑥 dan 𝑒 −𝑖𝑘𝑥 bentuknya adalah

𝜓 𝑥 = 𝐴′ 𝑒 𝑖𝑘𝑥 + 𝐵′𝑒 −𝑖𝑘𝑥 (5.38)


Tetapan A’ dan B’ dapat dicari dari tetapan A dan B jadi bagi fungsi gelombang
bergantung waktu yang bersangkutan , kita peroleh
𝜓 𝑥, 𝑡 = 𝐴′ 𝑒 𝑖𝑘𝑥 + 𝐵′𝑒 −𝑖𝑘𝑥 𝑒 −𝑖𝜔𝑡
− 𝑘𝑥 +𝜔𝑡
= 𝐴′ 𝑒 𝑖 𝑘𝑥 −𝜔𝑡
+ 𝐵 ′𝑒 (5.39)
Suku pertama diruas kanan menyatakan suatu fungsi trigonometri dengan fase
𝑘𝑥 − 𝜔𝑡 adalah sebuah gelombang yang bergerak dalam arah x positif , suku kedua
menyatakan suatu gelombang yang bergerak dalam arah x negatif. Kuadrat nilai mutlak
koefisien-koefisiennya memberikan intensitas masing-masinggelombang ini, jadi
2
gelombang yang bergerak dalam arah x positif memiliki intensitas 𝐴′ dan yang
2
bergerak dalam arah x negatif 𝐵′
Andaikanlah kita memiliki seberkas partikel berenergi tunggal yang bergerak
dalam arah x positif yang dinyatakan oleh sebuah fungsi gelombang dalam bentuk suku
pertama dari persamaan (2.4). Maka probabilitas untuk menentukan letak sebuah partikel
diberikan oleh 𝐴′ 2 . Ini adalah sebuah tetapan, yang tidak bergantung pada kedudukan
x sebuah partikel dapat ditemukan dimana saja pada sumbu x. Jika fungsi gelombangnya
mengandung amplitudo yang sama bagi kedua gelombang ini (yakni 𝐴′ = 𝐵′ ), maka
terdapat beberapa kedudukan dimana rapat probabilitas 𝜓 ∗ 𝜓 sama dengan nol. Terdapat
sejumlah titik pada mana probabilitas untuk menemukan partikel adalah nol. Seperti
halnya fisika klasik, apabila kita menjumlahkan dua gelombang dengan ampliudo sama
yang bergerak dalam arah berlawanan, maka kita memperoleh sebuah gelombang berdiri,
yang memiliki beberapa titik tertentu (yang dikenal sebagai “simpul” ) pada mana
amplitudo gelombang resultan adalah nol untuk setiap saat.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pernyatan setara bagi mekanika kuantum adalah yang di dalam kurung kurawal.
Apabila sebuah benda bergerak melewati perbatasan dua daerah dimana berkerja {gaya
potensial}, maka perilaku gerak dasar dari benda dapat dicari dengan memecahkan {
hukum kedua Newton, persamaan Schodinger} { Kedudukan fungsi gelombang} selalu
kontinu pada daerah perbatasan, dan bahwa { kecepatan turunan dψ/dx} juga kontinu
apabila perubahan {gaya perubahan potensial} tetap berhingga.
Dalam kasus mekanika klasik, persoalan yang kita hadapi dicirikan oleh
hadirnyagaya tertentu F. dengan menuliskan hukum kedua newton bagi gaya tersebut,
kita pecahkan permasalahan matematikanya untuk memperoleh kedudukan dan kecepatan
partikelnya. Dalam kasus elektromagnetik, kita berhadapan dengan persoalan yang
dicirikan oleh sekumpulan muatan dan arus.
Seperti halnya dalam fisika klasik, setiap personal menghendaki teknik
pemecahan yang agak berbeda , sehingga sulit untuk merumuskan prosedur umum .
Langkah-langkah pemecahaan yang diutarakan dalam pasal ini, kiranya dapat member
gambaran kepada anda mengenai arah umum yang perlu diambil untuk mencari
pemecahannya. Cara terbaik untuk mempelajari teknik-tekni ini adalah dengan
mempelajari semua contoh soal yang disajikan dalam bab ini. Pada tahap ini resepnya
tidak lengkap, karena akita hanya membahas teknik matematika untuk mendapatkan
pemecahan ψ(x) ; tetapi kita tidak membahas tafsiran pemecahan tersebut atau
penerapannya pada berbagai situasi fisis. Semua ini akan kita bahas dalam beberapa pasal
berikut.

DAFTAR PUSTAKA
Khusnul.“PersamaanSchrodinger.”
khusnull.weebly.com/uploads/1/1/4/4/11448634/cd_fismod_jadi.docx.
Krane, Kenneth.2011. Fisika Modern.Jakarta: UI-Press
Paradoks.Persamaan Schrodinger. http://paradoks77.blogspot.com/2011/06/persamaan-
schrodinger.html

Anda mungkin juga menyukai