Anda di halaman 1dari 4

Dengan 6 Ilmu, Orang Tua Akan Melahirkan Generasi Gemilang 2045

Oleh: Fatih Madini (Mahasiswa At-Taqwa College)

“Kalau itu kita lakukan, dari sekarang 2020, maka seratus tahun Indonesia nanti, 2045,
insyaallah kita akan melihat Indonesia baru, yang berbeda. Insyaallah mereka (anak-anak kita)
akan menjadi para pemimpin. Bukan hanya pemimpin politik, (tapi juga) pemimpin di bidang
ekonomi, pemimpin di bidang pendidikan, pemimpin di bidang kesehatan, pemimpin di bidang
sosial, pemimpin di bidang informasi, dan sebagainya, termasuk pemimpin di bidang politik.
Saya yakin insyaallah, kalau ini kita laksanakan, 2045 kita sudah ngalahkan Amerika, kita sudah
ngalahkan China. Saya yakin! ”
(Dr. Adian Husaini)

Mengutip Dr. G.J. Nieuwenhuis, M. Natsir berkata, “Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum ada
diantara bangsa itu segolongan guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya” (M.
Natsir, Capita Selecta 1. 2008: 94). Pada dasarnya, kondisi umat di setiap zaman—entah sedang
bangkit atau terpuruk—ditentukan secara signifikan oleh kualitas setiap manusia. Sementara
kualitas tersebut merupakan “produk” pendidikan. Ya, Kunci pendidikan ada pada guru. Guru
itulah yang membina manusia menjadi berkualitas. Sehingga di masa mendatang, manusia-
manusia “ciptaan” guru itu bisa berperan dengan sangat baik di sektor-sektor yang akan mereka
singgahi. Artinya, sebagaimana kata Natsir di atas, guru menjadi penentu maju-mundurnya suatu
bangsa, asalkan ia suka berkorban dan mempunyai ruh perjuangan.
Maka, tidak aneh jika dulu, Indonesia yang sudah dijajah ratusan tahun, para penjajah tidak
mampu mengguncangkan akidah umat Islam. Sekalipun ada yang murtad, namun itu tidak lebih
banyak (bahkan jauh sekali perbandingannya) ketimbang dengan mereka yang tetap bersikukuh
dengan agamanya. Bahkan tak jarang dari mereka yang bertahan, juga ikut mengangkat senjata
dengan hati yang teguh demi agama dan negaranya. Manusia-manusia itulah hasil binaan guru.
Guru-guru Muslim, khususnya ulama ketika itu betul-betul mendidik manusia supaya menjadi
orang baik. Itulah mengapa, meskipun ekonomi dan politik dikuasai penjajah, akidah umat tetap
terjaga. Kuncinya, ada pada jiwa-jiwa perjuangan seorang guru, sehingga mampu pula membina
murid-murid yang senang berkorban. Bukan guru-guru yang kental jiwa materialis dan
pragmatis-nya, sehingga membentuk murid-murid yang tujuannya sekedar bekerja untuk meraih
ragam materi.
Yang perlu ditekankan, ialah bahwa guru yang sangat penting peranannya ketika itu,
ialah orang tua. Dan lembaga pendidikan yang sangat urgen dalam membentuk manusia-manusia
baik, adalah keluarga. Mungkin orang tua tidak sepintar para ulama dan kyai (meskipun tidak
bisa dinafikan bahwa ada juga dari mereka yang termasuk ke dalam dua golongan itu), tapi,
merekalah yang paling menentukan dalam hal menanamkan nilai sejak dini. Dan merekalah yang
paling menentukan dalam mengarahkan anak-anaknya untuk belajar kepada guru-guru hebat
tersebut.
Artinya, setiap orang tua harus menjadi guru. Keluarga harus menjadi lembaga pendidikan
utama. Apalagi dengan melihat keadaan zaman ini, sudah sepatutnya orang tua tidak lagi berpikir
bahwa cukup dengan menyekolahkan anaknya, pendidikan anak sudah tercukupi. Padahal belum
tentu di sekolah atau kampus, anak diajari ilmu yang benar. Ingatlah, bahwa inti dari pendidikan
adalah penanaman adab (yang disertai dengan pembentukan cara padang dan pelatihan
bagaimana menyikapi segala sesuatu sesuai dengan harkat dan martabat yang ditentukan Allah).
Apalagi itu merupakan hak setiap anak. Maka, tidak bisa tidak orang tua harus memegang peran
pendidik tersebut. “Inilah langkah darurat,” tegas Ustadz Adian.
Tentu, untuk mendidik anak dibutuhkan ilmu. Setidaknya ada 6 hal yag perlu bahkan harus
dikuasai oleh setiap orang tua:
1. Konsep pendidikan Islam sekaligus konsep pendidikan kontemporer. Sebab, orang tua mesti
insaf bahwa pendidikan merupakan kunci dari pendangkalan akidah dan degradasi moral,
manakala institusi pendidikan salah arah. Sebagaimana yang dikatakan Snouck Hurgronje,
“Dengan pendidikan dan pengajaran, kita melepaskan umat Islam dari belenggu agamanya”
2. Islamic Worldview. Ia membahas seputar hal-hal pokok dan mendasar dalam Islam. Tentang
konsep Tuhan, Nabi, Qur’an, ilmu, insan, wanita, kebenaran, wahyu, dll. Inilah bekal terpenting
untuk menjaga akidah dari serangan-serangan pemikiran kontemporer. Sebab, sikap ditentukan
oleh cara pandang. Maka, jangan sampai setiap anak pergi ke sekolah membawa agama Islam
dan memakai atribut Islam yang sopan, tapi cara berpikirnya sudah tidak lagi Islam.
3. Tantangan Pemikiran kontemporer dan cara untuk menjinakkannya (seperti liberalisme,
sekularisme, dualisme, relativisme, feminisme, pluralisme, dll). Sebab, hampir pasti setiap anak
berinteraksi dengan salah satu atau bahkan semua pemikiran itu. Hal ini merupakan satu hal yang
mesti, dengan mempertimbangkan surat Al-Fatihah ayat 6 dan 7. Dalam ayat itu, umat Islam
diminta memohon kepada Allah akan jalan yang lurus (jalan orang yang diberi nikmat), bukan
jalan yang orang dimurkai (Yahudi) sesat (Nasrani). Artinya, disitu ada perintah supaya setiap
Muslim memahami apa saja jalan yang lurus itu sekaligus jalan-jalan orang-orang Yahudi dan
Nasrani. Sementara mereka sudah menjelma menjadi satu peradaban, yakni Barat. Jadi,
pemahaman akan jalan yang lurus untuk memperteguh, dan jalan yang sesat untuk tidak jatuh ke
dalamnya.
4. Sejarah Keagungan Peradaban Islam, mulai dari masa Nabi Muhammad, sampai di Nusantara.
Inilah yang akan membangun “dignity” atau “pride” (kebanggan) sebagai Muslim. Sebagaimana
yang dikatakan Muhammad Asad dalam buku “Islam at the Crossroad”-nya: “No civilization can
prosper or even exist after having lost this pride and the connection with its own past.” Dan tidak
hanya bangga, tapi mereka juga akan tahu bahwa tugas mereka adalah untuk melanjutkan
perjuangan tokoh-tokoh Muslim dahulu. Sehingga figur yang seharusnya, bisa mereka teladani.
5. Konsep ilmu Dalam Islam. Dari mulai definisi ilmu, tingkatan-tingkatan ilmu, adab
mencarinya, sampai kepada cara mengamalkannya. Sebab, sebagaimana yang sudah dijelaskan
sebelumnya, kalau ilmu yang dituntut salah, atau orang yang menuntutnya tidak beradab, maka
ilmu itu akan menuntun seseorang kepada perbuatan-perbuatan yang merusak yang tingkatan
kerusakannya jauh lebih besar ketimbang orang-orang “jahil”.
6. Fiqhud Dakwah. Karena pada dasarnya, dengan penanaman nilai, setiap orang tua harus harus
membentuk anaknya menjadi seorang pejuang (QS Luqman ayat 17), bukan orang-orangg
materialis dan pragmatis. Seberapapun ilmu dan apapun profesi yang akan dijalaninya nanti,
kalau ruh perjuangan itu ada, mereka akan menggunakan semua ilmu dan status sosial itu di jalan
Allah. Dan sebagaimana yang Allah firmankan: “In tansuru Allah yansurkum, wa yutsabbit
aqdamakum” (Jika kamu menolong agama Allah, maka Allah akan menolongmu dan
meneguhkan kedudukanmu. QS 47: 7).
Ingatlah, bahwa tidak ada kata terlambat bagi orang tua untuk belajar. Sebab, ini semua demi
kepentingan generasi ke depan. Generasi adalah penentu masa depan bangsa. Maka, pendidikan
orang tua, akan menentukan cerah-suramnya masa depan umat, agama, dan bangsa. Dan Ustadz
Adian yakin, Kalau orang tua betul-betul mendidik anak (terutama dengan 6 hal tadi), maka
tahun 2045 nanti (100 tahun Indonesia), kita akan melihat Indonesia baru (yang lebih baik)
dengan satu generasi gemilang. “Saya yakin insyaallah, kalau ini kita laksanakan, 2045 kita
sudah ngalahkan Amerika, kita sudah ngalahkan China. Saya yakin!” tegas Ustadz Adian.
(Tulisan ini merupakan rangkuman Kuliah Ramadhan Jelang Berbuka (KURMA LANGKA) Dr.
Adian Husaini yang ke-5 dengan tema “Bagaimana Agar Orang Tua Bisa Menjadi Guru
Keluarga?”, pada Selasa, 5 Ramadhan 1441/28 April 2020)
Silakan saksikan videonya di link berikut

Rabu, 6 Ramadhan 1441/29 April 2020


Pukul 08.41

Anda mungkin juga menyukai