Anda di halaman 1dari 6

TUGAS KLIPING DAN ANALISISNYA

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

DOSEN
Dr. H. Iwan Henri Kusnadi, S.Sos, M.Si

DISUSUN OLEH
Octi Ismayanti (A1B210010)

UNIVERSITAS SUBANG
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
ADMINISTRASI BISNIS
2021
Tantangan dalam penerapan Pancasila di Era Reformasi
Detik.com
Kamis, 26 Agustus 2021

Jakarta - Dasar negara Indonesia adalah Pancasila yang wajib diterapkan dalam setiap masa. Namun,
ternyata ada beberapa tantangan dalam penerapan Pancasila di era reformasi.
Pancasila sendiri pertama kali disahkan pada 18 Agustus 1945 dan diterapkan sebagai dasar negara di
setiap era. Mulai di masa awal kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan masa reformasi sampai sekarang.
Walaupun begitu, ternyata penerapan Pancasila pernah mengalami pasang surut. Bahkan, ada upaya
mengganti Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa dengan ideologi lain.
Masa reformasi sendiri berlangsung dari tahun 1998 hingga saat ini. Penerapannya ditandai dengan
kebebasan berbicara, berorganisasi, hingga berekspresi di kehidupan masyarakat.
Bagaimana Pancasila pada Era Reformasi?
Dikutip dari buku 'Super Complete SMP' oleh Tim Guru Inspiratif, penerapan Pancasila tidak lagi
dihadapkan pada ancaman pemberontakan-pemberontakan yang ingin mengganti Pancasila dengan
ideologi lain. Namun, ternyata Pancasila belum difungsikan secara maksimal.
Diketahui, banyak masyarakat yang hafal butir-butir Pancasila, tetapi belum memahami makna
sesungguhnya. Adapun, tantangan dalam penerapan Pancasila di era reformasi adalah menurunnya rasa
persatuan dan kesatuan di antara sesama warga bangsa.
Menurunnya rasa persatuan dan kesatuan ditandai dengan konflik antar daerah, dan tawuran antar pelajar.
Selain itu, tindakan kekerasan yang dijadikan sebagai alat untuk menyelesaikan permasalahan.
Padahal, adanya penerapan Pancasila pada masa reformasi sebagai dasar negara diharapkan mampu
memberikan kehidupan yang lebih baik, sesuai cita-cita bersama.
ANALISIS ARTIKEL 1 berdasarkan Kajian Mata Kuliah Pancasila
Latar belakang
Dasar negara Indonesia adalah Pancasila yang wajib diterapkan dalam setiap masa. Namun,
ternyata ada beberapa tantangan dalam penerapan Pancasila di era reformasi. Pancasila sendiri
pertama kali disahkan pada 18 Agustus 1945 dan diterapkan sebagai dasar negara di setiap era.
Mulai di masa awal kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan masa reformasi sampai sekarang.
Walaupun begitu, ternyata penerapan Pancasila pernah mengalami pasang surut. Bahkan, ada
upaya mengganti Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa dengan ideologi
lain. Masa reformasi sendiri berlangsung dari tahun 1998 hingga saat ini. Penerapannya ditandai
dengan kebebasan berbicara, berorganisasi, hingga berekspresi di kehidupan masyarakat.
Tujuan masalah
Mengetahui Pancasila di Era reformasi
Pembahasan
Banyak masyarakat yang hafal butir-butir Pancasila, tetapi belum memahami makna
sesungguhnya. Adapun, tantangan dalam penerapan Pancasila di era reformasi adalah
menurunnya rasa persatuan dan kesatuan diantara sesame warga bangsa. Menurunnya rasa
persatuan dan kesatuan ditandai dengan konflik antar daerah, dan tawuran antar pelajar. Selain
itu, tindakan kekerasan yang dijadikan sebagai alat untuk menyelesaikan permasalahan.
Kesimpulan
Adanya penerapan Pancasila pada masa reformasi sebagai dasar negara yang diharapkan mampu
memberikan kehidupan yang lebih baik, sesuai cita-cita Bersama.
Didik Racbini : Pengalaman Pancasila terkini perlu dikritisi
Detik.com
Jumat, 19 November 2021

Jakarta - Rektor Universitas Paramadina, Didik J Rachbini, menyoroti pengamalan dan


pelaksanaan Pancasila terkini. Didik J Rachbini menyebut ada situasi kontraproduktif yang
membuat pelaksanaan Pancasila terkini harus dikritisi.
"Terkait pelaksanaan dan pengamalan Pancasila terkini, terdapat situasi kontraproduktif dan
harus dikritisi. Para intelektual senior seperti Romo Magniz Suseno dan Ariel Heryanto juga
menyampaikan kegelisahannya, yakni Pancasila yang seakan-akan telah dijadikan alat untuk
memukul pihak-pihak yang dianggap berseberangan pendapat dengan kekuasaan, dan juga ada
upaya membenturkan agama dengan Pancasila," kata Didik J Rachbini dalam diskusi publik
space Twitter Forum Ekonomi Politik Didik J Rachbini bertajuk 'Pancasila, Agama, dan
Ideologi', Jumat (19/11/2021).
"Padahal Pancasila sebetulnya adalah 'payung' yang dapat menaungi semua pandangan kelompok
agama dan keyakinan lainnya di Indonesia. Agama pun tidak mengajarkan umatnya untuk
menjadi kriminal dan menjadi musuh dasar falsafah negara, kecuali sekelompok kecil kaum yang
menyelewengkan agama menurut kepentingannya," kata Didik.
"Dalam sejarah yang tertulis, tidak pernah Sukarno menelurkan perkataan bahwa Pancasila akan
dapat menggantikan agama atau kepercayaan lain di Indonesia," imbuhnya.
Didik menyoroti munculnya gejala pihak tertentu yang hendak menjadikan Pancasila sebagai alat
untuk mendiskreditkan pihak lain. Didik berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa lebih
berhati-hati.
"Maka Presiden Jokowi harus berhati-hati dengan pihak di kanan kirinya, yang hendak
menggunakan isu Pancasila guna kepentingan diri dan kelompoknya. Sebab, kalau Presiden diam
saja, maka dikhawatirkan Presiden akan didiskreditkan," kata Didik.
Didik mengatakan Paramadina sendiri pernah melakukan dialog dengan BPIP dan mengusulkan
agar tidak sembarangan menyampaikan narasi yang menyudutkan pihak lain dan mengemukakan
ide-ide aneh. Dia berharap BPIP lebih bijak ke depannya.
Lebih jauh Didik Rachbini mengatakan nilai keadilan sosial dalam sila kelima Pancasila dalam
perkembangan ke depan akan menghadapi tantangan serius yakni ketika masuk pada persoalan
dampak isu climate change atau perubahan iklim. Dampaknya, kata Didik, akan mengancam rasa
keadilan sosial masyarakat akibat politik kekuasaan dan politik ekonomi ketika suhu bumi pada
akhir abad ini diperkirakan meningkat 5 derajat.
"Hal itu oleh dunia sudah dianggap krisis planet bumi sebagaimana dinyatakan Joe Biden.
Namun bagi Indonesia sebagai pemilik banyak hutan tropis dan lahan gambut terbesar di dunia,
hutan dan lahan gambut itu bisa menyerap karbon yang banyak serta berpotensi menghasilkan
pendapatan sebesar USD 565,9 miliar atau Rp 8.000 triliun. Persoalan muncul ketika oligarki
kemudian akan mengkapling-kapling hutan dan lahan gambut tersebut dan
mengkomersialkannya ke dalam bisnis karbon. Pada saat itulah dapat muncul persoalan
ketidakadilan sosial," kata Didik menguraikan.
ANALISIS ARTIKEL 2 berdasarkan Kajian Mata Kuliah Pancasila
Latar belakang
Rektor Universitas Paramadina, Didik J Rachbini, menyoroti pengamalan dan pelaksanaan
Pancasila terkini. Didik J Rachbini menyebut ada situasi kontraproduktif yang membuat
pelaksanaan Pancasila terkini harus dikritisi. Didik menyoroti munculnya gejala pihak tertentu
yang hendak menjadikan Pancasila sebagai alat untuk mendiskreditkan pihak lain. Didik
berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa lebih berhati-hati. Didik mengatakan Paramadina
sendiri pernah melakukan dialog dengan BPIP dan mengusulkan agar tidak sembarangan
menyampaikan narasi yang menyudutkan pihak lain dan mengemukakan ide-ide aneh. Dia
berharap BPIP lebih bijak ke depannya.
Tujuan masalah
Mengetahui pelaksanaan dan pengamalan Pancasila terkini
Pembahasan
Terdapat situasi kontraproduktif dan harus dikritisi. Para intelektual senior seperti Romo Magniz
Suseno dan Ariel Heryanto juga menyampaikan kegelisahannya, yakni Pancasila yang seakan-
akan telah dijadikan alat untuk memukul pihak-pihak yang dianggap berseberangan pendapat
dengan kekuasaan, dan juga ada upaya membenturkan agama dengan Pancasila. Padahal
Pancasila sebetulnya adalah 'payung' yang dapat menaungi semua pandangan kelompok agama
dan keyakinan lainnya di Indonesia. Agama pun tidak mengajarkan umatnya untuk menjadi
kriminal dan menjadi musuh dasar falsafah negara, kecuali sekelompok kecil kaum yang
menyelewengkan agama menurut kepentingannya. Dalam sejarah yang tertulis, tidak pernah
Sukarno menelurkan perkataan bahwa Pancasila akan dapat menggantikan agama atau
kepercayaan lain di Indonesia. Lebih jauh Didik Rachbini mengatakan nilai keadilan sosial
dalam sila kelima Pancasila dalam perkembangan ke depan akan menghadapi tantangan serius
yakni ketika masuk pada persoalan dampak isu climate change atau perubahan iklim.
Dampaknya, kata Didik, akan mengancam rasa keadilan sosial masyarakat akibat politik
kekuasaan dan politik ekonomi ketika suhu bumi pada akhir abad ini diperkirakan meningkat 5
derajat.

Anda mungkin juga menyukai