Anda di halaman 1dari 5

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B-3)

Limbah padatan atau lumpur di industri umumnya berasal dari proses produksi, unit pengolahan
limbah seperti cake atau lumpur padat, dan lain-lain. Limbah padatan atau lumpur dari unit
pengolahan limbah di antaranya adalah limbah prosespengolahan awal (primary sedimentation),
limbah pengolahan secara kimia (koagulasi, flokulasi dan netralisasi), serta limbah pengolahan secara
biologi (lumpur aktif, digested sludge, aerasi, dan lai-lain).

Jika limbah padatan B-3 ini tidak ditangani secara tepat, maka komponen-komponen yang terdapar
pada limbah tersebut dan yang berpotensi mencemari lingkungan akan terlepas ke badan air atau
lahan sehingga mencemari lingkungan. Penanganan limbah B-3 secara tidak tepat di antaranya adalah:
 Pelepasan/pembuangan limbah tanpa pemgolahan terlebih dahulu,
 Penimbunan lebih dari waktu yang ditentukan, pada kolam lumpur yang tidak dilakukan
pengendalian,
 Pembakaran limbah untuk bahan bakar maupun sekedar dimusnahkan tanpa adanya
pengendalian pemcemaran udara,
 Ditimbun pada drum-drum yang berkarat dan bocor.

Klasifikasi Limbah Padat B-3


Klasifikasi limbah padatan atau lumpur B-3 umumnya berdasarkan sumber atau asal limbah dan jenis
atau tipe kandungan senyawa-senyawa yang berada di dalam limbah tersebut (limbah B-3 atau
bukan). Berdasarkan sumbernya, limbah B-3 diklasifikasikan menjadi:
 Primary sludge – yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada pemisahan awal dan
banyak mengandung biomassa senyawa organik yang stabil dan mudah mengendap.
 Chemical sludge – yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan flokulasi.
 Excess activated sludge – yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dengan lumpur aktif
sehingga banyak mengandung padatan organik berupa lumpur.
 Digested sludge – yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan digested aerobic
maupun anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan cukup stabil dan banyak
mengandung padatan organik yang berupa lumpur.
Berdasarkan jenis atau tipe kandungan senyawa-senyawa yang berada di dalam limbah tersebut,
limbah padatan atau lumpur dapat dikategorikan menjadi limbah B-3 atau bukan. Yang dimaksud
dengan limbah B-3 berdasarkan BAPEDAL (1995) adalah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan
proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B-3), karena sifat (toxicity,
flammability, reactivity, dan corrosivity), konsentrasi atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung dapat mersak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.
Karakterisasi Limbah
Untuk dapat mengklasifikasikan limbah padatan/lumpur termasuk ke dalam limbah B-3 atau bukan,
perlu dilakukan identifikasi karakteristik limbah. Karakterisasi limbah tersebut dibedakan berdasarkan
kandungan total solids residue (TSR), kandungan fixed residue (FR), kandungan volatile solids, kadar
air (sludge moisture content), volume padatan, serta karakter atau sifat B-3 (toksisitas, sifat korosif,
sifat mudah terbakar, sifat mudah meledak, beracun atau sifat penyebab infeksi serta sifat kimia dan
kandungan senyawa kimia).

i. Total solids residue (TSR) – adalah metode yang umum digunakan untuk mengukur jumlah residu
padatan sebagai salah satu cara karakterisasi limbah. Kandungan residu padatan diperoleh dengan
cara menguapkan sampel limbah hingga memiliki berat padatan konstan pada temperatur 103°C.
persen berat padatan terhadap berat total sampel limbah lumpur adalah TSR.
ii. Fixed residue (FR) – kandungan padatan setelah proses pembakaran yang terukur sebagai berat
senyawa anorganik. Analisis kandungan bahan-bahan kimia terhadap residu ini diperlukan apabila
pembuangan residu dilakukan secara composting atau landfill.
iii. Kadar air (sludge moisture content), PM – besarnya kadar air dapat diukur sebagai (100 – TSR) %.
iv. Kandungan volatile solids (VS) – VS terukur sebagai berat yang hilang pada saat proses penguapan
pada pengukuran kandungan air atau residu padatan. Parameter ini digunakan untuk karakterisasi
kandungan bahan organik di dalam lumpur. Parameter ini berguna untuk menunjukkan indikasi
efisiensi proses biologi dan indikasi atau persyaratan proses ininerasi padatan lumpur.
v. Volume padatan – kandungan padatan di dalam limbah lumpur umumnya hanya sekitar 1-10%
(berat basah) dan sisanya adalah air. Untuk lumpur yang memiliki kandungan padatan kering 1%
(berat kering) atau kandungan air 99%, maka setiap 1 gram padatan kering setara dengan 99
gram air atau 10 kg padatan setara dengan 990 kg air. Densitas rata-rata dari limbah padatan
lumpur adalah 1400 kg/m3 dan densitas air 100 kg/m3. Perhitungan volume lumpur dapat
menggunakan persamaan: Vlumpur = massa/densitas.

Penanganan dan Pengolahan Limbah Lumpur dan Padat B-3


Penanganan atau pengolahan limbah padat atau lumput B-3 pada dasarnya dapat dilaksanakan di
dalam unit kegiatan industri (on-site treatment), maupun oleh pihak ketiga (off-site treatment) di
pusat pengolahan limbah industri. Apabila pengolahan dilakukan on-site, perlu dipertimbangkan hal-
hal berikut:
 Jenis dan karakteristik limbah padat yang akan diolah harus diketahui secara pasti, agar dapat
ditentukan teknologi pengolahannya yang tepat dan antisipasi terhadap jenis limbah di masa
mendatang juga perlu dipertimbangkan.
 Jumlah limbah yang dihasilkan harus cukup memadai sehingga dapat menentukan biaya yang
akan dikeluarkan dan perlu dipertimbangkan pula jumlah limbah tersebut dalam waktu
mendatang (1 atau 2 tahun ke depan).
 Pengolahan on-site memutuhkan tenaga tetap (in-house staff) yang menangani proses
pengolahan, sehingga perlu dipertimbangkan sumber daya manusianya.
 Peraturan yang berlaku dan antisipasi peraturan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah di
masa mendatang dan perlu mendapat perhatian yang cukup agar teknologi terpilih tetap
dapat memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah setempat.

Teknologi pengolahan on-site dapat dilaksanakan dengan menggunakan satu atau beberapa teknologi
berikut: (i) perlakuan lumpur dan chemical conditioning, (ii) incineration, (iii) solidification (stabilisasi),
(iv) penanganan limbah padat atau lumpur B-3, dan (v) disposal (landfill dan injection well). Teknologi
pengolahan limbah padat B-3 oleh pihak ketiga, dilaksanakan dengan menggunakan beberapa
teknologi sekaligus.

(i) Perlakuan lumpur dan chemical conditioning – tujuan utama dari pengolahan atau perlakuan
lumpur adalah untuk menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung dalam lumpur,
mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air di dalam lumpur, mendestruksi organisme
patogen, memanfaatkan hasil samping proses perlakuan lumpur yang memiliki nilai ekonomis
(seperti gas metan yang dihasilkan pada proses ‘digestion’), dan mengkondisikan lumpur yang
dibuang ke lingkungan dalam keadaan aman dan dapat diterima lingkungan.
Limbah padat yang berasal dari unit proses dan unit pengolahan limbah seperti cake atau lumpur
padat umumnya memiliki kadar air 90-99,9%, sehingga tidak dapat langsung ditangani. Limbah
dengan kadar air tinggi harus diolah terlebih dahulu dengan sludge dewatering untuk mengurangi
kadar air dalam limbah. Pengolahan atau perlakuan lumpur melalui beberapa tahapan proses
berikut:
 Thickening/concentration (pemekatan) untuk mengurangi volume lumpur yang akan
diolah dengan pemadatan atau meningkatkan kandungan padatan.
 Treatment untuk menstabilkan senyawa organik dan menghancurkan patogen.
 Dewatering dan drying untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan air dan
sekaligus berguna untuk mengurangi volume lumpur.
 Disposal (pembuangan akhir) yang mempertimbangkan masalah lingkungan, estetika, dan
ekologi.
Diagram proses perlakuan lumpur disampaikan pada Gambar 1.
Sludge Thickener

Sludge Conditioning Equipment

Roll Press Filter


Solid waste from
Solid raw material activities non-industrial
packages and damages production (canteen,
Dry Sludge/Cake
un-reuseable solvent office, houses, and
garden)

Incinerator

Landfill

Gambar 1 Tahapan proses perlakuan limbah lumpur

(ii) Incineration – proses insinerasi atau pembakaran adalah teknologi pengolahan limbah dengan
cara megurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90%-volume dan 75%-berat. Pada
prinsipnya limbahdapat dikategorikan menjadi tiga macam berdasarkan kemampuan untuk
dibakar yaitu: (a) limbah yang tidak dapat dibakar, yaitu limbah dengan nilai kalor di bawah 1700
kkal/kg; (2) limbah yang dapat dibakar dengan bantuan bahan bakar, yaitu limbah dengan nilai
kalor 1700-5000 kkal/kg; dan (3) limbah yang dapat terbakar dengan sendirinya, yaitu limbah
dengan nilai kalor di atas 5000 kkal/kg.
(iii) Solidification (stabilisasi) – secara umum stabilisasi dapat didefinisikan sebagai proses
pencampuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi
bahan pencemar dari limbah dan untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Solidifikasi
merupakan proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses
ini seringkali saling terkait sehingga istilah stabilisasi dan solidifikasi sering dianggap mempunyai
arti yang sama. Pada proses stabilisasi dan solidifikasi, interaksi antara limbah dan bahan aditif
dapat terjadi secara fisika maupun kimia. Interaksi secara kimia lebih diinginkan karena bahan
pencemar yang terikat secara kimia bersifat lebih stabil. Keluaran proses ini adalah limbah yang
bersifat lebih stabil atau padat, sehingga memenuhi syarat untuk dibuang ke landfill, sesuai
dengan aturan yang berlaku.
(iv) Penanganan limbah padat atau lumpur B-3 – pengemasan limbah B-3 dilakukan sesuai dengan
karakteristik limbah yang bersangkutan. Secara umum syarat kemasan yang dapat digunakan
untuk limbah B-3 yaitu kondisi kemasan baik dan bebas dari karat serta kebocoran; bentuk, ukuran
dan bahan kemasan disesuaikan dengan karakteristik limbah, dengan pertimbangan keamanan
dan kemudahan penanganan; bahan kemasan tidak bereaksi dengan limbah yang disimpan di
dalamnya (nbahan yang dimaksud dapat berupa berbagai plastik dan logam).
Dalam melakukan pengemasan, hal-hal yang perlu diperhatikan di antaranya adalah
kompatibilitas limbah; pengembangan volume limbah selama dalam kemasan; pemasangan
simbol pada kemasan; kondisi kemasan; pemeriksaan kondisi kemasan minimal sekali seminggu
dan diambil tindakan penanggulangan jika ditemukan kerusakan pada kemasan tersebut;
kemasan bekas penyimpanan limbah B-3 hanya dapat digunakan kembali untuk limbah yang sama
atau kompatibel, kecuali jika telah dicuci bersih; kemasan yang rusak/tidak digunakan lagi,
diperlakukan sebagai limbah B-3.
(v) Disposal (landfill dan injection well) – sebagian dari limbah bahan kimia (B-3) yang telah diolah
atau tidak dapat diolah dengan teknologi yang tersedia, harus berakhir pada pembuangan
(disposal). Tempat pembuangan yang banyak digunakan untuk limbah B-3 adalah landfill (lahan
urug) dan disposal well atau injection well.
Landfill (lahan urug) – penimbunan limbah B-3 harus dilakukan seefisien mungkin dalam
pemnfaatan ruangan sehingga limbah dalam bentuk padat merupakan pilihan tepat. Lokasi
penimbunan harus tepat sehingga tidak mengurangi potensi lokasi seperti misalnya untuk
pertanian. Di samping itu, lokasi tersebut menjamin keamanan bagi lingkungan sekitarnya dari
kebocoran limbah B-3.
Injection well (sumur injeksi) – pembuangan ke dalam sumur injeksi dilakukan dengan
memompakan limbah cair ke dalam sumur. Pembuangan limbah ke sumur dalam (deep well
injection) merupakan suatu usaha membuang limbah B-3 ke dalam formasi geologi yang berada
jauh di bawah permukaan bumi dan memiliki kemampuan mengikat limbah, seperti halnya
kemampuan formasi tersebut menyimpan cadangan minyak dan gas bumi. Hal terpenting yang
harus diperhatikan adalah struktur dan kestabilan geologi serta hidrogeologi wilayah setempat.
Pada pembuangan ke sumur dalam, limbah diinjeksikan ke dalam suatu formasi berpori yang
berada jauh di bawah lapisan yang mengandung air tanah. Di antara lapisan ini harus ada lapisan
impermeable seperti shale atau tanah liat yang cukup tebal sehingga cairan limbah yang
diinjeksikan tidak dapat bermigrasi. Kedalaman sumur ini antara 0,5-2 mil dari permukaan.

Anda mungkin juga menyukai