Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENERAPAN TEORI BEHAVIORISME TERHADAP ANAK LAMBAN


MEMBACA USIA 5 – 6 TAHUN

Dosen Pengampu:

Dr. Maria Mintowati, M.Pd.

Disusun oleh:

1. Vitta Dewi Melinda (18020074032)

2. Naura Safitri Milenia (18020074050)

3. Anggi Beta Kinanti (18020074068)

4. Novi Nur Amalia (18020074116)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONSIA
2020
ABSTRAK

Makalah ini bertujuan untuk menemukan hasil penerapan teori behaviorisme


metode drill terhadap anak usia 5-6 tahun yang mengalami lamban membaca di TK
Dharma Wanita Mojokarang, Mojokerto. Metode penelitian yang digunakan adalah
deskriptif kualitatif. Pemerolehan data darii hasil wawancara dengan pengajar di TK
Dharma Wanita Mojokarang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak lamban
membaca dipengaruhi oleh kurangnya perhatian orang tua dan penerapan metode
drill berhasil membantu lima anak lamban membaca sebagai objek utama
mengenal, membedakan, dan menghapal abjad. Lima siswa tersebut juga mampu
mengikuti pembelajaran membaca berpola di dalam kelas dengan baik.

Kata kunci: behaviorisme, metode drill, membaca


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Membaca merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa yang


penting di samping tiga keterampilan berbahasa lainnya yaitu keterampilan menulis,
menyimak, dan berbicara . Membaca merupakan hal yang penting, dan menjadi
semakin penting pada saat perkembangan dalam berbagai segi kehidupan yang terjadi
dengan sangat cepat (Soenardi Djiwandono, 1996: 62). Manfaat membaca
diantaranya membuat seseorang memperoleh pengetahuan dan wawasan baru yang
akan semakin meningkatkan kecerdasannya sehingga mereka lebih mampu menjawab
tantangan hidup di masa mendatang. Membaca membuat orang selangkah lebih maju
dibandingkan orang lain. Dikatakan oleh Farida Rahim (2011: 1).

Hal yang wajib diperhatikan dalam kegiatan membaca ialah kemampuan


seseorang untuk memahami makna bacaan secara menyuluruh, atau disebut juga
dengan kemampuan membaca pemahaman. Dalam membaca sendiri ada beberapa
factor yang mempengaruhi (Farida Rahim, 2011: 3 16-29) mengemukakan faktor-
faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca terdiri dari faktor fisiologis,
intelektual, lingkungan dan psikologis (motivasi, minat, kematangan sosial, emosi
dan penyesuaian diri). Membaca ini tentunya harus di terapkan sejak dini pada anak-
anak sebagi dasar mereka menyiapkan diri pada dunia pendidikan.

Namun banyak ditemui pada keterampilan membaca anak memiliki beberapa


kesulitan atau kendala seperti disleksia, gangguan visual, slow processing speed,
ADHD, dan Optileksia yang bisa menyebabkan kemampuan membacanya lebih
lamban dibandingkan teman sebaya nya. untuk itu orang tua khususnya guru karena
memegang tanggung jawab sebagai pengajar harus mengetahui penerapan teori
belajar yang tepat untuk memberikan pembelajaran kepada siswa.

Untuk mewujudkan proses belajar seperti keterampilan membaca tentunya


harus mengetahui teori belajar yang akan digunakan. Hal ini sebagai sarana guru
mewujudkan keberhasilan dalam tujuan pembelajaran. Contoh dari teori belajar yang
dapat digunakan seperti teori belajar kognitif, Kontruktivisme teori belajar
behavioristik. Pada teori kognitif Teori ini berpendapat bahwa, setiap orang punya
pengetahuan yang tertata dalam struktur kognitif masing-masing. Maka teori ini
berusaha untuk mengaitkan teori baru dengan pengetahuan yang sebelumnya dimiliki.
sedangkan pada kontruktifisme menganggap Proses belajar harus mengonstruksi
pengetahuan yang berasal dari pengalaman saat berinteraksi social. Pada teori
behavioristik memandang manusia sebagai makhuk relatif yang memberikan respon
terhadap lingkungan sekitar. Karena itu, aliran menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Dalam hal ini belajar diartikan perubahan
perilaku seseorang yang relative permanen disebabkan oleh pengalamannya (Slavin
2011). Hukum belajar yang paling dasar dalam perspektif behavioristic adalah
hubungan sebab akibat antara stimulus dan respon.

Oleh karena itu peneliti mencoba untuk menerapkan salah satu teori belajar
dengan kemampuan keterampilan membaca yang lamban pada anak 5-6 tahun di TK
Dharma Wanita Mojokarang dengan teori belajar behavioristic. teori behavioristic ini
yang memandang stimulus dengan respon untuk di terapkan pada anak yang memiliki
kendala pada keterampilan membaca yaitu kelambanan membaca. Dengan begitu
akan nampak model hubungan stimulus –respon, yang menempatkan siswa sebagai
individu yang pasif dan tergantung pada kendali factor eksternal, yaitu stimulus-
stimulus yang di terima di ligkungan sekitarnya salah satunya sekolah.

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana karakteristik siswa lamban membaca pada anak usia 5-6 tahun di
TK Dharma Wanita Mojokarang?

2. Apa faktor yang menyebabkan anak lamban membaca?

3. Bagaimana penerapan teori behavioritik pada anak anak lamban membaca?

1.3 Tujuan

1. Mendeskripsikan karakteristik siswa lamban membaca yang terjadi pada anak


usia 5-6 tahun di TK Dharma Wanita Mojokarang

2. Menjabarkan factor yang mempengaruhi anak lamban membaca

3. Mendeskripsikan penerapan teori behavioristik pada anak lamban membaca.

1.4 Manfaat

1. Memahami bagaimana pentingnya memahami kemampuan belajar anak/siswa


khususnya pada bidang membaca yang pada setiap anak memiliki kemampuan
yang berbeda-beda.

2. Mengetahui bahwa dengan metode behavioristik dapat menjadi salah satu


metode yang memberikan solusi terhadap anak yang memiliki kendala
membaca.
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Psikolinguistik


Psikolinguistik adalah penggabungan antara dua kata 'psikologi' dan
'linguistik'. Psikolinguistik mempelajari faktor-faktor psikologis dan neurobiologis
yang memungkinkan manusia memperoleh, menggunakan, dan memahami bahasa.
Kajiannya semula lebih banyak bersifat filosofis, karena masih sedikitnya
pemahaman tentang bagaimana otak manusia berfungsi. Oleh karena itu,
psikolinguistik sangat erat kaitannya dengan psikologi kognitif. Penelitian modern
menggunakan biologi, neurologi, ilmu kognitif, dan teori informasi untuk
mempelajari cara otak memroses bahasa.
Psikolinguistik meliputi proses kognitif yang bisa menghasilkan kalimat yang
mempunyai arti dan benar secara tata bahasa dari perbendaharaan kata dan struktur
tata bahasa, termasuk juga proses yang membuat bisa dipahaminya ungkapan, kata,
tulisan, dan sebagainya.

2.2 Keterampilan Membaca Permulaan


Membaca termasuk bagian dari perkembangan bahasa, membaca tidak hanya
diperuntukkan bagi orang dewasa, maka perlu adanya pengembangan membaca sejak
usia dini. Steinberg (Ahmad Susanto, 2011: 83) menyatakan bahwa membaca dini
adalah program kegiatan membaca yang diperuntukkan bagi anak usia prasekolah
yang diatur menurut sistem tahap perkembangan membaca anak. Program ini terdiri
dari berbagai permainan dan kegiatan yang dirdasarkan pada pengalaman anak
sehingga menumbuhkan minat agar tercipta kebermaknaan yang dapat menambah
kosa kata anak. Syafi’e (Farida Rahim, 2008: 2) mendefinisikan membaca permulaan
yaitu dimana terdapat proses recording dan decoding. Recording yaitu proses
merekam kata dan kalimat, kemudian menghubungkannya dengan bunyi yang sesuai
dengan huruf yang ada. Sedangkan decoding atau penyandian yaitu merujuk pada
proses menerjemahkan rangkaian huruf yang ada dalam tulisan menjadi bunyi yang
diucapkan. Penekanan membaca pada tahap ini adalah proses perseptual, yaitu
pengenalan hubungan rangkaian huruf yang ada dalam kata dengan bunyi-bunyi
bahasa.
Spodek dan Saracho (Ahmad Rofi’uddin & Darmiyati Zuhdi, 2001: 31)
menjelaskan bahwa membaca merupakan proses memperoleh makna dari barang
cetak. Dalam hal ini terdapat dua cara dalam memperoleh makna yaitu dengan cara
langsung dan tidak langsung. Cara langsung yaitu pembaca menghubungkan tanda
visual dari tulisan dengan maknanya, sedangkan tidak langsung yaitu
mengidentifikasi bunyi dalam kata yang kemudian dihubungkan dengan maknanya.
Anak usia dini termasuk kedalam pembaca yang memperoleh makna secara tidak
langsung karena anak membutuhkan proses sebelum anak memaknai tanda visual
tersebut. Masri Sareb Putra (2008: 4) menyebutkan bahwa tahapan membaca dibagi
menjadi dua yaitu membaca permulaan dan membaca tahap lanjut. Membaca
permulaan adalah lebih menekankan pada pengkondisian anak dalam mengenal bahan
bacaan, anak belum dituntut untuk menguasai materi secara menyeluruh, lalu
menyampaikan perolehannya dari membaca.

2.3 Tahapan Perkembangan Membaca Anak Usia 5-6 Tahun


Membaca anak usia dini terjadi secara bertahap. Anak mulai belajar membaca
sejak dia dilahirkan namun terdapat tahapan-tahapan yang dimulai dari hal yang kecil
hingga hal yang kompleks. Steinberg (Ahmad Susanto, 2011: 90-91) mengatakan
bahwa membaca anak usia dini dapat dibagi kedalam empat tahap yaitu: tahap
timbulnya kesadaran terhadap tulisan, tahap membaca gambar, tahap pengenalan
bacaan, tahap membaca lancar. Lebih dalam lagi Steinberg (Ahmad Susanto, 2011:
90-91) menjelaskan tahap timbulnya kesadaran terhadap tulisan yaitu pada tahap ini
anak mulai menyukai buku dan menganggap bahwa buku itu adalah sesuatu yang
penting, anak membolak-balikkan buku dan membawa buku kesukaannya kemana
mereka pergi. Tahap membaca gambar, dalam tahap ini anak memandang dirinya
sebagai pembaca, anak pura-pura membaca, memaknai gambar yang ada
menggunakan bahasa mereka sendiri. Tahap pengenalan bacaan, anak telah dapat
menggunakan tiga sistem bahasa yaitu fonem (bunyi huruf), semantik (arti kata), dan
sintaksis (aturan kata atau kalimat) secara bersamaan. Anak sudah dapat
menghubungkan tanda-tanda yang ada di lingkungannya dengan konteks huruf yang
ada. Tahap membaca lancar, pada tahap ini anak sudah dapat membaca secara lancar
berbagai buku yang ada.
Goodchild (2006: 20-30) juga menjelaskan tahap-tahap perkembangan membaca
sebagai berikut: bayi (0-15 bulan); batita (13 bulan-3 tahun); prasekolah (2,5 -5
tahun); pembaca pemula (4-6 tahun); menjadi mandiri (5,5 -6,5 tahun); kefasihan
awal (6-8 tahun). Berdasarkan tahapan perkembangan di atas anak usia 5-6 tahun
termasuk dalam prasekolah, pembaca pemula, dan menjadi mandiri. Pada usia 5-6
tahun ini anak sudah dapat mengurutkan cerita sederhana, sudah dapat mengetahui
konsep membaca dari kiri ke kanan, dapat mengenal huruf yang sering mereka lihat,
anak mencoba untuk menuliskan kata yang dikenal. Jadi dapat disimpulkan bahwa
tahap perkembangan membaca anak usia 5-6 tahun yaitu tahap dimana anak
mengenal huruf dan sudah dapat menghubungkan tanda yang ada di lingkungan
sekitar mereka dengan konteks huruf yang ada.
2.4 Teori Behaviorisme
Teori Behaviorisme adalah teori yang mempelajari perilaku manusia. Perspektif
behavioral berfokus pada peran dari belajar dalam menjelaskan tingkah laku manusia
dan terjadi melalui rangsangan berdasarkan (stimulus) yang menimbulkan hubungan
perilaku reaktif (respons) hukum-hukum mekanistik. Asumsi dasar mengenai tingkah
laku menurut teori ini adalah bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan,
bisa diramalkan, dan bisa ditentukan. Menurut teori ini, seseorang terlibat dalam
tingkah laku tertentu karena mereka telah mempelajarinya, melalui pengalaman-
pengalaman terdahulu, menghubungkan tingkah laku tersebut dengan hadiah.
Seseorang menghentikan suatu tingkah laku, mungkin karena tingkah laku tersebut
belum diberi hadiah atau telah mendapat hukuman. Karena semua tingkah laku yang
baik bermanfaat ataupun yang merusak, merupakan tingkah laku yang dipelajari.
Dalam belajar siswa seharusnya dibimbing untuk aktif bergerak, mencari,
mengumpulkan, menganalisis, dan menyimpulkan dengan pemikirannya sendiri dan
bantuan orang dewasa lainnya berdasarkan pengalaman belajarnya. Inilah yang
disebut belajar dengan pendekatan inkuiri terbimbing.

2.5 Metode Drill


Metode drill merupakan salah satu metode pembelajaran yang menekankan
pada kegiatan latihan yang dilakukan berulang-ulang secara terus menerus untuk
menguasai kemampuan atau keterampilan tertentu. Berdasarkan pendapat Roestiyah
NK (2001: 125), metode drill adalah teknik yang dapat diartikan sebagai suatu
metode mendidik dimana peserta didik melakukan kegiatan latihan agar peserta didik
mempunyai keterampilan lebih tinggi dari yang dipelajari. Berdasarkan pendapat J.J.
Hasibuan dan Moedjiono (2000: 6). Metode drill merupakan pemberian latihan secara
berulang kepada siswa agar memperoleh suatu keterampilan tertentu. Senada dengan
pendapat tersebut berdasarkan pendapat Syaiful Sagala (2006: 61), menguraikan
pengertian metode drill yakni suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan
kebiasaan kepada siswa untuk memperoleh keterampilan, ketangkasan, kesempatan,
dan kecepatan. Keterampilan tersebut dapat dikuasai dengan adanya kebiasaan-
kebiasaan yang sudah terbangun pada siswa.
Berdasarkan pendapat Suyanto & Asep Jihad (2013: 131), menjelaskan
keterampilan-keterampilan apa saja yang dapat dikembangkan melalui metode
drill, diantaranya: keterampilan motorik melalui penggunaan alat-alat musik,
olahraga, kesenian, dan melatih kecakapan mental. Melalui pengulangan yang
diberikan, siswa akan semakin menguasai keterampilan yang dipelajari. Hampir
sama dengan pendapat di atas, berdasarkan pendapat Syaiful Bahri Djamarah &
Aswan Zein (2002: 87), menjelaskan bahwa metode drill sangat cocok untuk
mengembangkan keterampilan siswa baik fisik maupun mental. Melalui latihan yang
diulang suatu keterampilan dapat dikuasai setahap demi setahap hingga keterampilan
dapat dikuasai secara menyeluruh.
Berdasarkan berbagai pendapat berbagai ahli di atas, maka dapat ditegaskan
bahwa metode drill merupakan salah satu metode yang dilakukan atau diterapkan
dengan memberi latihan-latihan kepada peserta didik dengan berulang-ulang hingga
keterampilan tertentu dapat dikuasai. Metode ini menekankan kepada kebiasaan yang
diperoleh melalui latihan- latihan yang dilakukan sehingga penguasaan
keterampilan tersebut semakin berkembang dan akhirnya dapat dikuasai dengan
baik.

2.6 Penelitian Yang Relevan


Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Alinsyah, Kaswari, Rosnita yang berjudul
“Peningkatan Kemampuan Membaca Menggunakan Metode Drill Pada
Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Kelas III SD.” Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa penggunaan metode drill dapat meningkatkan kemampuan
siswa membaca nyaring dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Persamaan penelitian terdahulu dengan yang kami teliti adalah terletak pada
metode drill yang digunakan dalam proses pembelajaran.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Joe Lioe Tjoe yang berjudul “Peningkatan
Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Pemanfaatan Multimedia.” Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran membaca permulaan melalui
multimedia sesuai dengan teori pemrosesan informasi secara aktif, sehingga
memudahkan siswa untuk mengingat simbol sekaligus bunyi dari huruf, kata atau
kalimat sederhana.
Persamaan penelitian terdahulu dengan yang kami teliti adalah meneliti
peningkatan kemampuan membaca pada anak usia dini.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu penelitian
yang berusaha mendeskripsikan apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan ditanyakan.
Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual
sebagaimana saat penelitian itu berlangsung. Melalui penelitian deskriptif, peneliti
berusaha menjabarkan serta mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi
pusat perhatian tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa aktual
tersebut. Penggunaan pendekatan ini bertujuan untuk mendeskripsikan perilaku
orang, peristiwa lapangan, serta kegiatan-kegiatan tertentu secara terperinci dan
mendalam. Adapun kegiatan faktual yang terjadi disini berkaitan dengan, “Penerapan
Teori Behaviorisme Terhadap Anak Lamban Membaca Usia 5-6 Tahun”.

3.2 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data pada penelitian dilakukan dengan teknik wawancara.
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua
pihak, pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan dijawab oleh objek wawancara
tersebut. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
terstruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewancaranya
menerapkan sendiri masalah dan pertanyaan yang akan digunakan. Wawancara ini
dilakukan berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu sebelum
diajukan pada narasumber.

Peneliti dengan memakai memakai pedoman wawancara sebagai alat bantu


untuk memperjelas alur pembahasan. Jadi dengan wawancara, maka akan mengetahui
hal-hal yang mendalam tentang partisipan dalam menginterprestasikan situasi dan
fenomena yang terjadi. Metode interview penulis gunakan untuk memperoleh
informasi bagaimana penerapan teori behaviorisme terhadap anak lamban membaca
usia 5-6 tahun yang diselenggarakan di TK Dharma Wanita Mojokarang, Kabupaten
Mojokerto. Dalam hal ini, penulis melakukan tanya jawab kepada pihak-pihak terkait.

3.3 Teknik Analisis Data


Analisis data merupakan pengumpulan data yang masih mentah oleh penulis.
Analisis dalam penelitian merupakan bagian dalam proses penelitian yang sangat
vital, karena dengan proses analisis inilah data yang akan nampak manfaatnya,
terutama dalam memecahkan masalah penelitian dan mencapai tujuan akhir suatu
penelitian.
Adapun langkah-langkah dalam mengananalisis data penelitian kualitatif
deskriptif mengacu pada langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pengumpulan data
Dilaksanakan dengan cara pencarian data yang diperlukan terhadap berbagai
jenis data dan bentuk data yang ada di lapangan, kemudian melakukan
pencatatan data lapangan untuk dipilih dan dikumpulkan data yang
bermanfaat dan data yang akan digunakan penelitian lebih lanjut mengenai
penerapan teori behaviorisme terhadap anak lamban membaca usia 5-6 tahun
di TK Dharma Wanita Mojokarang, Kabupaten Mojokerto.

2. Reduksi data
Reduksi data adalah proses memilih, menyederhanakan, mengabstrakan,
memfokuskan mengubah data kasar kedalam catatan lapangan. Dengan
demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas
serta mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data.

3. Penyajian data
Melalui penyajian data tersebut, data data terorganisasikan tersusun dalam
pola hubungan, sehingga akan mudah dipahami. Dalam penelitian kualitatif,
penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan
antar kategori dan sejenisnya. Penyajian data dalam penelitian ini peneliti
paparkan dengan teks yang bersifat naratif.

4. Penyimpulan data
Penyimpulan data didasarkan pada reduksi data yang merupakan jawaban atas
masalah yang diangkat dalam penelitian. Verifikasi data merupakan
penjelasan tentang makna data dalam suatu konfigurasi yang menampakkan
alur kasualnya, sehingga dapat di ajukan proporsi-proporsi yang terkait
dengannya. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara
dan akan berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung
pada tahap pengumpulan data berikutnya.
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Kemampuan Awal Objek

Objek dalam penelitian ini adalah siswa TK Dharma Wanita Mojokarang,


Kabupaten Mojokerto. Kisaran umur objek penelitian adalah 5-6 tahun yang sedang
duduk di kelas A hingga B jentang taman kanak-kanak. Secara umum jenjang TK
adalah tingkat sekolah yang berperan mengenalkan siswa dengan hal-hal dasar
pengetahuan. Materi ajar yang dimasuukan dalam kurikulum taman kanak-kanak
lebih banyak tentang dasar berbahasa, dasar berhitung, pembelajaran sosialisasi,
penguatan karakter spiritual dasar yang diterapkan dengan metode belajar sambil
bermain.
Dalam peneitian ini analisis terhadap objek akan fokus membahas proses
pengolahan kemampuan berbahasa pada tahap membaca. Seperti yang kita ketahui
bahwa dalam bidang bahasa ada empat keterampilan berbahasa yaitu berbicara,
menyimak, membaca, dan menulis. Sebelum sampai pada tahap membaca, anak akan
melalui tahap mampu menyimak dan berbicara secara sederhana. Tahap membaca
biasanya diajarkan pada masa sekolah jenjang taman kanak-kanak. Orang tua akan
mempercayakan penuh kepada guru TK untuk mengembangkan kemampuan
membaca anak.

Berdasar pada hasil wawancara dengan salah satu guru kelas di TK Dharma
Wanita Mojokarang, muncul sebuah gambaran tentang kemampuan awal membaca
siswa di sekolah ini secara umum. Saat diterima di sekolah ini, para siswa secara
umum memiliki kemampuan yang heterogen. Kemampuan membaca siswa tentu
belum terlihat, namun ada beberapa siswa yang sudah mampu mengenal huruf dan
angka. Beberapa siswa yang lain juga ada yang belum mengenal sama sekali tentang
huruf dan angka. Perbandingan yang dapat digambarkan untuk mewakili
perbandingan siswa yang mengenal huruf dan angka serta yang tidak adalah 2 : 1.
Dari 23 siswa, setidaknya ada 5 siswa yang sangat lamban dalam proses pengenalan
angka dan huruf. Hal ini terjadi karena sebelumnya para siswa tersebut tidak
mendapatkan pengenalan dasar yang baik.

4.2 Penyebab Kelambanan Siswa


Secara umum 5 objek siswa lamban membaca pada penelitia ini memiliki
latarbelakang kelambanan yang sama. Faktor utama yang mereka alami adalah
kurangnya perhatian keluarga atau lingkungan sosial di sekitarnya. Hal ini
menyebabkan anak tidak menerima stimulus awal dari keluarga dan lingkungan sosial
mengenai abjad. Seharusnya orang tua dan lingkungan sosial mampu memberikan
pengenalan dasar tentang abjad sebelum anak masuk ke jenjang taman kanak-kanak.
Atau hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan mengikutkan anak dalam proggram
Pendidikan Anak Usia Dini.

4.3 Proses Penerapan Teori Behaviorisme


4.3.1 Metode Drill Tahap I
Sebagai pendidik yang harus memahami karakter dan kendala belajar anak,
guru kelas menerapkan sebuah metode drill. Metode ini dipilih karena dengan
pengulangan dan latihan secara rutin akan membantu anak cepat mengingat huruf dan
angka sebelum masuk pada tahap membaca berpola. Penerapan metode drill ini
secara teknis dilakukan dengan memberikan kuis kecil di setiap akhir sesi pertemuan
mengenai nama abjad. Teknik lain yakni memberikan latihan menulis abjad. Metode
ini dilakukan saat siswa duduk di kelas A atau masih dalam tahap pengenalan huruf.
Pemberian stimulus dilakukan dengan cara menarik minat awal siswa dengan cerita
atau permainan di awal pembelajaran. Penerapan reward dan punishment juga
dilakukan dengan cara memberikan hadiah berupa pujian, buku, pensil, dan krayon.
Punishment hanya diberikan kepada siswa yang tidak menyelesaikan tugas rumah
yang diberikan sebelumnya, siswa akan diminta menghafal nama abjad di depan
kelas. Penerapan metode drill tahap 1 di kelas A dilakukan konsisten hingga dua
semester.

4.3.2 Metode Drill Tahap II


Setelah melalui proses pengenalan abjad pada jenjang TK A, ternyata masih
ada 5 anak yang belum bisa mencapai target capaian yang ditetapkan guru. Lima anak
tersebut masih belum bisa mengenal, membedakan, dan mengingat abjad dengan baik
bahkan dua di antaranya tidak bisa sama sekali.
Pada jenjang TK B yang seharusnya sudah dalam tahap pengenalan membaca
berpola ini guru memberikan treatment khusus pada lima anak tersebut. Mereka tetap
ikut pembelajaran di dalam kelas bersama 18 siswa lain, namun guru tidak memaksa
kemampuan siswa di dalam kelas. Guru memberikan metode drill secara khusus pada
kelima anak tersebut di luar jam pembelajaran. Teknis penerapannya adalah tetap
memberikan latihan menulis abjad seperti saat jenjang TK A dulu secara lebih
intensif. Pemberian pelajaran tambahan ini dalam upaya agar anak tetap bisa
mengikuti pembelajaran berpola yang dilakukan bersama 18 siswa lain.
Yang berbeda dengan metode drill tahap satu adalah pada tahap ini siswa
lebih sedikit dan ditambah dengan penerapan reinforcement kepada mereka. Guru
memberikan semangat khusus pada lima anak ini dengan tujuan mereka tidak merasa
minder dengan ketidakmampuan mereka.
4.4 Hasil
Dalam penerapan metode drill tahap I, hasil yang diperoleh adalah dari 23
siswa terdapat 18 siswa yang mampu berkembang baik dalam peningkatan
kemampuan pengealan abjad. Delapan belas siswa ini mampu mengenal,
membedakan, dan mengingat abjad dengan baik dan benar. Hasil penerapan metode
drill tahap II yang kali ini fokus pada 5 anak yang lamban membaca ini menghasilkan
peningkatan kemampuan siswa dalam mengenal, membedakan, dan menghafal abjad.
Siswa cukup mampu mengikuti pembelajaran membaca berpola di dalam kelas
meskipun 5 anak ini tidak dominan di dalam kelas.
BAB V
SIMPULAN

Penerapan Ieori Behaviorisme menggunakan metode drill dalam penelitian ini


berhasil dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal,
membedakan, dan menghafal abjad serta kemampuan membaca berpola. Hal tersebut
menandakan bahwa teori ini cocok diterapkan bagi anak dengan kesulitan membaca
atau dalam penelitian ini adalah anak lamban membaca.
DAFTAR PUSTAKA

Baraja, M. F. Pengantar Mambaca pada Tahap Permulaan dan Usaha Memupuk


Kecintaan Membaca. Jakarta: P3G, 1986.

https://meenta.net/metode-drill/Metodedrill-merupakan-salah-satu,menguasai-
kemampuan-atau-keterampilan-tertentu Diakses pada 01 Januari Pukul 10.17
WIB

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Psikolinguistik Diakses pada 01 Januari 2021 Pukul


09.01 WIB
Moleong Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Nahar, Novi Irwan. Penerapan Teori Belajar Behavioristik Dalam Proses


Pembelajaran. Desember 2016. Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial Vol.1.
Nursalim Mochamad, dkk. 2017. PSIKOLOGI PENDIDIKAN. Surabaya : Unesa
University Press.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif


dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai