Anda di halaman 1dari 2

2.1.

Minyak Ikan
Minyak ikan merupakan komponen lemak dalam jaringan tubuh ikan yang telah
diekstraksi dalam bentuk minyak. Minyak ikan mempunyai jenis asam lemak yang lebih
beragam dibandingkan dengan jenis minyak yang lain, dengan kandungan asam lemak
omega 3 yaitu EPA dan DHA yang umum dijumpai pada minyak ikan (Estiasih 2009).
Proses untuk mendapatkan minyak ikan dengan kualitas yang baik ada 2 tahap
penting yang harus diperhatikan yaitu proses ekstraksi minyak dan proses pemurnian
minyak. Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan
yang diduga mengandung minyak atau lemak. Pemurnian (refining) adalah suatu proses
yang bertujuan untuk menghilangkan rasa dan bau yang tidak enak, warna tidak menarik
dan untuk memperpanjang umur simpan sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai
bahan mentah dalam industri (Ketaren 1986). Menurut Estiasih (2009), untuk menjadikan
minyak ikan kasar yang dihasilkan layak konsumsi maka perlu dilakukan pemurnian.
Pemurnian ini perlu dilakukan karena minyak atau lemak yang dihasilkan dalam proses
ekstraksi umumnya mengandung kotoran yang ikut terekstraksi dan kotoran tersebut
dapat menimbulkan kerusakan yang mengakibatkan kualitas minyak yang dihasilkan akan
menurun.
Minyak ikan yang diperoleh sebagai hasil samping dari pengolahan tepung ikan dan
ikan kaleng sering mengandung banyak kotoran. Kotoran pada minyak ikan dapat
dikelompokan menjadi tiga, yaitu pertama adalah kotoran yang tidak larut dalam minyak
(kotoran fisik, air dan protein), kedua adalah kotoran yang berbentuk suspensi koloid
dalam minyak (fosfatida dan karbohidrat) dan ketiga adalah kotoran yang terlarut dalam
minyak, yaitu asam lemak bebas, pigmen, mono, dan digliserida, senyawa hasil oksidasi,
logam, dan bahan-bahan yang tak tersabunkan (Irianto 2002). Minyak ikan tersebut dapat
ditingkatkan mutunya agar layak dikonsumsi manusia dengan memurnikannya dengan
beberapa macam metode.

2.2. Pemurnian Minyak Ikan


Pemurnian minyak ikan dilakukan untuk menghilangkan komponen yang tidak
dikehendaki ataupun pengotor karena mengakibatkan efek yang merugikan bagi kualitas
minyak secara keseluruhan (Estiasih 2009). Proses pemurnian minyak ikan dapat
dilakukan dengan mengikuti tahapan proses penghilangan gum, penghilangan asam lemak
bebas, pemucatan, dan deodorisasi ataupun memilih diantaranya untuk kemudian
dikombinasikan agar mendapatkan hasil yang terbaik.
2.3. Karakteristik Minyak Ikan
Menurut Bimbo (1998), minyak ikan yang akan dikonsumsi harus memenuhi standar
food gade. Standar tersebut berdasarkan pada karakteristik minyak ikan yang dihasilkan,
disesuaikan dengan metode pengolahan dan sumber minyak ikan itu berasal. Beberapa hal
yang mempengaruhi kualitas minyak ikan yang dihasilkan adalah jenis ikan apakah liar
atau budidaya, musim saat ikan ditangkap ataupun umur ikan.
Sementara menurut Abdulkadir et al., (2010), bahwa terdapat beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi kandungan lemak pada ikan, yaitu perubahan musim, siklus alam,
tahap kedewasaan, lokasi geografis, serta pakan yang diberikan selama budidaya.
Menurut Crexiet al., (2010), karakteristik khas minyak ikan air tawar adalah mengandung
asam lemak oleat, palmitoleat, dan arakidonat yang tinggi. Komposisi asam lemak
tersebut terdiri atas SFA (Saturated fatty acid), MUFA (Monounsaturated fatty acid),
PUFA (polyunsaturated fatty acids).
Kesegaran minyak ikan dapat diukur dengan melihat nilai dari peroksida, anisidin,
asam (acid), dan totox.

Anda mungkin juga menyukai