Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) penyakit Covid 19
disebabkan oleh Coronavirus dan merupakan suatu kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Beberapa jenis coronavirus diketahui menyebabkan infeksi saluran nafas pada manusia mulai dari batuk pilek hingga yang lebih serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus jenis baru yang ditemukan menyebabkan penyakit COVID-19 yang kita ketahui telah menjadi pandemic global. Seperti yang sudah kita lihat sekarang COVID-19 telah menyebabkan permasalahan global, tidak hanya di sektor kesehatan namun telah berpengaruh pada semua sektor yang menyebabkan kurangnya keefektivan sektor-sektor itu pada masa penyebaran COVID-19 ini. Namun kita semua juga menyadari ketika virus ini penyebarannya mulai marak dimana-mana banyak instansi, perusahaan atau lembaga-lembaga yang mulai mengurangi atau bahkan memberhentikan semua aktivitasnya dimasa penyebaran virus ini, contohnya yang sederhana dapat kita lihat pada pabrik yang memberhentikan banyak aktivitasnya dan menyebabkan berkurangnya polusi udara yang biasanya setiap hari selalu dikeluarkan oleh pabrik itu sendiri. Hal sederhana seperti ini juga berpengaruh pada iklim, karena banyak pabrik di berbagai negara yang mulai memberhentikan seluruh agendanya. Contoh lain adalah pada masyarakat yang terpaksa tidak banyak melakukan aktivitas diluar rumah akibat penyebaran virus ini, yang biasanya melakukan berbagai kegiatan luar rumah misalnya dengan menggunakan kendaraan atau transportasi yang lain. Hal ini sederhana sama artinya dengan pabrik tadi. Iklim dunia seperti yang kita ketahui sudah berubah dari masa ke masa, namun saat banyak negara yang melakukan lockdown pada masyarakat menyebabkan banyak industri, perusahaan dunia dan jejaring transportasi yang diberhentikan dan menyebabkan emisi karbon diudara berkurang secara drastis. Dibandingkan dengan kurun waktu yang sama pada tahun ini di New York, tingkat polusi udara berkurang nyaris sebanyak 50%. Di China kita lihat tingkat emisi berkurang 25% di awal tahun, ketika orang-orang diperintahkan untuk tinggal di rumah. Pabrik-pabrik tutup dan penggunaan batu bara di enam pembangkit listrik terbesar China merosot hingga 40%. Proporsi hari-hari dengan "kualitas udara baik" naik 11,4% dibandingkan waktu yang sama pada tahun lalu di 337 kota di seluruh China, menurut Kementerian Ekologi dan Lingkungan. Di eropa, pencitraan satelit menunjukkan emisi nitrogen dioksida (NO2) memudar di atas Italia utara. Fenomena sama terjadi di Spanyol dan Inggris. Ternyata, hanya ancaman mendadak dan eksistensial seperti Covid-19 yang bisa membuat perubahan yang begitu besar dan begitu cepat pada iklim di dunia ini. Pandemi ini juga mengakibatkan jutaan orang kehilangan pekerjaan dan terancam keberlangsungan hidupnya. Kegiatan ekonomi terhenti dan pasar saham anjlok, ketika tingkat emisi karbon juga turun. Ini adalah kebalikan dari kampanye ekonomi berkelanjutan tanpa karbon yang banyak orang inginkan selama puluhan tahun. Pandemi global yang merenggut nyawa manusia memang tak seharusnya dilihat sebagai cara untuk memperbaiki lingkungan. Namun hal itu telah kita lihat terjadi sekarang dan kita bisa mengambil hal-hal yang positif untuk kedepannya. Satu yang pasti, tidak jelas sampai kapan penurunan emisi ini akan berlangsung. Saat nanti keparahan pandemi berkurang, akankan emisi karbon dan polutan "melambung kembali"? Atau perubahan yang kita rasakan sekarang dapat bertahan? Hal pertama yang dapat kita pertimbangkan, kata adalah ada beberapa alasan berbeda mengapa tingkat emisi turun. Transportasi, misalnya, menyumbang 23% dari total emisi karbon global. Angka emisi karbon karena transportasi terlihat turun di negara-negara yang membatasi pergerakan warganya sebagai kebijakan. Berkendara dan penerbangan adalah penyumbang utama emisi dari transportasi, yakni 72% dan 11% dari gas rumah kaca dan gas emisi. Selama masa pandemi dan pengurangan perjalanan masih terjadi, angka emisi ini dipastikan tetap rendah. Tapi apa yang terjadi setelah pembatasan ini diangkat? Untuk perjalanan rutin, seperti dari rumah ke tempat kerja, tentu angka ini tidak akan terganti. Namun bagaimana dengan jenis perjalanan lain, mungkinkah rasa bosan dari isolasi diri memicu orang-orang untuk melakukan lebih banyak perjalanan, ketika opsi itu muncul kembali? Sekarang yang sering kita pertanyakan adalah, apakah efek Coronavirus terhadap lingkungan hidup ini akan meredam kenaikan suhu global? Sayangnya terlalu dini untuk menyimpulkan itu. Kita tidak tahu sampai kapan wabah ini berakhir. Efek COVID-19 ini belum dapat dikatakan bakal mendorong emisi CO2 global ke jalur menurun seperti yang diperlukan jika dunia ingin memiliki harapan untuk menjaga pemanasan global ke tingkat yang relatif aman di atas tingkat pra- industri. Menurut saya pribadi COVID-19 ini hanya akan memperlambat pemanasan global bukan membalikkannya. Adapun, selama 10 tahun terakhir, dapat kita ketahui bahwa emisi telah tumbuh pada tingkat tahunan sekitar 317 megaton, sehingga kita membutuhkan pengurangan yang sangat besar untuk melihat penurunan tahun ini. Selain itu, ini bukan pertama kalinya akibat wabah virus membawa dampak pada tingkat karbon dioksida di atmosfer. Sepanjang sejarah, penyebaran wabah selalu membuat emisi yang lebih rendah, seperti yang pernah terjadi jauh sebelum zaman industri. Akan tetapi, wabah COVID-19 ini tentu bukan sesuatu cara yang diharapkan untuk meredam emisi. Sebab dampak pandemi ini telah menyebabkan kehilangan pekerjaan massal dan mengancam mata pencarian jutaan orang. Aktivitas ekonomi tersendat dan pasar saham pun jatuh. Agenda perubahan iklim sebenarnya masih menghendaki pertumbuhan ekonomi dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, maka itu dikenal ekonomi berkelanjutan. Pembangunan ekonomi harus diiringi dengan tindakan dekarbonisasi. Hal tersebut telah diupayakan formulasi dan penerapannya oleh banyak aktivis, ilmuwan, dan para pemimpin dunia selama beberapa dekade ini. Penurunan emisi selama penyebaran COVID-19 ini hanya efek jeda dan tak terencana, yang belum tentu bermakna pada perubahan perilaku jangka panjang. Orang-orang berhenti membuat emisi karena ada virus yang membahayakannya di luar. Kita memang tidak tahu kapan pandemic ini akan berakhir, akan tetapi bagaimana setelah pandemic ini berakhir, maka kehidupan akan kembali seperti semula, banyak industry, perusahaan dan transportasi yang melakukan pekerjaan secara besar-besaran akibat telah lama terhenti. Dan seperti yang awal emisi akan kembali meningkat karena semua negara akan berlomba untuk kembali membangun ekonomi yang telah krisis dan seperti semula lingkungan kembali terabaikan dan iklim global tetap mengarah pada hal yang sama pada awalnya. Jadi menurut saya pribadi penyebaran COVID-19 pada saat ini memang sekarang kita lihat memang berpengaruh pada iklim dunia yaitu seperti berkurangnya penyebaran polusi udara secara besar-besaran diseluruh dunia yang baik pada iklim global ini, namun apa yang akan terjadi setelah wabah ini berakhir? Tetap saja iklim dunia ini akan kembali seperti semula karena industri dan perusahaan mulai bekerja kembali. Jadi kesimpulan yang saya dapat dari penyebaran COVID-19 ini adalah virus ini hanya akan memperlambat perubahan iklim dunia bukan mengubahnya atau membalikkannya.
Pendekatan sederhana terhadap krisis ekonomi di Yunani: Sebuah perjalanan untuk menemukan krisis ekonomi Yunani yang dimulai pada tahun 2008 dan menggemparkan dunia. Penyebab dan implikasinya