Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Cidera yang terjadi dari kontak langsung ataupun paparan terhadap sumber panas, kimia,
listrik, atu radiasi disebut sebagai luka bakar (Joyce.2014:839)
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari sumber energi dari
suatu sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi
elektromagnet(Brunner & Suddarth,2002)

Gambar Luka Bakar

2. Etiologi
a. Luka bakar termal disebabkan oleh paparan atau kontak langsung dengan api,
cairan panas, semi cairan (misalnya uap air), semi padat(misalnya ter), atau
benda panas.
b. Luka bakar kimia disebabkan oleh kntak dengan asam kuat, basa kuat, atau
senyawa organik (misalnya bahan pembersih rumah tangga tertentu dan
berbagai bahan kimia yang digunakan di industri, petanian, dan militer.
c. Luka bakar listrik dapat disebabkan oleh panas yang dihasilkan oleh energi
listrik seiring listrik tersebut melewati tubuh. Dapat disebabkan oleh kontak
dengan kabel listrik yang terbuka atau bermasalah atau jalur listrik tegangan
tinggi.
d. Luka bakar radiasi terkait dengan kecelakaan radiasi nuklir dan penggunaan
radiasi pengion di industri, dan iradiasi terapeutik. Luka bakar matahari, yang
ditimbulkan akibat paparan berkepanjangan terhadap sinar ultraviolet( radiasi
matahari), juga dianggap sebagai luka bakar radiasi.
e. Cedera inhalasi. Paparan terhadap gas asfiksian ( misalnya karbon monoksida)
dan asap pada umumnya terjadi pada cedera api, khususnya bila korban
terperangkap dalam ruang yang tertutup dan penuh asap ( misalnya pada
kebakaran rumah tinggal). (Joyce. 2014:839 – 840)
3. Manifestasi Klinis
1) Derajat cedera.
Luka bakar ketebalan - sebagian derajat – satu bersifat superfisial dan nyeri
serta tampak merah. Luka bakar ketebalan - sebagian derajat - dua tampak
basah atau berlepuh dan sangat nyeri. Luka bakar ketebalan- penuh derajat
tiga ditandai dengan kerusakan pada seluruh epidermis dan dermis. Luka
bakar ketebalan- penuh tampak kering dan berbintik serta berwarna hitam, abu
- abu, atau putih, atau merah. Luka bakar ketebalan penuh derajat – empat
melibatkan kulit, jaringan sub-kutan (lemak), otot, dan terkadang tulang. Kulit
tampak gosong atau mungkin terbakar habis.
2) Hipotermia
Hipotermia dapat terjadi akibat hilangnya panas tubuh lewat luka dan ditandai
pada suhu inti tubuh kurang dari 98,60 F (370 C). Hipotermia sangat berbahaya
karena menyebabkan menggigil, yang lalu menyebabkan peningkatan
konsumsi oksigen dan kebutuhan kalorik serta vasokonstriksi pada perifer.
Hipotermia sering terjadi pada cedera luas selama beberapa jam pertama
setelah cedera, evakuasi, dan transpor ke fasilitas luka bakar.
3) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Kehilangan lewat penguapan yang tidak dikompensasi dengan penggantian
cairan ditandai dengan tekanan darah yang rendah, penurunan keluaran urine,
membran mukus yang kering, dan buruknya turgor kulit. Hiponatremia,
hipernatremia, dan hiperkalemia, adalah kelainan elektrolit yang memengaruhi
klien dengan cedera luka bakar pada titik- titik yang berbeda selama proses
pemulihan. Luka bakar luas ( lebih besar dari 25 % area permukaan tubuh
total) menyebabkan edema tubuh generalisata yang memengaruhi baik
jaringan yang terbakar maupun tidak dan penurunan volume darah
intravaskuler. Angka hematokrit meningkat pada 24 jam pertama setelah
cedera, menunjukkan hemokonsentrasi dari hilangnya cairan intravaskular.
Selain itu, kehilangan cairan melalui penguapan pada luka bakar 4 hingga 20
kali lebih banyak daripada normal dan tetap meningkat hingga penutupan luka
secara utuh tercapai. Akibatnya adalah penurunan perfusi organ. Keluaran
urine untuk klien dewasa yang mendapatkan penggantian cairan setelah cedera
luka bakar mayor berkurang hingga kurang dari 30 ml/jam. Temuan fisik
sampel urine memperlihatkan adanya dehidrasi, yang ditandai oleh urine
terkonsentrasi berwarna kuning gelap dan peningkatan gravitasi spesifik.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan kadar nitrogen urea
darah (BUN) hingga klien terhidrasi secara memadai. Manifestasi mortalitas
gastrointestinal yang menurun setelah cedera luka bakar mayor mencakup
hilangnya bising usus, kotoran, atau buang gas; mual dan muntah serta distensi
perut. Pada kurang lebih 18 hingga 36 jam setelah cedera luka bakar integritas
membran kapiler mulai kembali. Peningkatan awal pada hematokrit, terlihat
dini setelah cedera, turun hingga dibawah normal pada hari ketiga atau
keempat setelah cedera. Turunnya hematokrit terjadi akibat hilangnya sel
darah merah dan kerusakan yang terjadi pada saat cedera.
4) Perubahan pada respirasi.
Pada awalnya, pada klien dapat terjadi takipneu setelah cedera luka bakar.
Analisis gas darah arteri dapat menampilkan tekanan oksigen arteri (PaO 2 )
yang relatif normal, dengan saturasi oksigen yang lebih rendah darai yang
diharapkan relatif terhadap PO2. Pada mereka dengan cedar inhalasi,
insufisiensi pernapasan dapat terjadi selama fase resusitasi ketika pergeseran
cairan pada titik tertinggi dan cedera parenkim paru sangat rentan terhadap
pembentukan edema. Selanjutnya dalam perjalanan pemulihan, gaga napas
dapat terjadi karena infeksi(seringkali 10 hari hingga minggu setelah cedera.
Diagnosis keracunan CO dibuat denganmengukur kadar COHb dalam darah.
Manifestasi awal berhubungan dengan menurunnya oksigenasi jaringan
serebral dan bersifat neurologik. Luka bakar termal terhadap salura napas atas
( mulut, nasofaring, dan laring), secara khas tamapak kemerahan dan bengkak,
dengan luka- luka atau lepuh -lepuh mukosa. Edema mukosa yang meningkat
dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas, biasanya dalam 24 hingga 28
jam setelah cedera. Manifestasi klinis yang terlihat pada penyempitan saluran
napas mencakup stridor, dispnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan
otot- otot bantu napas, dan pada akhirnya sianosis. Temuan fisik saat klien
masuk yang menunjukkan adanya paparan asap meliputi jelaga pada wajah
dan lubang hidung, luka bakar pada wajah, jelaga pada sputum, batuk, dan
mengi.
5) Menurunnya curah jantung.
Setelah cedera luka bakar yang luas, denyut jantung dan tahanan vaskular
perifer meningkat sebagai tanggapan atas pelepasan katekolamin da
hipovolemia relatif, namun curah jantung pada awalnya menurun (hipofungsi).
Penurunan curah jantung yang terlihat pada awalnya setelah cedera luka bakar
ditunjukkan oleh penurunan tekanan darah, penurunan keluaran urine, denyut
perifer yang lemah, dan jika dipantau lewat kateter arteri pulmonal, curah
jantung kurang dari 4 liter/menit, indeks jantung kurang dari 2,5 L/menit, dan
tahanan vaskular sistemik kurang dari 900 dyne.
6) Respon nyeri.
Klien akan mengalami nyeri yang hebat akibat luka bakar dan terpaparnya
ujung saraf karena hilangnya integritas kulit. 3 jenis nyeri yang muncul: nyeri
latar, nyeri lonjakan dan nyeri prosedural. Nyeri latar dialami ketika klien
sedang beristirahat atau sedang melakukan aktivitas yang tidak behubungan
dengan prosedur, seperti berganti posisi di tempat tidur, atau pada gerakan
dinding dada atau perut yang terjadi pada pernapasan dalam atau batuk. Nyeri
latar dijelaskan sebagai bersifat terus- menerus dan berintensitas rendah,
biasanya berlangsung selama pemulihan. manajemen nyeri latar seringkali
dilakukan dengan analgetik kerja panjang menggunakan modalitas seperti
analgesia terkontrol- klien, infuse berkelanjutan, atau obat oral lepas
berkelanjutan. Nyeri lonjakan adalah peningkatan nyeri yang dirasakan yang
melebihi tingkat intensitas rendah nyeri latar. Nyeri lonjakan terjadi secara
intermiten sepanjang hari. Intensitas dan frekuensi nyeri lonjakan berkurang
seiring sembuhnya luka. Manajemen nyeri lonjakan dilakukan dengan
menggunakan obat kerja singkat. Nyeri prosedural dijelaskan sebagai nyeri
akut dan berintensitas tinggi. Manajemen bergantung pada fase pemulihan dan
termasuk opioid kerja singkat (misalnya morfin sulfat, fentanil,hidromorfon,
oksikodon, ketamin). Obat inhalasi, seperti nitrat oksida, dapat pula digunakan
untuk menangani nyeri prosedural.

7) Tingkat kesadaran yang teganggu.


Jarang terjadi klien dengan cedera luka bakar mengalami kerusakan neurologi
kecuali paparan yang lama terhadap asap telah terjadi. Jika agitasi terjadi
segera pada periode pasca cedera, klien mungkin menderita hipoksemia atau
hipovolemia dan membutuhkan penilaian lebih lanjut untuk mengidentifikasi
penyebab perubahan itu. Ketika perubahan tingkat kesadaran terjadi saat
masuk ke rumah sakit, seringkali berhubungan dengan trauma neurologi
(misalnya jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor), gangguan perfusi ke otak,
hipoksemia (seperti pada kebakaran diruang tertutup), cedera inhalasi (seperti
pada paparan terhadap asfiksiat atau bahan- bahan beracun lainnya dari
kebakaran), cedera luka bakar listrik, atau efek obat - obat yang muncul dalam
tubuh pada saat cedera. Manifestasi neurologi dapat mencakup sakit kepala,
pusing/puyeng, hilang ingatan, kebingungan atau hilangnya kesadaran,
disorientasi, perubahan visual, halusinasi keagresifan dan koma.
8) Perubahan psikologi.
Segera setelah cedera, mereka yang dengan cedera mayor dapat merespons
dengan syok psikologi, ketidakpercayaan, kecemasan, dan perasaan terbebani.
Masalah yang paling umum yang terjadi selama fase akut pemulihan
mencakup kesedihan, depresi, kecemasan, dan gangguan stress akut (yaitu,
perasaan mengalami kembali trauma yang muncul terus- menerus,
penghindaran dari stimulus yang berkaitan dengan trauma, dan manifestasi
mudah terbangun). Klien dapat mengalami mimpi buruk atau kilas balik
cedera, masalah tidur, dan regresi perilaku.( Joyce. 2014: 844-848)
4. Patofisiologi
Kulit adalah organ terbesar dari tubuh. Meskipun tidak aktif secara metabolik, tetapi kulit
melayani beberapa fungsi penting bagi kelangsungan hidup di mana dapat terganggu
akibat suatu cidera luka bakar. Suatu cidera luka bakar akan mengganggu fungsi kulit,
seperti berikut ini:

1. Gangguan proteksi terhadap invasi kuman.


2. Gangguan sensasi yang memberikan informasi tentang kondisi lingkungan.
3. Gangguan sebagai fungsi termoregulasi dan keseimbangan air.

Jenis umum sebagian besar luka bakar adalah luka bakar akibat panas. Jaringan lunak
akan mengalami cidera bila terkena suhu di atas 1150F (460C). Luasnya kerusakan
bergantung pada suhu permukaan dan lama kontak. Sebagai contoh, pada kasus luka
bakar tersiram air panas pada orang dewasa, kontak selama 1 detik dengan air yang panas
dari shower dengan suhu 68,90C dapat menimbulkan luka bakar yang merusak epidermis
dan dermis sehingga terjadi cidera derajat-tiga (full-thickness injury). Sebagai manifestasi
dari cidera luka bakar panas, kulit akan melakukan pelepasan zat vasoaktif yang
menyebabkan pembentukan oksigen reaktif yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabkan kehilangan cairan serta viskositas plasma
meningkat dengan menghasilkan suatu formasi mikrotrombus.

Cidera luka bakar dapat menyebabkan keadaan hipermetabolik dimanifestasikan dengan


adanya demam, peningkatan laju metabolisme, peningkatan ventilasi, peningkatan curah
jantung, peningkatan glukoneogenesis serta meningkatkan katabolisme otot viseral dan
rangka. Pasien membutuhkan dukungan komprehensif yang berkelanjutan sampai
penutupan luka selesai. (Muttaqin,2011:200-201)

5. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan karbon monoksida;


inhalasi asap dan obstruksi saluran napas atas.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan obstruksi trakeobronkial:
edema mukosa dan hilangnya kerja silia (inhalasi asap) luka bakar seputar
leher, kompresi jalan napas torak dan dada atau keterbatasan pengembangan
dada. Trauma cedera: cedera jalan napas atas langsung oleh api, pemanasan,
udara panas, dan kimia/gas.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan
terganggunya respon imun.
4. Hipotermia berhubungan dengan gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka yang
terbuka.
5. Nyeri berhubungan dengan hipoksia jaringan; cidera jaringan; serta saraf dan
dampak emosional dari luka bakar.
6. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengn
hipermetabolisme dan kebutuhan bagi kesembuhan luka.( Muttaqin,2011)
7. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan kekuatan dan
tahanan yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk bergerak sesuai tujuan
rentang gerak terbatas, penurunan kekuatan control atau massa otot.
8. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit
karena destruksi lapisan kulit yang ditandai dengan tidak adanya jaringan yang
hidup.(Doenges,1999:)
9. Ansietas berhubungan dengan ketakutan dan dampak emosional dari luka
bakar.(Doenges.1999: 820-821)

6. Penatalaksanaan
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan luka yaitu:
1) Penyembuhan Luka
2) Proses penyembuhan luka terbagi dalam 3 Fase yaitu
FASE INFLAMASI
Adalah fase yang bertentangan dari terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca luka
bakar. Dalam fase ini terjadi perubahan vaskular dan proliferasi selular. Daerah luka
mengalami agregasi trombosit dan mengeluarkan serotinin, Mulai timbul epitelisasi.
FASE FIBROLASTIK
Adalah fase yang dimulai pada hari ke 4-20 pasca luka bakar. Pada fase ini timbul
sebukan fibroblast yang membentuk kolagen yang tampak secara klinis sebagai
jaringan granulasi yang berwarna kemerahan.
FASE MATURASI
Adalah fase dimana terjadinya proses pematangan kolagen. Pada fase ini terjadi pula
penurunan aktivitas selular dan vaskular, berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih
dari 1 tahun dan berakhir jika sudah tidak ada tanda- tanda radang. Bentuk akhir dari
fase ini berupa jaringan parut yang berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau
gatal. ( Christanti,1999:24-25 )
3) Penanganan Luka
Penanganan luka merupakan hal yang sangat penting dalam menangani pasien luka
bakar baik untuk mencegah infeksi maupun menghindari terjadinya sindrom
kompartemen karena adanya luka bakar Circumferencial.
4) Pendinginan Luka
Mengingat sifat kulit adalah sebagai penyimpanan panas yang terbaik ( Heat restore)
maka, pada pasien yang mengalami luka bakar, tubuh masih tetap menyimpan energi
panas sampai beberapa menit setelah terjadinya trauma panas. Oleh karena itu,
tindakan pendinginan luka perlu dilakukan untuk mencegah pasien berada pada zona
luka bakar lebih dalam. Tindakan ini juga dapat mengurangi perluasan kerusakan fisik
sel, mencegah dehidrasi dan membersihkan luka sekaligus mengurangi nyeri.
Pendingunan luka dilakukan sebelum kontak dengan petugas kesehatan, pendinginan
luka bisa menggunakan air mengalir.
5) Debridemen
Tindakan debridemen bertujuan untuk membersihkan luka dari jaringan nekrosis atau
bahan lain yang menempel pada luka. Tindakan ini bisa dilakukan pada saat
pendinginan luka, perawatan luka, penggantian balutan, atau pada saat tindakan
pembedahan. Tindakan debridemen ini penting dilakukan untuk mencegah terjadinya
infeksi luka dan mempercepat proses penyembuhan luka.
6) Tindakan Pembedahan
Luka bakar mengakibatkan terjadinya jaringan parut. Jaringan parut
merupakan jaringan dermis dan epidermis yang berisi protein yang teragulasi yang
dapat bersifat progresif. Pada luka bakar Circumferential jaringan luka bakar yang
terbentuk akan mengeras dan menekan pembuluh darah sehingga memerlukan
tindakan Eskarotomi.
Eskarotomi merupakan tindakan pembedahan utama untuk mengatasi perfusi jaringan
yang tidak adekuat karena adanya eschar yang menekan vaskular. Tindakan yang
dilakukan hanya berupa insisi dan BUKAN membuang Eschar. Apabila tindakan ini
tidak dilakukan maka akan mengakibatkan tidak adanya aliran darah ke pembuluh
darah dan terjadi hipoksia serta iskemia jaringan.
Tindakan ini sebaiknya dilakukan sebelum hari ke-5. Tanda- tanda klinis yang
harus diperhatikan untuk menentukan dilakukannya tindakan eskarotomi antara lain :
adanya sianosis jaringan distal, kapilarisasi darurat tanpa anastesi. Daerah yang telah
dieskarotomi diberi obat topikal antibakteri dan dirawat setiap hari. Pada luka bakar
dalam karena sengatan listrik dapat menyebabkan edema yang hebat pada fasia yang
selanjutnya dapat mengakibatkan kesemutan ( penekanan syaraf ), penekanan vena,
nekrose ( penekanan arteri ). Pada kondisi seperti ini pasien memerlukan tindakan
Fasiotomi.
Tindakan pembedahan lain yang sering dilakukan pada pasien luka bakar
adalah Eksisi tangensial yaitu tindakan membuang jaringan dan jaringan dibawahnya
sampai persis diatas Fasia dimana terdapat pleksus pembuluh darah sehingga bisa
langsung dilakukan operasi tandur kulit.

7) Terapi Isolasi dan Manipulasi Lingkungan


Luka bakar mengakibatkan imunosupresi ( penekanan sistem imun) tubuh
selama tahap awal cedera. Oleh karenanya pasien luka bakar memerlukan ruangan
khusus dengan suhu ruangan yang dapat diatur, udara bersih, serta terpisah dari pasien
lain yang bisa menimbulkan infeksi silang.
Alat tenun yang digunakan harus steril, perawat menggunakan masker, gaun
dan sarung tangan steril setiap kali melakukan tindakan untuk pasien. Perawat
sebaiknya menggunakan lebih banyak alat dissposible dan menjaga kebersihan
seluruh perangkat/ perabot yang ada diruangan. Tidak dianjurkan untuk meletakkan
tanaman/ karangan bunga diruangan untuk mengurangi infeksi pseudomonas ( karena
pseudomonas menyukai lingkungan area tanaman).
(Christanti,1999)
8) Resusitasi cairan
Pemberian cairan sangat diperlukan dalam kasus luka bakar yaitu
4cc/kgBB/%luas luka bakar dimana setengahnya diberikan 8 jam pertama dan
setengahnya diberikan 8 jam berikutnya. Resusitasi cairan pada 24 jam pertama
berupa cairan kristaloid yaitu RL dengan targat urine output 1cc/kgBB
Pada 24 jam kedua menggunakan cairan koloid/plasma 0,5 ml/kgBB/%luas
luka bakar.
Pada 32 jam bisa diberikan infuse nutrisi misal D5%. Perlu observasi suhu
tubuh, urin output.

Anda mungkin juga menyukai