0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
870 tayangan2 halaman
Cerita ini menceritakan tentang Maryam, seorang wanita muda yang hamil dan diusir dari rumahnya di kota. Ia kembali ke desanya untuk mencari perlindungan kepada Simbok, neneknya. Meskipun awalnya Simbok tampak tidak mengenali Maryam, namun Simbok menerima Maryam kembali dengan penuh kasih sayang. Maryam pun merasa lega bisa pulang ke desa dan bersama neneknya.
Cerita ini menceritakan tentang Maryam, seorang wanita muda yang hamil dan diusir dari rumahnya di kota. Ia kembali ke desanya untuk mencari perlindungan kepada Simbok, neneknya. Meskipun awalnya Simbok tampak tidak mengenali Maryam, namun Simbok menerima Maryam kembali dengan penuh kasih sayang. Maryam pun merasa lega bisa pulang ke desa dan bersama neneknya.
Cerita ini menceritakan tentang Maryam, seorang wanita muda yang hamil dan diusir dari rumahnya di kota. Ia kembali ke desanya untuk mencari perlindungan kepada Simbok, neneknya. Meskipun awalnya Simbok tampak tidak mengenali Maryam, namun Simbok menerima Maryam kembali dengan penuh kasih sayang. Maryam pun merasa lega bisa pulang ke desa dan bersama neneknya.
Biim….Biimmm…. “ Kalau jalan di pinggir , dong, Neng….!” “ Maryam. He, Maryam. Dengar. Ibu tidak ingin kau beranak di rumah ini. Cepat kemasi barang-barangmu. Pulang ke kampungmu sana!” Biiiim…..Biiimmmmm….. “ Gila, tuh orang. Minggiiiiir…Tolol…!!!” Biimmmm …. Biiiiimmmm…. “ Simboook, maafkan Maryam. Maryam silaf. Maryam salah ..” “ Sudah, Nduk, sudah. Simbok sudah rela. Ini cobaan dari Gusti, Nduk…” Dibelainya rambut kusut Maryam yang basah oleh keringat dan airmata. Belaian orang tua itu terasa lembut. Rasa nyeri yang menusuk-nusuk tubuh Maryam tiba-tiba lenyap. Siang itu dusun Gemuh Singkalan terasa lebih nyaman dari biasanya. Angin sepoi-sepoi yang berembus menuruni lereng-lereng tandus, dan melintasi hambaran tembakau rakyat, terasa sejuk menerpa tubuh Maryam. Simbok nampak mengaso di beranda. Sesekali dilayangkan pandangannya ke arah nampan-nampan besar yang berisi tembakau rajangan yang tengah dijemur di pekarangan rumah. Nampaknya Simbok baru saja pulang membantu Bapak di ladang. Caping kerjanya dikibas-kibaskannya ke tubuh yang basah oleh keringat. Wajah tua itu tampak begitu letih. Maryam mengerjap-ngerjap. Baru kali ini ia sadar betapa rindunya ia pada wanita tua itu. Pada kampungnya yang tentram. “ Aku ingin pulang, Simbook. Aku ingin pulang ..” Namun, mengapa Simbok diam saja? Muakkah ia melihatku, melihat perutku yang buncit?” “ Aku Maryam, Mbook. Anakmu yang mabur ke Jakarta dulu. Tiga tahun yang lalu.” Marah ? Simbok marah padaku ? Tidak. Simbok tidak pernah marah padaku. Ia sayang padaku. Tidak seperti mas Naryo. Laki-laki keparat. Laki-laki busuk..! “ Simboook, aku pulang. Bawa cucu. Cucu Simboook…” Biiimmmm….Biiimmmm…. “ Minggiir…! Minggiiirr…!! Ada apa ini ?” “ Orang gila, Pak. Bunuh diri ..”