Anda di halaman 1dari 21

Makalah Manajemen Krisis Pada Saat Bencana

Kelompok IV
Disusun Oleh :
Prischeilla Inkiriwang Benediktus Pasan
Enjelika Tampi Demince Kobak
Yefta Mongdong Imelda Tumiwa
Manuella Mait Elisabet Yogobi
Zefanya Pongai Alicya Sabanari
Sintia Rentandatu

Mata Kuliah :
Keperawatan Bencana
Dosen MK :
Joksan Huragana,S.Kep.,M.MKes

Universitas SariPutra Indonesia Tomohon


Yayasan Dharma Bhakti Indonesia Tomohon
Fakultas Keperawatan
Tahun 2021

i
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga
tugas KEPERAWATAN BENCANA dalam bentuk makalah dengan judul Manajemen
Krisis Pada Bencana dapat tersusun dengan baik.
Tidak lupa kami juga mengucapkan terima kasih banyak atas bantuan dari pihak
yang berkontribuksi dan begitu membantu kami.Dan harapan kami semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca serta boleh
bermanfaat bagi kelancaran proses belajar mengajar serta untuk ke depannya.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami,kami yakin masih
banyak kekuranggan dalam makalah ini.Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar ................................................................................................................ii

Daftar Isi .......................................................................................................................... iii

BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................................. 4

A. Latar Belakang ...................................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 5

C. Tujuan Masalah.................................................................................................. 5

BAB II : TINJAUAN TEORI .............................................................................................. 6

A.Definisi Manajemen .................................................................................................. 6

B. Strategi Pemerintah dalam menghadapi masa krisis ............................................... 7

C. Krisis Public Relations Pasca Bencana ................................................................... 8

D. Peran Public Relations dalam Mengatasi Krisis ...................................................... 9

E. Kebijakan Dalam Penanganan Krisis Kesehatan .................................................. 12

F. Penatalaksanaan di Lapangan .............................................................................. 13

BAB III : PENUTUP ....................................................................................................... 20

A. Kesimpulan.......................................................................................................... 20

B. Saran ................................................................................................................... 20

Daftar Pustaka ........................................................................................................... 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Definisi bencana menurut Undang-Undang Bencana No. 24 Tahun 2007 adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Indonesia
merupakan negara yang memiliki resiko bencana alam paling tinggi di dunia menurut
United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR) atau Badan PBB
untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana. Hal ini dikarenakan
tingginya jumlah penduduk yang terpapar atau memiliki risiko tertinggi terhadap
bencana gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor,
kekeringan, dan kebakaran hutan yang mencapai kisaran 5,4 juta orang (BBC
Indonesia, 2011). Kondisi diatas menjadikan penanganan bencana menjadi fokus
dalam Prioritas Pembangunan Nasional. Hal ini ditunjukkan dengan diterbitkannya
Undang-Undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan tiga buah
Peraturan Pemerintah lainnya sebagai amanat dari UU No 24 Tahun 2007. Menurut
Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana, wewenang 1 penyusunan rencana penanggulangan bencana ada pada
BNPB untuk tingkat nasional BPBD Provinsi untuk tingkat provinsi dan BPBD
Kabupaten/Kota untuk tingkat kabupaten/kota.
Upaya pemerintah untuk mengatasi krisis disebut sebagai manajemen krisis
(Crisis Management). Devlin (2007:1) “Crisis management is special measures taken to
solve problems caused by a Crisis”. Istilah solve pada definisi di atas dapat diartikan
bahwa upaya mengatasi krisis pada dasarnya merupakan proses bertahap dalam (step-
by-step) dan melalui rangkaian aktivitas. Pada tahap awal, pemerintah mesti membatasi
persoalan atau area krisis untuk meminimalkan efek kerusakan bagi bencana tersebut.
Tujuan dari manajemen krisis adalah untuk menghentikan dampak negative dari suatu
peristiwa melalui upaya persiapan dan penerapan berbagai strategi dan taktik. Menurut

4
Gary Kreps (1990), manajemen krisis merupakan sebuah proses yang menggunakan
aktivitas public relation untuk membatasi akibat negative.

B. Rumusan Masalah
1. Untuk Mengetahui Definisi Manajemen
2. Untukmengetahui Strategi Pemerintah Dalam Menghadapi Masa Krisis
3. Untuk Mengetahui Krisis Public Relations Pasca Bencana
4. Untuk Mengetahui Peran Public Relations Dalam Mengatasi Krisis
5. Untuk Mengetahui Kebijakan Daalam Penanganan Kriis Kesehataan
6. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Di Lapangan

C. Tujuan Masalah
Untuk menambah wawasan mahasiswa tentang bagaimana penanganan
manajemen krisis saat terjadi bencana.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

A.Definisi Manajemen
Secara etimologi kata manajemen diambil dari bahasa Perancis kuno, yaitu
menagement, yang artinya adalah seni dalam mengatur dan melaksanakan.
Manajemen dapat juga didefinisikan sebagai upaya perencanaan, pengkoordinasian,
pengorganisasian dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara
efisien dan efektif. (Maxmanroe, 2020) Fungsi Manajemen adalah sebagai elemen
dasar yang harus melekat dalam manajemen sebagai acuan manajer (seseorang yang
mengelola manajemen) dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan dengan
cara merencanakan, mengorganisir, mengordinasi dan mengendalikan. Fungsi
manajemen pada saat bencanaa mencakup empat hal. Hal-hal tersebut yaitu sering di
sebut sebagai POAC(Planning, Organizing, Actuatin dan Controlling).
1) Planning
Planning atau perencanaan adalah fungsi manajemen yang pertama.
Perencanaan atau merencanakan merupakan hal yang dilakukan untuk
membuat dan menetapkan rencana. Perencanaan sendiri berfungsi sebagai
penentu tujuan yang akan dicapai. Selain itu perencanaan juga bermanfaat
sebagai sarana penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi.
Dengan adanya perencanaan, tujuan yang ingin dicapai menjadi jelas dan lebih
terarah.
2) Organization
Pengorganisasian (organization) dapat diartikan sebagai kegiatan mengkordinasi
mulai dari sumber daya, tugas, hak dan kewajiban, otoritas dan berbagai hal
yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi. Pengorganisasian dapat
dilakukan dengan menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, bagaimana
tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang harus mengerjakannya, siapa
yang bertanggung jawab serta pada tingkatan mana keputusan harus diambil.
3) Actuating
Fungsi manajemen yang ketiga yaitu sebagai pelaksana. Tanpa
manajemen,. Pelaksanaan atau actuating merupakan upaya untuk membuat

6
anggota mau dan berusaha bekerja sesuai dengan rencana dan tujuan yang
telah ditetapkan.
4) Controling
Controling menjadi fungsi manajemen yang terakhir. Fungsi pengendalian disini
berperan untuk melihat apakah semua tugas dan kegiatan yang dikerjakan
sesuai dengan rencana atau tidak. (romadecade.org, 2020)

B. Strategi Pemerintah dalam menghadapi masa krisis


Strategi menghadapi krisis public relations dalam proses manajemen strategis masuk
dalam kategori taktik fungsional yaitu tindakan spesifik yang perlu dilakukan untuk
mencapai tujuan jangka pendek.Berikut ketujuh variabel 7-S,
Hard Variables meliputi
➢ Strategy adalah jalan yang telah digunakan pemerintah untuk menangani
permasalahan bencana yang sedang terjadi.
➢ Structure merupakan kerangka kerja dimana para anggota Penanggulangan
Bencana melakukan koordinasi sesuai struktur penanggulangan bencana yang
ada.
➢ System adalah prosedur yang dilakukan agar semua masalah pada saat
bencana dapat terorganisir secara teratur.

Soft Variables meliputi;


➢ Style merupakan gaya pendekatan yang dilakukan oleh kepemimpinan dari
manajemen puncak dan pendekatan operasi organisasi secara keseluruhan juga
meliputi cara dimana para pegawai mewakili diri mereka pada dunia luar dan
kepada masyarakat.
➢ Staff atau sumber daya manusia merupakan cara organisasi mengacu kepada
bagaimana manusia dikembangkan, dilatih, disosialisasikan, diintegrasikan,
dimotivasi dan bagaimana karier mereka dikelola.
➢ Skill adalah kemampuan yang dimiliki sesorang yang dioerlukan dalam
menghadapi krisis pada saat terjadi bencana.

7
➢ Shared Values Pada awalnya bernama superordinate goals, konsep dan prinsip
penuntun bagi organisasi nilai-nilai dan aspirasi, biasanya tidak tertulis yang
berada di luar pernyataan konvensional sasaran organisasi, ide-ide dasar
organisasi dibangun, hal-hal yang mempengaruhi kelompok untuk bekerja
bersama untuk tujuan umum bersama

C. Krisis Public Relations Pasca Bencana


Setiap organisasi atau perusahaan pasti memiliki peluang untuk mengalami
krisis. Krisis dapat didefinisikan sebagai sebuah kejadian luar biasa atau rangkaian
peristiwa yang mempengaruhi integritas produk, reputasi stabilitas keuangan
organisasi, atau kondisi kesehatan dari pekerja, komunitas, atau publik secara luas
(Wilcox et al., 1992). Sementara itu Fearn dan Banks (1996) dalam Nova (2009)
mendefiniskan krisis sebagai “a mayor occurrence with a potentially negative outcome
affecting an organization, company or industry, as well as its public, products, services
or good name”. Secara umum krisis public relations dapat diartikan sebagai suatu
kondisi dimana peristiwa, rumor, atau informasi akan memberi pengaruh buruk
terhadap reputasi, citra, dan kredibilitas organisasi atau perusahaan.
Krisis bisa terjadi kapan saja dan menyerang siapa saja, krisis umumnya terjadi
secara tiba-tiba dan tidak terduga. Sebuah penelitian tentang manajemen krisis
menemukan bahwa hanya 14% dari krisis yang dapat diduga. Sedangkan 86% sisanya
krisis yang terjadi secara tiba-tiba (Ruslan, 1999).
Tahapan krisis atau lazim disebut sebagai anatomi krisis memiliki tahapan yang
berbeda diantara para ahli. Menurut Fink (1986), krisis tersusun atas empat fase yaitu;
tahap prodomal, tahap akut, tahap kronik, dan tahap resolusi.
a). Tahap prodomal
adalah suatu fase dimana gejala atau tanda-tanda krisis mulai muncul.
Jika gejala ini dapat dikenali dan diatasi, maka akan terjadi aborsi krisis. Pada
tahap ini organisasi penanggulangan bencana (BNPB/ BPBD) harus
melaksanakan strategi berikut seperti melakukan pemantauan terhadap
lingkungan untuk mengetahui kecenderungan yang berkembang dan memiliki
peluang mempengaruhi organisasi, mengumpulkan data masalah yang potensial

8
menimbulkan kesulitan bagi organisasi, dan mengembangkan strategi
komunikasi dan berkonsentrasi mencegah munculnya krisis. Jika organisasi
cepat bergerak mengatasi krisis ini, maka besar kemungkinan tidak terjadi krisis.
b). Tahap krisis akut
Dimana kerusakan benar-benar telah terjadi. Jika organisasi tidak dapat
mengatasi, maka kerusakan akan terus berlanjut dan muncul korban-korban.
Pada kondisi ini, organisasi harus mengakui telah terjadi krisis serta tidak dapat
menghindar.
c). Tahap kronis
Fase ini adalah fase transisi atau ‘clean up stage’. Organisasi berusaha
untuk menangani dan menyelesaikan tuntutan dari berbagai pihak dengan
memberikan kompensasi, ganti rugi atau penyelesaian masalah secara hukum.
Fase ini dapat berlangsung sangat lama, lebih lama dari tahap krisis sebenarnya.
d). Tahap fase resolusi
Dimana sudah ada tanda-tanda penyelesaian akhir yang menandakan
krisis sudah mulai reda. Organisasi harus tetap berhati-hati karena ada
kemungkinan krisis muncul kembali. Organisasi harus memberikan perhatian
ekstra kepada khalayak (public), terus melaksanakan pemantauan serta
melaksanakan evaluasi rencana penanganan krisis.

D. Peran Public Relations dalam Mengatasi Krisis


Krisis menimbulkan dampak langsung dan tidak langsung bagi institusi
penanggulangan bencana dan pemerintah secara khusus dan secara umum pada
masyarakat luas. Bentuk krisis tersebut diantaranya adalah rusaknya citra serta
hilangnya kepercayaan publik. Menurut Agustine (2000), ada beberapa langkah yang
harus ditempuh di dalam menangani krisis, yaitu, hindari krisis, siapkan perencanaan
manajemen krisis, mengenali krisis, containing krisis, memecah krisis, dan mengambil
keuntungan dari krisis
Sementara itu, Muray (2001) menjelaskan bahwa manajemen krisis merupakan
suatu pendekatan terstruktur dalam menghadapi krisis yang terjadi. Tujuannya adalah
menempatkan suatu desain strategi komunikasi dimana informasi dapat disampaikan

9
secara cepat dan tepat. Disamping itu juga bertujuan untuk mengurangi resiko sekecil
mungkin dengan cara memperbaiki kesalahan informasi dan membantu mengurangi
kerusakan yang ditimbulkan oleh krisis. Rencana manajemen krisis dimulai dengan
melakukan identifikasi dari skenario-skenario krisis yang dapat menimpa perusahaan
yang kemudian dijadikan suatu rancangan mekanisme komunikasi yang berguna untuk
mengatur suatu krisis secara cepat, serta membantu karyawan dalam menentukan
skala proritas masalah.
Ada beberapa langkah yang disarankan Muray (2001) dalam melaksanakan
pengelolaan krisis, diantaranya:
a). Membuat rancangan strategi pengelolaan krisis.
Adapun langkah yang ditempuh adalah identifikasi krisis yang potensial
menimpa institusi penanggulangan bencana dan pemerintah serta pihak-pihak dimana
saja yang akan terkena dampaknya baik krisis internal ataupun eksternal. Perencanaan
harus dimulai dari suatu analisa terstruktur atas semua permasalahan yang mungkin
akan dihadapi perusahaan. Pengamatan yang luas melakukan monitoring secara
proaktif atas isu-isu berkembang memainkan peranan penting sebagai pelatihan awal.
Hal ini akan membantu dalam mengidentifikasi ancaman yang mungkin terjadi dimasa
akan datang, dan mereview apa yang menimpa institusi lain dengan karakteristik yang
sama dengan institusi kita.
a) Aktivitas persiapan (Preparation)
Persiapan yang dilakukan diantaranya adalah dengan mempersiapkan
orang orang yang berhak bicara mewakili institusi pemerintah pada masa krisis
Mereka memiliki wewenang untuk menjawab pertanyaan secara efektif dan
memiliki keyakinan untuk mengatur suatu pengalaman yang mungkin dapat
mendatangkan stress. Setelah itu buat rencana komunikasi bertingkat.
b) Melakukan briefing
Tujuan briefing adalah untuk memberikan informasi kepada tiap orang
dalam institusi penanggulangan bencana (BNPB BPBD) mengenai
tanggungjawabnya masing-masing pada masa krisis dan memastikan setiap
orang mendapat pengarahan ulang mengenai masalah tersebut. Setiap orang

10
yang terlibat dalam perencanaan komunikasi harus memahami peran mereka
ketika krisis terjadi.
c) Mempersiapkan holding statement
Tahapan selanjutnya adalah mempersiapkan pernyataan (statement)
yang hendak disampaikan oleh juru bicara. Isi pernyataan sangat spesifik
tergantung dari situasi krisis yang terjadi. Isinya secara umum adalah,
pernyataan kepedulian institusi penanggulangan bencana terhadap masalah
yang terjadi, adanya upaya dari organisasi 75 Jurnal Dialog Penanggulangan
Bencana Volume 3 Nomor 2, Tahun 2012 22 penanggulangan bencana untuk
mengatasi masalah yang terjadi, serta akan memberikan informasi lebih lanjut
jika dibutuhkan.
d) Mempersiapkan daftar jawaban atas pertanyaan yang mungkin paling
ditanyakan oleh publik dan media.
Sebagai contoh berapa jumlah korban, apa upaya yang telah dilakukan
dalam mengatasi bencana, daerah mana yang terkena dampak bencana dan
sebagainya.
e) Mempersiapkan strategi media perantara pada masa krisis
Media memiliki peran penting pada masa krisis, oleh karena itu sejak awal
media harus dijadikan “sekutu” dengan beberapa langkah strategi, membuat
daftar wartawan yang akan dihubungi, mempersiapkan pers release,
mempersiapkan profil organisasi penanggulangan bencana, persiapan pelatihan
media relations, memberikan informasi kepada semua staf, membuat website,
simulasi krisis, serta melakukan review terhadap rencana pengelolaan
manajemen krisis.
2. Tahap Implementasi
a). Melakukan komunikasi bertingkat secepatnya, yaitu menunjuk pejabat atau juru
bicara yang berwenang untuk menyampaikan informasi terbaru ke publik sesuai
dengan wewenang dan rentang kendali yang dimiliki. Sebagai contoh untuk
bencana yang sifatnya lokal di kabupaten atau kota maka yang memberikan
pernyataan adalah Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten/kota, Sekretaris Daerah
selaku Kepala BPBD Kabupaten/Kota atau Bupati/Walikota selaku pimpinan

11
Daerah. Untuk bencana yang dampaknya lintas daerah kabupaten kota maka
yang memberikan pernyataan adalah Kepala Pelaksana BPBD Provinsi,
Sekretaris Daerah Provinsi selaku Kepala BPBD Provinsi atau Gubernur selaku
Kepala Daerah.
b). Tentukan alternatif lokasi yang akan digunakan sebagai Kantor Public Relations,
jika gedung resmi institusi penanggulangan bencana ikut mengalami kerusakan
karena bencana. Upayakan gedung alternatif yang digunakan memiliki pasokan
listrik dan akses komunikasi yang cukup.
c). Sambil memperkirakan skala dari krisis yang terjadi, instruksikan staf public
relations (humas) untuk memperbarui “holding statement” dengan informasi
terbaru mengenai krisis. Siapkan deadline untuk kemunculan informasi-informasi
yang hendak ditampilkan ke publik. Jika diperlukan buatlah jadwal pers release
yang harus diterbitkan. Secepatnya kirim pers release ke media dengan
dilengkapi profil institusi penanggulangan bencana (BNPB/BPBD). Sehingga
semua perkembangan krisis dapat dikontrol dengan pemberian informasi secara
berkesinambungan ke media, agar khalayak memiliki informasi terbaru yang
akurat dan terpercaya.

E. Kebijakan Dalam Penanganan Krisis Kesehatan


Kejadian bencana selalu menimbulkan krisis kesehatan, maka penanganannya
perlu diatur dalam bentuk kebijakan sebagai berikut:
1. Setiap korban akibat bencana perlu mendapatkan pelayanan kesehatan
sesegera mungkin secara maksimal dan manusiawi.
2. Prioritas awal selama masa tanggap darurat adalah penanganan gawat darurat
medik terhadap korban luka dan identifikasi korban mati disarana kesehatan.
3. Prioritas berikutnya adalah kegiatan kesehatan untuk mengurangi risiko
munculnya bencana lanjutan, di wilayah yang terkena bencana dan lokasi
pengungsian.
4. Koordinasi pelaksanaan penanganan krisis kesehatan akibat bencana dilakukan
secara berjenjang mulai dari tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat.

12
5. Pelaksanaan penanganan krisis kesehatan dilakukan oleh Pemerintah dan
dapat dibantu dari berbagai pihak, termasuk bantuan negara sahabat, lembaga
donor, LSM nasional atau internasional, dan masyarakat.
6. Bantuan kesehatan dari dalam maupun luar negeri, perlu mengikuti standar dan
prosedur yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan.
7. Pengaturan distribusi bantuan bahan, obat, dan perbekalan kesehatan serta
SDM kesehatan dilaksanakan secara berjenjang.
8. Dalam hal kejadian bencana yang mengakibatkan tidak berjalannya fungsi
pelayanan kesehatan setempat, kendali operasional diambil alih secara
berjenjang ke tingkat yang lebih tinggi.
9. Penyampaian informasi yang berkaitan dengan penanggulangan kesehatan
pada bencana dikeluar-kan oleh Dinas Kesehatan setempat selaku anggota
Satkorlak/Satlak
10. Perlu dilakukan monitoring dan evaluasi berkala yang perlu diikuti oleh semua
pihak yang terlibat dalam pelaksanaan penanggulangan kesehatan, sekaligus
menginformasikan kegiatan masing-masing

F. Penatalaksanaan di Lapangan
Penatalaksanaan lapangan meliputi prosedur-prosedur yang digunakan untuk
mengelola daerah bencana dengan tujuan memfasilitasi penatalaksanaan korban.
a) Proses Penyiagaan
Proses penyiagaan merupakan bagian dari aktivitas yang bertujuan untuk
melakukan mobilisasi sumber daya secara efisien. Proses ini mencakup
peringatan awal, penilaian situasi, dan penyebaran pesan siaga. Proses ini
bertujuan untuk memastikan tanda bahaya, mengevaluasi besarnya masalah
dan memastikan bahwa sumber daya yang ada memperoleh informasi dan
dimobilisasi.
b) Penilaian Awal
Penilaian awal merupakan prosedur yang dipergunakan untuk segera
mengetahui beratnya masalah dan risiko potensial dari masalah yang dihadapi.
Aktivitas ini dilakukan untuk mencari tahu masalah yang sedang terjadi dan
kemungkinan yang dapat terjadi dan memobilisasi sumber daya yang adekuat

13
sehingga penatalaksanaan lapangan dapat diorganisasi secara benar.
Di dalam penilaian awal dilakukan serangkaian aktivitas yang bertujuan untuk
mengidentifikasi:
1. Lokasi kejadian secara tepat
2. Waktu terjadinya bencana
3. Tipe bencana yang terjadi
4. Perkiraan jumlah korban
5. Risiko potensial tambahan
6. Populasi yang terpapar oleh bencana.
c) Pelaporan ke Tingkat Pusat
Penilaian awal yang dilakukan harus segera dilaporkan ke pusat
komunikasi sebelum melakukan aktivitas lain di lokasi kecelakaan.
Keterlambatan akan timbul dalam mobilisasi sumber daya ke lokasi bencana jika
tim melakukan aktivitas lanjutan sebelum melakukan pelaporan penilaian awal,
atau informasi yang dibutuhkan dapat hilang jika kemudian tim tersebut juga
terlibat dalam kecelakaan.
d) Penyebaran Informasi Pesan Siaga
Segera setelah pesan diterima, pusat komunikasi akan mengeluarkan
pesan siaga, memobilisasi sumber daya yang dibutuhkan dan menyebarkan
informasi kepada tim atau institusi dengan keahlian khusus dalam
penanggulangan bencana massal. Pesan siaga selanjutnya harus dapat
disebarkan secara cepat dengan menggunakan tata cara yang telah ditetapkan
sebelumnya (lihat bagian Pengelolaan data dan informasi penanganan krisis).
e) Identifikasi Awal Lokasi Bencana
Tugas kedua tim penilai awal adalah untuk mengidentifikasi lokasi
penanggulangan bencana. Hal ini mencakup:
✓ Daerah pusat bencana
✓ Lokasi pos komando
✓ Lokasi pos pelayanan medis lanjutan
✓ Lokasi evakuasi
✓ Lokasi VIP dan media massa

14
✓ Akses jalan ke lokasi.
Identifikasi awal lokasi-lokasi di atas akan memungkinkan masing-masing tim
bantuan untuk mencapai lokasi yang merupakan daerah kerja mereka secara
cepat dan efisien. Salah satu cara terbaik untuk proses pra-identifikasi ini adalah
dengan membuat suatu peta sederhana lokasi bencana yang mencantumkan
topografi utama daerah tersebut seperti jalan raya, batas-batas wilayah alami dan
artifisial, sumber air, sungai, bangunan, dan lain-lain.
Dengan peta ini dapat dilakukan identifikasi daerah-daerah risiko potensial,
lokalisasi korban, jalan untuk mencapai lokasi, juga untuk menetapkan
perbatasan area larangan. Dalam peta tersebut juga harus dicantumkan kompas
dan petunjuk arah mata angin.
f) Tindakan Keselamatan
Tindakan penyelamatan diterapkan untuk memberi perlindungan kepada
korban, tim penolong dan masyarakat yang terekspos dari segala risiko yang
mungkin terjadi dan dari risiko potensial yang diperki-rakan dapat terjadi
(perluasan bencana, kemacetan lalu lintas, material berbahaya, dan lain-lain).
Langkah-langkah penyelamatan yang dilakukan, antara lain:
1. Aksi langsung yang dilakukan untuk mengurangi risiko seperti dengan
memadamkan kebakaran, isolasi material berbahaya, penggunaan pakaian
pelindung, dan evakuasi masyarakat yang terpapar oleh bencana.
2. Aksi pencegahan yang mencakup penetapan area larangan berupa:
➢ Daerah pusat bencana
Terbatas hanya untuk tim penolong profesional yang dilengkapi dengan
peralatan memadai.
➢ Area sekunder
Hanya diperuntukkan bagi petugas yang ditugaskan untuk operasi
penyelamatan korban, perawatan, komando dan kontrol, komunikasi,
keamanan/keselamatan, pos komando, pos medis lanjutan, pusat evakuasi dan
tempat parkir bagi kendaraan yang dipergunakan untuk evakuasi dan keperluan
teknis.

15
➢ Area tersier
media massa diijinkan untuk berada di area ini, area juga berfungsi
sebagai “penahan” untuk mencegah masyarakat memasuki daerah berbahaya.
Luas dan bentuk area larangan ini bergantung pada jenis bencana yang terjadi
(gas beracun, material berbahaya, kebakaran, kemungkinan terjadinya ledakan),
arah angin dan topografi.
g) Tenaga Pelaksana
Langkah penyelamatan akan diterapkan oleh Tim Rescue dengan
bantuan dari Dinas Pemadam Kebakaran dan unit- unit khusus (seperti ahli
bahan peledak, ahli material berbahaya, dan lain-lain) dalam menghadapi
masalah khusus. Area larangan ditetapkan oleh Dinas Pemadam Kebakaran
dan jika diperlukan dapat dilaku-kan koordinasi dengan petugas khusus seperti
kepala bandar udara, kepala keamanan di pabrik bahan kimia, dan lain-lain.
h) Langkah Pengamanan
Langkah pengamanan diterapkan dengan tujuan untuk mencegah campur
tangan pihak luar dengan tim penolong dalam melakukan upaya penyelamatan
korban. Akses ke setiap area penyelamatan dibatasi dengan melakukan kontrol
lalu lintas dan keramaian. Langkah penyelamatan ini memengaruhi
penyelamatan dengan cara:
✓ Melindungi tim penolong dari campur tangan pihak luar.
✓ Mencegah terjadinya kemacetan dalam alur evakuasi korban dan
mobilisasi sumber daya.
✓ Melindungi masyarakat dari kemungkinan risiko terpapar oleh kecelakaan
yang terjadi.
Faktor keamanan ini dilaksanakan oleh Kepolisian, unit khusus (Angkatan
Bersenjata), petugas keamanan sipil, petugas keamanan bandar udara,
petugas keamanan Rumah Sakit, dan lain-lain.
i) Pos Komando
Pos Komando merupakan unit kontrol multisektoral yang dibentuk dengan
tujuan:

16
1) Mengoordinasikan berbagai sektor yang terlibat dalam penatalaksanaan
di lapangan.
2) Menciptakan hubungan dengan sistem pendukung dalam proses
penyediaan informasi dan mobilasi sumber daya yang diperlukan.
3) Mengawasi penatalaksanaan korban.
Semua hal di atas hanya dapat terwujud jika Pos Komando tersebut
mempunyai jaringan komunikasi radio yang baik.
Penatalaksanaan lapangan dari suatu bencana massal membutuhkan
mobilisasi dan koordinasi sektor-sektor yang biasanya tidak bekerja sama
secara rutin. Efisiensi aktivitas pra-rumah sakit ini bergantung pada tercipta-nya
koordinasi yang baik antara sektor-sektor tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan
koordinasi ini Pos komando harus dibentuk pada awal operasi pertolongan
bencana massal.
Kriteria utama bagi efektifnya Pos Komando adalah tersedianya sistem
komunikasi radio. Sistem ini dapat bervariasi antara peralatan yang sederhana
seperti radio- komunikasi di mobil polisi hingga yang kompleks pos komando
bergerak khusus, bertempat di tenda hingga yang ditempatkan dalam
bangunan permanen.
Pos Komando ditempatkan diluar daerah pusat bencana, berdekatan
dengan pos medis lanjutan dan lokasi evakuasi korban. Pos ini harus mudah
dikenali dan dijangkau, dapat mengakomodasi semua metode komunikasi baik
komunikasi radio maupun visual.
j) Tenaga Pelaksana
Tenaga pelaksana dalam Pos Komando berasal dari petugas-petugas dengan
pangkat tertinggi dari Kepolisian, Dinas Pemadam Kebakaran, petugas
kesehatan dan Angkatan Bersenjata. Tenaga inti ini dapat dibantu oleh tenaga
sukarela dari berbagai organisasi yang terlibat, dan jika diperlukan dapat dibantu
oleh tenaga khusus seperti Kepala Bandar Udara dalam kasus kecelakaan
pesawat terbang, Kepala Penjara dalam kasus kecelakaan massal di penjara.
Sudah menjadi ketentuan umum bahwa Kepala Pos Komando ini ditunjuk dari
Kepolisian. Tetapi, dengan mempertimbangkan jenis kecelakaan yang terjadi

17
jabatan ini dapat dipercayakan kepada petugas lain misalnya kepala bandar
udara pada kecelakaan pesawat terbang.
Petugas-petugas yang bekerja di Pos komando harus saling mengenal satu
dengan lainnya, menyadari peranan masing- masing, dan telah sering bertemu
dalam pertemuan reguler. Pertemuan reguler ini diadakan sebagai sarana latihan
koordinasi sumber daya yang diperlukan, juga untuk mendiskusikan tentang
perubahan sumber daya dan prosedur sesuai perkembangan waktu. Pertemuan
ini sebaiknya diadakan secara teratur sekalipun tidak perlu terlampau sering.
k) Metode
Pos Komando merupakan pusat komunikasi/koordinasi bagi
penatalaksanaan pra Rumah Sakit. Pos Komando ini secara terus menerus akan
melakukan penilaian ulang terhadap situasi yang dihadapi, identifikasi adanya
kebutuhan untuk menambah atau mengurangi sumber daya di lokasi bencana
untuk:
1) Membebastugaskan anggota tim penolong segera setelah mereka tidak
dibutuhkan di lapangan. Dengan ini, Pos Komando turut berperan dalam
mengembalikan kegiatan rutin di Rumah Sakit.
2) Secara teratur mengatur rotasi tim penolong yang bekerja di bawah
situasi yang berbahaya dengan tim pendukung.
3) Memastikan suplai peralatan dan sumber daya manusia yang adekuat.
4) Memastikan tercukupinya kebutuhan tim penolong (makanan dan
minuman).
5) Menyediakan informasi bagi tim pendukung dan petugas lainnya, serta
media massa (melalui Humas).
6) Menentukan saat untuk mengakhiri operasi lapangan.

l) Pencarian dan Penyelamatan


Kegiatan pencarian dan penyelamatan terutama dilakukan oleh Tim
Rescue (Basarnas, Basarda) dan dapat berasal dari tenaga suka rela bila
dibutuhkan. Tim ini akan:
✓ Melokalisasi korban.

18
✓ Memindahkan korban dari daerah berbahaya ke tempat
pengumpulan/penampungan jika diperlukan.
✓ Memeriksa status kesehatan korban (triase di tempat kejadian).
✓ Memberi pertolongan pertama jika diperlukan.
✓ Memindahkan korban ke pos medis lanjutan jika diperlukan.

Bergantung pada situasi yang dihadapi (gas beracun, material


berbahaya), tim ini akan menggunakan pakaian pelindung dan peralatan
khusus. Jika tim ini bekerja di bawah kondisi yang sangat berat, penggantian
anggota tim dengan tim pendukung harus lebih sering dilakukan.
Di bawah situasi tertentu dimana lokalisasi korban sulit dilakukan (seperti
korban yang terjebak dalam bangunan runtuh), pembebasan korban akan
membutuhkan waktu yang lebih lama. Jika kondisi korban memburuk, pimpinan
tim SAR melalui Pos Komando dapat meminta bantuan tenaga medis lapangan
dari tim medis untuk melakukan stabilisasi korban selama proses pembebasan
dilakukan. Tenaga medis yang melakukan prosedur ini harus sudah dilatih
khusus untuk itu, dan prosedur ini hanya boleh dilakukan pada situasi-situasi
yang sangat mendesak.
Jika daerah pusat bencana cukup luas mungkin perlu untuk membaginya
menjadi daerah-daerah yang lebih kecil dan menugaskan satu tim SAR untuk
setiap daerah tersebut. Dalam situasi seperti ini, atau jika daerah pusat bencana
tidak aman bagi korban, tim SAR dapat membuat suatu tempat penampungan
di dekat daerah pusat bencana Daerah Kerja Daerah Kerja Daerah Kerja
Daerah Pusat bencana Tempat penampungan sementara: Perawatan
dilapangan Pos pelayanan medis lanjutan, RS rujukan 50 dimana korban akan
dikumpulkan sebelum pemindahan selanjutnya.
Tempat penampungan ini diorganisasikan oleh tenaga medis gawat
darurat bersama para sukarelawan dimana akan dilakukan triase awal,
pertolongan pertama dan pemindahan korban ke pos medis lanjutan.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana yang sangat tinggi, oleh
karena itu upaya penanggulangan bencana harus intensif dilaksanakan, diantaranya
pada bidang penanganan krisis public relations pasca bencana.
Strategi dalam menghadapi krisis public relations pasca bencana merupakan
bagian tidak terpisahkan dari rencana strategis organisasi penanggulangan bencana
dan masuk kategori taktik fungsional. Dalam melaksanakan strategi krisis public
relations pasca bencana perlu dipertimbangkan beberapa hal dalam organisasi
penanggulangan bencana, diantaranya struktur, strategi, sistem, gaya kepemimpinan
dan pendekatan organisasi, staf, ketrampilan, dan budaya organisasi.
Upaya yang ditempuh dalam tahap persiapan strategi krisis public relations pasca
bencana diantaranya: melakukan aktivitas persiapan, melaksanakan briefing,
mempersiapkan statement, mempersiapkan jawaban serta melaksanakan strategi
media perantara dalam tahap implementasi dengan melaksanakan strategi komunikasi
bertingkat, mempersiapkan alternatif lokasi untuk kantor humas dan mengeluarkan
statement secara berkala.

B. Saran
➢ Strategi krisis public relations pasca bencana harus dimiliki oleh setiap
organisasi institusi penanggulangan bencana
➢ Penyusunan strategi krisis public relations pasca bencana sebaiknya disusun
secara rinci dalam bentuk prosedur tetap sehingga memudahkan dalam
implementasi di lapangan.
➢ Laksanakan simulasi secara berkala untuk meningkatkan kemampuan dan
kehandalan perseorangan dan tim dalam organisasi penanggulangan bencana
dalam mengatasi krisis public relations.
➢ Harus dilaksanakan evaluasi secara berkala untuk mencari kelemahan yang ada
dan dilaksanakan upaya perbaikan secaraberkelanjutan.

20
Daftar Pustaka
Agustine, Harvard Business Review on Crisis Management. 2000, USA: Harvard
Business School Press.
Fink, S., Crisis Management: Planning for the Inevitable. 1986, New York: Amacom.
Kasali, R., Manajemen Publik Relations. 2003, Jakarta: Pusat Studi Pengembangan
Kawasan.
Kusumastuti, F., Dasar-dasar hubungan Masyarakat, Edisi 2, 2004, Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Morissan, Manajemen Public Relation: Strategi Menjadi Humas Profesional. 2008,
Jakarta: Prenada Media Group.
Muray, A., Teach Yourself: Public relations. 2001, Great Britain: Hodder and Stoughton
Educational.
Nova, F., Crisis Public Relations: Bagaimana Public Relations Menangani Krisis
Perusahan. 2009, Jakarta: Grasindo
Pearce, J.A. and R.B. Robinson, Manajemen Strategis: Formulasi, Implementasi dan
Pengendalian. Edisi 10 ed. 2008, Jakarta: Salemba Empat. 606 Halaman.
Ruslan, R., Praktek dan Solusi Public Relations; dalam Situasi Krisis dan Pemulihan
Citra 1999, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Ruslan, R., Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi. 2006, Jakarta:
Rajawali Grafindo Persada.
Soemirat, S. and E. Ardianto, Dasar-Dasar Public Relations. 2007, Bandung: PT.
Rosdakarya

21

Anda mungkin juga menyukai