PENGERTIAN,CONTOH,BAHAYA,PENCEGAHAN,DAN SANKSI
DISUSUN OLEH :
1. ASTRIT PRATAMASARI
2. DEDE RUSLAN
3. ELSI YULIYANUR
4. GRIYA MAULANA
5. LIA AMELIA
6. MINA TUTWURI
7. SHINTA IZMI
8. SITI ANITA
9. UPIT USWATUN
10. WIDI SUKMAWATI
SMPN 1 BANGKALAN
BAB 1
a. Pendahuluan
Kata pengantar
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mengenai
Zat Psikotropika.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas mata
pelajaran IPA, makalah ini berisi arti,contoh,hukuman,pencegahan
dan penyalahgunaan zat psikotropika yang telah kami rangkum dari
beberapa referensi baik buku maupun internet.
Penyusun berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi pembacanya, semoga dengan adanya makalah ini dapat
menumbuhkan jiwa peduli akan pentinganya pengetahuan mengenai
zat psikotropika, baik untuk pribadi maupun lingkungan sekitar.
Kami ucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah membantu
kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Kami sadar, makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, karena
itu penyusun berharap agar pembaca tidak puas dan dapat
memberikan kritik dan saran yang membagun.
Demikian yang dapat kami sampaikan, mohon maaf atas segala
kekurangan.
Bangkalan, 28 November, 2021
Penyusun
DAFTAR ISI
A. BAB 1 Pendahuluan
1. Kata pengantar
2. Daftar isi
B. BAB 2 pembahasan
1. Pengertian psikotropika
2. Contoh psikotropika
3. Bahaya psikotropika
4. Penyalahgunaan psikotropika
5. Sanksi
6. Pencegahan
7. Pengertian zat adiktif
8. Contoh zat adiktif
9. Bahaya zat adiktif
11. Sanksi
12.pencegahan
C. BAB 3 penutup
1. Kesimpulan
2. Daftar pustaka
3. Kritik dan sara
BAB 2 PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN PSIKOTROPIKA
Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah : zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.
1. Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Ekstasi. Zat psikotropika golongan I terdiri dari 26 macam
2. Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalan terapi dan / atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Contoh : Amphetamine. Zat psikotropika golongan II terdiri dari 14 macam.
3. Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan / atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Contoh : Phenobarbital. . Zat psikotropika golongan III terdiri dari 9 macam.
4. Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan /
atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Contoh : Diazepam, Nitrazepam ( BK, DUM ). . Zat psikotropika golongan IV terdiri dari
60 macam.
2. CONTOH PSIKOTROPIKA
1. Psikotropika yang tidak digunakan untuk tujuan pengobatan dengan potensi ketergantungan yang
sangat kuat. Contoh : LSD,MDMA, dan mascalin.
3. Psikotropika dari kelompok hipnotik sedative, seperti Barbiturat. Efek ketergantungan sedang.
4. Psikotropika yang efek ketergantungannya ringan,seperti Diazepam,Nitrazepam.
Zat atau obat psikotropika ini dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan saraf pusat
dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan
cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek
stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya.
Pemakaian Psikotropika yang berlangsung lama tanpa pengawasan dan pembatasan pejabat kesehatan
dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk, tidak saja menyebabkan ketergantungan bahkan juga
menimbulkan berbagai macam penyakit serta kelainan fisik maupun psikis si pemakai, tidak jarang
bahkan menimbulkan kematian.
Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang pemberantasan peredaran narkotika dan psikotropika,
1988
Dewan Perserikatan Bangsa Bangsa telah mengadakan konvensi mengenai pemberantasan peredaran
psikotropika (Convention on psychotropic substances) yang diselenggarakan di Vienna dari tanggal 11
Januari sampai 21 Februari 1971, yang diikuti oleh 71 negara ditambah dengan 4 negara sebagai
peninjau.
Sebagai reaksi yang didorong oleh rasa keprihatinan yang mendalam atas meningkatnya produksi,
permintaan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan psikotropika serta kenyataan bahwa
anak-anak dan remaja digunakan sebagai pasar pemakai narkotika dan psikotropika secara gelap, serta
sebagai sasaran produksi, distribusi, dan perdagangan gelap narkotika dan psikotropika, telah
mendorong lahirnya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Gelap Narkotika dan
Psikotropika, 1988.
Konvensi tersebut secara keseluruhan berisi pokok-pokok pikiran, antara lain, sebagai berikut :
Masyarakat bangsa-bangsa dan negara-negara di dunia perlu memberikan perhatian dan prioritas utama
atas masalah pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika.
Pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika merupakan masalah semua negara yang
perlu ditangani secara bersama pula.
4. Penyalahgunaan psikotropika
Sebagai contoh psykotropika yang sedang populer dan banyak disalahgunakan pada akhir-akhir
ini adalah psykotropika golongon I, diantaranya yang dikenal dng nama Ecstasy dan
psykotropika golonga II yang dikenal dengan nama sabu-sabu.
Ecstasy merupakan pil yang mempunyai reaksi relatif cepat yaiitu sekitar 40 menit setelah
ditelan / dimakan efeknya akan terasa, yaitu pemakaianya terasa hangat, energik dan bahagia
fisik maupun mental.
Ketahanan reaksi ecstasy tergantung dari toleransi pemakaianya. Perasaan-perasaan energik dan
bahagia tersebut akan berakhir sekitar dua sampai empat jam. Sedangkan akibatnya buruknya
setelah efek tersebut berakhir akan berubah seperti keracunan, tubuh mengalami kelelahan dan
mulut terasa capai / kaku.
EFEK YANG DITIMBULKAN DENGAN MENGKONSUMSI PSIKITROPIKA
1. Efek farmakologi
Efek farmakologi dari ecstasi tidak hanya bersifat stimulant tetapi juga mempunyai
sifat halusinogenik yaitu menimbulkan khayalan-khayalan yang nikmat dan
menyenangkan. Secara rinci adalah:
a. Meningkatkan daya tahan tubuh
b. Meningkatkan kewaspadaan
c. Menimbulkan rasa nikmat dan bahagia semu
d. Menimbulkan khayalan yang menyenangkan
e. Menurunkan emosi
2. Efek Samping
Efek Samping yang berlebihan antara lain:
a. Muntah dan mual
b. Gelisah
c. Sakit kepala
d. Nafsu makan berkurang
e. Denyut jantung berkurang
f. Timbul khayalan yang menakutkan
g. Kejang-kejang
Pasal 59
(2) Jika ayat satu diatas dilakukan secara terorganisir dipidana mati atau seumur hidup atau 20
tahun dan denda 750 juta rupiah.
Pasal 62
(1) Barang siapa memiliki, menyimpan, atau membawa psikotropika dipidana penjara paling
lam 5 tahun dan denda paling banyak 100 juta rupiah.
Pasal 64
(1) Barang siapa menghalangi penderita ketergantungan untuk berobat ke panti rehabilitasi, atau
menyelenggarakan fasilitas rehabilitasi tanpa izin dipidana penjara paling lama 1 tahun dan
denda paling banyak 20 juta rupiah.
Pasal 65
(1) Barang siapa tidak melapor adanya penyalah gunaan dan kepemilikan psikotropika secara
tidak sah dipidana 1 tahun dan denda 20 juta rupiah.
Pasal 71
Pasal 72
(1) Barang siapa jika tindak pidana psikotropika dilakikan dengan menggunakan anak belum
cukup umur, ancaman pidana hukuman pokok dan ditambah sepertiganya.
6. Upaya Pencegahan
Zat adiktif dan psikotropika akan memberikan manfaat jika dipakai untuk
tujuan yang benar, misalnya untuk tujuan ilmu pengetahuan dan pelayanan kesehatan. Dalam
bidang kedokteran, misalnya satu jenis narkotika diberikan kepada pasien yang menderita rasa
sakit luar biasa karena suatu penyakit atau setelah menjalani suatu operasi. Contoh lain, satu zat
jenis psikotropika diberikan kepada pasien penderita gangguan jiwa yang sedang mengamuk
dan tak dapat ditenangkan dengan caracara lain. Jika pemakaian zat adiktif dan psikotropika
dipakai di luar tujuan yang benar, itu sudah termasuk penyalahgunaan dan harus diupayakan
pencegahannya.
Penyalahgunaan zat adiktif dan psikotropika sangat berbahaya bagi diri sendiri,
keluarga, maupun kehidupan sosial di sekitar kita.Dampak negatif pemakaian zat adiktif dan
psikotropika pada diri sendiri, yaitu rusaknya sel saraf, menimbulkan ketergantungan,
perubahan tingkah laku, dan menimbulkan penyakit (jantung, radang lambung dan hati,
merusak pankreas, dan berisiko mengidap HIV positif). Pada dosis yang tidak tepat akan
mengakibatkan kematian.
Dalam kehidupan sosial, penyalahgunaan pemakaian zat adiktif dan psikotropika, di antaranya:
sering membuat onar atau perkelahian (misalnya, perkelahian pelajar), melakukan kejahatan
(pencurian dan pemerkosaan), kecelakaan, timbulnya masalah dalam keluarga, dan
mengganggu ketertiban umum.
Kita semua harus berupaya untuk terhindar dari penyalahgunaan zat adiktif
dan psikotropika.Pencegahan penyalahgunaan zat adiktif dan psikotropika memerlukan peran
bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
a. Peran Anggota Keluarga
Setiap anggota keluarga harus saling menjaga agar jangan sampai ada anggota keluarga yang
terlibat dalam penyalahgunaan zat adiktif dan psikotropika. Kalangan remaja ternyata
merupakan kelompok terbesar yang menyalahgunakan zat-zat tersebut.Oleh karena itu, setiap
orang tua memiliki tanggung jawab membimbing anakanaknya agar menjadi manusia yang
bertaqwa kepada Tuhan. Karena ketaqwaan inilah yang akan menjadi perisai ampuh untuk
membentengi anak dari menyalahgunakan obat-obat terlarang dan pengaruh buruk yang
mungkin datang dari lingkungan di luar rumah.
c. Peran Sekolah
Sekolah perlu memberikan wawasan yang cukup kepada
para siswa tentang bahaya penyalahgunaan zat adiktif dan psikotropika bagi diri pribadi,
keluarga, dan orang lain. Selain itu, sekolah perlu mendorong setiap siswa untuk melaporkan
pada pihak sekolah jika ada pemakai atau pengedar zat adiktif dan psikotropika di lingkungan
sekolah.Sekolah perlu memberikan sanksi yang mendidik untuk setiap siswa yang terbukti
menjadi pemakai atau pengedar narkoba.
d. Peran Pemerintah
Pemerintah berperan mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika dan psikotropika
dengan cara mengeluarkan aturan hukum yang jelas dan tegas. Di samping itu, setiap
penyalahguna, pengedar, pemasok, pengimpor, pembuat, dan penyimpan narkoba perlu
diberikan sanksi atau hukuman yang membuat efek jera bagi si pelaku dan mencegah yang lain
dari kesalahan yang sama.
7.Zat adiktif
Zat adiktif adalah zat-zat yang bisa menimbulkan ketergantungan atau adiksi. Orang yang
mengalami adiksi ingin menggunakan zat tersebut secara terus menerus.
Salah satu contoh zat adiktif yang ada di dalam keseharian kita adalah kafein yang terkandung
di dalam kopi dan teh.
Orang meminum kopi biasanya akan merasa segar setelahnya. Jika tidak minum kopi,
kepalanya akan terasa pusing. Ini menunjukkan orang tersebut telah mengalami
ketergantungan.
Zat adiktif dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu narkotika, psikotropika, dan zat
psikoaktif lainnya.
Narkotika adalah obat yang digunakan untuk menurunkan kesadaran, menghilangkan rasa sakit,
namun bisa menyebabkan ketergantungan bagi penggunanya. Narkotika biasa digunakan di
dunia medis untuk menangani pasien dengan kasus tertentu.
Golongan II adalah obat yang menjadi pilihan terakhir dalam mengobati rasa sakit pasien.
Contohnya morfin. Salah satu fungsi dari morfin di bidang medis adalah untuk mengatasi sakit
luar biasa setelah operasi setelah terluka parah dan sakit akibat kanker.
Golongan III adalah narkotika yang paling rendah risiko ketergantungannya. Contoh obat ini
adalah kodein. Semua penggunaan obat-obatan narkotika harus dengan resep dan pengawasan
dokter.
2. Psikotropika
Psikotropika adalah obat-obatan yang berfungsi untuk memengaruhi mental dan perilaku
seseorang. Contoh psikotropika adalah obat tidur dan obat penenang. Obat ini sangat berbahaya
dan tidak boleh disalahgunakan.
Golongan I: potensi ketergantungan tinggi dan tidak digunakan sebagai obat. Contohnya ekstasi
Golongan II: potensi ketergantungan tinggi dan digunakan sebagai obat terbatas. Contohnya
amfetamin. Amfetamin adalah zat psikotropika yang tergolong psikotropika golongan II dan
sering disalahgunakan.
Golongan III: potensi ketergantungan sedang dan banyak digunakan sebagai obat. Contohnya
pentobarbital
Golongan IV: potensi ketergantungan rendah dan banyak digunakan sebagai obat. Contohnya
diazepam, fenobarbital, dan klorazepam.
Ini adalah bahan-bahan yang bekerja pada sistem saraf pusat dan menyebabkan ketergantungan
jika digunakan berlebihan. Beberapa contohnya adalah alkohol, nikotin, dan kafein.
Stimulan
Fungsi tubuh akan bekerja lebih tinggi dan bergairah sehingga pemakainya lebih
terjaga. Kerja organ tentu menjadi berat dan jika si pemakai tidak menggunakan
obat-obatan tersebut, badan menjadi lemah. Efek kecanduan ini menyebabkan
penggunanya harus selalu mengkonsumsi zat tersebut agar kondisi tubuh tetap
prima. Contoh stimulan yang sering disalahgunakan adalah ekstasi dan sabu-sabu.
Halusinogen
Ini adalah efek yang sering dialami oleh pemakai dimana persepsinya menjadi
berubah dan merasakan halusinasi yang berelebihan. Contoh zat yang memberikan
efek halusinogen salah satunya adalah ganja.
Depresan
Efek tenang yang dihasilkan disebabkan karena zat tersebut menekan kerja sisten
syaraf pusat. Jika digunakan secara berlebihan, penggunanya bisa tertidur terlalu
lama dan tidak sadarkan diri. Bahaya yang paling fatal adalah menyebabkan
kematian. Contoh zat yang bersifat depresan salah satunya adalah putaw.
Psikotropika tidak sama dengan Narkotika, hal tersebut sesuai dengan isi pasal 1
angka 1 UU No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika yang menyatakan bahwa
Psikotropika merupakan sebuah zat atau obat baik yang bersifat alamiah maupun
buatan yang bukan narkotika. Khasiatnya bersifat psikoaktif yang mana
menyebabkan perubahan aktivitas mental serta perilaku.
Penyalahgunaan NAPZA
Opioid, seperti morfin dan heroin yang sebenarnya adalah obat penahan
rasa sakit, namun digunakan untuk menciptakan rasa kesenangan.
11. Sanksi
Trend peningkatan penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan
zat adiktif lainnya (Napza) di Indonesia bisa dilihat dari jumlah
kasus serta jumlah tersangka yang terlibat. Kebijakan sanksi
pidana dalam penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lain (Napza), Pemerintah telah mengundangkan Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Akan tetapi
kebijakan sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika, terdapat kualifikasi
penyalahguna, pecandu, korban penyalahgunaan dan pengedar
dalam tindak pidana Napza sehingga hal tersebut dapat menjadi
celah bagi pelaku tindak pidana Napza agar dapat dijatuhi
pidana yang minimal sehingga tidak membuat jera pelakunya
untuk melakukan tindak pidana Napza lagi. Permasalahan yang
diteliti dan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
kebijakan sanksi pidana terhadap penyalahguna dan pengedar
Napza dalam peraturan perundang-undangan tentang Napza di
Indonesia dan bagaimanakah penerapan sanksi pidana terhadap
penyalahguna dan pengedar Napza dalam praktik. Metode
pendekatan yang digunakan yaitu yuridis empiris, maka data
yang dikumpulkan berasal dari data primer sebagai data utama
dan data sekunder sebagai data pendukung. Data yang
terkumpul dianalisa secara logis terutama mengenai konsistensi
jawaban dari keragaman data yang diterima. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Ketentuan sanksi pidana bagi
penyalahguna Napza diatur dalam Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika terdapat pada Pasal 116, 121,
126, 127,128,134 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika. Ketentuan sanksi pidana bagi pengedar
Napza terdapat pada Pasal 111, 112, 113, 114, 115, 117, 118,
119, 120, 122, 123, 124, 125 Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika. Ketentuan sanksi pidana dalam
Undang-Undang Narkotika, ancaman pidana bagi pengedar
Napza lebih berat daripada ancaman pidana bagi penyalahguna
Napza. Penerapan sanksi pidana bagi penyalahguna dan
pengedar Napza dalam praktik, Hakim Pengadilan Negeri Jepara
dalam menjatuhkan pidana bagi pengedar Napza dirasakan
kurang maksimal, karena pidana yang dijatuhkan rata-rata hanya
5 tahun penjara yang disebabkan karena kecilnya barang bukti.
Masih adanya putusan berbeda atau disparitas pidana terhadap
kasus narkotika di pengadilan Negeri Jepara, masih
digunakannya pidana penjara sebagai sanksi utama (primadona),
khususnya terhadap penyalahguna Napza bagi diri sendiri yang
seharusnya mendapat sanksi tindakan berupa rehabilitasi medis
dan rehabilitasi sosial, dengan menjalani pidana penjara akan
dapat berakibat lebih buruk bagi penyalahguna Napza, karena
Lapas/Rutan bukan tempat untuk mengobati penyalahguna
Napza
12. Pencegahan
Mencegah bahaya narkoba
Seluruh zat adiktif tidak boleh disalahgunakan. Semuanya
harus sesuai dengan anjuran dan resep dokter.
Menyimpan atau menggunakan bahan yang tergolong
narkotika secara bebas merupakan suatu bentuk
pelanggaran hukum yang dapat mengakibatkan pelakunya
mendapat sanksi pidana.
Beberapa cara yang bisa diterapkan untuk menghindari
narkoba yaitu dengan mengenal dan menilai diri sendiri,
meningkatkan harga diri, meningkatkan rasa percaya diri,
terampil mengatasi masalah dan keputusan, memilih
pergaulan yang baik, dan terampil menolak tawaran
narkoba.
Tuhan telah menganugerahi kita tubuh yang sempurna
pada setiap orang, sehingga sudah menjadi kewajiban kita
untuk menjaga agar tubuh tetap sehat. Sebisa mungkin
hindari narkoba dan zat terlarang lainnya. Bila Sobat SMP
mempunyai masalah, ceritakan kepada orang tua, guru,
dan teman agar tidak mencari pelarian kepada hal-hal
negatif seperti narkoba. Tak lupa juga untuk selalu
mendekatkan diri kepada Tuhan dan memohon petunjuk
dari-Nya.
BAB 3
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah : zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan
perilaku.Psikotropika memiliki manfaat dalam bidang kedokteran, namun memiliki
dampak negatif apabila disalah gunakan oleh orang tak bertanggung jawab.
Selain merusak fungsi organ, psikotropika juga mengganggu fungsi syaraf dan otak.
Untuk mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan psikotropika dibutuhkan
koordinasi antara pribadi, lingkungan keluarga, masyarakat, tempat pendidikan serta
pemerintah.