Anda di halaman 1dari 25

1

MAKALAH: PT FREEPORT DI INDONESIA

Oleh :
Stifani Vilkanora Pasau
1915042026

PROGRAM STUDI GEOGRAFI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Papua adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tengah


PulauPapua atau bagian paling timur West New Guinea (Irian Jaya).
Belahan timurnya merupakan negara Papua Nugini atau East New Guinea.
Provinsi Papua dahulu mencakup seluruh wilayah Papua bagian barat,
sehingga sering disebut sebagai Papua barat terutama oleh Organisasi
Papua Merdeka (OPM), para nasionalis yang ingin memisahkan diri dan
Indonesia dan membentuk negara sendiri. Pada masa pemerintahan
kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal sebagai Nugini
Belanda(Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch New Guinea). Setelah
berada di bawah penguasaan Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai
Provinsi Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian
diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang
tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secararesmi
hingga tahun 2002.

Nama provinsi ini diganti menjadi Papua sesuai UU No. 21 Tahun 2001
tentang Otonomi Khusus Papua. Pada tahun 2004, disertai oleh berbagai
prates, Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia;
bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya
menjadi Provinsi Irian Jaya Barat (sekarang Papua Barat). Bagian timur
inilah yang menjadi wilayah Provinsi Papua pada saat ini. Kata Papua
sendiri berasal dan Bahasa melayu yang berarti rarnbut keriting.
3

Indonesia mengalami peristiwa titik balik dalam sejarah politik


dan ekonominya pasca rezim Orde Lama tak lagi berkuasa. Orde
Baru yang menggantikan Orde Lama giat mendorong berbagai
perubahan dalam sistem ekonomi dan kultur politik Indonesia.
Pemerintah rezim Orde Baru percaya bahwa ideologi
pembangunan yang ditandai dengan masuknya korporasi modal
asing ke Indonesia merupakan satu-satunya jalan untuk
memperbaiki situasi ekonomi dalam negeri yang saat itu sedang
memburuk.

Pengadopsian ideologi pembangunan ini juga dimaksudkan oleh


Orde Baru untuk mengintegrasikan diri secara politik dengan Blok
Barat. Suharto yang tampil memimpin Orde Baru memilih jalan
yang praktis berseberangan dengan Sukarno, pemimpin Orde
Lama yang dikenal gigih melawan Barat. Ia justru mencari
dukungan Barat dan dapat berdiri di atas panggung sebagai
pemimpin terkuat Orde Baru berkat konsesinya dengan imperium
kolonial pemilik modal.

Ideologi pembangunan atau yang sering disebut dengan


developmentalism pada dasarnya percaya bahwa kesejahteraan
masyarakat akan meningkat seiring dengan peningkatan
pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh peningkatan
produktivitas. Peningkatan produktivitas ini hanya dapat dipahami
dalam sudut pandang perekonomian terbuka yang mengandalkan
peran sektor industri yang terintegrasi dengan sistem
perekonomian internasional.

Demi integrasi dengan sistem perekonomian internasional rezim


Orde Baru mempersilakan korporasi asing untuk datang dan
mengeksploitasi tanah dan kekayaan sumberdaya alam Indonesia.
Eksploitasi korporasi atas tanah dan segala kekayaan alam yang
ada di dalam bumi Indonesia mula-mula didahului oleh proses
4

akumulasi primitif yang memisahkan komunitas masyarakat adat


sebagai petani tradisional dari tanah yang menghidupi mereka
melalui perampasan dan pengingkaran hak-hak adat yang
didukung oleh rezim pemerintah Orde Baru.

Salah satu korporasi asing yang pertama kali datang ke Indonesia


adalah Freeport3 yang berbasis di Louisiana, Amerika Serikat.
Freeportadalah korporasi pertambangan asing pertama yang
beroperasi di Indonesia setelah disahkannya UU No.1 Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing.Kontrak Karya antara
Pemerintah Indonesia dengan Freeport pertama kali
ditandatangani pada 7 April 1967.4Kontrak Karya generasi
pertama itu memuat kesepakatan mengenai eksplorasi Gunung
Ertsberg oleh Freeport dimana wilayah itu secara historis
merupakan wilayah adat suku Amungme.

Warga suku Amungme yang tidak pernah diajak berdialog


mengenai rencana eksplorasi tambang tersebut menolak
keberadaan Freeport di tanah ulayat mereka dan melakukan protes
keras pada pemerintah Orde Barudan Freeport. Alasan warga suku
Amungme melakukan protes adalah pertama- tama karena
kegiatan eksplorasi dilakukan di Gunung Ertsberg5, sebuah
gunung suci bagi suku Amungme yang dipercayai sebagai tempat
bersemayamnya arwah nenek moyang mereka. Alasan kedua
adalah kegiatan eksplorasi tambang oleh Freeport menyebabkan
warga suku Amungme terusir dari tanah ulayat mereka terutama
setelah ditandatanganinya January Agreement pada 8 Januari
1974. January Agreement adalah perjanjian yang berisi
kesepakatan kerjasama antara suku Amungme dan Freeport
dimana suku Amungme harus merelakan tanahnya menjadi lahan
pertambangan dan Freeport sebagai gantinya akan memberikan
beberapa fasilitas sosial. Akibat dari penandatanganJanuary
5

Agreement ini warga suku Amungme dilarang memasuki tanah


ulayat mereka di sekitar Tembagapura.

Kehadiran Freeport sejak awal memang tidak dikehendaki oleh


warga suku Amungme. Penolakan dan perlawanan yang dilakukan
oleh warga suku Amungme kemudian berubah menjadi konflik
yang berkepanjangan antara mereka dengan Freeport yang
didukung Negara yang kehadirannya diwakili oleh pemerintah dan
militer. Berbagai peristiwa perlawanan terjadi sejak saat masuknya
Freeport pada tahun 1967. Sejak saat itu berbagai tindakan
kekerasan dilakukan oleh Negara terhadap warga suku Amungme.

Pada masa Orde Baru tindakan kekerasan oleh Negara melalui


militer kepada warga suku Amungme seringkali dilakukan dengan
alasan bahwa mereka merupakan anggota Organisasi Papua
Merdeka (OPM).6 Militer Indonesia berpendapat bahwa warga
suku Amungme yang menolak dan melawan Freeport dengan
mengadakan protes-protes sporadis adalah simpatisan maupun
anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) sehingga kehadiran
militer diperlukan untuk memberantas organisasi yang ingin
membentuk sebuah negara Papua merdeka tersebut. Stigma ini
selalu diberikan pada warga suku Amungme yang menolak
keberadaan Freeport sebab dengan stigma tersebut pihak militer
memperoleh legitimasi untuk melakukan tindakan kekerasan.

Setelah tumbangnya Orde Baru hubungan dekat yang terjalin


diantara Negara dan Freeport tidak banyak berubah. Kedekatan
hubungan ini membuat Negara selalu memihak Freeport dalam
setiap konflik yang melibatkan korporasi itu dengan pihak lain.
Jika pada masa Orde Baru Freeport berkonflik dengan warga suku
Amungme sebagai pemilik tanah ulayat di mana tambang Freeport
berada maka pada masa pasca Orde Baru Freeport berkonflik
dengan para pendulang emas tradisional dan buruhnya sendiri.
6

1.1 Perumusan Masalah

1. Sejarah hadirnya PT Freeport di Papua!

2. Pengaruh Freeport terhadap kondisi sosial budaya dan


ekonomi masyarakat Papua!
3. Peran Freeport dalam pembangunan wilayah Papua!
4. Kontrak Freeport dulu dan sekarang!
5. Dampak pertambangan Freeport terhadap kondisi
lingkungan!

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :


1) Mengetahui sejarah masuk dan berdirinya PT Freeport di
Indonesia
2) Mengetahui dampak terhadap kondisi sosial budaya
masyarakat setempat serta peran dan dampak dari adanya PT
Freeport bagi masyarakat setempat dan lingkungannya
7

1.3 Metode Penelitian

Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka.


Data yang di gunakan adalah data sekunder yang di kumpulkan
dari informasi artikel dan makalah penelitian ini disusun
berdasarkan gagasan penulis dengan dukungan oleh data sekunder
yang di jadikan dasar dalam penelitian.
8

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah berdirinya PT Freeport di Papua


Papua adalah propinsi paling luas di Indonesia dan terletak di sebelah
timur pulau Papua yang merupakan pulau terbesar kedua di dunia setelah
Greenland. Papua kemudian berganti nama menjadi Irian pada tahun 1946,
yang berarti Ikut Republik Indonesia Anti Nederland. Pada awalnya Papua
berada di bawah kekuasaan Belanda hingga dilakukannya Penentuan
Pendapat Rakyat (PEPERA) pada tahun 1969 lalu Papua diakui secara
internasional sebagai bagian dari negara Indonesia.
Pada tahun 2003 wilayah Papua dibagi menjadi dua propinsi oleh pemerintah
yaitu bagian timur dengan nama Propinsi Papua dan bagian barat dengan
nama Propinsi Irian Jaya Barat yang kembali berganti nama Papua Barat
setahun kemudian. Selain hutan tropis, kayu dan keindahan alamnya termasuk
ragam flora dan fauna tropis di sana, Papua dikenal memiliki sejumlah
kekayaan alam berupa batu gamping, lempung dan sumber daya mineral yang
nilainya sangat tinggi berupa minyak bumi di Sorong dan tembaga serta emas
di Pegunungan Grasberg bagian tengah.

Kekayaan alam mineral Papua yang sangat berharga membuat banyak pihak
asing berusaha untuk turut menangguk keuntungan dari hal tersebut. Salah
satunya adalah PT. Freeport yang merupakan perusahaan pertambangan asal
Amerika yang telah melakukan penambangan pada kekayaan alam di Papua
sejak puluhan tahun lalu. Sejarah Freeport di Indonesia dimulai dari
penemuan sumber daya alam berupa tambang emas dan tembaga oleh orang
asing. Tambang emas dan tembaga Papua ditemukan melalui penjelajah
orang asing di Papua, yaitu Jean Jacques Dozy seorang kepala ahli geologi
minyak dan bumi di Nedrlandsche Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij
(NNGPM). Dozy kemudian menemukan bagian dari pegunungan yang
dinamai Erstberg yang mengandung bijih dalam jumlah sangat besar sehingga
tidak ada batuan lain disana kecuali berupa bijih.

Dua kilometer dari situ, Dozy dan kawan – kawannya menemukan Gerstberg
yang digambarkan sebagai tempat penyimpanan emas terbesar di dunia.
Contoh batuan yang dibawa Dozy kemudian dianalisa dan dibuat laporannya
yang diterbitkan pada Jurnal Geologi Leiden pada 1939. Laporan ekspedisi
9

Dozy dan teman – temannya kemudian tertimbun karena terjadi perang dunia
II. Kemudian laporan tersebut didapatkan oleh perusahaan tambang asal
Amerika, yaitu Freeport Sulphur. Pada tahun 1959 terjadi pertemuan antara
Forbes Wilson, direktur eksplorasi Freeport Sulphur Company dan Jan Van
Gruisen, Managing Director Oost Maatchappij yang memberikan informasi
mengenai laporan Dozy tersebut.

Oost Matschappij yaitu perusahaan Belanda yang menambang batu bara di


Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara. Pertemuan tersebut menghasilkan
ekspedisi Freeport ke Ertsberg. Penjelajahan yang dipimpin oleh Wilson
tersebut menghasilkan penemuan berupa perkiraan cadangan 33 juta ton bijih
besi dan 2,5 persen kandungan tembaga. Namun untuk mendapatkan
keuntungan dari hal tersebut, Freeport masih membutuhkan izin dari
pemerintah Indonesia dan kepastian akan investasi mereka. Sayangnya pada
periode yang sama, Indonesia sedang mengalami kekacauan politik di banyak
wilayah, mulai dari terjadinya perang untuk perebutan wilayah Papua Barat
sampai peristiwa G 30 S PKI pada tahun 1965. Saat itu presiden Soekarno
juga sangat menentang penanaman modal asing di Indonesia, dan
menganggap bahwa kaum kapitalis Barat adalah agen – agen penjajahan gaya
baru. Banyak organisasi yang terbentuk pada saat ini, ketahui juga mengenai
sejarah PKI, sejarah gerindo, dan sejarah berdirinya APEC.

Gonjang ganjing politik di Indonesia mengakibatkan presiden Soekarno


diturunkan dari jabatannya pada tahun 1965. Kekuasaan sebagai pemimpin
negara berpindah secara berangsur kepada Jenderal Soeharto, seorang
Jenderal dari Angkatan Darat melalui Surat Perintah Sebelas Maret 1966.
Pergantian pemimpin negara inilah yang memuluskan jalan untuk Sejarah
Berdirinya Freeport memasuki tanah Papua, sebab Soeharto bukanlah
pemimpin negara yang anti kepada modal asing. Saat itu Soeharto yang
merupakan Ketua Presidium Kabinet memprakarsai UU no. 1 tahun 1967
mengenai penanaman modal asing.

Setelah pertanggung jawaban presiden Soekarno ditolak oleh MPRS,


Soeharto kemudian ditunjuk menjadi pejabat presiden. Salah satu langkah
pertama yang dilakukannya yang berdampak besar kepada ekonomi
negara adalah pemberian kontrak karya pada 7 April 1967 kepada Freeport
selama 30 tahun, terhitung sejak masa operasional Freeport pada 1973. Pada
tahun 1991 atau tiga tahun setelah mulainya eksploitasi Grasberg,
PT.Freeport Indonesia kembali menjalin kontrak karya II dengan pemerintah
yang berlaku selama 30 tahun pada 2021 dan adanya kemungkinan
10

perpanjangan selama 2 x 10 tahun hingga 2041. Ketahuilah juga beberapa


partai yang berdiri di Indonesia, antara lain sejarah parindra Partai Indonesia
Raya, sejarah PNI Partai Nasional Indonesia dan sejarah Indische Partij.

Freeport bergabung dengan McMoran pada tahun 1980, yaitu perusahaan


eksplorasi minyak dan gas sehingga berganti nama menjadi Freeport
McMoran dan membawahi Freeport Indonesia sebagai anak perusahaan.
James Robert Moffett yang ditunjuk menjadi pimpinan Freeport McMoran,
memerintahkan peningkatan eksplorasi pada seluruh jajaran Freeport
Indonesia untuk menggantikan cadangan Erstberg yang diperkirakan akan
habis pada 1987. Sampai tahun 1989 bijih – bijih dari Ertsberg dialirkan ke
kapal – kapal pengangkut melalui pipa sepanjang 115 km. Erstberg
menghasilkan 32 juta ton bijih sebelum habis.

Eksplorasi tersebut menemukan bahwa Grasberg berbeda dengan puncak –


puncak gunung yang mengelilinginya. Grasberg yang memiliki ketinggian
lebih rendah dibandingkan puncak lain, seharusnya memungkinkan
tumbuhnya pepohonan besar, namun pada kenyataannya yang dapat tumbuh
di atas permukaan tanah hanya semacam rumput kasar. Kondisi vegetasi yang
berupa anomali inilah yang dicari oleh para geolog Freeport. Kemudian
ditemukan bahwa penyebabnya adalah tanah yang bersifat asam yang
merupakan hasil proses alam terhadap adanya mineral – mineral yang
mengandung tembaga dan emas.

Setelah itu mulai dilakukan pengeboran di Grasberg pada lima titik yang
berawal dari bagian puncak gunung. Hasil pengeboran empat lubang pertama
menunjukkan adanya kadar emas dan tembaga, namun tidak ada kandungan
endapan emas. Pengeboran ke lima adalah yang menunjukkan hasil paling
signifikan. Hasil tersebut berupa pengeboran 591 meter lapisan bijih yang
mengandung 1,69 persen kadar tembaga dan kadar emas sejumlah 1,77 gram
per tonnya. Eksploitasi Grasberg kemudian dimulai pada tahun 1988. Tercatat
bahwa pada 1995 cadangan Grasberg mencapai 40,3 miliar pon tembaga dan
juga sejumlah 52,1 juta ons troy cadangan emas, yang berarti bahwa
eksploitasi Grasberg membuat cadangan Freeport meningkat sebanyak dua
kali lipat.

Cadangan emas dan tembaga di area penambangan terbuka Grasberg akan


habis pada 2017. Maka Freeport beralih melanjutkan eksplorasi pada tambang
bawah tanah. Ketiga tambang bawah tanah Freeport yaitu Deep Ore Zone
11

(DOZ) sejak 2010 berupa bijih tembaga, emas dan perak sebanyak 60-80 ribu
ton bijih perhari, Big Gossan yang produksinya tidak banyak dan selektif, dan
Deep Mill Level Zone (DMLZ) yang dibuka pada September 2015. Pada
awalnya Freeport hanya memiliki konsesi untuk menambang seluas 10 ribu
hektar wilayah saja, namun penemuan cadangan emas yang tidak jauh dari
Erstberg membuat diterbitkannya kontrak baru yang memungkinkan Freeport
memperluas area penambangan hingga 2,5 juta hektar pada 1989. Hal ini
menjadikan Freeport Indonesia dan Papua sebagai salah satu tambang emas
terbesar di dunia dengan produksi mencapai 1,44 juta ons pada 2011.

2.2 Pengaruh Freeport terhadap kondisi sosial budaya dan ekonomi


masyarakat Papua

Pada buku laporan setebal 50 halaman berukuran besar dan dicetak


dengan desain yang cukup menarik terdapat uraian program yang telah
dilaksanakan lengkap dengan dokumentasi gambar-gambar kegiatan terkait
sekaligus kesaksian orang-orang yang ikut terlibat didalamnya. Pada kata
sambutannya, Adrianto Machribie, presiden Direktur & CEO PT Freeport
Indonesia menyampaikan bahwa dengan berkarya guna mencapai
pembangunan berkelanjutan dalam kegiatan dan program usaha, PT Freeport
Indonesia ikut menjamin lingkungan hidup dan masyarakat yang sehat di
wilayah kerja PT Freeport Indonesia yang menjadi sangat penting bagi
keberhasilan PT Freeport

Indonesia di masa mendatang. Dibagi ke dalam tiga bab yang meliputi


Manfaat Ekonomi, Perubahan dan Pengembangan Sosial dan Pengelolaan
Lingkungan. Pada bab manfaat ekonomi, PT Freeport mengaku telah
membayarkan sejumlah uang untuk pajak, royalty biaya dan pembayaran lain
pada tahun 2005 sebesar 1,2 miliar dolar AS dan jumlah manfaat langsung
dan tidak langsung sebesar 7 miliar dolar AS. Jika dikalkulasikan pembayaran
selama 1992-2005 PT Freeport telah menyumbangi untuk pajak dan lain-lain
senilai 3,9 miliar dolar AS. Sementara untuk efek berganda kontribusi PT
Freeport Indonesia adalah sebesar 40 miliar dollar. Di bidang perubahan dan
pengembangan sosial sebagai bentuk CSR FT Freeport Indonesia, ada
beberapa kegiatan yang dilakukan , antara lain:

1. Komitmen Sosial dan Budaya Menyediakan peluang di bidang


pengembangan sosial, pendidikan dan ekonomi, termasuk berbagai
upaya khusus untuk melatih dan mempekerjakan warga setempat di
wilayah perusahaan. Mendukung penyelenggaraan Festival Seni
12

Budaya, bahasa dan ekonomi terhadap masyarakat Amungme maupun


Kamoro.

2. Membina hubungan saling menguntungkan menjalin dialog


berkesinambungan dengan para tokoh setempat yang menghasilkan
kesepakatan-kesepakatan penting bersama masyarakat Amungme dan
Komoro. Membentuk dana-dana perwalian bagi masyarakat Amungne
dan Komoro dan dana kemitraan bagi pengembangan masyarakat yang
telah menerima sekitar 194 juta dolar AS dari kegiatan operasi
perusahaan sejak 1996 untuk investasi dalam proyek-proyek
pengembangan masyarakat yang ditentukan oleh sebuah dewan yang
terdiri dari segenap elemen masyarakat yang berkepentingan.

3. Komitmen dan Prakarsa Hak Asasi Manusia (HAM) Tahun 2005 PT


Freeport memiliki posisi baru yaitu Pejabat Senior Kepatuhan HAM
dan menugaskan seorang tokoh Papua, Jansen Joku untuk mengisi
jabatan tersebut. Selama 2005, telah diselenggarakan pelatihan tentang
Kebijakan Sosial, Ketenagakerjaan dan HAM bagi 1000 karyawan,
selain perluasan
pendidikan yang tengah berlangsung di tahun 2006

4. Audit Kinerja Sosial dan HAM Komitmen perusahaan terhadap


peningkatan karyawan putra daerah Papua, baik dari segi jumlah
maupun kedudukan pemegang wewenang, serta penghargaan dan
perlindungan terhadap hak asasi karyawan berikut tanggungannya dan
masyarakat di sekitar PT Freeport Indonesia. Freeport-
McMoran Copper & Gold Inc. dan PT Freeport Indonesia
telah merujuk
International Center for Corporate Accountability (ICCA) untuk
melakukan
audit komprehensif terhadap efektifitas kebijakan PT Freeport dan
mengukur
13

sejauhmana tingkat kepatuhan PT Freeport Indonesia terhadap


kepatuhan kebijakan tersebut.

5. Dana kemitraan Freeport bagi pengembangan warga Papua


Sejak tahun 1996, PT Freeport Indonesia dan mitra usaha patungannya
telah menyisihkan sebagian dari pendapatannya untuk memberi
manfaat bagi masyarakat setempat melalui Dana Kemitraan Freeport
bagi pengembangan masyarakat. Dana tersebut dikelola dan dibagikan
oleh sebuah organisasi bernama Lembaga Pembangunan Masyarakat
Amungme dan Kamoro tersebut adalah sebesar 42 juta dolar AS untuk
kegiatan seperti operasionalisasi rumah sakit dan klinik kesehatan,
program kemitraan dengan Pemda untuk pencegahan
dan perawatan malaria, TBC dan HIV/AIDS, beasiswa, dan kegiatan
kebudayaan.

6. Pelatihan, Pendidikan dan Pengembangan warga Papua


Berkonsentrasi pada penambahan jumlah karyawan yang berasal dari
Papua yang semakin meningkat dari tahun ke tahun melalui
diadakannya pelatihan, pendidikan berkelanjutan dan pengembangan
melalui yayasan Nemangkawi
yang menjadi lembaga penggerak kegiatan-kegiatan tersebut.
Pengembangan Wirausaha Data survey ekonomi di Kabupaten Mimika
yang menjadi daerah tempat PT Freeport Indonesi beroperasi,
menunjukkan bahwa 500 dari 650 usaha kecil dan menengah memiliki
kaitan langsung dengan kegiatan PT Freeport Indonesia

7. Program Rekognisi Hak Ulayat terdapat dua program besar yaitu,


program rekognisi desa Kamoro yang berpusat pada pengembangan
ekonomi dan menciptakan lapangan kerja,penyuluhan kesehatan dan
jangkauan sarana kesehatan, penyuluhan gizi, pendidikan lanjut untuk
siswa pasca sekolah menengah, pengembangan lembaga-lembaga desa
dan sosial, serta pelestarian budaya Kamoro. Dan juga program
pernbangunan tiga desa, yaitu program serupa bagi tiga desa Amungme
yang terletak di daerah dataran tinggi. Titik berat dari program tersebut
adalah prasarana yang mencakup pembangunan jembatan, jalan,
tanggul penahan, perumahan, layanan air bersih dan kotor, serta
pembangkit listrik tenaga air.
14

8. Menjadikan etika bisnis sebagai prioritas


Freeport-McMoran Copper & Gold Inc., PTFI dan Atlantik Cooper,
S.A. telah mengeluarkan kebijakan Etika dan perilaku Bisnis yang
mewajibkan seluruh karyawan untuk mengikuti standar-standar etika
yang yang ditetapkan oleh perusahaan dan sejalan dengan hukum yang
berlaku, termasuk US Foreign.

2.3 Peran PT Freeport dalam pembangunan wilayah Papua


Manfaat kehadiran PT Freeport Indonesia bagi Pemerintah Indonesia
sudah cukup terang benderang. Sejak 1992, kontribusi langsung kepada
negara sudah mencapai US$ 19,5 miliar. Kontribusi langsung itu berupa
pajak, royalti, dividen, dan pembayaran lainnya. Kontribusi tidak langsung
sejak 1992 lebih besar lagi, yakni mencapai US$ 41,9 miliar. Kontribusi tidak
langsung, antara lain, gaji karyawan, pembelian dalam negeri, pengembangan
masyarakat, pembangunan daerah, dan investasi dalam negeri. Pada tahun
2018, dana untuk community development atau pengembangan masyarakat
sebesar US$ 100 juta. Sebesar US$ 60 juta disalurkan lewat Lembaga
Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK), sedang
US$ 40 juta disalurkan langsung oleh PT FI.

Setiap tahun, dana pengembangan masyarakat yang disalurkan PT FI lebih


dari 1% dari penjualan bersih. Dana community developmenttahun 2018 yang
mencapai US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun tersebut hampir 2% dari
penjualan bersih tahun itu sebesar US$ 6 miliar. Dana pengembangan
masyarakat dimanfaatkan untuk pembangunan kesehatan, pendidikan, dan
ekonomi masyarakat. Kontribusi PT FI terhadap PDRB Mimika 94% dan
terhadap PDRB Papua sebesar 48%. Data ini menunjukkan besarnya peran
PT FI terhadap masyarakat setempat. Tanpa kehadiran PT FI, Kabupaten
Mimika kemungkinan besar belum ada. Saat ini saja, jika Freeport tak lagi
beroperasi, Timika akan menjadi kota mati. Pada tahun 1971, penduduk di
Mimika masih kurang dari 1.000. Saat ini, penduduk kabupaten baru ini
sudah di atas 250.000.
Freeport sudah memberikan banyak dana untuk kegiatan pembangunan
masyarakat. Selain pembangunan kesehatan, pendidikan, dan ekonomi
masyarakat, PT FI juga membangun berbagai jenis infrastruktur. Mulai dari
infrastruktur dasar seperti air bersih hingga infrastruktur
transportasi.Perusahaan ini juga ikut membiayai stadion olah raga megah di
Sentani guna melengkapi fasilitas Papua sebagai tuan rumah PON tahun ini.
15

2.4 Kontrak Freeport dulu dan sekarang

Perjalanan panjang RI untuk jadi mengembalikanh Freeport ke pangkuan


ibu pertiwi usai sudah. Setelah 51 tahun hanya menjadi penonton, kini
Indonesia jadi penguasa saham mayoritas di tambang emas terbesar yang ada
di bumi Papua. Bisnis PT Freeport Indonesia punya sejarah panjang di
Indonesia, bermula dari penilitian seorang geolog Belanda, Jean Jacques
Dozy. Dalam laporannya Dozy menulis terdapat gunung tembaga di Papua,
dan laporannya ini dilirik oleh geolog Freeport.
Freeport kemudian mengirim geolognya ke Papua untuk mengecek gunung
tersebut dan menemukan Erstberg. Freeport kemudian mencoba mendekati
Presiden Sukarno agar bisa membuka tambang di Erstberg. Namun ditolak
oleh Presiden RI pertama yang saat itu menolak keras konsep kapitalisasi
barat.

Tahun 1967 Sukarno digantikan Presiden Soeharto, di sini Freeport mulai


bergerak lagi dan pintu investasi dibuka lebar-lebar oleh presiden yang
dikenal dengan julukan Bapak Pembangunan itu. Sejak 1967 sampai 2018
atau sepanjang 51 tahun lamanya, perjalanan bisnis Freeport bisa disebut
penuh polemik. Berbagai isu dihembuskan, terutama isu nasionalisme,
mengingat selama puluhan tahun tambang penuh potensi mineral ini dinilai
lebih banyak memberi manfaat ke Amerika ketimbang Indonesia.

Kembali ke 1967, Presiden Soeharto tanpa ragu meneken kontrak untuk


Freeport beroperasi selama 30 tahun. Artinya, kontrak semestinya berakhir
pada 1997. Tetapi, setelah tambang Erstberg, Freeport menemukan Grasberg
yang ternyata berpotensi menjadi tambang emas terbesar di dunia. Freeport
McMoran, kemudian kembali mendekati Presiden Soeharto dan meminta agar
disepakati kontrak karya kedua antara RI dan Freeport.
Di sini pemerintah terkecoh, semestinya ditunggu sampai 1997 tapi Freeport
melobi agar diberi kontrak baru pada 1991. Kontrak pun kembali diteken.

Dalam kontrak kedua ini sebenarnya sudah dimasukkan ketentuan divestasi,


yakni Freeport secara perlahan harus melepas sahamnya ke pemerintah
Indonesia hingga akhirnya mencapai 51% dan berakhir pada 2011.
Tapi ada ketentuan yang agak menjebak dalam KK tersebut, di mana disebut
jika ada peraturan perundangan baru yang mengatur berbeda maka yang
diikuti adalah aturan yang berlaku di Indonesia. Tahun 1994, dilalah Presiden
Soeharto menerbitkan PP 20 Tahun 1994 yang menyatakan perusahaan asing
16

bisa memiliki saham hingga 100%. Di sini, ketentuan divestasi langsung


gugur. Divestasi seakan dilupakan sampai akhirnya Susilo Bambang
Yudhoyono menerbitkan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara Nomor 4
Tahun 2009 yang menekankan wajibnya divestasi dan perubahan rezim
perusahaan tambang dari kontrak menjadi izin usaha pertambangan khusus.
Sayang, sampai akhir periode upaya renegosiasi dan divestasi tak kunjung
rampung.

Masuk 2014, upaya divestasi kembali digalakkan oleh Presiden Joko Widodo.
Selama 3,5 tahun, tim yang dibentuk presiden aktif negosiasi ke Freeport
McMoran untuk mengakuisisi 51% saham PT Freeport Indonesia.
Akhirnya, perjuangan separuh abad ini mulai berbuah. Mulai 12 Juli lalu
pintu kembalinya RI berkuasa di Freeport terbuka saat PT Inalum (Persero),
mewakili RI, meneken Head of Agreement dengan Freeport McMoran,
perjanjian awal untuk menguasai kendali Freeport ke pangkuan Indonesia.

"Ini sebuah lompatan. Kita harapkan nanti kita akan mendapatkan income
yang lebih besar baik dari pajak, royaltinya, dan dividen retribusinya,"
Lewat kesepakatan ini, Jokowi berharap nilai tambah komoditas tambang
yang dihasilkan Freeport bisa dinikmati seluas-luasnya oleh kepentingan
nasional.

2.5 Dampak Pertambangan Freeport bagi kondisi lingkungan

PT. Freeport Indonesia merupakan anak perusahaan Freeport-McMoran


Copper & Gold Inc dan beroperasi di Indonesia berdasarkan Kontrak Karya
yang ditandatangani pada tahun 1967. Beroperasinya PT. Freeport di
Indonesia menunjukksn bahwa Pemerintah telah memberikan wewenang
secara legal bagi PT. Freeport untuk melakukan pertambangan dengan telah
memenuhi persyaratan beroperasinya perusahaan berdasarkan Undang-
Undang yang berlaku di Indonesia.
Kasus pencemaran lingkungan oleh PT. Freeport telah bergulir sejak tahun
2000 dimana telah terjadi pendangkalan sungai serta tanah longsor yang
memakan korban jiwa disekitar tambang. Kemudian tahun 2006 LSM
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) merilis laporan tentang dampak
pertambangan PT. Freeport berdasarkan sejumlah laporan pemantauan oleh
pemerintah dan perusahaan yang tidak dipublikasikan untuk umum. Laporan
17

tersebut memaparkan dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan oleh


PT. Freeport di udara, air, kerusakan lingkungan, serta menyalahi ketentuan
Amdal diluar wilayah yang telah diatur.
PT. Freeport telah mencemari lingkungan akibat limbah sisa pertambangan,
air sungai, pengendapan sedimen, kandungan limbah logam dan berbahaya,
serta penggunaan hutan lindung berdasarkan data yang dirilis oleh LSM
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) serta Program Kinerja Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Perusahaan tersebut membuang tailing dengan kategori
limbah B3 (Bahan Beracun Berbahaya) melalui Sungai Ajkwa. Limbah ini
telah mencapai pesisir laut Arafura. Tailing yang dibuang PT. Freeport ke
Sungai Ajkwa melampaui baku mutu total suspend solid (TSS) yang
diperbolehkan menurut hukum Indonesia. Limbah tailing PT. Freeport juga
telah mencemari perairan di muara Sungai Ajkwa dan mengontaminasi
sejumlah besar jenis mahluk hidup serta mengancam perairan dengan air
asam tambang berjumlah besar.

Dari hasil audit lingkungan yang dilakukan oleh Parametrix terungkap bahwa
tailing yang dibuang PT. Freeport merupakan bahan yang mampu
menghasilkan cairan asam berbahaya bagi kehidupan akuatik. Pencemaran air
yang dilakukan oleh PT Freport telah melanggar Undang-undang nomor 7
tahun 2004 tentang sumber daya air Pasal 4 “Sumber daya air mempunyai
fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi yang diselenggarakan dan
diwujudkan secara selaras.” Pasal 5 “Negara menjamin hak setiap orang
untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna
memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif.” Bahkan sejumlah
spesies akuatik sensitif di sungai Ajkwa telah punah akibat tailing PT.
Freeport.

Menurut perhitungan Greenomics Indonesia, biaya yang dibutuhkan untuk


memulihkan lingkungan yang rusak adalah Rp 67 trilyun. PT. Freeport
mengklaim, sepanjang 1992-2005 Pemerintah Pusat mendapatkan keuntungan
langsung US$ 3,8 miliar atau kurang lebih Rp 36 trilyun. Namun, juga
dihitung dari perkiraan biaya lingkungan yang harus dikeluarkan, Indonesia
dirugikan sekitar Rp 31 trilyun. Beberapa media dan lembaga swadaya
masyarakat (LSM) mengungkapkan bahwa aktivitas pertambangan PT.
Freeport telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang kian parah.
Pencemaran dan kerusakan lingkungan oleh PT. Freeport telah bergulir
sebelum tahun 2000. Tetapi, hasil pencemaran tersebut baru dirilis oleh Walhi
pada tahun 2006. Pencemaran masih berlangsung diperkuat oleh temuan tim
18

audit BPK tahun 2013 serta hasil evaluasi program pengelolaan lingkungan
oleh Kementerian Lingkungan tahun 2015- 2016. Sanksi administratif yang
telah diberikan Pemerintah Indonesia kepada PT. Freeport ternyata belum
memberikan efek jera karena pencemaran masih terus berlansung bahkan
menjadi ancaman bagi keamanan manusia di Mimika.
Keamanan manusia melihat kerusakan lingkungan merupakan ancaman bagi
kehidupan manusia yang seharusnya tinggal dengan aman serta hidup dengan
baik. Kebijakan pemerintah dalam menangani lingkungan harus mendapat
perhatian lebih dan tindakan serius dari negara karena berkaitan dengan hajat
hidup masyarakat serta peran negara dalam menjamin hak-hak hidup yang
mendasar bagi warga negaranya.

Keberadaan PT. Freeport untuk melakukan pertambangan memiliki resiko


yang tinggi dan dampak meluas yang seharusnya telah diketahui. Kilang
pemrosesan berada pada ketinggian 3.000 m, curah hujan tahunan di daerah
tersebut 4.000-5.000 mm, sedangkan kaki bukit menerima curah hujan
tahunan lebih tinggi yaitu 12.100 mm dan suhu berkisar 18-30 derajat
Celcius. Dengan kondisi alam seperti ini, kawasan di bawah areal
pertambangan PT. Freeport mempunyai tingkat kerawanan tinggi terhadap
bencana tanah longsor. Bencana tanah longsor di wilayah pertambangan PT.
Freeport sering kali terjadi, yaitu 9 Oktober 2003 di bagian selatan area
tambang terbuka Grasberg menewaskan 13 orang karyawan, 5 Mei 2008 di
camp 35 mil 72 Tembaga pura yang menimbun 20 pendulang emas
tradisional, 13 Desember 2009 di Bukit Astonel mil 72 dengan 1 orang
meninggal dan 5 orang luka-luka, 14 Mei 2013 di Area Quality Management
Service Mil 74 dimana 40 karyawan yang sedang mengikuti pelatihan
terjebak reruntuhan sebanyak 28 orang tewas, serta 1 Desember 2013 di Area
Ground Mil 74 menyebabkan 1 orang tewas dan 1 orang luka-luka (Wu,
2010).

Kegiatan pertambangan juga mempengaruhi lingkungan hidup karena PT.


Freeport telah menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat
pembuangan limbah operasional penambangan (tailing) di sungai, hutan,
estuari dan telah mencapai kawasan laut. PT. Freeport Indonesia juga
merupakan perusahaan yang belum memiliki izin penggunaan kawasan hutan
terutama diwilayah kawasan hutan lindung. Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 mengamanatkan bahwa aktivitas penambangan tidak dibolehkan
di kawasan hutan lindung.
19

Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Pemerintah Indonesia


melakukan perubahan Undang-Undang Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun
2009 yang jelas menyatakan akan menindak tegas setiap aktor baik individu,
kelompok, maupun korporasi yang jelas melakukan pencemaran lingkungan
melebihi baku mutu yang ditentukan (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Pasal 69). Pada tahun 2012 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
membentuk tim yang bertugas mengevaluasi kontrak pertambangan skala
besar yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2012 tentang
Tim Evaluasi untuk Penyesuaian Kontrak Karya dan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara. Tetapi, hasil tim evaluasi ini tidak
disampaikan kepada publik hingga berakhirnya masa jabatan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono selesai.

Pencemaran oleh PT. Freeport menjadi krisis lingkungan hidup di Mimika


merupakan konsekuensi atas pembangunan dan kemajuan industri
pertambangan secara besar-besaran. Krisis lingkungan hidup utamanya adalah
pencemaran polusi udara dan polusi air yang bukan hanya berdampak pada
kerusakan dan kerugian secara ekologis melainkan juga berdampak pada
terganggunya aspek-aspek dalam keamanan manusia, khsususnya dalam
keamanan lingkungan, ekonomi, pangan, kesehatan, dan pribadi.

Kebijakan Indonesia dalam menangani kasus pencemaran lingkungan


berimplikasi terhadap keamanan manusia karena masalah pencemaran oleh
PT. Freeport tahun 2004- 2017 belum juga selesai. Akibatnya menurut
konsep human security pencemaran mengancam aspek-aspek kehidupan
manusia dimana terjadi pencemaran terhadap keamanan lingkungan seperti
rusaknya ekosistem alami, menurunnya mata pencaharian dan pemasukan
dalam mencari ikan akibat pencemaran disungai dari segi keamanan ekonomi,
pasokan air dan udara bersih serta makanan yang terkontaminasi kadar logam
yang mengancam keamanan pangan, kehidupan masyarakat disekitar tambang
yang belum direhabilitasi dari pencemaran lingkungan dari segi keamanan
kesehatan, serta keamanan pribadi untuk mendapatkan hidup bersih dan layak
serta keamanan karena adanya potensi ancaman militer di sekitar wilayah
pertambangan.
20

Teori elit menambahkan bahwa selama ini negara terlalu memikirkan


pembangunan dan pemasukan bagi keuangan nasional. Negara memberikan
izin investasi usaha asing melalui perusahaan multinasional salah satunya PT.
Freeport Indonesia dengan tujuan membangun ekonomi di Mimika Papua.
Padahal yang terjadi dilapangan sangat berbeda. Keuntungan tambang PT.
Freeport bernilai $232 juta pada tahun 2005 sedangkan masyarakat hidup
dalam kemiskinan dan mengalami dampak pencemaran (Metal Bulletin
2006). Pembayaran pajak PT. Freeport 87% disetorkan kepada pemerintah
nasional dan hanya 13% bagi provinsi Papua serta pemerintah lokal. Selain
itu, hanya 20% dari tenaga kerja ditambang PT. Freeport berasal dari Papua
(PTFI 2005a). Artinya Pemerintah dan PT. Freeport telah gagal dalam
menyediakan porsi lapangan kerja yang lebih besar bagi penduduk setempat.
Padahal kegiatan operasional PT. Freeport telah beroperasi selama hampir 40
tahun dengan dampak pencemaran lingkungan dan merugikan kehidupan
masyarakat Papua.

Menurut konsep Human Security dampak kerusakan lingkungan yang terjadi


dinilai oleh para ahli rentan terhadap konflik akibat kesenjangan serta hak-hak
yang tidak diperoleh masyarakat. Di negara-negara berkembang kerusakan
lingkungan akan menyebabkan efek sosial yang pada akhirnya dapat
menimbulkan beberapa tipe konflik, seperti persengketaan, benturan antara
kelompok adat, pertentangan penduduk sipil dan kerusuhan. Dalam kasus
pencemaran dan kerusakan lingkungan oleh PT. Freeport kebijakan yang
diambil selama ini antara Pemerintah Indonesia dan PT. Freeport tanpa
keterlibatan masyarakat juga telah menimbulkan masalah baru. Akibat
kesenjangan kelas, kerusakan lingkungan, bantuan militer untuk penjagaan
wilayah pertambangan telah memunculkan banyak tuntutan dari komunitas
dan orang-orang pribumi asli. Terjadinya berbagai konflik di Papua
merupakan salah satu bentuk perlawanan. Tidak hanya secara individu saja
melainkan juga secara kelompok baik dari kalangan aktivis, praktisi, tokoh-
tokoh masyarakat adat maupun lembaga adat.
Perlawanan dilakukan karena perasaan kecewa terhadap kebijakan
Pemerintah Indonesia yang tidak mampu memproteksi rakyatnya. Dikotomi
struktural di tingkat pemerintahan antara kelas atas dan kelas bawah secara
faktual telah memperkokoh hegemoni elit penguasa terhadap rakyatnya.
Peristiwa konflik pernah terjadi pada tahun 1999/2000 dimana adanya
penembakan di areal pertambangan oleh orang tidak di kenal, tahun
2000/2011 Timika kembali memanas dengan konflik antara masyarakat
Papua dan pihak militer Indonesia yang memprotes dengan keras keberadaan
PT. Freeport dan menuntut kemerdekaan bagi Papua Merdeka
21

Tahun 2005 Abepura Berdarah dimana situasi Kota Jayapura memanas ketika
masa memblokade jalan dan menuntut pemerintah Indonesia untuk menutup
PT. Freeport, serta tahun 2006, Kota Jayapura memanas karena mahasiswa
papua melakukan aksi ricuh yang melibatkan 4 anggota militer meninggal
dan lainnya luka-luka serta aksi penculikan terjadi di seluruh kota Jayapura.
Tuntunnya sama yaitu Pemerintah Indonesia bertanggung jawab atas
ketidakadilan dan ketidaksejateraan Bangsa Papua selama PT. Freeport
mengeksploitasi sumber daya alam serta mencemari wilayah Papua.

Teori elit juga menyatakan paradigma yang di bangun pemerintah adalah


sistem pembangunan yang menekankan pada sektor pertumbuhan ekonomi
yang di topang oleh investasi modal asing secara besar-besaran. kegiatan
ekonomi yang menjadi prioritas adalah kegiatan industrialisasi menengah dan
besar. Industri yang di kembangkan tidak berbasis atau bertumbuh pada
sektor pertambangan saja tetapi juga sektor pembangunan ekonomi
masyarakat, namun lagi-lagi akses dan aset sumber daya alam Papua
hanyalah dimiliki oleh kaum kapitalis sebagai pengusaha dan penguasa. Studi
terkini dari Project On Environment Population And Security (EPS)
menyimpulkan bahwa kelangkaan sumber daya lingkungan meningkatkan
tuntutan masyarakat terhadap negara sementara secara terus-menerus
menurunkan kemampuan negara untuk memenuhi tuntutan tersebut
(Pettiford, 2009).

Kekurangan sumber daya bisa melemahkan atau menguatkan posisi atau


potensi kekuatan negara. Masalah lingkungan tidak akan secara langsung
menyebabkan timbulnya kekerasan tetapi setelah melewati periode yang lebih
panjang kedua hal tersebut sangat mungkin berinteraksi dengan tekanan-
tekanan lingkungan hidup dan demografi serta menambah ketegangan. Selain
itu, eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam tidak hanya
mengancam ekosistem tetapi juga telah menghasilkan pengangguran dan
kesulitan ekonomi.
Peneliti EPS menyimpulkan bahwa kelangkaan sumber daya lingkungan
hidup dapat berinteraksi dengan faktor-faktor seperti tadi untuk kemudian
menyebabkan efek- efek sosial yang signifikan seperti kelangkaan sumber
daya, lingkungan bisa memperburuk perpecahan sosial, menciptakan
segmentasi sosial baru, atau juga meningkatkan konflik antar kelas maupun
etnik. Selain itu, implikasinya bisa berpengaruh bagi hubungan antar negara.
Kelangkaan sumber daya alam dapat menghasilkan perselisihan kewilayahan,
kepemilikan, dan kontrol atas sumber daya. Kemiskinan akan menambah
22

tekanan untuk bermigrasi lalu menyebabkan tegangan etnis terutama ketika


sumber daya alam telah berkurang atau langka. Dikebanyakan tempat di
dunia berkembang dimana masyarakat sipil memiliki demokrasi yang lemah
dan rentan dengan kondisi-kondisi lingkungan hidup yang kian memburuk
semakin lama bisa menghancurkan legitimasi pemerintah dan lembaga-
lembaga sosial.

Jika ketersediaan kesempatan politik yang memungkinkan masyarakat untuk


mengubah situasi mereka makin sedikit maka kekerasan politik lebih banyak
kemungkinannya. Konflik tidak harus langsung berbentuk kekerasan fisik
tetapi dapat berarti perbedaan-perbedaan sudut pandang yang masing-masing
berkomitmen untuk menyelesaikan suatu perbedaan menurut caranya sendiri.
Lalu muncullah konflik mendasar dalam berbagai kelompok masyarakat
manusia antara masyarakat industri yang cenderung menghancurkan
lingkungan atau mendukung paradigma pertumbuhan dan mereka yang
menentang cara mengatur masyarakat dengan pembatasan pertumbuhan
(Pettiford, 2009).

Pemerintah Indonesia selaku pemegang kekuasaan tertinggi kehilangan


kedaulatan di bidang lingkungan karena tidak mampu menekan PT. Freeport.
Bahkan Pemerintah juga telah melakukan kekerasan terhadap masyarakat
Papua akibat pencemaran yang tidak ditangani karena mereka tidak
memperoleh hak hidup dilingkungan yang bersih dan sehat. Pemerintah juga
tidak menyediakan informasi yang transparan bagi hasil audit lingkungan PT.
Freeport. Hal ini menimbulkan kecurigaan dan kerancuan informasi
dimasyarakat. Akibatnya, ruang publik tertutup untuk membahas dan
menuntut masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Negara seharusnya dapat menekan PT. Freeport karena negara merupakan
otoritas tertinggi didalam negara. Ditambah lagi, PT. Freeport merupakan
perusahaan asing yang berpotensi mengancam keamanan manusia melalui
kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan. Ketidaktegasan
pemerintah dalam menegakan hukum lingkungan menunjukkan Indonesia
sebagai negara berkembang atau negara dunia ketiga masih berada dibawah
bayang-bayang negara maju atau home country darimana PT. Freeport berasal
yaitu Amerika Serikat.

Dampak-dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan yang menyebabkan


krisis lingkungan hidup meluas ke dalam beragam sektor vital bagi kebutuhan
manusia, seperti pangan, kesehatan, dan ekonomi. Dampak-dampak yang
ditimbulkan bukan hanya terjadi dalam jangka pendek, melainkan juga jangka
23

panjang khususnya apabila pemerintah Indonesia tidak segera melakukan


usaha untuk mengatasi krisis tersebut. Terlebih, dampak dari krisis
lingkungan juga telah berpotensi memicu konflik. Dampak-dampak yang
ditimbulkan bisa jadi akan semakin memburuk di kemudian hari sehingga
pemerintah Indonesia perlu mengambil tindakan dengan cepat dan tepat.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penelitian ini menemukan bahwa kebijakan Indonesia yang belum
mengutamakan lingkungan dalam menangani kasus pencemaran
menyebabkan krisis lingkungan hidup yang berbanding lurus dengan
ancaman terhadap keamanan manusia di Mimika Papua. Melalui dampak-
dampak yang ditimbulkan oleh krisis tersebut, ditemukan bahwa terdapat
aspek-aspek keamanan manusia yang ikut terganggu, yaitu keamanan
lingkungan, ekonomi, pangan, kesehatan, dan pribadi. Menurunnya kualitas
lingkungan membuat kebutuhan masyarakat Mimika Papua untuk hidup
dalam lingkungan yang baik dan terbebas dari bahaya kerusakan lingkungan
tidak dapat terpenuhi. Biaya yang besar untuk menanggulangi krisis,
menurunnya produktivitas mata pencaharian, dan sektor ekonomi lainnya
akibat polusi menyebabkan terancamnya keamanan ekonomi. Polusi udara,
air, dan tanah yang menjadi konsumsi harian masyarakat mengancam
keamanan kesehatan karena mengandung logam berat yang berdampak pada
timbulnya beragam penyakit seperti gangguan pernapasan, pencernaan, dan
kematian prematur. Menurunnya kualitas lahan berdampak pada
berkurangnya lahan pertanian produktif dan terkontaminasinya bahan pangan
oleh timbal dan jenis bahan berbahaya lainnya sehingga kebutuhan keamanan
pangan lambat laun akan ikut terancam. Krisis lingkungan hidup dapat
memicu ketegangan sosial yang berdampak pada terganggunya keamanan
pribadi. Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh krisis lingkungan hidup
24

tersebut sekaligus merupakan ancaman-ancaman terhadap keamanan manusia


yang harus dihadapi oleh masyarakat Mimika setiap harinya.
Keamanan manusia di Mimika terjadi karena negara masih mengutamakan
ekonomi dan pembangunan negara dengan pertimbangan bahwa PT. Freeport
memberikan pemasukan terbesar terhadap APBN. Hal ini tercermin dalam
empat kebijakan strategis masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan
Joko Widodo. Pemerintah juga belum optimal dalam melaksanakan
penegakan hukum terhadap kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan
yang telah berlangsung kurang lebih selama 40 tahun. Pemberian sanksi
administratif tidak memberikan efek jera bagi pelaku usaha khususnya PT.
Freeport.

DAFTAR PUSTAKA

Asrudin. (2009). Refleksi Teori Hubungan Internasional (Tradisional ke


Kontemporer). Yogyakarta: Graha Ilmu.

Attfield, R. (2010). Etika Lingkungan Global. Bantul: Kreasi Wacana.


Badan Pemeriksa Keuangan. 2017. Pelaksanaan Kontrak Karya PT. Freeport
dan Sikap
Pemerintah Indonesia. Dipresentasikan tanggal 27 April 2017 Pada Seminar
Nasional di Jakarta.

Ballard. (2001). WWF. Retrieved April 11, 2017, from Freeport mine:
http://wwf.panda.org/what_we_do/where_we_work/new_guinea_forests/prob
le
ms_forests_new_guinea/mining_new_guinea/papua_freeport_mine/
Pettiford, J. S. (2009). Hubungan Internasional Perspektif dan Tema.
Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Purwanto, w. h. (2010). papua 100 tahun kedepan. Jakarta Timur: Cipta


Mandiri Bangsa.

Rahmadi, P. D. (2013). Hukum Lingkungan di Indonesia. Jakarta: Rajawali


Pers
25

Syahayani, Z. (2015). Update Indonesia: Tinjauan Bulanan Ekonomi, Hukum,


Keamanan,

Politik dan Sosial. Nasib Sumber Daya Mineral Kita: Kasus Freeport , 2-6.
Transnational Environmental Crime - a common crime in need of better
enforcement.
(2012, Januari). Retrieved Juli 9, 2017, from United Nations Environment
55

Anda mungkin juga menyukai