Disusun Oleh:
KELOMPOK 4
Bateman & Crant (1993) mendefinisikan sikap proaktif ini adalah kondisi
dimana seseorang yang memiliki serta mengenali peluang bisa
mempergunakan peluang ini. Artinya tanpa seseorang ini dipaksa, ia mampu
menciptakan perubahan. Menurut Robbins (2001) proaktif ini didefinisikan
sebagai sebuah sikap individu aktif yang memiliki inisiatif dalam melakukan
perbaikan dengan cara perubahan terhadap keadaan yang ada serta
menciptakan sebuah inisiatif baru ketika sikap individu lain cenderung pasif
dalam menghadapi berbagai situasi yang ada. Sedangkan menurut Covey ,
sikap proaktif ini didefinisikan sebagai sebuah individu itu tidak hanya dapat
bersikap mengambil inisiatif namun juga harus mampu bertanggung jawab
atas perilakunya tersebut dan bisa mengendalikan dirinya sendiri, berfikir
sebelum bertindak, serta harus membuat pilihan dengan mendahulukan
prinsip atau values bukan hanya berdasarkan suasana hati, kondisi, dan
keadaan di sekitar.
إنَّ ْال َعبْد َل َي َت َكلَّ ُم:َُو َعنْ أَبي ه َُري َْر َة أَ َّن ُه َسم َِع ال َّنبيَّ ﷺ َيقُول
ِ ِبال َكلِم ِة َما َي َتبيَّنُ في َها َي ِز ُّل ب َها إِ َلى ال َّن
ار أب َْعدَ ِممَّا بي َْن
ٌ
)أخرجه البخاري.ِمتفق عليه ْ
.ِوالمغ ِرب الم ْش ِر ِق
Artinya: Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah SAW
bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba (umat muslim) berbicara dengan
kata yang tidak dipikir dahulu (baik atau buruk). Sehingga dengan satu kata
tersebut, ia terjerumus ke dalam neraka yang dalamnya lebih jauh dari pada
jarak antara timur dan barat”. (HR. Bukhari, Muslim).
Maksud dalam hadits dan dalil Al-Quran di atas adalah mengingatkan
kepada umat muslim dan muslimah untuk selalu berpikir proaktif yaitu dalam
berbicara dan bertindak harus hati-hati dalam memilih kata dan kalimat yang
baik, karena semua hal yang kita lakukan berupa baik atau buruk akan diminta
pertanggung jawaban selama hidup di dunia.
Lantas bagaimana dengan ajaran islam itu sendiri dalam menyikapi isu serupa
seperti yang sudah saya singgung diatas selain menjadi proaktif dari kaidah
islam sendiri sudah mengajarkan berbagai problem solving yang relevan
untuk tiap-tiap masalah melalui tuntunan ayat al-qur’an, hadist hingga sunnah
nabi muhammad SAW. salah satu kasus yang sedang melekat adalah isu
terkait toleransi umat beragama atau isu sara dalam islam sendiri dikenalkan
konsep Tasamuh seperti yang terkandung di dalam Q.s al-Hasyr [59]: 9 yang
menceritakan saat Rasulullah mempersaudarakan kaum ansar dan mujahidin.
Dari konteks surah ini lantang menjelaskan bahwasanya antara yang beriman
dan tidak beriman dapat menjalin sebuah hubungan persaudaraan antar
keduanya. Tentunya beda zaman beda pula tantangannya di era sekarang
masalah toleransi kian kompleks sehingga kita sebagai seorang musim
proaktif kendatinya harus aware dan sadar isu sara kendatinya sangat mudah
untuk tersebar atau viral hingga berujung konflik kendati begitu kita sebagai
seorang muslim untuk dapat bijak dalam menyikapi dan merespon setiap isu
dan kasus yang berkembang adapun kaidah yang perlu diperhatikan berupa
adanya toleransi bukan berarti meleburkan dua unsur yang jelas-jelas berbeda
namun dengan menghargai perbedaan tujuannya untuk menghindari
miskomunikasi atau salah kaprah terkait makna toleransi tentunya tidak lupa
sebagai seorang muslim untuk terus mengembangkan diri, selalu introspeksi
dan memperbaiki diri agar terus lebih baik lagi dan bergerak maju dan
memiliki visioner yang mampu membawa kebaikan dan perubahan yang lebih
baik lagi di masa yang akan datang sesuai dengan kaidah dan ajaran islam.
(muftisany 2015)
References
Abdurakhman, Hasanudin. 2016. “Meninggalkan Ajaran Reaktif.” Qureta.
https://www.qureta.com/post/meninggalkan-ajaran-reaktif.
https://www.qureta.com/post/islam-proaktif.
https://www.republika.co.id/berita/nwo10f14/prof-kh-didin-hafidhuddin-
konflik-antaragama-perlu-penyelesaian-segera.