Anda di halaman 1dari 9

KESALAHAN BERBAHASA TATARAN SINTAKSIS

KELOMPOK 2

Anggota :

1. Ade Yulia Maulida


2. Ayu Lestari Saragih
3. Dewi Ramadhani
4. Dinda Anjely
5. Elvina Ariski Putri
6. Siti Rahmi Fitri Dihitia
1. KESALAHAN BERBAHASA TATARAN SINTAKSIS

Sintaksis adalah bagian atau cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk
wacana, kalimat, klausa dan frase. Kesalahan sintaksis adalah kesalahan atau
penyimpangan struktur frase, klausa, atau kalimat. Analisis kesalahan dalam bidang
sintaksis ini menyangkut kesalahan dalam bidang frasa dan kesalahan dalam bidang
kalimat.

1) Kesalahan dalam Bidang Frase

Kesalahan berbahasa yang biasa terjadi dalam bidang frasa sering dijumpai dalam
bahasa lisan maupun tertulis, kesalahan ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain
sebagai berikut:

a. Adanya pengaruh bahasa daerah


Penggunaan bahasa daerah yang cukup dominan di negara kita menyebabkan
terjadinya kesalahan berbahasa khususnya dalam tataran sintaksis.
Contoh :
(1) Salak ini terasa kalek.
(2) Kayaknya danau itu terlihat sangat dalam.
Bentuk Baku
(1a) Salak itu terasa kelat.
(2a) Sepertinya danau itu terlihat sangat dalam.

b. Penggunaan preposisi yang tidak tepat


Penggunaan preposisi yang tidak tepat sering kali terjadi pada frase preposisional
yang menyatakan tempat, waktu dan tujuan.
Contoh :
(1) Ibu memberi dukungan ke kakak yang akan merantau untuk bekerja.
(2) Letakkan gelas itu ke atas meja.
Bentuk Baku
(1b) Ibu memberi dukungan kepada kakak yang akan merantau untuk bekerja.
(2b) Letakkan gelas itu di atas meja.
c. Susunan yang tidak tepat
Susunan kata yang tidak tepat bisa terjadi karena adanya pengaruh bahasa asing.
Perhatikan kalimat berikut ini.
Contoh :
(1) Ini pulpen sudah kamu beli?
(2) Kamu sudah buka jendela itu?
Bentuk Baku
(1c) Kamu sudah beli pulpen ini?
(2c) Sudah kamu buka jendela itu?

d. Penggunaan unsur yang berlebihan atau mubazir


Penggunaan unsur yang berlebihan atau mubazir sering dijumpai pada pemakaian
kata-kata yang mengandung makna yang sama (sinonim).
Contoh :
(1) Kamu bisa dapat meraih medali emas.
(2) Dampak akibat banjir dapat merusak lingkungan sekitar.
Bentuk Baku:
(1d) Kamu bisa meraih mendali emas.
Kamu dapat meraih mendali emas.
(2d) Dampak banjir dapat merusak lingkungan sekitar.
Akibat banjir dapat merusak lingkungan sekitar.

e. Penggunaan bentuk superlatif yang berlebihan yang berlebihan.


Bentuk superlative adalah bentuk yang mengandung arti “paling” dalam suatu
perbandingan. Bentuk itu dapat dihasilkan dengan suatu adjektiva amat, sangat,
sekali, atau paling. Apabila terdapat ada dua adverbial digunakan sekaligus dalam
menjelaskan adjektiva pada sebuah kalimat terjadilah bentuk superlative.
Contoh :
(1) Anak itu sangat cantik sekali.
(2) Pisau ini amat sangat tajam.
Bentuk Baku :
(1e) Anak itu sangat cantik.
Anak itu cantik sekali.
(2e) Pisau ini amat tajam.
Pisau ini sangat tajam.

f. Penjamakan ganda
Penjamakan ganda sering terlihat dan muncul dalam penggunaan bahasa sehari-hari
dan terkadang terjadi kesalahan pemakaian dalam penggunaan penjamakan ganda.
Contoh :
(1) Para ibu-ibu sedang melakukan arisan.
(2) Buah mangga pak Ahmad sangat besar-besar.
Bentuk Baku:
(1f) Para ibu sedang melakukan arisan.
Ibu-ibu sedang melakukan arisan.
(2f) Buah mangga pak ahmad sangat besar.
Buah mangga pak ahmad besar-besar.

g. Penggunaan bentuk resiprokal yang salah


Bentuk resiprokal adalah bentuk bahasa yang memiliki arti berbalasan, biasanya
dengan menggunakan kata saling atau ulang berimbuhan.
Contoh :
(1) Kita harus saling tolong-menolong dalam kegiatan ini.
(2) Semua saling bersalam-salaman di hari raya idul fitri.
Bentuk Baku :
(1) kita tolong-menolong dalam kegiatan ini.
(2) Semua saling bersalaman di hari raya idul fitri.

2) Kesalahan bidang Kalimat 

Kesalahan yang biasa terjadi dalam bidang sintaksis, khususnya dari segi kalimat
antara lain sebagai berikut:

a. Kalimat tidak bersubjek

Seringkali kita menemukan kalimat rancu yakni kalimat yang memiliki


predikat verba aktif transitif dan didepannya subjek terdapat preposisi.
Contoh :

(1) Acara webinar itu diajarkan cara menulis buku ilmiah.

(2) Di laboratorium sastra akan mengadakan seminar proposal.

Perbaikan untuk kedua kalimat di atas dapat di lakukan dengan dua cara yakni
merubah predikat menjadi kalimat pasif jika kita tetap ingin mempertahankan
preposisi yang mendahului subjek dan yang kedua menghilangkan preposisi jika kita
ingin predikat kalimat itu tetap aktif. Perbaikan untuk kedua kalimat di atas adalah :

Bentuk Baku :

(1) Acara webinar itu mengajarkan cara menulis buku ilmiah.

(2) Di Laboratorium sastra akan diadakan seminar proposal.

b. Kalimat tidak berpredikat


Kalimat yang tidak memiliki predikat disebabkan oleh adanya keterangan
subjek yang beruntun atau terlalu panjang yakni keterangan diberi keterangan lagi dan
menyebabkan penulis lupa bahwa kalimatnya belum lengkap.
Contoh :
(1) Budi yang membacakan peraturan kuliah yang telah disepakati bersama.
(2) Dia yang menulis cerita pendek yang sudah dimuat dalam koran serambi itu.
Kalimat di atas adalah kalimat yang tidak memiliki predikat. Hal tersebut
terjadi karena adanya kata yang pada kalimat tersebut yang harus dihilangkan agar
kalimat itu bisa menjadi kalimat yang memiliki subjek dan predikat.
Bentuk Baku :
(1) Budi membacakan peraturan kuliah yang telah disepakati bersama.
(2) Dia menulis cerita pendek yang sudah dimuat dalam koran serambi itu

c. Kalimat tidak bersubjek dan tidak berpredikat (kalimat buntung)


Kalimat yang tidak bersubjek dan berpredikat ini sering kali kita temui dalam
kehidupan sehari-hari.
Contoh :
(1) Roni menyukai buah semangka. Sedangkan Dila menyukai buah durian.
(2) Dina ingin mengikuti les matematika. Dan juga les fisika.
Kedua kalimat di atas salah karena tidak memiliki subjek dan tidak
berpredikat. Dalam kaidah bahasa Indonesia kalimat tunggal tidak boleh diawali oleh
kata-kata karena, apabila, sehingga, agar, walaupun, seperti, kalau, jika,sedangkan,
dan konjungsi yang lain.
Bentuk Baku :
(1) Roni menyukai buah semangka, sedangkan Dila menyukai buah durian.
(2) Dina ingin mengikuti les matematika dan juga les fisika.

d. Penggandaan subjek
Penggandaan subjek menjadikan kalimat tidak jelas yang mendapat tekanan.
Contoh :
(1) Buah itu kami sudah memakannya tadi sore.
(2) Boneka itu kami akan membelinya di pasar.
.
Kedua kalimat itu salah atau tidak baku karena memiliki dua subjek. Perbaikannya
adalah dengan cara diubah menjadi kalimat pasif bentuk diri dan bisa di ubah menjadi
kalimat yang normatif dan salah satu diantara kedua subjek itu dijadikan keterangan.:
Bentuk Baku :
(1) Buah itu sudah kami makan tadi sore.
(2) Boneka itu akan kami beli di pasar.

e. Antara predikat dan objek yang tersisipi


Contoh :
(1) Ibu menceritakan tentang kejadian di rumah tadi pagi.
(2) Lala terlalu sangat sibuk dengan pekerjaan rumahnya.
Kalimat aktif transitif yaitu kalimat yang memiliki objek dan verba transitif tidak
perlu diikuti oleh preposisi sebagai pengantar objek seperti atas, tentang atau akan.
Bentuk Baku :
(1) Ibu menceritakan kejadian di rumah tadi pagi
(2) Lala sangat sibuk dengan pekerjaan rumahnya
f. Kalimat yang tidak logis
Kalimat tidak logis adalah kalimat yang tidak masuk akal. Hal ini disebabkan oleh
pembicara atau penulis yang kurang berhati-hati dalam memilih kata.
Contoh :
(1) Saya mengajar mata kuliah jurnalistik online di kampus.
(2) Hadirin dimohon berdiri
Kalimat pertama dikatakan tidak logis karena yang diajar mata kuliah, bukan
mahasiswa. Sedangkan kalimat kedua juga tidak logis, karena kalimat ini tidak
disebutkan subjek, yang memohon, atau pemohonnya.
Bentuk baku :
(1) Saya mengajarkan mata kuliah jurnalistik online di kampus.
(2) Hadirin dimohon berdiri oleh panitia.

g. Kalimat ambiguitas
Ambiguitas adalah kegandaan arti kalimat sehingga meragukan atau tidak
dipahami orang lain. Hal ini disebabkan oleh intonasi yang tidak tepat, struktur
kalimat yang tidak tepat, dan sebagainya.
Contoh :
(1) Mobil pegawai baru sedang diperbaiki di bengkel.
(2) Sumbangan ke dua sekolah itu telah dikirimkan.
Pada kalimat pertama masih tidak jelas, apakah mobilnya yang baru atau
pegawainya yang baru. Sedangkan kalimat kedua juga menimbulkan keambiguitasan,
apakah itu merupakan sumbangan yang ke dua kalinya, sumbangan yang diberikan
kepada dua sekolah atau sumbangan dari kedua sekolah yang berbeda.
Bentuk Baku :
(1) Mobil-pegawai yang baru sedang diperbaiki di bengkel, jika mobilnya yang baru.
 Mobil pegawai baru itu sedang diperbaiki di bengkel, “ jika pegawainya yang
baru”.
(2) Sumbangan yang kedua kalinya itu telah dikirimkan, jika sumbangannya yang
kedua kali.
 Sumbangan untuk dua sekolah itu telah dikirimkan, “ jika sumbangan tersebut
untuk dua sekolah”.
 Sumbangan kedua-sekolah itu telah dikirimkan, “ jika dua sekolah yang
menyumbang''.

h. Penghilangan konjungsi
Seringkali kita menemukan kesalahan pada penghilangan konjungsi dari sebuah
anak kalimat sehingga menjadikan kalimat itu menjadi kalimat yang tidak efektif.
Penghilangan konjungsi apabila, jika, setelah, sebelum, dan lain- lain sebagai
penanada anak kalimat sering dihilangkan.Hal ini disebabkan pengaruh bahasa
Inggris.
Contoh :
(1) Kondisinya lemah, dia tidak menjawab pertanyaan penyidik.
Kalimat ini merupakan kalimat penghilangan konjungsi. Penghilangan
konjungsi justru menjadikan kalimat tersebut tidak efektif (tidak baku). Pada kalimat
di atas konjungsi karena tidak digunakan pada awal kalimat. Seharusnya konjungsi
karena diletakkan diawal kalimat, sehingga kalimatnya menjadi lebih efektif.
Bentuk baku :
(1) Karena Kondisinya lemah, dia tidak menjawab pernyataan penyidik.

i. Penggunaan konjungsi yang berlebihan


Penggunaan konjungsi yang berlebihan sering disalah gunakan oleh pemakai
bahasa. Hal inilah yang menyebabkan kesalahan.
Contoh :
(1) Karena Einstein yang terkenal tidak akan dapat memberi jawaban ilmiah atas
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam buku ini karena telah meninggal
dunia.
(2) Tetapi kita belum mengenalnya karena belum diperbanyak dan diperjualbelikan.
Bentuk Baku :
(1) Einstein yang terkenal tidak akan dapat memberi jawaban ilmiah atas pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan dalam buku ini karena telah meninggal dunia.
(2) Kita belum mengenalnya karena belum diperbanyak dan diperjualbelikan.
j. Urutan yang tidak paralel
Dalam sebuah kalimat yang terdapat beberapa unsur yang dirinci, maka rincian
itu harus diusahakan pararel. Misal, pada unsur pertama berupa adjektiva maka unsur
berikutnya haruslah adjektiva juga. Namun, hal ini sering tidak diketahui oleh
pemakai bahasa.
Contoh :
(1) Pengumuman itu telah kami baca dan telah mengerti maksudnya.
(2) Semakin berumur sebaiknya manusia itu semakin bermoral, mawas diri dan
tanggung jawab.
Bentuk Baku :
(1) Pengumuman itu telah kami baca dan telah paham maksudnya.
(2) Semakin berumur seharusnya manusia itu semakin bermoral, mawas diri dan
tangggung jawab.

k. Penggunaan istilah asing


Adanya istilah asing yang masuk ke dalam bahasa Indonesia membuat timbulnya
kesalahan dalam pembicaraan sehari-hari.
Contoh :
(1) Pak Ahmad membuka usaha "laundry" dekat rumahnya tahun ini, “whereas”
sebelumnya dia ingin membuka usaha makanan.
(2) "Surely" semua data yang di kumpulkan telah saya "copy paste" ke komputer
perusahaan.

Bentuk Baku :

(1) Pak Ahmad membuka usaha "penatu" dekat rumahnya tahun ini, “sedangkan”
sebelumnya dia ingin membuka usaha makanan.
(2) "Pastinya" semua data yang di kumpulkan telah saya "salin-rekat" ke komputer
perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai