Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

KALIMAT EFEKTIF, EJAAN, TANDA BACA dan SELUK BELUK KEBAHASAAN

DOSEN PENGAMPU: Moh. Alwi Ashari, M.Pd

Kelompok 3

1. Fitri Rohmawati (200102052)

2. Haeron Nasvi (200102053)

3. Hairun Nisa (200102054)

4. Husnus Sifa (200102055)

5. Huswatun Adawiah (200102056)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HAMZANWADI

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah
tepat pada waktunya yang membahas tentang “Kalimat Efektif, Ejaan, Tanda Baca, dan Seluk
Beluk Kebahasaan dalam Tulisan ”. Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas dari
dosen pada mata kuliah Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas Hamzanwadi.

Makalah ini berisikan informasi tentang “Kalimat Efektif, Ejaan, Tanda Baca, dan Seluk
Beluk Kebahasaan dalam Tulisan” atau yang lebih khususnya membahas pengertian kalimat
efektif, syarat kaliamat efektif, ciri-ciri kalimat efektif, pengertian ejaan, tujuan ejaan, fungsi
ejaan, sejarah ejaan, contoh ejaan, pengertian tanda baca, fungsi tanda baca, jenis tanda baca,
contoh tanda baca, seluk beluk bahasa sebelum merdeka dan setelah merdeka. Diharapkan
Makalah ini dapat memberikan informasi dan menambah wawasan kita semua.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Dengan demikian, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita.

Selong, 18 November 2020

ii
DAFTAR ISI

Cover…………………………………………...…...………………………………….. i

Kata Pengantar……………………………………....…………………………………. ii

Daftar Isi……………………………………………………………………………...... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………... 1

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………...... 2

1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………………….... 2

1.4 Manfaat Penulisan………………………………………………………..... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kalimat Efektif..............……………………………………….......... ........... 3

2.2 Ejaan.....................……………………………………..………………….... 6

2.3 Tanda Baca....................................................................................….………. 10

2.4 Seluk Beluk Kebahasaan.......................................………………………..... 20

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………..……... 22

3.2 Saran………………………………………………………………….…...... 22

Daftar Pustaka………………………………………………………..……………........ 23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi yang dipakai oleh masyarakat. Dalam bahasa terdapat
ide, gagasan pikiran, dan perasaan yang mewakili diri seseorang. Setiap gagasan pikiran atau
konsep yang dimiliki seseorang pada prakteknya harus dituangkan kedalam bentuk kalimat.
Kalau gagasan yang disampaikan sudah tepat, pendengar atau pembaca dapat memahami pikiran
tersebut dengan mudah, jelas, dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau
pembicaranya. Selain itu, ejaan dan tanda baca sangat perlu juga dalam sebuah kalimat efektif,
hal ini tidak dapat terlepas dari sebuah kalimat, agar kita sebagai pembaca atau pendengar tidak
salah dalam mengartikan maksud suatu kalimat tersebut. Tanpa adanya ejaan dan tanda baca
dalam sebuah kalimat efektif maka pembaca atau pendengar tidak akan bisa mengerti dan
memahami tulisan ataupun suatu percakapan, Indonesia juga memiliki sejarah tentang seluk
beluk kebahasaan, dimana sejarah ini memberitahukan kita tentang perkembangan kebahasaan
yang ada di Indonesia, mulai dari sebelum Indonesia merdeka sampai Indonesia merdeka.

Dalam karangan ilmiah sering kita jumpai kalimat-kalimat yang tidak memenuhi syarat
sebagai bahasa ilmiah. Hal ini mungkin disebabkan oleh kalimat-kalimat yang dituliskan kabur,
kacau, tidak logis, atau bertele-tele. Dengan adanya kenyataan itu, pembaca sukar mengerti
maksud kalimat yang kita sampaikan karena kalimat tersebut tidak efektif. Berdasarkan
kenyataan inilah kami menyajikan makalah ini supaya dapat memahami lagi tentang kalimat
efektif, ejaan, tanda baca dan seluk beluk kebahasaan.

1
1.2 Rumusan Masalah

1) Pengertian Kalimat Efektif

2) Syarat Kalimat Efektif

3) Ciri-ciri Kalimat Efektif

4) Pengertian Ejaan

5) Tujuan Ejaan

6) Fungsi Ejaan

7) Sejarah Ejaan

8) Contoh Ejaan

9) Pengertian Tanda Baca

10) Fungsi Tanda Baca

11) Jenis Tanda Baca

12) Contoh Tanda Baca

13) Seluk Beluk Bahasa Sebelum Merdeka dan Sesudah Merdeka

1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini ditulis dengan tujuan agar kita lebih memahami apa itu kalimat efektif,
ejaan, tanda baca, dan seluk beluk kebahasaan dalam tulisan secara menyeluruh dan lebih detail
lagi, agar tidak terjadi kesalahan dalam menulis atau membuat suatu karya tulis.

1.4 Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan mampu memberikan informasi dan wawasan tentang kalimat
efektif, ejaan, tanda baca, dan seluk beluk kebahasaan agar kita bisa membuat suatu karya dan
tidak mengalami kesalahan.

2
BAB II

ISI

2.1 Kalimat Efektif

A. Pengertian

Kalimat efektif adalah kalimat yang disusun berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku,
seperti unsur-unsur penting yang harus dimiliki setiap kalimat (diksi) yang tepat dalam kalimat.
Kalimat yang memenuhi kaidah-kaidah tersebut jelas akan mudah dipahami oleh pembaca atau
pendengar.

Menurut para ahli

 Menurut Badudu (1989:36)

Berpendapat bahwa sebuah kalimat dapat efektif apabila mencapai sasaran dengan baik
sebagaialat komunikasi.

 Menurut Parera (1984:42)

Mendefinisikan bahwa kalimat efektif adalah bentuk kalimat yang secara sadar,
disengaja, dan disusun untuk mencapai intonasi yang tepat dan baik seperti yang ada dalam
pikiran pembaca atau penulis.

 Menurut Putrayasa (2007:66)

Kalimat efektif adalah kalimat yang mampu menyampaikan informasi secara sempurna
karena memenuhi syarat-syarat pembentuk kalimat efektif tersebut.

B. Syarat Kalimat Efektif

Pada dasarnya, ada empat syarat utama sebuah kalimat dapat dikatakan efektif atau tidak.

1. Sesuai EYD

Sebuah kalimat efektif haruslah menggunakan ejaan maupun tanda baca yang tepat. Kata
baku pun mesti menjadi perhatian agar tidak sampai kata yang kamu tulis ternyata tidak tepat
ejaannya.

2. Sistematis

Sebuah kalimat paling sederhana adalah yang memiliki susunan subjek dan predikat,
kemudian ditambahkan dengan objek, pelengkap, hingga keterangan. Sebisa mungkin guna

3
mengefektifkan kalimat, buatlah kalimat yang urutannya tidak memusingkan. Jika memang tidak
ada penegasan, subjek dan predikat diharapkan selalu berada di awal kalimat.

3. Tidak Boros dan Bertele-tele

Jangan sampai kalimat yang kalian buat terlalu banyak menghambur-hamburkan kata dan
terkesan bertele-tele. Pastikan susunan kalimat yang kalian rumuskan pasti dan ringkas agar
orang yang membacanya mudah menangkah gagasan yang kalian tuangkan.

4. Tidak Ambigu

Syarat kalimat efektif yang terakhir, kalimat efektif menjadi sangat penting untuk
menghindari pembaca dari multiftafsir. Dengan susunan kata yang ringkas, sistemastis, dan
sesuai kaidah kebahasaan; pembaca tidak akan kesulitan mengartikan ide dari kalimat kalian
sehingga tidak ada kesan ambigu.

C.Ciri-ciri Kalimat Efektif

Untuk membuat kalimat efektif tidaklah sulit asalkan sudah memahami ciri-ciri suatu kalimat
dikatakan efektif. Berikut ini adalah 5 ciri-ciri sehingga suatu kalimat dapat kita katakan efektif.

1. Kesepadanan Struktur

Hal pertama yang harus diperhatikan adalah kelengkapan struktur dan penggunaannya.
Inilah yang dimaksud dengan kesepadanan struktur. Ada beberapa hal yang menyangkut ciri-ciri
yang satu ini.

a. Pastikan kalimat yang dibuat mengandung unsur klausa minimal yang lengkap, yakni subjek
dan predikat.

b. Jangan taruh kata depan (preposisi) di depan subjek karena akan mengaburkan pelaku di
dalam kalimat tersebut.

Contoh kalimat efektif dan tidak efektif:


Bagi semua peserta diharapkan hadir tepat waktu. (tidak efektif)
Semua peserta diharapkan hadir tepat waktu. (efektif)

c. Hati-hati pada penggunaan konjungsi yang di depan predikat karena membuatnya menjadi
perluasan dari subjek.

Contoh:
Dia yang pergi meninggalkan saya. (tidak efektif)
Dia pergi meninggalkan saya. (efektif)

d. Tidak bersubjek ganda, bukan berarti subjek tidak boleh lebih dari satu, namun lebih ke arah
menggabungkan subjek yang sama.

4
Contoh:
Adik demam sehingga adik tidak dapat masuk sekolah. (tidak efektif)
Adik demam sehingga tidak dapat masuk sekolah. (efektif)

2. Kehematan Kata

Karena salah satu syarat kalimat efektif adalah ringkas dan tidak bertele-tele, kalian tidak
boleh menyusun kata-kata yang bermakna sama di dalam sebuah kalimat. Ada dua hal yang
memungkinkan kalimat membuat kalimat yang boros sehingga tidak efektif. Yang pertama
menyangkut kata jamak dan yang kedua mengenai kata-kata bersinonim. Untuk menghindari hal
tersebut, berikut ini contoh mengenai kesalahan dalam kata jamak dan sinonim yang
menghasilkan kalimat tidak efektif.

Contoh Kata Jamak:


Para siswa-siswi sedang mengerjakan soal ujian masuk perguruan tinggi. (tidak efektif)
Siswa-siswi sedang mengerjakan soal ujian masuk perguruan tinggi. (efektif)

Ketidakefektifan terjadi karena kata para merujuk pada jumlah jamak, sementara siswa-
siswi juga mengarah pada jumlah siswa yang lebih dari satu. Jadi, hilangkan salah satu kata yang
merujuk pada hal jamak tersebut.

Contoh Kata Sinonim:


Ia masuk ke dalam ruang kelas. (tidak efektif)
Ia masuk ruang kelas.

Ketidakefektifan terjadi karena kata masuk dan frasa ke dalam sama-sama menunjukkan
arti yang sama. Namun, kata masuk lebih tepat membentuk kalimat efektif karena sifatnya yang
merupakan kata kerja dan dapat menjadi predikat. Sementara itu, jika menggunakan ke
dalam dan menghilangkan kata masuk—sehingga menjadi ia ke dalam ruang kelas—kalimat
tersebut akan kehilangan predikatnya dan tidak dapat dikatakan kalimat efektif menurut prinsip
kesepadanan struktur.

3. Kesejajaran Bentuk

Ciri-ciri yang satu ini menyangkut soal imbuhan dalam kata-kata yang ada di kalimat,
sesuai kedudukannya pada kalimat itu. Pada intinya, kalimat efektif haruslah berimbuhan pararel
dan konsisten. Jika pada sebuah fungsi digunakan imbuhan me-, selanjutnya imbuhan yang sama
digunakan pada fungsi yang sama.

Contoh: Hal yang mesti diperhatikan soal sampah adalah cara membuang, memilah, dan
pengolahannya.(tidak efektif)
Hal yang mesti diperhatikan soal sampah adalah cara membuang, memilah, dan mengolahnya.
(efektif)

5
4. Ketegasan Makna

Tidak selamanya subjek harus diletakkan di awal kalimat, namun memang peletakan
subjek seharusnya selalu mendahului predikat. Akan tetapi, dalam beberapa kasus tertentu,
kalian bisa saja meletakkan keterangan di awal kalimat untuk memberi efek penegasan. Ini agar
pembaca dapat langsung mengerti gagasan utama dari kalimat tersebut. Penegasan kalimat
seperti ini biasanya dijumpai pada jenis kalimat perintah, larangan, ataupun anjuran yang
umumnya diikuti partikel lah atau pun.

Contoh: Kamu sapulah lantai rumah agar bersih! (tidak efektif)


Sapulah lantai rumahmu agar bersih! (efektif)

5. Kelogisan Kalimat

Ciri-ciri kalimat efektif terakhir yang amat krusial menyangkut kelogisan kalimat yang
kalian buat. Kelogisan berperan penting untuk menghindari kesan ambigu pada kalimat. Karena
itu, buatlah kalimat dengan ide yang mudah dimengerti dan masuk akal agar pembaca dapat
dengan mudah pula mengerti maksud dari kalimat tersebut.

Contoh:
Kepada Bapak Kepala Sekolah, waktu dan tempat kamu persilakan. (tidak efektif)
Bapak Kepala Sekolah dipersilakan menyampaikan pidatonya sekarang. (efektif)

2.2 Ejaan

A. Pengertian

Kaidah adalah rumusan asas yang menjadi hukum, merupakan sebuah aturan yang
sudah pasti dan dapat dijadikan patokan atau dalil bagi siapapun yang memakainya.

Sementara ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi baik kata,


frasa, kalimat, dan lainnya ke dalam bentuk tulisan atau huruf-huruf serta aturan mengenai
tanda baca. Secara etimologis, definisi ejaan ini lebih menekankan pada segi historisnya yakni
dengan mempertahankan unsur yang tidak direalisasikan dalam sistem bunyi suatu bahasa.

Secara singkat, pengertian kaidah ejaan adalah keseluruhan peraturan yang


melambangkan bunyi ujaran, penataan kata meliputi pemisahan dan penggabungan kata,
penulisan atau tata kata secara rinci termasuk unsur serapan, huruf, dan tanda baca.

6
B. Tujuan Ejaan

Tujuan adanya aturan kaidah ejaan ini adalah untuk memberi pengertian pada tulisan
agar lebih jelas dan memudahkan pembaca untuk memahami informasi yang disampaikan
secara tertulis.

C. Fungsi Ejaan

Fungsi ejaan yang utama adalah untuk menunjang pembakuan tata bahasa Indonesia
baik kaitannya dengan kosa kata maupun dengan peristilahan. Ejaan sangat penting dan perlu
untuk diprioritaskan.

Adapun fungsi ejaan secara khusus adalah sebagai berikut:

1. Sebagai landasan pembakuan tata bahasa


2. Sebagai landasan pembakuan kosa kata dan peristilahan
3. Sebagai alat penyaring dari masuknya unsur-unsur bahasa lain baik secara kosa kata
maupun istilah ke dalam Bahasa Indonesia

D. Sejarah Ejaan

Bicara tentang kaidah ejaan, tidak terlepas dari perkembangan tata bahasa Indonesia
sejak dulu hingga sekarang. Sistem ejaan yang ada saat ini merupakan bentuk yang paling
mutakhir dan disempurnakan dari ejaan pada masa-masa sebelumnya.

Berikut adalah perkembangan dan sejarah ejaan Bahasa Indonesia secara singkat:

1. Ejaan Van Ophuijsen

Ejaan Van Ophuijsen ditetapkan tahun 1901, ejaan ini menetapkan Bahasa Melayu
dengan huruf latin. Dirancang oleh Ch. A. Van Ophuijsen yang dibantu oleh Engku Nawawi Gelar
Soetan Ma’moer dan Moehammad Thaib Soetan. Aturan dan contoh mengenai ejaan ini
dijelaskan lebih rinci pada sub bab contoh.

Contoh Ejaan Van Ophuijesen

1. Kata koe (akoe), kau, ke, se, dan di ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Contoh: koepakai, kaulihat, seekor, kemasjid, diambil.
2. Kata poen- dihubungkan dengan kata sebelumnya. Contoh: Sekalipoen akoe tiada sudi
datang keroemah kau.
3. Ke- dan se- merupakan awalan. Contoh: kedua, sesungguhnja.
4. Awalan ber-, ter-, per- yang dirangkai dengan kata dasar berawalan huruf r akan luluh.
Contoh: beroending, terasa.
5. Akhiran -i diberi tanda ~ jika bertemu dengan kata berakhiran huruf a. Contoh: mewarnaĩ

7
2. Ejaan Suwandi

Ejaan Soewandi atau dikenal sebagai ejaan republik diresmikan pada tanggal 19 Maret
1947 untuk menggantikan ejaan Van Ophuijsen. Aturan dan contoh mengenai ejaan ini
dijelaskan lebih rinci pada sub bab contoh.

Contoh Ejaan Suwandi

1. Huruf oe diganti u. Contoh: atoeran menjadi aturan


2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak diganti huruf k. Contoh: tidak, rakjat
3. Pengulangan diberi angka 2. Contoh: ikan2, tjinta2an
4. Kata dasar huruf e (e pepet dalam Bahasa Jawa) boleh dihilangkan. Contoh: menteri
menjadi mentri. Namun untuk kata berimbuhan tidak dihilangkan. Contoh: perangkap
tidak boleh menjadi prangkap.

3. Ejaan Pembaruan

Diprakarsai oleh Prof. M. Yamin, ejaan pembaruan diresmikan pada tahun 1954 untuk
menggantikan yang sebelumnya. Pada waktu itu disarankan agar satu bunyi satu huruf,
penetapan hendaknya dilakukan oleh badan yang kompeten, serta ejaan hendaknya praktis
namun tetap ilmiah. Aturan dan contoh mengenai ejaan ini dijelaskan lebih rinci pada sub bab
contoh.

Contoh Ejaan Pembaruan

1. Bunyi ai, oi, au, berubah penulisannya menjadi ay, oy, aw. Contoh: santai menjadi
santay.
2. Huruf baru mulai muncul yakni dj menjadi j, tj menjadi ts, ng menjadi ŋ, nj menjadi ń, sj
menjadi š. Contoh: Sarung menjadi saruŋ
3. Fonem h yang terletak di depan dihilangkan dan dapat pula dihilangkan jika terdapat di
antara dua vokal yang berbeda. Contoh: hutang menjadi utang, tahun menjadi ta-un
4. Konsonan rangkap pada akhir kata dihilangkan. Contoh: president menjadi presiden
5. Partikel -pun ditulis terpisah. Contoh: sekalipun = sekali pun = satu kali saja
6. Kata berulang yang memiliki arti tunggal ditulis tanpa tanda hubung sedangkan yang
jamak menggunakan tanda hubung. Contoh: alunalun, bapak-bapak

4. Ejaan Melindo

Kongres Bahasa Indonesia II Medan pada tahun 1959 memutuskan konsep ejaan bersama
yang kemudian dikenal dengan ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perumus pada sidang ini
adalah Slamet Mulyana dan Syed Nasir bin Ismail. Aturan dan contoh mengenai ejaan ini
dijelaskan lebih rinci pada sub bab contoh.

8
Contoh Ejaan Melindo

1. Muncul huruf baru yakni c menggantikan tj, dan nc menggantikan nj. Contoh: tjinta
menjadi cinta
2. Muncul fonem f, ś, z. Contoh: fikiran, śair, zakat.
3. Ejaan kata yang menggunakan tanda fonem lain dari yang sudah ditetapkan sebagai
fonem Melindo dianggap kata asing. Contoh: varia, universitas

5. Ejaan LBK

Tahun 1966 adalah puncak dari perkembangan politik selama bertahun-tahun yang
mengurungkan peresmian ejaan Melindo. Seminar sastra 1968 membentuk konsep ejaan
Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK).

Contoh Ejaan LBK

a. Ada enam vokal (i, u, e, ɘ, o, a)

b. Dipotong tetap
c. Di- dan ke- dibedakan preposisi dan imbuhan. Contoh: Di masjid dilaksanakan acara
akad nikah.
d. Kata ulang ditulis secara lengkap menggunakan tanda hubung. Contoh: kupu-kupu,
murid-murid
e. Beberapa istilah asing diubah. Contoh: guerilla menjadi gerilya, extra menjadi ekstra,
qalb menjadi kalbu

6. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD)

Berlaku sejak 23 Mei 1972, Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) merupakan ejaan yang
paling masyhur dan awet digunakan. Beberapa pertimbangan sejak era awal adalah sebagai
berikut.

a. Pertimbangan teknis, setiap fonem dilambangkan satu huruf

b. Pertimbangan praktis, disesuaikan dengan keperluan


c. Pertimbangan ilmiah, perlambangan mencerminkan studi yang mendalam tentang
kenyataan sosial linguistik yang berlaku
d. Pertimbangan konotatif, bunyi menunjukkan perbedaan makna
e. Pertimbangan politis, keterlibatan pemerintah menghendaki penertiban tata istilah
yang ada
Contoh Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD)

9
a) Diresmikan pemakaian huruf f, v, z, q, x. Contoh: frustasi, variabel, zakar, quran,
xenofil
b) Diresmikan pemakaian huruf kapital dan huruf miring. Contoh: Kantor Urusan
Agama (KUA)
c) Diresmikan penggunaan kata dasar, kata turunan, kata ulang, kata majemuk, kata
ganti (ku, mu, -nya), kata depan (di-, ke-, dan, dari), kata si dan sang, partikel dan
akronim, angka, dan lambang bilangan.
d) Diresmikan penulisan unsur serapan. Contoh: editor
e) Diresmikan penggunaan tanda baca (, . ; : – _ ? ! ” ” /). Contoh: Hai! Apa kabar?

2.3 Tanda Baca

A. Tanda Titik (.)

1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat pernyataan.

Contoh: Mereka duduk di sana.

2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau

daftar.

Catatan:

Tanda titik tidak dipakai pada angka atau huruf yang sudah bertanda kurung dalam suatu
perincian.

Contoh: Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional yang berfungsi, antara lain,

a) lambang kebanggaan nasional,

b) identitas nasional, dan

c) alat pemersatu bangsa;

d) bahasa negara ...

3. Tanda titik tidak dipakai pada akhir penomoran digital yang lebih dari satu angka (seperti
pada Contoh 2b).

4. Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau angka terakhir dalam penomoran deret
digital yang lebih dari satu angka dalam judul tabel, bagan, grafik, atau gambar.

5. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan
waktu atau jangka waktu.

10
6. Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, tahun, judul tulisan
(yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru), dan tempat terbit.

7. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang
menunjukkan jumlah.

Catatan:

 Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak
menunjukkan jumlah.

 Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan, ilustrasi, atau
tabel.

 Tanda titik tidak dipakai di belakang (a) alamat penerima dan pengirim surat serta (b)
tanggal surat.

Contoh:

Yth. Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Jalan Daksinapati Barat IV

Rawamangun

Jakarta Timur

B. Tanda Koma (,)

1. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan.

Contoh: Telepon seluler, komputer, atau internet bukan barang asing lagi.

Buku, majalah, dan jurnal termasuk sumber kepustakaan.

2. Tanda koma dipakai sebelum kata penghubung, seperti tetapi, melainkan, dan sedangkan,
dalam kalimat majemuk (setara).

Contoh: Saya ingin membeli kamera, tetapi uang saya belum cukup.

3. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat yang mendahului induk kalimatnya.

Contoh: Kalau diundang, saya akan datang.

Catatan:

Tanda koma tidak dipakai jika induk kalimat mendahului anak kalimat.

11
Contoh: Saya akan datang kalau diundang.

4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat, seperti
oleh karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun demikian.

Contoh: Mahasiswa itu rajin dan pandai. Oleh karena itu, dia memperoleh beasiswa
belajar di luar negeri.

5. Tanda koma dipakai sebelum dan/atau sesudah kata seru, seperti o, ya, wah, aduh, atau
hai, dan kata yang dipakai sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, atau Nak.

Contoh: O, begitu? Wah, bukan main!

6. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.

Contoh: Kata nenek saya, “Kita harus berbagi dalam hidup ini.”

“Kita harus berbagi dalam hidup ini,” kata nenek saya, ”karena manusia
adalah makhluk sosial.”

Catatan:

Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung yang berupa kalimat tanya,
kalimat perintah, atau kalimat seru dari bagian lain yang mengikutinya.

Contoh: “Di mana Saudara tinggal?” tanya Pak Lurah.

7. Tanda koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian-bagian alamat, (c) tempat
dan tanggal, serta (d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.

Contoh: Sdr. Abdullah, Jalan Kayumanis III/18, Kelurahan Kayumanis, Kecamatan


Matraman, Jakarta 13130

8. Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam
daftar pustaka.

Contoh: Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional. Jakarta: Restu


Agung.

9. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki atau catatan akhir.

Contoh: Sutan Takdir Alisjahbana, Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia, Jilid 2
(Jakarta: Pustaka Rakyat, 1950), hlm. 25.

10. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan singkatan gelar akademis yang
mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.

12
Contoh: Ny. Khadijah, M.A.

Bambang Irawan, M.Hum.

11. Tanda koma dipakai sebelum angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang
dinyatakan dengan angka.

Contoh: 12,5 m

Rp750,00

12. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan atau keterangan aposisi.

Contoh: Di daerah kami, Contoh, masih banyak bahan tambang yang belum
diolah.

Semua siswa, baik laki-laki maupun perempuan, harus mengikuti latihan


paduan suara.

13. Tanda koma dapat dipakai di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat untuk
menghindari salah baca/salah pengertian.

Contoh: Dalam pengembangan bahasa, kita dapat memanfaatkan bahasa daerah.

Atas perhatian Saudara, kami ucapkan terima kasih.

C. Tanda Titik Koma (;)

1. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan
kalimat setara yang satu dari kalimat setara yang lain di dalam kalimat majemuk.

Contoh: Hari sudah malam; anak-anak masih membaca buku.

2. Tanda titik koma dipakai pada akhir perincian yang berupa klausa.

Contoh: Syarat penerimaan pegawai di lembaga ini adalah

1) berkewarganegaraan Indonesia;

2) berijazah sarjana S-1;

3) berbadan sehat; dan

4) bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan bagian-bagian pemerincian dalam kalimat
yang sudah menggunakan tanda koma.

13
Contoh: Ibu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan kaus; pisang, apel,

dan jeruk.

D. Tanda Titik Dua (:)

a. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti pemerincian atau
penjelasan.

Contoh: Mereka memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.

b. Tanda titik dua tidak dipakai jika perincian atau penjelasan itu merupakan pelengkap yang
mengakhiri pernyataan.

Contoh: Tahap penelitian yang harus dilakukan meliputi

1) persiapan,

2) pengumpulan data,

3) pengolahan data, dan

4) pelaporan.

c. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.

Contoh:

1) Ketua : Ahmad Wijaya

Sekretaris : Siti Aryani

Bendahara : Aulia Arimbi.

2) Narasumber : Prof. Dr. Rahmat Effendi

Pemandu: Abdul Gani, M.Hum.

Pencatat: Sri Astuti Amelia, S.Pd.

d. Tanda titik dua dipakai dalam naskah drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam
percakapan.

Contoh:

Ibu : “Bawa koper ini, Nak!”

Amir : “Baik, Bu.”

14
Ibu : “Jangan lupa, letakkan baik-baik!”

e. Tanda titik dua dipakai di antara (a) jilid atau nomor dan halaman, (b) surah dan ayat dalam
kitab suci, (c) judul dan anak judul suatu karangan, serta (d) nama kota dan penerbit dalam daftar
pustaka.

Contoh:

Horison, XLIII, No. 8/2008: 8

Surah Albaqarah: 2–5

Matius 2: 1–3

Dari Pemburu ke Terapeutik: Antologi Cerpen Nusantara

Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Pusat Bahasa.

E. Tanda Hubung (-)

a. Tanda hubung dipakai untuk menandai bagian kata yang terpenggal oleh pergantian baris.

Contoh: Nelayan pesisir itu berhasil membudidayakan rumput laut.

b. Tanda hubung dipakai untuk menyambung unsur kata ulang.

Contoh: anak-anak

berulang-ulang

c. Tanda hubung dipakai untuk menyambung tanggal, bulan, dan tahun yang dinyatakan dengan
angka atau menyambung huruf dalam kata yang dieja satu-satu.

Contoh: 11-11-2013

p-a-n-i-t-i-a

d. Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian kata atau ungkapan.

Contoh: ber-evolusi

dua-puluh-lima ribuan (25 × 1.000)

e. Tanda hubung dipakai untuk merangkai

1) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital (se-Indonesia,

se-Jawa Barat);

15
2) ke- dengan angka (peringkat ke-2);

3) angka dengan -an (tahun 1950-an);

4) kata atau imbuhan dengan singkatan yang berupa huruf kapital (hari-H, sinar-X,

ber-KTP, di-SK-kan);

5) kata dengan kata ganti Tuhan (ciptaan-Nya, atas rahmat-Mu);

6) huruf dan angka (D-3, S-1, S-2); dan

7) kata ganti -ku, -mu, dan -nya dengan singkatan yang berupa huruf kapital (KTP

mu, SIM-nya, STNK-ku).60

Catatan:

Tanda hubung tidak dipakai di antara huruf dan angka jika angka tersebut melambangkan jumlah
huruf.

Contoh: P3K (pertolongan pertama pada kecelakaan)

f. Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa daerah
atau bahasa asing.

Contoh: di-sowan-i (bahasa Jawa, ‘didatangi‘)

ber-pariban (bahasa Batak, ‘bersaudara sepupu‘)

di-back up

g. Tanda hubung digunakan untuk menandai bentuk terikat yang menjadi objek bahasan.

Contoh: Kata pasca- berasal dari bahasa Sanskerta.

Akhiran -isasi pada kata betonisasi sebaiknya diubah menjadi pembetonan.

F. Tanda Pisah (-)

a. Tanda pisah dapat dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi
penjelasan di luar bangun kalimat.

Contoh: Keberhasilan itu–kita sependapat–dapat dicapai jika kita mau berusaha keras.

b. Tanda pisah dapat dipakai juga untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan
yang lain.

16
Contoh: Soekarno–Hatta–Proklamator Kemerdekaan RI–diabadikan menjadi nama
bandar udara internasional.

c. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat yang berarti ‘sampai dengan’
atau ‘sampai ke’.

Contoh: Tahun 2010–2013

Jakarta–Bandung

G. Tanda Tanya (?)

a. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.

Contoh: Kapan Hari Pendidikan Nasional diperingati?

b. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.

Contoh: Monumen Nasional mulai dibangun pada tahun 1961 (?).

H. Tanda Seru (!)

Tanda seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau
perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau emosi yang kuat.

Contoh: Alangkah indahnya taman laut di Bunaken!

Mari kita dukung Gerakan Cinta Bahasa Indonesia!

I. Tanda Elipsis (...)

a. Tanda elipsis dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau kutipan ada bagian
yang dihilangkan.

Contoh: Penyebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa bahasa negara ialah ....

Catatan:

 Tanda elipsis itu didahului dan diikuti dengan spasi.

 Tanda elipsis pada akhir kalimat diikuti oleh tanda titik (jumlah titik empat buah).

b. Tanda elipsis dipakai untuk menulis ujaran yang tidak selesai dalam dialog.

Contoh: “Menurut saya ... seperti ... bagaimana, Bu?”

17
“Jadi, simpulannya ... oh, sudah saatnya istirahat.”

Catatan:

 Tanda elipsis itu didahului dan diikuti dengan spasi.

 Tanda elipsis pada akhir kalimat diikuti oleh tanda titik (jumlah titik empat buah).

J. Tanda Petik ("...")

a. Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah,
atau bahan tertulis lain.

Contoh: “Merdeka atau mati!” seru Bung Tomo dalam pidatonya.

b. Tanda petik dipakai untuk mengapit judul sajak, lagu, film, sinetron, artikel, naskah, atau bab
buku yang dipakai dalam kalimat.

Contoh: Sajak “Pahlawanku” terdapat pada halaman 125 buku itu.

Film “Ainun dan Habibie‖ merupakan kisah nyata yang diangkat dari sebuah
novel.

Makalah “Pembentukan Insan Cerdas Kompetitif” menarik perhatian peserta

seminar.

c. Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang
mempunyai arti khusus.

Contoh: “Tetikus” komputer ini sudah tidak berfungsi.

Dilarang memberikan “amplop” kepada petugas!

K. Tanda Petik Tunggal ('...')

a. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang terdapat dalam petikan lain.

Contoh: Tanya dia, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”

b. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau
ungkapan.

Contoh: tergugat ‘yang digugat’

retina‘dinding mata sebelah dalam’

L. Tanda Kurung ((...))

18
a. Tanda kurung dipakai untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.

Contoh: Dia memperpanjang surat izin mengemudi (SIM).

Warga baru itu belum memiliki KTP (kartu tanda penduduk).

b. Tanda kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian utama
kalimat.

Contoh: Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali)

ditulis pada tahun 1962.

c. Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang keberadaannya di dalam teks dapat
dimunculkan atau dihilangkan.

Contoh: Dia berangkat ke kantor selalu menaiki (bus) Transjakarta.

d. Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau angka yang digunakan sebagai

penanda pemerincian.

Contoh: Faktor produksi menyangkut (a) bahan baku, (b) biaya produksi, dan (c) tenaga
kerja.

Dia harus melengkapi berkas lamarannya dengan melampirkan (1) akta kelahiran, (2)
ijazah terakhir, dan (3) surat keterangan kesehatan.

M. Tanda Kurung Siku ([...])

a. Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi
atau tambahan atas kesalahan atau kekurangan di dalam naskah asli yang ditulis orang lain.

Contoh: Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.

Penggunaan bahasa dalam karya ilmiah harus sesuai [dengan] kaidah bahasa Indonesia.

b. Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang terdapat
dalam tanda kurung.

Contoh: Persamaan kedua proses itu (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat
halaman 35─38]) perlu dibentangkan di sini.

N. Tanda Garis Miring (/)

a. Tanda garis miring dipakai dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan penandaan masa satu
tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.

19
Contoh: Nomor: 7/PK/II/2013

b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, serta setiap.

Contoh: mahasiswa/mahasiswi

buku dan/atau majalah

harganya Rp1.500,00/lembar

c. Tanda garis miring dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi
atau pengurangan atas kesalahan atau kelebihan di dalam naskah asli yang ditulis orang lain.

Contoh: Buku Pengantar Ling/g/uistik karya Verhaar dicetak beberapa kali.

O. Tanda Penyingkatan atau Apostrof (')

Tanda penyingkat dipakai untuk menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun
dalam konteks tertentu.

Contoh: Dia ‘kan kusurati. (‘kan = akan)

2.4 Seluk Beluk Kebahasaan

A. Sebelum kemerdekaan

Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak dari zaman
dahulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di
Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara sejak abad ke VII. Bukti
yang menyatakan itu ialah ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit tahun 683 M (Palembang),
Talang Tuwo tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur tahun 686 M (Bangka Barat). Prasasti itu
bertuliskan huruf Pra-Nagari berbahasa Melayu Kuno. Bahasa Melayu Kuno itu tidak hanya
dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah juga ditemukan Prasasti tahun 832 M dan
di Bogor tahun 942 M yang menggunakan bahasa Melayu Kuno.

B. Sesudah kemerdekaan.

Sehari sesudah proklamasi kemerdekaan, pada tanggal 18 agustus ditetapkan Undang-


Undang Dasar 1945 yang didalamnya terdapat pasal, yaitu pasal 36, yang menyatakan bahwa
“Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Dengan demikian, disamping berkedudukan sebagai
bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa Negara. Sebagai bahasa
Negara, bahasa Indonesia dipakai dalam semua urusan yang berkaitan denan pemerintahan dan
Negara.

Sesudah kemerdekaan, bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. Setiap tahun
jumlah pemakai bahasa Indonesia bertambah. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa

20
nasional juga semakin kuat. Perhatian terhadap bahasa Indonesia baik dari pemerintah maupun
dari masyarakat sangat besar. Pemerintah orde lama dan orde baru menaruh perhatian yang besar
terhadap perkembangan bahasa Indonesia diantaranya melalui pembentukan lembaga yang
mengurus masalah kebahasaan yang sekarang menjadi Pusat Bahasa dan penyelenggaraan
Kongres Bahasa Indonesia. Perubahan ejaan bahasa Indonesia dari ejaan Van Ophuijsen ke ejaan
Soewandi hingga Ejaan Yang Disempurnakan selalu mendapat tanggapan dari masyarakat.

21
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sebuah kalimat dikatakan efektif jika kalimat tersebut sudah sesuai dengan kaidah
bahasa, jelas maknanya, ejaan dan tanda bacanya jelas sehingga pembaca atau pendengar mudah
memahami kalimat tersebut. Kalimat yang sudah memenuhi syarat baik itu dari ejaan maupun
tanda baca dipastikan tidak akan menimbulkan kesalahan dalam menafsirkan maksud sang
penulis, dalam menyampaikan pemikiran penulis kepada pembaca atau pendengarnya dengan
cepat, sistematis dan tidak bertele-tele. Sehingga pesan yang ingin disampaikan oleh penulis
tersebut tersampaikan kepada pembaca atau pendengar.

3.2 Saran

Demikianlah makalah ini kami susun. Semoga apa yang telah kami uraikan diatas
mengenai Kalimat Efektif, Ejaan, Tanda Baca, dan Seluk Beluk Kebahasaan dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Mari kita semua mulai mempelajari dan mempraktekkan apa yang sudah kita baca dari
makalah ini, agar kita dapat membedakan mana kalimat yang efektif dan mana yang tidak, mana
penggunaan ejaan yang benar, tanda baca yang tepat, dan juga tahu tentang seluk beluk
kebahasaan. Agar komunikasi yang kita lakukan dapat berjalan dengan baik. Apalagi
kedepannya kita akan menjadi seorang pendidik. Tentulah kita harus tahu menggunakan kalimat
efektif, ejaan, tanda baca, dan seluk beluk kebahasaan, supaya nantinya peserta didik kita dapat
memahami dengan jelas apa yang kita sampaikan baik berupa penjelasan atau perkataan maupun
tulisan.

22
DAFTAR PUSTAKA

 https://www.studiobelajar.com/kalimat-efektif/

 https://bahasa.foresteract.com/kaidah-ejaan/

 ringkasan_materi_UN_peminatan_IPS

 http://jurnalmahrozamda2018.blogspot.com/2018/09/kalimat-efektif-ejaan-tanda-baca-
seluk.html

23

Anda mungkin juga menyukai