Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinerja

Suatu perusahaan banyak hal yang harus di perhatikan seperti halnya

perusahaan harus memperhatikan kinerja karyawannya agar kinerja karyawannya

tetap berjalan dengan baik dan mendapatkan hasil yang maksimal agar sesuai

dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

2.1.1 Pengertian Kinerja

Kinerja yang baik akan selalu mencerminkan rasa tanggung jawab yang

besar dalam setiap tugas-tugas yang diberikan oleh perusahaan. Hal ini dinyatakan

kinerja karyawan dapat mendorong semangat para karyawan, maka dari itu

pimpinan harus selalu berusaha memperhatikan bawahannya agar kinerja

karyawanya berjalan dengan baik tanpa kendala. Kinerja memiliki beberapa

pengertian. Pengertian kinerja tersebut menurut beberapa para ahli yaitu sebagai

berikut.

1. Menurut Griffin dalam Sinambela (2016), kinerja merupakan salah satu

kumpulan total dari kerja yang ada pada diri pekerja.

2. Menurut Hadari dalam Maulana (2015), mengatakan bahwa kinerja karyawan

adalah hasil dari pelaksanaan suatu pekerjaan, baik yang bersifat fisik/mental

maupun non fisik/non mental.

8
9

3. Menurut Benardin dan Russel dalam Priansa (2014), menyatakan bahwa

kinerja merupakan hasil yang di produksi oleh fungsi pekerjaan tertentu atau

kegiatan - kegiatan pada pekerjaan tertentu selama periode waktu tertentu.

4. Menurut Siswanto (2015) kinerja ialah prestasi yang dicapai oleh seseorang

dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya.

5. Menurut Rivai (dalam Muhammad Sandy, 2015) memberikan pengertian

bahwa kinerja atau prestasi kerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan

seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan

tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja,

target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan

disepakati bersama.

Berdasarkan pengertian kinerja dari beberapa pendapat diatas, kinerja

merupakan perbandingan hasil kerja yang di capai oleh karyawan dengan standar

yang telah ditentukan. Kinerja juga berarti hasil yang dicapai oleh seseorang baik

kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi sesuai dengan tanggung jawab

yang diberikan kepadanya.

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Simanjutak dalam Widodo (2015) kinerja dipengaruhi oleh:

1. Kualitas dan kemampuan pegawai, hal-hal yang berhubungan dengan

pendidikan/pelatihan, etos kerja, motivasi kerja, sikap mental, dan kondisi

fisik pegawai.

2. Sarana pendukung, yaitu hal yang berhubungan dengan lingkungan kerja

(keselamatan kerja, kesehatan kerja, sarana produksi, teknologi) dan hal yang
10

berhubungan dengan kesejahteraan pegawai (upah/gaji, jaminan sosial,

keamanan kerja).

3. Supra sarana, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kebijaksanaan

pemerintah dan hubungan industrial manajemen.

Menurut Sedarmayanti dalam Widodo (2015), mengungkapkan faktor-

faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain:

a. Sikap dan mental (motivasi, disiplin kerja, dan etika kerja).

b. Pendidikan.

c. Keterampilan.

d. Manajemen kepemimpinan.

e. Tingkat penghasilan.

f. Gaji dan kesehatan.

g. Jaminan sosial.

h. Iklim kerja.

i. Sarana dan prasarana.

j. Teknologi.

k. Kesempatan berprestasi.

Menurut Mangkunegara (2015) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

adalah:

a. Faktor kemampuan (ability). Secara psikologis kemampuan (ability) dan

kemampuan reality (knowledge dan skill) artinya pegawai dengan IQ di atas

rata-rata (110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan

terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah


11

mencapai kinerja diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan

pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.

b. Faktor motivasi Motivasi berbentuk sikap (attitude) seorang pegawai dalam

menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang

menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Pada

umumnya kinerja personel dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:

a. Sasaran.

b. Standar.

c. Umpan balik.

d. Peluang.

e. Sarana.

f. Kompetensi.

g. Motivasi.

2.1.3 Indikator Kinerja Karyawan

Menurut Kasmir (2016), indikator yang digunakan untuk mengukur

kinerja karyawan ada enam, yaitu:

1. Kualitas (mutu)

Kualitas merupakan suatu tingkatan di mana proses atau hasil dari

penyelesain suatu kegiatan mendekati titik kesempurnaan. Makin sempurna

suatu produk, maka kinerja makin baik, demikan pula sebaliknya jika kualitas

pekerjaan yang dihasilkan rendah maka kinerjanya juga rendah.


12

2. Kuantitaas (jumlah)

Mengukur kinerja dapat pula dilakukan dengan melihat dari kuantitas

(jumlah) yang dihasilkan oleh seseorang.

3. Waktu (jangka waktu)

Jenis pekerjaan tertentu diberikan batas waktu dalam menyelesaikan

pekerjaannya. Artinya, ada pekerjaan batas waktu minimal dan maksimal yang

harus dipenuhi.

4. Kerja sama antar karyawan

Kinerja sering kali dikaitkan dengan kerja sama antar karyawan dan

antar pimpinan. Hubungan ini sering kali juga dikatakan sebagai hubungan

antar perseorangan. Dalam hubungan ini diukur apakah seorang karyawan

mampu untuk mengembangkan perasaan saling menghargai, niat baik dan

kerja sama antara karyawan yang satu dengan karyawan yang lain.

5. Penekanan biaya

Biaya yang dikeluarkan untuk setiap aktivitas perusahaan sudah

dianggarkan sebelum aktivitas dijalankan. Artinya, dengan biaya yang sudah

dianggarkan tersebut merupakan sebagai acuan agar tidak melebihi dari yang

sudah dianggarkan.

6. Pengawasan

Pengawasan karyawan akan merasa lebih bertanggung jawab atas

pekerjaannya dan jika terjadi penyimpangan akan memudahkan untuk

melakukan koreksi dan melakukan perbaikan secepatnya.


13

2.2 Gaya Kepemimpinan

2.2.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan

Rivai (2014) menyatakan gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri

yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi

tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola

perilaku dan strategi yang disukai yang sering diterapkan oleh seorang pemimpin

serta gaya kepemimpinan yang menunjukkan secara langsung maupun tidak

langsung tentang keyakinan seorang pemimpin terhadap kemampuan

bawahannya.

Mulyadi (2015) Gaya Kepemimpinan merupakan suatu cara yang dimiliki

seorang pimpinan yang menunjukkan suatu sikap yang menjadi ciri khas tertentu

untuk mempengaruhi pegawainya dalam mencapai tujuan organisasi.

Zainal, V.R (2017) Gaya Kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang di

gunakan pimpinan untuk mempengaruhi pegawainya agar sasaran organisasi

tercapai atau dapat pula di katakan pola prilaku dan strategi yang di terapkan oleh

seorang pemimpin.

Berdasarkan beberapa pandangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

gaya kepemimpinan yang menempatkan manusia sebagai faktor pendukung

terpenting dalam kepemimpinan yang dilakukan berdasarkan dan mengutamakan

orientasi pada hubungan dengan anggota organisasi.

2.2.2 Jenis-jenis Gaya Kepemimpinan

Menurut Hasibuan (2014), terdapat beberapa macam gaya kepemimpinan,

yaitu sebagai berikut.


14

1. Kepemimpinan Otoriter

Kepemimpinan Otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang,

sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu

menganut sistem sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan

kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak

diikutsertakan untuk memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses

pengambilan keputusan.

2. Kepemimpinan Partisipasi

Kepemimpinan Partisipasi adalah apabila dalam kepemimpinan-nya

dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi,

menumbuhkan loyalitas, dan partisipasi para bawahan. Pemimpin memotivasi

bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan. Bawahan harus berpartisipasi

memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan

keputusan.

3. Kepemimpinan Delegasi

Kepemimpinan delegasi apabila seorang pemimpin mendelegasikan

wewenangnya kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan demikian,

bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau

leluasa dalam melaksanakan pekerjaannya. Pemimpin tidak peduli cara

bawahan mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya

diserahkan kepada bawahan.

Menurut Sutikno (2014), gaya kepemimpinan terbagi menjadi beberapa

tipe, yaitu:
15

a. Tipe Otokratik

Tipe kepemimpinan menganggap bahwa kepemimpinan adalah hak

pribadinya (pemimpin), sehingga ia tidak perlu berkonsultasi dengan orang

lain dan tidak boleh ada orang lain yang turut campur. Seorang pemimpin

otokratik akan menunjukkan sikap yang menonjolkan keakuannya, dan selalu

mengabaikan peranan bawahan dalam proses pengambilan keputusan, tidak

mau menerima saran dan pandangan bawahannya.

b. Tipe Kendali Bebas atau Masa Bodo (Laisez Faire)

Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan

otokratik. Dalam kepemimpinan tipe ini sang pemimpin biasanya

menunjukkan perilaku yang pasif dan seringkali menghindar diri dari

tanggung jawab. Seorang pemimpin yang kendali bebas cenderung memilih

peran yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya

sendiri. Disini seorang pemimpin mempunyai keyakinan bebas dengan

memberikan kebebasan yang seluas-luasnya terhadap bawahan maka semua

usahanya akan cepat berhasil.

c. Tipe Paternalistik

Persepsi seorang pemimpin yang paternalistik tentang peranannya

dalam kehidupan organisasi dapat dikatakan diwarnai oleh harapan bawahan

kepadanya. Harapan bawahan berwujud keinginan agar pemimpin mampu

berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan layak dijadikan sebagai

tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk, memberikan perhatian

terhadap kepentingan dan kesejahteraan bawahannya.


16

d. Tipe Kharismatik

Seorang pemimpin yang kharismatik memiliki karakteristik khusus

yaitu daya tariknya yang sangat memikat, sehingga mampu memperoleh

pengikut yang sangat besar dan para pengikutnya tidak selalu dapat

menjelaskan secara konkrit mengapa orang tersebut itu dikagumi.

e. Tipe Militeristik

Pemimpin yang bertipe militeristik ialah pemimpin dalam

menggerakkan bawahannya lebih sering mempergunakan sistem perintah,

senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya, dan senang kepada

formalitas yang berlebih-lebihan. Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari

bawahannya, dan sukar menerima kritikan dari bawahannya.

f. Tipe Pseudo-Demokratik

Tipe ini disebut juga kepemimpinan manipulatif atau semi demokratik.

Pemimpin seperti ini menjadikan demokrasi sebagai selubung untuk

memperoleh kemenangan tertentu. Pemimpin yang bertipe pseudo-demokratik

hanya tampaknya saja bersikap demokratis padahal sebenarnya dia bersikap

otokratis. Pemimpin ini menganut demokrasi semu dan lebih mengarah

kepada kegiatan pemimpin yang otoriter dalam bentuk yang halus dan samar-

samar.

g. Tipe Demokratik

Tipe demokratik adalah tipe pemimpin yang demokratis, dan bukan

karena dipilihnya si pemimpin secara demokratis. Tipe kepemimpinan dimana

pemimpin selalu bersedia menerima dan menghargai saran-saran, pendapat,


17

dan nasihat dari staf dan bawahan, melalui forum musyawarah untuk

mencapai kata sepakat. Kepemimpinan demokratik adalah kepemimpinan

yang aktif, dinamis, dan terarah. Kegiatan-kegiatan pengendalian dilaksanakan

secara tertib dan bertanggung jawab.

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gaya Kepemimpinan

H. Joseph Reitz dalam Indah Dwi Rahayu (2017), dalam melaksanakan

aktivitas pemimpin ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi gaya

kepemimpinan, yaitu:

1. Kepribadian (personality), pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal

ini mencakup nilai-nilai, latar belakang dan pengalamannya akan

mempengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan.

2. Harapan dan perilaku atasan.

3. Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa

gaya kepemimpinan.

4. Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya

pemimpin.

5. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan.

6. Harapan dan perilaku rekan.

2.2.4 Indikator Gaya Kepemimpinan

Berbicara indikator, maka ada hubungannya dengan alat ukur. Alat ukur

gaya kepemimpinan menurut Siagian (2019) dalam bukunya “Kiat Meningkatkan

Produktivitas Kerja” dibagi menjadi tujuh, yaitu sebagai berikut.


18

1. Iklim saling mempercayai.

2. Penghargaan terhadap ide anggota.

3. Memperhitungkan perasaan para bawahan.

4. Perhatian pada kenyamanan kerja bagi para bawahan.

5. Memperhatikan kesejahteraan bawahannya

6. Memperhitungkan faktor kepuasan kerja para bawahan dalam menyelesaikan

tugas-tugas yang dipercayakan padanya.

7. Pengakuan atas status para anggota organisasi secara tepat dan professional.

2.3 Budaya Organisasi

2.3.1 Pengertian Budaya Organisasi

Kehidupan masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari ikatan budaya yang

diciptakan. Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam

keluarga, organisasi, bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat

satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu

pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan

pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring

dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula

dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi secara

keseluruhan.

Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi menurut

para ahli:

Menurut Trice dan Bayer dalam Fachreza, Said Musnadi, dan M. Shabri

Abd Majid (2018), budaya organisasi ternyata semakin marak berkembang sejalan
19

dengan meningkatnya dinamika iklim dalam organisasi. Dengan demikian konsep

budaya organisasi dikembangkan dengan berbagai versi mengingat istilah budaya

dipinjam dari disiplin ilmuan tropologi dan sosiologi, sesuai dengan makna

budaya yang mengandung konotasi kebangsaan, ditambahkan lagi implikasinya

begitu luas sehingga dapat dilihat beragam sudut pandang. Namun dalam proses

adaptasi, kebanyakan berpendapat bahwa inti budaya adalah sistem nilai yang

dianut secara bersama-sama.

Menurut Edgar H. Schein dalam jurnal Wiwik Yuswani (2016). Budaya

adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan

oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi

eksternal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik dan oleh

karena itu diajarkan atau diwariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara

yang tepat memahami, memikirkan, dan merasakan terkait dengan masalah-

masalah yang terjadi.

Menurut Sedarmayanti (2014) mendifinisikan budaya organisasi adalah

sebuah keyakinan, sikap, dan nilai yang umumnya dimiliki, yang timbul dalam

organisasi, dikemukakan dengan lebih sederhana, budaya adalah cara kita

melakukan sesuatu disini. Dikuti dalam jurnal Deni Sulistiawan, Sukisno S. Riadi,

Siti Maria (2017).

Dikutip dalam jurnal Enno Aldea Amanda, Satrijo Budiwibowo, dan Nik

Amah (2017). Budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai perangkat sistem

nilai-nilai (values), keyakinan - keyakinan, asumsi-asumsi atau norma-norma

yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi
20

sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasi

Darodjat (2015).

Dari teori-teori menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa budaya

organisasi merupakan konsep yang terus berkembang dan harus diperhatikan

dalam suatu organisasi untuk berhasil menciptakan budaya yang baik dalam

perusahaan.

2.3.2 Indikator Budaya Organisasi

Budaya organisasi merupakan sesuatu hal yang sangat kompleks. Untuk

itu, di dalam pengukuran budaya organisasi diperlukan indikator yang merupakan

karakteristik dasar budaya organisasi sebagai wujud nyata keberadaanya. Berikut

adalah indikator pengukur budaya organisasi yang dikemukakan oleh Aput Ivan

Alindra (2015):

1. Inovasi dan pengambilan resiko

Kadar seberapa jauh karyawan didorong untuk inovatif dan berani untuk

mengambil resiko dari pekerjaan yang mereka lakukan.

2. Perhatian ke hal yang rinci atau detail

Kadar seberapa jauh karyawan diharapkan mampu menunjukkan ketepatan,

analisis dan perhatian yang rinci/detail terhadap keseluruhan perihal dalam

organisasi.

3. Orientasi hasil

Kadar seberapa jauh pimpinan berfokus pada hasil atau output yang dihasilkan

dinilai dari kuantitasnya saja atau juga dinilai dari kualitas dan keefisienan

dalam penyelesaiannya.
21

4. Orientasi orang

Kadar seberapa jauh keputusan yang telah ditentukan manajemen turut

mempengaruhi perilaku orang- orang yang ada dalam organisasi.

5. Orientasi tim

Kadar seberapa jauh pekerjaan disusun berdasarkan tim dan bukannya

perorangan.

6. Keagresifan

Kadar seberapa jauh karyawan agresif dan bersaing untuk memperlihatkan

keunggulan mereka masing-masing, dari pada bekerja sama yang membuat

mereka harus saling bertoleransi dengan karyawan lainnya.

7. Kemantapan/stabilitas

Kadar seberapa jauh keputusan dan tindakan organisasi menekankan usaha

untuk mempertahankan status quo.

2.3.3 Tipe Budaya Organisasi

Menurut Kreitner dan Kinicki (2014:68) terdapat 4 tipe budaya organisasi,

yaitu:

1. Kebudayaan Klan (Clan Culture) satu kebudayaan yang memiliki internal

fokus dan lebih menghargai fleksibilitas daripada stabilitas dan kontrol.

Kebudayaan klan mirip dengan organisasi tipe keluarga dimana efektivitas

dicapai dengan mendorong kerja sama antara pegawai. Tipe kebudayaan klan

ini sangat berpusat pada pegawai dan perusahaan untuk memenuhi kepaduan

melalui mufakat dan kepuasan pekerjaan serta komitmen melalui keterlibatan

karyawan.
22

2. Kebudayaan Adhokrasi (Adhocracy Culture) satu kebudayaan yang memiliki

nilai eksternal dan menghargai fleksibilitas. Tipe kebudayaan ini membantu

perkembangan penciptaan produk-produk dan layanan yang inovatif dengan

menyesuaikan diri, kreatif, dan cepat menanggapi perubahan pasar.

Kebudayaan adhokrasi tidak tergantung pada tipe kekuatan terpusat dan

hubungan kekuasaan yang merupakan bagian dari pasar dan kebudayaan

hierarkis. Kebudayaan adhokrasi juga mendorong para pegawai untuk

mengambil resiko apapun, berpikiran diluar kebiasaan, dan bereksperimen

dengan cara baru dalam penyelesaian sesuatu.

3. Kebudayaan Pasar (Markiet Cultuire) sebuah kebudayaan yang memiliki

fokus eksternal yang kuat serta menghargai stabilitas dan kontrol. Organisasi-

organisasi dengan kebudayaan pasar dikendalikan atas kompetisi dan hasrat

yang kuat untuk mengantarkan hasil dan mencapai tujuan.

4. Kebudayaan Hierarkis (Hierarchy Culture) sebuah kebudayaan yang memiliki

fokus internal yang menghasilkan keuntungan kerja yang lebih formal dan

terstruktur, serta menghargai stabilitas dan kontrol lebih dari fleksibilitas.

2.4 Komitmen Organisasi

2.4.1 Pengertian Komitmen Organisasi

Menurut Moorhead dan Griffin (2015) komitmen organisasi adalah sikap

yang mencerminkan sejauh mana seseorang individu mengenali dan terikat pada

organisasinya. Seseorang individu yang memiliki komitmen tinggi kemungkinan

akan melihat dirinya sebagai anggota sejati organisasi.


23

Menurut Kreitner dan Kinicki dalam Putu dan I Wayan (2017) komitmen

organisasi adalah kesepakatan untuk melakukan sesuatu untuk diri sendiri,

individu lain, kelompok atau organisasi.

Pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi

adalah keadaan psikologis individu yang berhubungan dengan keyakinan,

kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi,

kemauan yang kuat untuk bekerja demi organisasi dan tingkat sampai sejauh mana

ia tetap ingin menjadi anggota organisasi.

2.4.2 Indikator Komitmen Organisasi

Menurut Robbins dan Judge dalam Zelvia (2015), Komitmen organisasi

adalah suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta

tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam

organisasi tersebut. Keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada

pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisasional yang

tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut. Tiga dimensi

terpisah komitmen organisasional adalah:

1. Komitmen afektif (affective commitment), yaitu perasaan emosional untuk

organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilainya.

2. Komitmen berkelanjut (continuance comimitment), yaitu nilai ekonomi yang

dirasa dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan

meninggalkan organisasi tersebut.Seorang karyawan mungkin akan

berkomitmen kepada seorang pemberi kerja karena ia dibayar tinggi dan


24

merasa bahwa pengunduran diri dari perusahaan akan menghancurkan

keluarganya.

3. Komitmen normatif (normative commitment) adalah kewajiban untuk bertahan

dalam organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis.

2.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi

Utaminingsih (2014) mengemukakan bahwa ada empat faktor yang

mempengaruhi komitmen organisasi, yaitu:

1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman

kerja, kepribadian, dan lain-lain.

2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan,

konflik peran dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dan lain-

lain.

3. Karakteristik struktur, misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi

seperti sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerja, dan tingkat

pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan.

4. Pengalaman kerja, pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap

tingkat komitmen karyawan pada organisasi.

2.5 Penelitian Sebelumnya yang Relevan

Penelitian yang sebelumnya yang relevan dengan penelitian

pengembangan ini adalah penelitian yang dilakukan oleh:

1. Sakinah Oktaviani (2019) yang berjudul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan

Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan PT. Japfa Comfeed


25

Indonesia, Tbk Cabang Palembang”. Hasil peneletian ini adalah variabel gaya

kepemimpinan (X1) dan budaya organisasi (X2) secara simultan ada pengaruh

terhadap kinerja karyawan PT. Japfa Comfeed. Dari perhitungan uji F

diperoleh F hitung 4,161> tabel 2,76 dengan nilai P sebesar 0,000<0,05.

2. Dwi Setianingsih (2017) yang berjudul “Pengaruh Budaya Organisasi dan

Komitmen Terhadap Kinerja Karyawan PT. Iss Cabang Palembang”. Hasil

penelitian ini adalah ada pengaruh Budaya Organisasi dan Komitmen

Organisasi mempunyai pengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Iss cabang

palembang, hal tersebut dapat dibuktikan dengan analisa koefisien korelasi

antara budaya organisasi dengan kinerja r = 0,70. Persamaannya

menggunakan variabel bebas (X) yang sama serta variabel tak bebas (Y) yang

sama.

3. Aput Ivan Alindra (2015) Penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh

Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan Depok Sports Center”.

Berdasarkan hasil analisis data, deskripsi, pengujian hasil penelitian dan

pembahasan, dapat diambil kesimpulan bahwa budaya organisasi mempunyai

pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Depok Sport Center

yaitu sebesar 62,7%. Persamaan penelitian relevan dengan penelitian ini

adalah samasama meneliti tentang kinerja karyawan di suatu perusahaan serta

variabel yang mempengaruhinya yaitu budaya organisasi. Penggunaan tekhnik

analisis data berupa uji coba instrument dan analisis statistic deskriptif. Uji

asumsi klasik yang digunakan adalah uji normalitas, uji linearitas, uji

heteroskesidasitas dan uji multikolinearitas.


26

4. Hendriawan (2014) Penelitian yang berjudul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan

dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Wwimitra

Multiguna Sejahtera di Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi

Tenggara”. Penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh

positif dan signifikan gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan pada PT.

Dwimitra Multiguna Sejahtera di Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi

Tenggara secara parsial, terdapat pengaruh positif dan signifikan budaya

organisasi terhadap kinerja karyawan pada PT. Dwimitra Multiguna Sejahtera

di Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara secara parsial dan

terdapat pengaruh positif dan signifikan variabel gaya kepemimpinan dan

budaya organisasi terhadap kinerja karyawan pada PT. Dwimitra Multiguna

Sejahtera di Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara secara

simultan. Persamaan penelitian relevan dengan penelitian ini adalah samasama

meneliti tentang kinerja karyawan di suatu perusahaan serta variabel yang

mempengaruhinya yaitu gaya kepemimpinan dan budaya organisasi

Perbedaannya pada penelitian relevan tidak ada pnemabhana variabel

independen berupa sistem penggajian.

5. Ali Rodli (2009), penelitian yang berjudul. “Analis Pengaruh Gaya

Kepemimpinan Terhadap Produktifitas Kerja Karyawan Perusahaan Es Batu

Dumpi Agung Lamongan”. Hasil penelitian adalah variabel gaya

kepemimpinan demokratik (X1), gaya kepemimpinan bebas (X2), gaya

kepemimpinan paternalistic (X3), gaya kepemimpinan kharismatik (X4) secara

simultan berpengaruh signifikan terhadap produktifitas kerja karyawan

perusahaan Es Batu Dumpi Agung Lamongan.


27

2.6 Kerangka Pemikiran

2.6.1 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan

Kepemimpinan pada dasarnya adalah proses mempengaruhi orang lain.

Selain itu kepemimpinan juga berarti kemampuan untuk mempengaruhi,

menggerakkan, dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seorang atau

sekelompok orang untuk tujuan tertentu. Upaya mempengaruhi tersebut seorang

pemimpin menerapkan gaya yang berbeda-beda dalam setiap situasi. Gaya

Kepemimpinan (leadership style) merupakan berbagai pola tingkah laku yang

disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja.

Pengertian tersebut terungkap bahwa apa yang dilakukan oleh atasan mempunyai

pengaruh terhadap bawahan, yang dapat membangkitkan semangat dan

kegairahan kerja maupun sebaliknya.

Kepemimpinan yang diperankan dengan baik oleh seorang pemimpin

mampu memotivasi karyawan untuk bekerja lebih baik, hal ini akan membuat

karyawan lebih hati-hati berusaha mencapai target yang diharapkan perusahaan,

hal tersebut berdampak pada kinerjanya, Hendriawan (2014). Pernyataan tersebut

sesuai dengan hasil penelitian dari Ramlawati (2016) yang mengungkapkan

bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

karyawan, yang artinya semakin baik/tinggi gaya kepemimpinan seorang

pemimpin, maka kinerja karyawan juga akan semakin tinggi.

2.6.2 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan

Pada dasarnya manusia atau seseorang yang berada dalam kehidupan

organisasi berusaha untuk menemukan dan membentuk sesuatu yang dapat


28

mengakomodasikan kepentingan semua pihak, agar dapat menjalankan

aktivitasnya tidak berbenturan dengan berbagai sikap dan perilaku dari masing-

masing individu. Sesuatu yang dimaksud adalah budaya dimana individu berada,

seperti nilai, keyakinan, anggapan, harapan dan sebagainya, Wibowo (2016).

Budaya organisasi adalah sebuah keyakinan, nilai, asumsi atau norma yang telah

berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai

pedoman perilaku dalam memecahkan masalah-masalah organisasinya, Sutrisno

(2015). Budaya organisasi berpangaruh signifikan positif terhadap kinerja

karyawan.

2.6.3 Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan

Konsep komitmen organisasi adalah sikap yang mencerminkan sejauh

mana seseorang individu mengenali dan terikat pada organisasinya. Seseorang

individu yang memiliki komitmen tinggi kemungkinan akan melihat dirinya

sebagai anggota sejati organisasinya, Moorhead dan Griffin (2015). Komitmen

organisasi adalah kesepakatan untuk melakukan sesuatu untuk diri sendiri,

individu lain, kelompok atau organisasi, Putu dan I Wayan (2017). Berarti

karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi akan melakukan segala usaha agar

dapat mencapai tujuan organisasi. Apabila tujuan organisasi tercapai maka kinerja

organisasi akan menjadi lebih baik, Sutrisno (2018).

Komitmen organisasi yang kuat akan mendorong para individu untuk

berusaha lebih keras dalam mencapai tujuan organisasi. Sehingga komitmen yang

tinggi menjadikan individu lebih mementingkan organisasi daripada kepentingan

pribadi dan berusaha menjadikan organisasi menjadi lebih baik lagi. Komitmen
29

organisasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja pegawai. Komitmen

organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja.

Gambar 4.1
Kerangka Pemikiran

2.7 Uji Hipotesis

Sugiyono (2017:63) menyatakan bahwa hipotesis merupakan jawaban

sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah

dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan. Dikatakan sementara, karena

jawaban yang diberikan baru berdasarkan teori yang relevan, belum didasarkan

pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data atau

kuesioner.

Adapun hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut.

H1 : Diduga Gaya Kepemimpinan berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan PT.

CNS Palembang.
30

H2 : Diduga Budaya Organisasi berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan PT.

CNS Palembang.

H3 : Diduga Komitmen organisasi berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan PT.

CNS Palembang.

H4 : Diduga Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi, dan Komitmen

Organisasi berpengaruh secara simultan terhadap Kinerja Karyawan PT.

CNS Palembang.

Anda mungkin juga menyukai