Anda di halaman 1dari 43

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinerja Karyawan


2.1.1 Pengertian Kinerja
Menurut Mangkunegara (2009), secara konseptual kinerja adalah hasil
kerja yang dicapai oleh seseorang dalam kurun waktu tertentu berdasarkan standar
kerja yang telah ditetapkan. Adapun variabel operasional dari kinerja karyawan
yaitu hasil kerja yang dicapai dalam kurun waktu tertentu berdasarkan standar
kerja yang telah ditetapkan. Pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Beberapa
pengertian kinerja menurut para ahli, yaitu:
1. Menurut Mangkunegara (2002) mengemukakan bahwa kinerja adalah
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.
2. Menurut Sedarmayanti (2011) mengungkapkan bahwa kinerja merupakan
terjemahan dari performance yang berarti Hasil kerja seorang pekerja,
sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan,
dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukkan buktinya secara
konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah
ditentukan).
3. Menurut Wibowo (2010) mengemukakan bahwa kinerja adalah tentang
melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut.
Menurut Nurmianto dan Siswanto (2006), kinerja karyawan merupakan
konsep yang bersifat universal yang merupakan efektivitas operasional suatu
organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan standar dan kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya, karena pada dasarnya organisasi dijalankan
oleh manusia, maka kinerja sesungguhnya merupakan perilaku manusia dalam

6
7

memainkan peran yang mereka lakukan dalam suatu organisasi untuk memenuhi
standar perilaku yang telah ditetapkan agar mencapai hasil yang diinginkan.
Menurut Robins (2006), kinerja karyawan yang umum untuk pekerjaan
meliputi beberapa elemen, yaitu:
1. Kuantitas dari hasil
Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti
jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.
2. Kualitas dari hasil
Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan
yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan
kemampuan karyawan.
3. Ketepatan waktu dari hasil
Merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang
dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta
memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
4. Efektivitas
Merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang,
teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil
dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya.
5. Kemandirian
Merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat
menjalankan fungsi kerjanya Komitmen kerja. Merupakan suatu tingkat
dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan
tanggung jawab karyawan terhadap kantor.

2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja


Tinggi rendahnya kinerja seorang pegawai tentunya ditentukan oleh
faktor-faktor yang mempengaruhinya baik secara langsung ataupun tidak.
Adapun 3 faktor utama yang mempengaruhi kinerja adalah sebagai
berikut:
1. Kemampuan individual untuk melakukan pekerjaan
8

2. Tingkat saha yang dicurahkan


3. Dukungan organisasi
Menurut Mangkunegara (2002), faktor yang mempengaruhi pencapaian
kinerja adalah:
1. Faktor kemampuan
Secara psikologis, kemampuan pegawai terdiri dari kemampuan potensi
yang berupa IQ dan kemampuan reality yang berupa pengetahuan dan
skill. Artinya, pegawai yang memiliki IQ rata-rata (IQ 110 – 120) dengan
pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam
mengerjakan pekerjaannya sehari-hari, maka ia akan lebih mudah
mencapai prestasi kerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu
ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
2. Faktor motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi
kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang
terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap mental
merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha
mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental seorang pegawai
harus sikap mental yang siap secara psikofisik (sikap secara mental, fisik,
tujuan dan situasi). Artinya seorang pegawai harus siap mental, mampu
secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai
serta mampu memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja.
Menurut Prawirosentono (1999), faktor yang mempengaruhi kinerja
adalah sebagai berikut:
1. Efektifitas dan efisiensi
Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh mengatakan
bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat yang tidak
dicari kegiatan menilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga
mengakibatkan kepuasan walaupun efektif dinamakan tidak efesien.
Sebaliknya, bila akibat yang dicari-cari tidak penting atau remeh maka
kegiatan tersebut efesien .
9

2. Otoritas (wewenang)
Otoritas menurut adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam
suatu organisasi formal yang dimiliki seorang anggota organisasi kepada
anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan
kontribusinya.
3. Disiplin
Disiplin adalah taat kepda hukum dan peraturan yang berlaku. Jadi,
disiplin karyawan adalah kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam
menghormati perjanjian kerja dengan organisasi dimana dia bekerja.
4. Inisiatif
Inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreatifitas dalam
membentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan
organisasi.

2.1.3 Sasaran Kinerja


Wibowo dalam buku Sinambela (2012) mengatakan bahwa sasaran
kinerja merupakan suatu pernyataan secara spesifik yang menjelaskan hasil yang
harus dicapai, kapan dan oleh siapa sasaran yang ingin dicapai tersebut
diselesaikan. Sasarannya dapat dihitung, prestasi yang dapat diamati dan dapat
diukur. Sasaran kinerja mencakup perbaikan kinerja, pengembangan pegawai,
kepuasan pegawai, keputusan kompensasi dan keterampilan berkomunikasi.
Wibowo dalam buku Sinambela (2012) mengemukakan, sebagai sasaran,
suatu kinerja mencakup beberapa unsur, yaitu:
1. The Performers, yaitu orang yang menjalankan kinerja
2. The Action atau performance, yaitu tentang tindakan atau kinerja yang
dilakukan oleh Performers.
3. A Time Element, menunjukkan waktu kapan pekerjaan dilakukan
4. An Evaluation Method, tentang cara penilaian bagaimana hasil pekerjaan
dapat dicapai
5. The Place, menunjukkan tempat dimana pekerjaan dilakukan
10

Menurut Sinambela (2012), sasaran yang efektif dinyatakan dengan baik


dalam bentuk kata kerja secara spesifik dan dapat diukur. Sasaran yang efektif
dinyatakan secara spesifik, dapat diukur, dapat dicapau, berorientasi pada hasil
dan dalam batasan waktu tertentu yang dapat dinyatakan dengan akronim SMART
yang berarti sebagai berikut:
(S) Specific : dinyatakan dengan jelas, singkat dan mudah dimengerti
(M) Measurable : dapat diukur dan dikuantifikasi
(A) Attainable : bersifat menantang, tetapimasih dapat dijangkau
(R) Result Oriented : memfokus pada hasil untuk dicapai
(T) Time-bound : ada batas waktu dan dapat dilacak, dapat dimonitor,
progresnya terhadap sasaran untuk dikoreksi

2.1.4 Peningkatan Kinerja


Menurut Robins (2006), upaya yang harus dilakukan dalam upaya
peningkatan sumberdaya manusia adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan Kompetensi
Adapun jenis-jenis kompetensi yaitu:
a. Kompetensi teknis yang berupa pengetahuan dan keahlian, untuk
mencapai hasil yang telah disepakati, kemampuan untuk memikirkan
persoalan dan mencari alternatif baru.
b. Kompetensi konseptual yang berupa kemampuan melihat gambar besar,
untuk menguji berbagai pengendaian dan mengubah perspektif.
c. Kompetensi untuk hidup dalam ketergantungan yaitu kemampuan untuk
berinteraksi secara efektif dengan orang lain, termasuk kemampuan
mendengar, berkomunikasi, medapat alternative lain kemampuan uuntuk
melihat dan beroperasi secara aktif dalam organisasi.
2. Mengembangkan kreatifitas dan inovasi
Kreatifitas merupakan penyatuan pengetahuan dari berbagai bidang
pengalaman yang berlainan untuk menghasilkan ide baru yang lebih baik.
Inovasi adalah pengenalan cara baru yang lebih baik dalam mengerjakan
berbagai hal di tempat kerja. Inovasi tidak mengisyaratkan pembaharuan
11

secara absolute dan perubahan bisa dipandang sebagai suatu inovasi jika
perubahan tersebut dianggap baru bagi seseorang, kelompok, atau
organisasi yang memperkenalkannya.
3. Mengantisipasi Kompetensi Global.
Menurut Sedarmayanti memasuki kompetensi Global, masyarakat perlu
diokndisikan kritis terhadap mutu. Membangun sikap kompetitif
memasuki era global, berarti membangun sumber daya manusia handal,
memliki wawasan luas, terhadap kemajuan. Kaitannya dengan upaya
mengantisipasi kompetensi, tuntutan terwujudnya sumber daya menusia
yang kreatif, inovasi dan mampu mendayagunakan modal intelektual tidak
dapat lepas dari perubahan lingkungan, karena perubahan lingkungan akan
menuntut perubahan besar dan mendasar cara hidup dalam berbagai
tatanan dunia kerja yang mencakup para karyawan, manager dan
pemimpin organisasi.
Adapun cara lain yang digunakan untuk meningkatkan kinerja karyawan
adalah:
1. Memberikan dukungan atau dorongan kepada karyawan untuk
berkembang, seperti memberikan kesempatan kepada karyawan untuk
melakukan pekerjaan yang berbeda, memberi motivasi kepada karyawan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sesuai pekerjaan.
2. Membuat standar kerja yang jelas, dengan adanya standar yang jelas maka
akan memudahkan dalam mengontrol kinerja atau performance karyawan,
kemudian karyawan akan berusaha mencapai standar tersebut dengan cara
memperbaiki performance atau kinerja
3. Menetapkan area tanggung jawab dalam bekerja, dengan adanya tanggung
jawab yang tinggi, memotivasi karyawan untuk meningkatkan
performance agar tanggung jawabnya terselesaikan dengan baik.
4. Menentukan rangkaian atau urutan kegiatan, dengan adanya urutan
kegiatan maka situasi kerja lebih sistematis dan karyawan tidak tumpang
tindih dalam melakukan pekerjaan
5. Mengawasi dan mengikuti karyawan dalam melakukan pekerjaan
12

6. Memperjelas tentang pemberian reward atau penghargaan, dengan adanya


penghargaan maka akan mendorong karyawan untuk berperilaku lebih
baik dan positif.

2.1.5 Penilaian Kinerja


Simajuntak dalam buku Sinambela (2012) mengatakan bahwa metode
penilaian kinerja menjadi penting diperhatikan, mengingat bagus tidaknya metode
penilaian kinerja yang dilakukan akan dipengaruhi oleh tepat tidaknya metode
penilaian yang dipilih dan diimplementasikan. Oleh karenanya, kita akan
memusatkan perhatian pada penggunaan, jenis dan penerapan sistem penilaian
kinerja secara formal. Penggunaan metode penilaian antara satu organisasi dengan
organisasi lain bisa berbeda-beda. Suatu organisasi mungkin cukup hanya
menggunakan satu metode saja, akan tetapi organisasi lain mungkin
membutuhkan lebih dari satu pendekatan.
Menurut Simumora (1997), penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi
pelaksanaan kinerja individu. Dalam organisasi modern penilaian kinerja
memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam
menjelaskan tujuan dan standar-standar kinerja dan memotivasi kinerja individu di
waktu selanjutnya. Setiap karyawan dalam melaksanakan kewajiban atau tugas
merasa bahwa hasil kerja mereka tidak terlepas dari penilaian atasan baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Menurut Rivai (2005), beberapa manfaat penilaian adalah sebagai berikut:
1. Manfaat bagi karyawan yang dinilai antara lain yaitu:
a. Meningkatkan motivasi
b. Meningkatkan kepuasan kerja
c. Adanya kejelasan standar hasil yang diharapkan
d. Adanya kesempatan berkomunikasi ke atas
2. Manfaat bagi penilai antara lain yaitu:
a. Meningkatkan kepuasan kerja
b. Dapat digunakan untuk mengukur dan mengidentifikasi
kecenderungan kinerja karyawan
13

c. Sebagai sarana meningkatkan motivasi karyawan


d. Dapat digunakan dalam mengidentifikasi rotasi karyawan
3. Manfaat bagi perusahaan antara lain yaitu:
a. Meningkatkan kualitas komunikasi
b. Meningkatkan motivasi karyawan secara keseluruhan
c. Meningkatkan pandangan secara luas menyangkut tugas yang
dilakukan untuk masing-masing karyawan

2.1.6 Tujuan Penilaian Kinerja


Rao dalam buku Sinambela (2012) menyatakan bahwa tujuan penilaian
diri atau penilaian kinerja adalah:
1. Menyediakan kesempatan bagi pegawai untuk mengiktisarkan:
a. Berbagai tindakan yang telah diambilnya dalam kaitan dengan aneka
fungsi yang bertalian dengan perannya
b. Keberhasilan dan kegagalannya sehubungan dengan fungsi-fungsi itu
c. Kemampuan-kemampuan yang ia perlihatkan dan kemampuan-
kemampuan yang ia rasakan kurang dalam melaksanakan kegiatan-
kegiatan itu dan berbagai dimensi managerial serta perilaku yang telah
diperlihatkan olehnya selama setahun.
2. Mengenali akan kebutuhan perkembangannya sendiri dengan membuat
rencana bagi perkembangannya di dalam organisasi dengan cara
mengidentifikasi dukungan yang ia perlukan dari atasan yang harus
dilaporinya dan orang-orang lain di dalam organisasi.
3. Menyampaikan kepada atasan yang harus dilaporinya, sumbangannya, apa
yang sudah dicapai dan refleksinya supaya ia mampu meninjau prestasinya
sendiri dalam perspektif yang benar dan dalam penilaian yang lebih
obyektif. Hal ini merupakan sebuah persiapan yang perlu bagi diskusi-
diskusi peninjauan prestasi kerja dan rencanan perbaikan prestasi kerja.
4. Memprakarsai suatu proses peninjauan dan pemikiran tahunan yang
meliputi seluruh organisasi untuk memperkuat perkembangan atas inisiatif
sendiri guna mencapai kefektifan mangerial.
14

Cummings dan Donald dalam buku Sinambela (2012) berpendapat bahwa


dua tujuan dari penilaian kinerja yang dinyatakan secara luas adalah untuk
mencapai suatu kesimpulan yang evaluatif atau yang memberi pertimbangan
mengenai kinerja pegawai dan untuk pengembangan berbagai karya lewat
program. Kedua tujuan tersebut dinyatakan secara luas diperbandingkan dalam
Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Perbandingan Tujuan Utama Dari Penilaian Kinerja


Aspek
Pertimbangan Pengembangan
Perbandingan
Persiapan bagi hasil karya yang akan
Orientasi waktu Hasil karya yang lalu
datang
Meningkatkan hasil karya dengan Meningkatkan hasil karya lewat belajar
Sasaran
merubah perilaku lewat sistem imbalan sendiri

Menggunakan skala penilaian (rating Bimbinga, saling mempercayai,


Metode
scale), perbandingan dan distribusi penetapan tujuan dan perencanaan akhir
Peranan Orang yang membimbing dan mendorong
supervisor Seorang hakim yang menilai secara suportif, yang mendengarkan,
(penilai) membantu dan menunjukkan jalan
Peranan
Pendengar, bereaksi dan berusaha Secara aktif terlibat dalam merencanakan
bawahan (orang
mempertahankan hasil karya yang lalu hasil karya yang akan datang
yang dinilai)
Sumber: Cummings dan Donald, (1973)

Walaupun dua tujuan yang luas dari penilaian kinerja adalah pertimbangan
dan pengembangan, namun alasan khusus bagi penggunanya lebih penting bagi
organisasi, sebagaimana yang terdapat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Tujuan Khusus Penilaian Kinerja


Aspek Tujuan

Motivasi
Promosi
- Mengiedntifikasi kebutuhan akan pelatihan dan
Pemecatan
pengembangan
Kenaikan gaji
- Mengevaluasi efektivitas dari keputusan seleksi
Kenaikan upah
dan penempatan
Kesadaran manajerial yang meningkat
- Pemindahan perencanaan sumber daya manusia
Dari tugas pekerjaan dan persoalan bawahan
- Pemberhentian sementara
Pengertian bawahan yang meningkat
Mengenai manajemen tentang hasil karyanya

Sumber: Sinambela, (2012)


15

2.1.7 Manfaat Penilaian Kinerja


Menurut Sinambela (2012), manfaat utama penilaian kinerja antara lain
adalah:
1. Memberikan sarana untuk mengahadapi ketidakadilan yang ada dan
mencegah terciptanya ketidakadilan yang baru.
2. Memberikan kerangka untuk perbandingan antara manajemen dan serikat
buruh yaitu tentang berbagai prinsip, struktur upah umum, tingkat upah
dan tambahan upah.
3. Memberikan sarana untuk menangani keluhan dan diharapkan bahwa
keluhan akan berkurang setelah sistemnya diterima.
4. Tingkat bayaran pekerjaan yang baru diciptakan dapat ditentukan secara
sistematis tanpa adanya bahaya untuk menciptakan ketidak adilan yang
baru.
5. Para pegawai dapat dengan mudah mengerti kemungkinan mereka untuk
penghasilan lebih tinggi dalam keadaan mereka sekarang dan harus tahu
memilih pekerjaan yang mana untuk memperoleh bayaran yang lebih
tinggi.

2.1.8 Elemen dan Proses Penilaian Kinerja


Handoko dalam penelitian Triajeng (2013), bilamana penilaian dalam
bekerja harus dikaitkan dengan usaha pencapaian untuk hasil kerja yang
diharapkan, maka sebelumnya harus ditentukan tujuan setiap pekerjaan, standar
atau dimensi kerja dan ukurannya dengan penentuan metode penilaian,
pelaksanaan dan evaluasi. Adapun proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Penentuan Metode
Penentuan Sasaran Penentuan Standar dan Evaluasi Penilaian
Pelaksanaan Penilaian

Gambar 2.1 Langkah-langkah Penilaian Unjuk Kerja


16

Adapun uraian penjelasan mengenai langkah-langkah pada gambar diatas


adalah sebagai berikut:
1. Penentuan sasaran
Penentuan sasaran sebagaimana telah disebutkan yaitu harus spesifik,
terukur, menantang dan didsarakan pada waktu tertentu. Selain itu, perlu
pula diperhatikan proses penentuan sasaran tersebut yaitu diharapkan
sasaran tugas individu dirumuskan bersama-sama antara atasan dan
bawahan.
2. Penentuan Standar
Pentingnya penilaian dalam bekerja menghendaki penilaian tersebut harus
benar-benar obyektif yaitu mengukur unjuk kerja pegawai yang
sesungguhnya yang disebut dengan job related.
3. Penentuan Metode dan Pelaksanaan Penilaian
Metode yang dimaksudkan adalah pendekatan atau cara serta
perlengkapan yang digunakan.
4. Evaluasi penilaian
Evaluasi penilaian merupakan umpan balik kedapa karyawan mengenai
aspek-aspek unjuk kerja yang harus diubah dan dipertahankan serta
berbagai tindakan yang harus diambil, baik oleh organisasi atau karyawan
dalam upaya perbaikan kinerja pada masa yang akan datang.
Mangkunegara dalam penelitian Triajeng (2013), indikator berdasarkan
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) yang diatur dalam PP No. 10 tahun
1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, yaitu:
1. Kesetiaan, merupakan loyalitas terhadap perusahaan
2. Prestasi Kerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.
3. Tanggung Jawab adalah kesanggupan menyelesaikan pekerjaan yang
diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya
serta berani memikul risiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan
yang dilakukannya.
17

4. Ketaatan adalah kesanggupan menaati segala peraturan yang berlaku,


menaati perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang,
serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang ditentukan.
5. Kejujuran, pada umumnya yang di maksud dengan kejujuran adalah
ketulusan hati dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak
menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya.
6. Kerjasama adalah kemampuan untuk bekerja bersama-sama dengan orang
lain dalam menyelesaikan sesuatu tugas yang ditentukan, sehingga tercapai
daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya.
7. Prakarsa adalah kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan
langkah-langkah atau melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan
dalam melaksanakan tugas poko tanpa menunggu perintah dari atasan.
8. Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk meyakinkan orang
lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan
tugas pokok.

2.1.9 Unsur yang Digunakan dalam Penilaian Kinerja Karyawan


Menurut Hasibuan (2002), adapun unsur-unsur penilaian kinerja adalah
sebagai berikut:
1. Prestasi
Penilaian hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan
karyawan.
2. Kedisiplinan
Penilaian disiplin dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan
melakukan pekerjaan sesuai dengan intruksi yang diberikan.
3. Kreatifitas
Penilaian kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreatifitas untuk
menyelesaikan pekerjaannya sehingga dapat bekerja lebih berdaya guna
dan berhasil guna.
18

4. Kerja sama
Penilaian karyawan dalam hal berpartisipasi dan bekerja sama dengan
karyawan lain dalam bekerja sehingga hasik pekerjaan lebih baik.
5. Kecakapan
Penilaian dalam menyatukan bermacam-macam elemen yang terlibat
dalam menyusun kebijaksanaan.
6. Tanggung jawab
Penilaian karyawan dalam tanggung jawab nya baik dari hasil
pekerjaannya, sarana dan prasarana yang digunakan serta perilaku
kerjanya.

2.1.10 Pengertian Karyawan


Menurut Hasibuan dalam Sarira (2015), menjelaskan bahwa karyawan
adalah penjual jasa baik pikiran dan tenaga serta mendapat kompensasi yang
besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu. Dalam hak ini, karyawan wajib dan
terikat untuk mengerjakan pekerjaan yang diberikan dan berhak memperoleh
kompensasi sesuai dengan perjanjian. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun
2003 pasal 1, tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan
baik di dalam maupun diluar hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sedangkan pada pasal 4 disebutkan
bahwa karyawan adalah seseorang pekerja tetap yang bekerja di bawah perintah
orang lain dan mendapat kompensasi serta jaminan.

2.1.11 Pengertian Kompetensi


Menurut Spencer dan Spencer dalam jurnal Sarira (2015), kompetensi
adalah sebagai karakteristik dasar yang dimiliki oleh seorang individu yang
berhubungan secara kausal dalam memenuhi kriteria yang diperlukan dalam
menduduki suatu jabatan. kompetensi menunjukkan karakteristik yang mendasari
perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), konsep diri,
nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja
unggul (superior performer) di tempat kerja. Kompetensi yaitu sifat dasar yang
19

dimiliki atau bagian kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang
serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan
sebagai dorongan untuk mempunyai prestasi dan keinginan berusaha agar
melaksanakan tugas dengan efektif.
Menurut Wibowo (2011p), kompetensi diartikan sebagai kemampuan
untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi
oleh keterampilan dan pengetahuan kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut.
Dengan demikian kompetensi menunjukkan keterampilan atau pengetahuan yang
dicirikan oleh profesionalisme dalam suatu bidang tertentu sebagai suatu yang
terpenting. Kompetensi sebagai karakteristik seseorang berhubungan dengan
kinerja yang efektif dalam suatu pekerjaan atau situasi.

2.1.12 Karaterisktik Kompetensi


Menurut Spencer dan Spencer dalam jurnal Sarira (2015) terdapat 5 (lima)
karakteristik kompetensi, yaitu :
1. Motif (motive) adalah hal-hal yang seseorang pikir atau inginkan secara
konsisten yang menimbulkan tindakan.
2. Sifat (traits) adalah karakteristik fisik dan respons-respons konsisten
terhadap situasi atau informasi.
3. Konsep diri (Self – Concept) adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki
seseorang.
4. Pengetahuan (Knowledge) adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk
bidang tertentu.
5. Ketrampilan (Skill) adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas
tertentu baik secara fisik maupun mental.

2.1.13 Jenis-jenis Kompetensi


Menurut Spencer dalam Dharma (2005), kompetensi dapat dibagi dua
kategori yaitu:
1. Kompetensi dasar (Threshold Competency) adalah karakteristik utama
yang biasanya berupa pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan
20

untuk membaca yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat


melaksanakan pekerjaannya
2. Kompetensi pembeda (Differentiating Competency) adalah faktor-faktor
yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah.

Menurut Kunandar (2007), kompetensi dapat dibagi 5 (lima) bagian yakni:


1. Kompetensi intelektual, yaitu berbagai perangkat pengetahuan yang ada
pada diri individu yang diperlukan untuk menunjang kinerja
2. Kompetensi fisik, yakni perangkat kemampuan fisik yang diperlukan
untuk pelaksanaan tugas
3. Kompetensi pribadi, yakni perangkat perilaku yang berkaitan dengan
kemampuan individu dalam mewujudkan diri, transformasi diri, identitas
diri dan pemahaman diri.
4. Kompetensi sosial, yakni perangkat perilaku tertentu yang merupakan
dasar dari pemahaman diri sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
lingkungan sosial.
5. Kompetensi spiritual, yakni pemahaman, penghayatan serta pengamalan
kaidah-kaidah keagamaan.
Kompetensi dapat meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan
perilaku karyawan. Dalam arti luas, kompetensi ini akan terkait dengan strategi
organisasi dan pengertian kompetensi ini dapatlah kita padukan dengan
keterampilan dasar (soft skill), keterampilan baku (hard skill), keterampilan sosial
(social skill), dan keterampilan mental. Keterampilan baku (hard skill)
mencerminkan pengetahuan dan keterampilan fisik SDM, keterampilan dasar (soft
skill) menunjukkan intuisi, kepekaan SDM. Sedangkan keterampilan sosial (social
skill) menunjukkan keterampilan dalam hubungan sosial SDM.

2.2 Promosi dan Mutasi Jabatan


2.2.1 Pengertian Promosi
Menurut Husein (2003), promosi adalah penghargaan dengan kenaikan
jabatan dalam suatu organiasi ataupun instansi baik dalam pemerintahan maupun
21

non pemerintah (swasta). Seseorang yang menerima promosi harus memiliki


kualifikasi yang baik dibanding kandidat yang lain. Promosi merupakan
kesempatan untuk berkembang dan maju yang dapat mendorong karyawan untuk
lebih baik atau lebih bersemangat dalam melakukan suatu pekerjaan dalam
lingkungan organisasi atau perusahaan. Dengan adanya target promosi maka
karyawan akan merasa dihargai, diperhatikan, dibutuhkan dan diakui kemampuan
kerjanya oleh manajemen perusahaan sehingga mereka akan menghasilkan
keluaran (output) yang tinggi serta akan mempertinggi loyalitas pada perusahaan.
Oleh karena itu, pimpinan harus menyadari pentingnya promosi dalam
peningkatan produktivitas yang harus dipertimbangkan secara objektif.
Menurut Siagian (2009), promosi jabatan adalah pemindahan pegawai atau
karyawan dari satu jabatan atau tempat ke jabatan atau tempat yang lebih tinggi
serta diikuti oleh tugas, tanggung jawab dan wewenang yang lebih tinggi dari
jabatan yang di duduki sebelumnya. Pada umumnya, promosi yang diikuti dengan
peningkatan income serta fasilitas yang lain. Penghargaan atas hasil kinerja
biasanya dinyatakan dalam bentuk promosi jabatan. Istilah promosi jabatan berarti
kemajuan, dimana sebuah promosi dapat terjadi ketika seorang karyawan
dinaikkan jabatannya dari posisi rendah ke posisi yang lebih tinggi. kenaikan gaji
dan tanggungjawab baisanya turut menyertai promosi jabatan.

2.2.2 Dasar-dasar Promosi


Menurut Handoko dalam buku Badriyah (2015), pedoman dasar untuk
mempromosikan karyawan atau pegawai adalah:
1. Pengalaman
Yaitu untuk melihat berapa lama dan berapa banyak pengalaman kerja
karyawan tersebut.
2. Kecakapan
Ini merupkana keahlian atau kemampuan seperti apa yang dimiliki oleh
karyawana tersebut.
22

3. Kombinasi kecakapan dan pengalaman


Dilihat dari kedua hal antara kecakapan dan pengalaman dari karyawan
tersebut.

2.2.3 Syarat-syarat Promosi


Menurut Handoko dalam Badriyah (2015), persyaratan promosi untuk
setiap perusahaan tidak selalu sama, bergantung pada perusahaan/lembaga
masing-masing. Syarat-syarat promosi umumnya sebagai berikut:
1. Kejujuran
2. Disiplin
3. Prestasi kerja
4. Kerjasama
5. Kecakapan
6. Loyalitas
7. Kepemimpinan
8. Komunikatif
9. Pendidikan

2.2.4 Jenis-jenis Promosi


Dalam buku Badriyah (2015), menurut peraturan pemerintah No.12 tahun
2002 jenis-jenis promosi pegawai adalah sebagai berikut:
1. Kenaikan pangkat penyesuaian ijazah
Kenaikan pangkat peneysuaian ijazah dapat diberikan kepada pegawai
setelah mengikuti ujian penyesuaian pangkat yang diselenggarakan oleh
dinas dan dinyatakan lulus serta memenuhi persyaratan lainnya yang
ditentukan.
2. Kenaikan pangkat pilihan
Syarat kenaikan pangkat pilihan:
a. Berada satu tingkat dibawah jenjang pangkat terendah yang ditentukan
untuk jabatan yang didudukinya.
b. Menunjukkan prestasi kerja yang luar biasa baiknya
23

c. Menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara


d. Sekurang-kurangnya telah 1 tahun dalam pangkat terakhir.
e. Sekurang-kurangnya telah satu tahun dalam jabatan struktural yang
didudukinya.
3. Kenaikan pangkat reguler
Syarat kenaikan pangkat reguler:
a. Tidak menduduki jabatan struktursl/fungsional tertentu
b. Sekurang-kurangnya telah empat tahun dalam pangkat terakhir
c. Tidak melampaui pangkat atasannya langsung.

2.2.5 Membuat Keputusan Promosi


Menurut Dessler (2010), sebagian besar orang yang bekerja menantikan
promosi, yang biasanya berarti pembayaran gaji, tanggung jawab, dan (sering
kali) kepuasan kerja yang lebih besar. Bagi pengusaha, promosi dapat
memberikan kesempatan untuk memberikan penghargaan atas prestasi yang luar
biasa, dan untuk mengisi posisi yang lowong dengan karyawan yang setia dan
telah teruji. Namun proses promosi tidak selalu merupakan pengalaman yang
positif baik bagi karyawan atau pengusaha. Ketidakadilan, kesewenangan, atau
kerahasiaan dapat mengurangi efektivitas dari proses itu bagi semua pihak yang
terlibat. Karenanya beberapa keputusan terlihat besar dalam proses promosi suatu
perusahaan.
a. Keputusan 1 :Senioritas ataukah kompetensi yang mempengaruhi
Keputusan yang paling penting barangkali adalah apakah promosi
didasarkan pada senioeritas atau kompetensi atau suatu kombinasi dari
keduanya. Fokus saat ini pada sifat kompetitif lebih menyukai kompetensi,
seperti kenyataan bahwa promosi yang didasarkan pada kompetensi adalah
motivator yang superior. Namun, kemampuan sebuah perusahaan untuk
menggunakan kompetensi sebagai kriteria bergantung pada beberapa hal,
yang paling terlihat apakah kesepaktan serikat kerja atau persyaratan
pelayanan sipil yang mengatur promosi atau tidak.
24

b. Keputusan 2: bagaimana seharunya kita mengukur kompetensi


Mendefinisikan dan mengukur prestasi sebelumnya adalah relatif terus
terang: definisikan pekerjaan itu, tetapkan standarnya, dan gunakan satu
perangkat penilaian atau lebih untuk mencatat prestasi karyawan. Tetapi
promosi membutuhkan sesiatu yang lebih tinggi lagi: anda juga
membutuhkan sebuah prosedur sah untuk memprediksikan potensi seorang
kandidat untuk prestasi mendatang. Sebagian pengusaha menggunakan
prestasi sebelumnya sebagai pedoman dan mengasumsikan bahwa
(berdasarkan pada pretasinya sebelum itu) orang tersebut akan berprestasi
baik pada pekerjaan yang baru . ini adalah prosedur yang paling sederhana.
Orang lain menggunakan ujian atau pusat penelitian untuk mengevaluasi
karyawan yang dapat dipromosikan untuk mengenali mereka yang
memiliki prestasi yang eksekutif.
c. Keputusan 3 : apakah prosesnya formal atau informal
Banyak perusahaan yang memiliki proses promosi yang informal.
Mungkin mereka tidak memasang posisi yang lowong, dan para manager
kunci mungkin menggunakan kriteria yang tidak dipublikasikan milik
merek sendiri untuk membuat keputusan promosi. Banyak pengusaha
menerbitkan kebijakan dan prosedur promosi yang formla dan
dipublikasikan. Hal ini memiliki beberapa komponen, yaitu karyawan
mendapatkan sebuah kebijakan promosi formal yang menjelaskan kriteria
yang digunakan perusahaan untuk memberikan promosi. Sebuah kebijakan
pemasangan lowongan menyatakan perusahaan akan memasang posisi
yang lowong dan persyaratannya dan mengedarkan ini kepada semua
karyawan.
d. Keputusan 4 :vertikal, horiozntal, atau lainnya
Beberapa perusahaan, seperti divisi eksplorasi adari British Petroleum,
menciptakan dua jalur karier paralel, satu bagi para manager dan lainnya
bagi kontributor perorangan seperti insinyur dengan prestasi tinggi. Di BP,
kontributor perorangan bisa naik ke posisi senior tetapi bukan penyeliaan,
seperti insinyur senior. Pekerjaan ini memiliki penghargaan finansial
25

paling banyak terlampir pada posisi jalur manajemen pada timgkat itu.
Pilihan lainnya adalah memindahkan orang tersebut secara horizontal.
Misalnya memindahkan seorang karyawan produksi ke SDM untuk
mengembangkan keterampilan baru dan untuk menguji dan menantang
kecerdasan.

2.2.6 Pengertian Mutasi


Menurut Wahyudi dalam buku Badriyah (2015), mutasi atau transfer
adalah perpindahan pekerjaan seseorang yang memiliki tingkat level yang sama
dari posisi pekerjaan sebelum mengalami pindah kerja. Kompensasi haji, tugas
dan tanggung jawab yang baru adalah sama seperti sebelumnya. Mutasi atau rotasi
kerja dilakukan untuk menghindari kejenuhan karyawan atau pegawai pada
rutinitas pekerjaan yang terkadang membosankan serta memiliki fungsi tujuan lain
supaya seseorang dapat menguasai dan mendalami pekerjaan lain dalam bidang
yang berbeda di suatu perusahaan. Transfer terkadang dapat dijadikan sebagai
tahapan awal untuk mendapatkan promosi pada waktu mendatang.

2.2.7 Tujuan dan Manfaat Mutasi


Mudjiono dalam buku Badriyah (2015), mengemukakan beberapa tujuan
mutasi yaitu:
1. Meningkatkan produktivitas karyawan
2. Menciptakan keseimbangan antara tenaga kerja dengan komposisi
pekerjaan atau jabatan
3. Memperluas atau menambah pengetahuan karyawan
4. Menghilangkan rasa bosan/jenuh terhadap pekerjaan
5. Memberikan dorongan agar karyawan mau berusaha meningkatkan karier
yang lebih tinggi
6. Alat pendorong agar spirit kerja meningkat melalui persaingan terbuka
7. Menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi fisik karyawan
26

2.3 Statistik
2.3.1 Pengertian Statistik
Menurut Harinaldi (2005), statistik adalah suatu metode ilmiah dalam
mengumpulkan, mengkalsifikasikan, meringkas, menyajikan, menginterpretasikan
dan menganalisis data guna mendukung pengambilan keputusan yang valid dan
berguna sehingga dapat menjadi dasar pengambilan keputusan. Statistik
digunakan untuk menyebutkan data itu sendiri atau fakta yang berupa angka yang
dihasilkan dari data yang menggambarkan karakteristik sampel. Metode
pengumpulan data secara statistik haruslah efisien, maksudnya agar dapat
menghemat tenaga, biaya dan waktu serta bisa diperoleh dengan tingkat ketelitian
yang tinggi.

2.3.2 Populasi dan Sampel


Menurut Harinaldi (2005), populasi adalah kumpulan dari keseluruhan
pengukuran, objek atau individu yang sedang dikaji. Jadi pengertian populasi
dalam statistik tidak terbatas pada sekelompok/kumpulan orang-orang, namun
mengacu pada seluruh ukuran, hitungan atau kualitas yang menjadi fokus
perhatian suatu kajian. Sampel adalah sebagian atau himpunan bagian dari suatu
populasi. Populasi dapat berisi data yang besar sekali jumlahnya yang
mengakibatkan tidak mungkin atau sulit dilakukan pengkajian terhadap seluruh
data tersebut, sehingga pengkajian dilakukan terhadap sampelnya saja. Ukuran
minimum sample yang diterima berdasarkan pada desain penelitian yang
digunakan untuk populasi yang relatif kecil minimal 30% dari populasi.

2.3.3 Uji Validitas


Menurut Sugiyono (2006), uji validitas digunakan untuk mengukur sah
atau valid tidaknya suatu kuesioner. Pengujian validitas dilakukan dengan
menggunakan analisis korelasi product moment yang terkoreksi (corrected item
total correlation).
27

Harinaldi (2005), berikut merupakan rumus yang digunakan untuk uji


validitas adalah sebagai berikut:
N  XY  ( X )( Y )
rxy  ..... (2.1)
{N  X 2  ( X ) 2 }{N  Y 2  ( Y ) 2 }

Dimana:
X : Skor yang diperoleh subyek dari seluruh item
Y : Skor total yang diperoleh dari seluruh item
ΣX : Jumlah skor dalam distribusi X
ΣY : Jumlah skor dalam distribusi Y
ΣX2 : Jumlah kuadrat dalam skor distribusi X
ΣY2 : Jumlah kuadrat dalam skor distribusi Y
N : Banyaknya responden
Uji validitas dilakukan dengan metode Pearson yaitu dengan
mnegkorelasikan skor item kuesioner dengan skor totalnya. Adapun langkah-
langkah pelaksanaanya adalah sebagai berikut:
e. Menghitung dan menjumlahkan skor tiap subyek.
f. Mengkorelasikan skor tiap-tiap item dengan skor total yang diperoleh
setiap subyek
g. Nilai r hitung dibandingkan dengan r tabel. Pilihlah item yang r hitungnya
positif dan lebih besar dari r tabel.
h. Buang item yang r hitungnya kurang dari r tabel dan hitung kembali
korelasinya sehingga r hitung semua item lebih dari r tabel.
i. Item yang memiliki nilai r hitung > r tabel maka item tersebut dinyatakan
valid.
Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi
16 dengan kriteria sebagai berikut:
a. Jika r hitung positif dan r hitung > r tabel maka pertanyaan dinyatakan
valid
b. Jika r hitung negatif dan r hitung < r tabel maka pertanyaan dinyatakan
tidak valid
c. R hitung dapat dilihat pada kolom corrected item total correlation.
28

2.3.4 Uji Reliabilitas


Menurut Sugiyono (2006), reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan
sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan dengan
tujuan melihat apakah alat ukur yang di inginkan menunjukkan konsistensi dalam
mengukur gejala yang sama. Di dalam pengujian reliabilitas penulis menggunakan
metode koefisien alpha cronbach.
Harinaldi (2005), berikut merupakan rumus yang digunakan untuk uji
validitas adalah sebagai berikut:

 k    b 
2

r11    1   ...... (2.2)


 k  1   t2 

Dimana:
r11 : Reliabilitas Instrumen
k : Banyaknya butir pertanyaan

 2
b : Jumlah varians butir

 t2 : Varians total
Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi
16 dengan kriteria sebagai berikut:
a. Jika r alpha positif dan r alpha > r tabel maka pertanyaan dinyatakan
reliable.
b. Jika r alpha negatif dan r alpha < r tabel maka pertanyaan dinyatakan tidak
reliable.

2.3.5 Uji Kecukupan Data


Berikut merupakan beberapa jenis uji kecukupan data, antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Uji kecukupan data dengan data pengamatan
Dalam hal ini uji kecukupan data menggunakan data hasil pengamatan.
Adapun contohnya seperti tinggi pertumbuhan anak, waktu pengamatan
29

dan lainnya yang bersifat eksperimen. Rumus yang digunakan seperti


tampak pada rumus 2.3.

........ (2.3)

Dimana:
N’ = Jumlah pengamatan yang seharusnya dilakukan
k = Tingkat kepercayaan dalam pengamatan (jika tingkat keyakinan
99% maka k = 3, jika tingkat keyakinan 95% maka k = 2)
S = Derajat ketelitian dalam pengamatan
N = Jumlah pengamatan yang sudah dilakukan
Xi = Data pengamatan
2. Uji kecukupan data dengan jumlah data cacat
Jumlah data cacat yang dimaksud disini adalah apabila kuesioner yang
dibagikan berjumlah 50 kuesioner, namun yang diterima kembali setelah
diisi hanya 48 kuesioner maka 2 kuesioner yang tidak kembali adalah data
cacat. Adapun rumus yang digunakan dapat dilihat pada rumus 2.4.

........ (2.4)

Dimana:
N = Jumlah pengamatan yang seharusnya dilakukan
Z = nilai tabel normal yang berhubungan dengan tingkat ketelitian
p = persentase kuesioner yang layak (total kuesioner yang layak-
total kuesioner cacat/ total kuesioner yang kembali)
q = persentase kuesinoner cacat
e = persentase kelonggaran ketelitian
3. Rumus Slovin
Ini adalah teknik random sampling untuk mengetahui ukuran sampel.
Banyak digunakan jika pertanyaan yang diajukan bersifat kategorikal
seperti kuesioner menggunakan skala likert. Adapun rumus yang
digunakan seperti tampak pada rumus 2.5.
30

...... (2.5)

Dimana:
N = Jumlah Populasi
n = Jumlah sampel
e = Error yang diharapkan (tingkat signifikan)

2.4 Metode Penilaian Kinerja


Rivai dan Basri dalam buku Sinambela (2012), metode penilaian kinerja
yang digunakan sangatlah variatif. Beberapa referensi yang menjelaskan metode
penilaian kinerja antara lain adalah penilaian berorientasi pada masa lalu seperti
penilaian subjektif dan penilaian objektif. Selain itu ada penilaian yang
berorientasi pada masa depan seperti penilaian diri sendiri, berdasarkan sasaran,
implikasi penilaian kinerja individu dengan pendekatan MBO dan penilaian
dengan psikolog.
Soeprihanto dalam buku Sinambela (2012), mengatakan penilaian terdiri
dari rating scale, checklist, critical incident method, field review method,
performance test and observations, dan group evaluation method. Secara umum
penilaian kinerjs dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe umum yaitu:
1. Tipe obyektif
Tipe ini umumnya digunakan dengan mengukur variabel-variabel yang
secara operasional dapat menghasilkan data kuantitaif, misalnya data
bulanan produksi, penjualan dan lain-lain. Dapat juga digunakan dalam
devisi SDM seperti ketidakhadiran pegawai dalam bulan tertentu, data
realisasi jam kerja, jam lembur, dan lain-lain. Di satu sisi penilaian dengan
mengandalkan data kuantitatif ini sangat obyektif untuk menentukan
kinerja, meskipun disisi lain memiliki keterbatasan dimana variabel-
variabel tersebut kurang mendukung karena kelemahan masing-masing
bidang.
2. Tipe subyektif
Tipe ini lebih difokuskan pada pertimbangan kemanusiaan yang memiliki
berbagai kecenderungan, misalnya adanya kelonggaran, kecenderungan
31

terpusat karena hello effect. Oleh karena itu, tipe subyektif lebih tepat dan
bermanfaat jika penilaiannya di dasarakan atas analisis yang teliti
mengenai perilaku yang relevan dengan pekerjaan atau jabatan yang
diemban seseorang.

2.4.1 Metode Rating Scale


2.4.1.1 Pengertian Rating Scale
Menurut Widoyoko (2012), Rating Scale merupakan salah satu skala yang
digunakan dalam instrumen non tes dengan suatu prosedur terstruktur untuk
memperoleh informasi tentang suatu masalah dan dinyatakan sebagai posisi
tertentu dalam hubungannya dengan yang lain. Skala bertingkat terdiri dari dua
bagian, yaitu pernyataan tentang kualitas keberadaan sesuatu dan petunjuk
pengumpulan data tentang pernyataan itu. Rating Scale adalah alat pengumpul
data yang digunakan dalam observasi untuk menjelaskan, menggolongkan,
menilai individu atau situasi. Rating Scale juga merupakan alat pengumpul data
yang berupa suatu daftar yang berisi ciri-ciri, tingkah laku/sifat yang harus dicatat
secara bertingkat yang dimana sifat atau sikap tersebut sebagai butir atau item.
Pada skala bertingkat data mentah yang diperoleh berupa angka yang ditafsirkan
dalam pengertian kualitatif. Skala bertingkat biasa digunakan untuk mengukur
kinerja, kepuasan pelanggan, produktivitas kerja, motivasi pegawai dan
sebagainya. Pada skala bertingkat ini, observer diminta merefleksikan kesan-
kesan lampau ke dalam tingkat. Teknik lebih memberikan cara pencatatan yang
mudah dan cepat dalam meringkaskan kesan-kesan hasil pengamatan.

2.4.1.2 Jenis-jenis Rating Scale


Menurut Widoyoko (2012), ada beberapa jenis skala bertingkat yang dapat
digunakan, yaitu:
1. Skala Numeris (Numerical Rating Scale)
Tipe ini merupakan skala bertingkat yang paling sederhana sehingga
paling banyak digunakan. Komponen dari skala numeris ini adalah
pernyataan tentang kualitas tertentu dari sesuatu yang akan diukur, yang
32

diikuti oleh angka yang menunjukkan skor sesuatu yang diukur. Adapun
contoh dari skala numeris adalah seperti berikut:
Peneliti ingin mengetahui kinerja dosen pada suatu perguruan tinggi,
disusunlah angket dengan menggunakan skala numerik.
Petunjuk: Berilah penilaian secara jujur, obyektif dan penuh tanggung
jawab terhadap dosen saudara. Penilaian dilakukan terhadap aspek-aspek
dalam tabel berikut dengan cara melingkari angka 1—5 pada kolom skor
sebagai berikut:
1 = sangat tidak baik/sangat rendah/tidak pernah
2 = tidak baik/rendah/jarang
3 = kurang baik/cukup/kadang-kadang
4 = baik/tinggi/sering
5 = sangat baik/sangat tinggi/selalu

Gambar 2.2 Contoh dari Skala Numeris


2. Skala Grafik (Descriptive Graphic Rating Scale)
Tipe skala ini baik digunakan sebagai panduan observasi untuk
mendeskripsikan profil suatu kegiatan, prosedur atau hasil kegiatan
tertentu. Pada skala ini pengumpulan data dengan memberi tanda tertentu
pada suatu kontinum baris. Contoh berikut ini merupakan skala grafik
untuk mendeskripsikan partisipasi siswa dalam kegiatan diskusi kelas.
33

Gambar 2.3 Contoh dari Skala Grafis


3. Standard Rating
Bentuk skala ini sering juga disebut sebagai skala persentase. Disini
observer merating subjek ke dalam suatu kontinum yang bergeak dari 0 s/d
100 dalam perbandingan dengan subjek amatan lain atau kelompok
khusus.
4. Cumulated Points Rating
Item yang disusun merupakan indikator suatu trait yang akan diukur. Skor
akhir skala merupakan penjumlahan keseluruhan item. Misalnya,
bagaimana seorang pemilik toko mengobservasi kemampuan pegawainya
dalam memberikan pelayanan pada konsumen. Berikut merupakan contoh
dari Cumulated Points Rating seperti tampak pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Contoh dari Cummulated Points Rating
A B
Memberikan bantuan secara sukarela Tidak kooperatif dan tidak responsif
sebatas apa yang diminta oleh orang pada lingkungan sekitarnya
lain
Mencari cara-cara yang efektif untuk Tidak memiliki kesadaran akan
meningkatkan pelayanan pada orang pentingnya peningkatan kualitas
lain dan mendorong orang lain pelayanan
mengembangkan sikap kepedulian
dst dst

2.4.2 Metode Analytic Network Process (ANP)


Basuki dalam jurnal Silvia, dkk (2013), Analytic Network Process (ANP)
adalah suatu metode yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan
34

pengambilan keputusan yang tidak bisa dibuat struktur hirarkinya. Hal tersebut
dikarenakan melibatkan interaksi dan ketergantungan elemen-elemen level atas
pada elemen-elemen level bahwa serta terdapatnya hubungan saling
mempengaruhi antar kriteria pada level tertentu. Vanany dalam jurnal Riska, dkk
(2013), metode Analytic Network Process (ANP) adalah salah satu metode yang
mampu mempresentasikan tingkat kepentingan berbagai pihak dengan
mempertimbangkan saling keterkaitan antar kriteria dan sub kriteria yang ada.
Tanjung dan Devi dalam skripsi Yulianti (2013), Pada umumnya
penelitian dengan pendekatan kualitatif hanya mendeskripsikan hasil penemuan
yang ada dilapangan tanpa melakukan sintesis lebih dalam. Metode ANP
memiliki banyak kelebihan seperti perbandingan yang dihasilkan lebih objektif,
kemampuan prediktif lebih akurat dan hasil lebih stabil. ANP lebih bersifat
general dari AHP yang digunakan pada multi-criteria decision analysis. Struktur
AHP merupakan suatu desicion problem dalam bentuk tingkatan suatu hirarki,
semnetara ANP menggunakan pendekatan jaringan tanpa harus menetapkan level
seperti pada hirarki yang digunakan AHP.
Menurut Saaty dalam skripsi Yulianti (2013), kelebihan ANP dari
metode yang lain adalah kemampuannya untuk membantu para pengambil
keputusan dalam melakukan pengukuran dan sintesis sejumlah faktor-faktor
dalam hirarki atau jaringan. Banyak kelebihan dari metode baru yang
diperkenalkan oleh Saaty ini, yang diantaranya adalah kesederhanaan konsep yang
ditawarkan. Kesederhanaan metodenya membuat ANP menjadi metode yang
lebih umum dan lebih mudah diaplikasikan untuk studi kualitatif seperti
pengambilan keputusan dan alokasi sumber daya.Yoesrizal dan Moses dalam
jurnal Arin, dkk (2013), dengan menggunakan metode ANP dapat diketahui bobot
prioritas pada kriteria yang digunakan dalam evaluasi kinerja. Hasil dari
pembobotan tersebut dapat digunakan sebagai input dalam tahap penilaian akhir
pada seluruh pemasok berdasarkan pada kriteria yang telah teridentifikasi. ANP
yang merupakan generalisasi dari Analytical Hierarchi Process (AHP) dapat
mempertimbangkan ketergantungan antara unsur-unsur hirarki. Pada penilaian
35

kinerja terdapat banyak keputusan yang tidak dapat disusun secara hirarki,
sehingga ANP sesuai digunakan.
Tanjung dan Devi dalam skripsi Yulianti (2013), Analytical Network
Process adalah teori matematis yang memungkinkan seorang pengambil
keputusan menghadapi faktor-faktor yang saling berhubungan serta umpan balik
secara sistematik. ANP merupakan satu dari metode pengambilan keputusan
berdasarkan banyaknya kriteria atau Multiple Critheria Decision Making
(MCDM) yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Metode ini merupakan
pendekatan baru metode kualitatif yang merupakan perkembangan lanjutan dari
metode Analytic Hierarchy Process (AHP).
Menurut Saaty dalam Yulianti (2013), ANP digunakan untuk
memecahkan masalah yang bergantung pada alternatif-alternatif dan kriteria yang
ada. Dalam teknik analisisnya, ANP menggunakan perbandingan berpasangan
pada alternatif-alternatif dan kriteria. Pada jaringan AHP terdapat level tujuan,
kriteria, subkriteria dan alternatif yang masing-masing levele memiliki elemen.
Sementara itu, level dalam AHP disebut cluster pada jaringan ANP yang dapat
memiliki kriteria dan alternatif di dalamnya yang disebut simpul. Dalam ANP,
permasalahan dapat digambarkan menggunakan diagram yang disebut jaringan.
Keuntungan ANP dibandingkan AHP antara lain adalah ANP sebagai teknik
komprehensif yang memungkinkan untuk memasukkan semua kriteria yang
relevan. ANP memungkinkan untuk hubungan lebih kompleks antara level
keputusan dan atribut karena tidak memerlukan struktur hirarki yang ketat. ANP
memungkinkan mempertimbangkan tingkat saling ketergantungan antara kriteria.
ANP juga lebih dekat dengan situasi nyata yang telah mempertimbangkan umpan
balik dan saling ketergantungan antara kriteria.
Selain penggunaan jaringan hirarki, sistem pendukung keputusan juga
dapat dilakukan dengan memmbuat jaringan feedback (jaringan timbal balik).
Secara ringkas jaringan hirarki dan jaringan feedback digambarkan pada Gambar
2.4.
36

Gambar 2.4 Jaringan hirarki dan feedback

Menurut Saaty dan Vargas dalam Yulianti (2013), dengan menggunakan


jaringan feedback, elemen-elemen dapat bergantung atau terikat pada komponen
seperti pada jaringan hirarki, akan tetapi juga dapat bergantung pada sesama
elemen. Suatu elemen dapat bergantung pada elemen-elemen lain yang ada dalam
suatu komponen. Sebagaimana ditunjukkan pada garis lurus yang
menghubungkan antara C4 ke cluster lain (C2 dan C3) disebut outer dependence.
Sedangkan elemen-elemen yang akan dibandingkan berada pada komponen yang
sama, sehingga pada elemen tersebut membentuk hubungan “garis putaran” maka
disebut inner dependence.

2.4.3 Landasan Analytic Network Process (ANP)


Tanjung dan Devi dalam skripsi Yulianti (2013), ANP merupakan metode
dengan pendekatan kualitatif dimana data yang akan dijadikan sebagai bahan
analisis tidak tersedia, sehingga penelitian harus mencari data secara primer. Oleh
karena itu, ANP memiliki tiga aksioma yang menjadi landasan teorinya. Aksioma
atau postulat berfungsi untuk memperkuat suatu pernyataan agar dapat dilihat
kebenarannya tanpa perlu adanya bukti. Aksioma-aksioma tersebut diantaranya
adalah:
1. Resiprokal
Jika aktivitas X memiliki tingkat kepentingan 6 kali lebih besar dari
aktifitas Y maka aktifitas Y besarnya 1/6 dari aktifitas X.
37

2. Homogenitas
Aksioma ini menyatakan bahwa elemen-elemen yang akan dibandingkan
tidak memiliki perbedaan terlalu besar. Jika perbandingan terlalu besar.
Skala yang digunakan dalam ANP memiliki rentang lebih besar yaitu 1
sampai 9. Berikut skala yang digunakan dalam ANP diringkas pada Tabel
2.4.
Tabel 2.4 Skala dalam ANP
Tingkat
Deskripsi Penjelasan
Kepentingan
Amat sangat lebih besar Bukti-bukti yang memihak satu elemen
pengaruh//tingkat 9 dibandingkan elemen lainnya memiliki bukti
kepentingannya yang tingkat kemungkinan afirmasinya tertinggi
Nilai kompromi diantara dua nilai yang
Diantara nilai 7-9 8
berdekatan
Sangat lebih besar
Satu elemen sangat lebih dibandingkan elemen
pengaruh/tingkat 7
lainnya dan dominan ditunjukkan dalam praktik
kepentingannya
Nilai kompromi di antara dua nilai yang
Diantara nilai 5-7 6
berdekatan
Lebih besar
Pengalaman dan penilaian kuat mendukung satu
pengaruh/tingkat 5
elemen dibandingkan elemen lainnya
kepentingannya
Nilai kompromi diantara dua nilai yang
Diantara nilai 3-5 4
berdekatan
Sedikit lebih besar
Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung
pengaruh/tingkat 3
satu elemen dibandingkan elemen yang lain
kepentingannya
Nilai kompromi diantara dua nilai yang
Diantara 1-3 2
berdekatan
Sama besar Dua elemen yang dibandingkan memiliki
pengaruh/tingkat 1 kontribusi kepentingan yang sama terhadap
kpentingannya tujuan
Sumber: Tanjung dan Devi, (2013)

3. Aksioma yang ketiga adalah setiap elemen dan komponen yang


digambarkan dalam jaringan kerangka kerja baik hirarki mauapun
feedback, betul-betul dapat mewakili agar sesuai dengan kondisi yang ada
dan hasilnya sesuai pula dengan yang diharapkan.
38

2.4.4 Prinsip Dasar ANP


Tanjung dan Devi dalam skripsi Yulianti (2013) membagi prinsip dasar
ANP menjadi tiga, yaitu:
1. Dekomposisi
Untuk menstruktur masalah-masalah yang kompleks perlu
didekomposisikan ke dalam suatu jaringan dalam bentuk komponen-
komponen, cluster-cluster, sub cluster dan alternatif. Mendekomposisikan
masalah menjadi dalam bentuk kerangka kerja hirarki atau feedback dapat
juga dikatakan dengan membuat model dengan pendekatan ANP.
2. Penilaian komparasi
Prinsip ini diterapkan untuk melihat perbandingan pairwise (pasangan)
dari semua jaringan/hubungan/pengaruh yang dibentuk dalam suatu
kerangka kerja. Hubungan tersebut dapat berupa hubungan antara elemen-
elemen dalam suatu komponen yang berbeda atau hubungan antara satu
elemen dengan elemen lainnya dalam komponen yang sama untuk
melakukan penilaian komparasi inilah berlaku aksioma resiprokal. Jika
terdapat elemen, maka matriks perbandingan komparasi adalah sejumlah n
x n. Oleh karena itu, banyaknya penilaian yang diperlukan untuk
n(n  1)
menyusun matriks tersebut adalah . Untuk memperoleh hasil
2
prioritas lokal dari setiap matriks penilaian perbandingan pasangan
kemudian dicari nilai eigen vector.
3. Komposisi hirarki atau sintesis
Prinsip ini diterapkan untuk mengalikan prioritas lokal dari elemen-elemen
dalam cluster dengan prioritas global dari elemen induk yang akan
menghasilkan prioritas global seluruh hirarki dan menjumlahkannya untuk
menghasilkan prioritas global untuk elemen level terendah.
2.4.5 Fungsi Utama ANP
Tanjung dan Devi dalam Yulianti (2013) ada tiga fungsi utama ANP,
yaitu:
1. Menstruktur Kompleksitas
39

Permasalahan yang kompleks jika tidak di struktur dengan baik maka akan
sulit dalam menguaraikan masalah tersebut. Serumit apapun dan
sekompleks apapun masalah yang dihadapi, ANP membantu dalam
menstruktur masalah tersebut.
2. Pengukuran dalam Skala Rasio
Pengukuran ke dalam skala rasio ini diperlukan untuk mencerminkan
proporsi. Setiap metode dengan struktur hirarki harus menggunakan
prioritas skala rasio untuk lemen di atas level terendah dari hirarki. Hal ini
penting karena prioritas (bobot) dari elemen di level manapun dari hirarki
ditentukan dengan mengalikan prioritas dari elemen induknya. Karena
hasil perkalian dari dua pengukuran level interval secara matematis tidak
memiliki arti, skala rasio diperlukan untuk perkalian ini. ANP
menggunakan skala rasio pada semua level terendah dari hirarki/jaringan,
termasuk level terendah (alternatif dalam model pilihan).
3. Sintetis
Sintetis berarti menyatukan semua bagian menjadi satu kesatuan. Karena
kompleksitas, situasi keputusan penting, prakiraan atau alokasi sumber
daya sering melibatkan terlalu banyak dimensi bagi manusia untuk dapat
melakukan sintesis secara intuitif.

2.4.6 Konsistensi dalam ANP


Tanjung dan Devi dalam Yulianti 2013 membagi jenis penilaian
konsistensi dalam ANP menjadi dua jenis, yaitu:
1. Konsistensi diukur berdasarkan objek-objek (elemen) yang akan
diperbandingkan. Oleh karena itu, seorang peneliti harus mampu
mengelompokkan elemen-elemen dalam satu kriteria (komponen) tertentu
dan meminimalisir terjadinya ambiguitas agar tidak terdapat kesalahan
tafsir oleh pembaca (responden).
2. Konsistensi juga terdapat ketika akan melakukan perbandingan pasangan.
Penilaian perbandingan pasangan akan selalu konsistensi jika elemen yang
diabndingkan hanya dua. Akan tetapi, akan lebih sulot untuk konsisten jika
40

komponen yang dibandingkan lebih dari dua. Misalnya, jika X enam kali
lebih besar dari pada Y, Y tiga kali lebih daripada Z, maka seharusnya X
18 kali lebih besar daripada Z. Jika X dinilai 10 kali lebih besar daripada Z
maka penilaian komparasi perbandingan tersebut akan tidak konsisten
sehingga proses penilaian perlu diulangi sampai penelitian yang dihasilkan
konsisten.

2.3.7 Bentuk Jaringan dalam ANP


Tanjung dan Devi dalam skripsi Yulianti (2013), menguraikan beberapa
bentuk jaringan ANP, antara lain yaitu:
1. Jaringan Hirarki
Jaringan hirarki adalah jaringan yang paling umum dan sederhana. Secara
umum struktur dari hirarki linier berupa komponen-komponen (cluster)
dan di dalam setiap cluster terdapat elemen-elemen. Level tertinggi
jaringan hirarki adalah cluster tujuan, kemudian cluster kriteria dan
terendah adalah alternatif. Penerapan jaringan ANP bentuk hirarki linier
memiliki tiga cluster yaitu cluster tujuan, kriteria dan alternatif.
2. Jaringan Holarki
Jaringan ini merupakan bentuk jaringan dimana elemen-elemen dalam
suatu cluster pada level yng paling tinggi, terikat atau dependen terhadap
elemen-elemen dalam cluster pada level yang paling rendah. Jaringan ini
otomatis membentuk garis hubungan antara cluster level terendah dengan
cluster pada level tertinggi. Perbedaan bentuk jaringan holarki dengan
jaringan hirarki terletak pada adanya hubungan feedback antara cluster
alternatif ke cluster faktor utama.
3. Jaringan BORC (Benefit Opportunity Cost Risk)
Bentuk sederhana dari jaringan analisa BORC adalah jaringan pengaruh
(impact network) sebagaimana bentuk jaringan ANP pada umumnya.
Jaringan ini memiliki dua jaringan terpisah secara bagan, dimana untuk
pengaruh positif dan untuk pengaruh negatif. Secara struktural, sebuah
keputusan dibagi menjadi tiga bagian, pertama sistem penilaian, kedua
41

sebagai pertimbangan membuat keputusan dan ketiga hirarki atau jaringan


keterkaitan. Hasil dari beberapa alternatif yang diprioritaskan, didapatkan
tiga hasil yaitu kondisi umum (standard condition) B/C, pessimistic
B/(CxR), dan realistic (BxO)/(CxR). Alternatif yang terbaik dipilih
dengan nilai realistic yang tinggi dan alternatif terpilih tersebut
dipertimbangkan sebagai keputusan yang ditentukan dari alternatif
lainnya.
4. Jaringan Umum
Jaringan umum dapat berbentuk sederhana bahkan dapat terlihat kompleks
asalkan memenuhi syarat ANP yang berlaku dimana terdapat beberapa
cluster dan node (elemen), jaringan dependensi dan jaringan feedback.
Jaringan umum menunjukkan bahwa satu cluster ke cluster lainnya
memiliki hubungan dependensi serta dari jaringan feedback. Hubungan
dependensi menunjukkan bahwa node dalam satu cluster memiliki
hubungan dengan node lainnya dalam cluster yang sama. Sedangkan
jaringan feedback menunjukkan bahwa antara satu cluster dengan cluster
lainnya memiliki hubungan yang saling mempengaruhi.

2.3.8 Tahapan ANP


Saaty dalam skripsi Yulianti (2013) menjelaskan tahapan dalam
pengambilan keputusan dengan ANP sebagai berikut:
1. Menyusun struktur masalah dan mengembangkan model keterkaitan
Melakukan penentuan sasaran atau tujuan yang diinginkan, menentukan
kriteria mengacu pada kriteria kontrol dan menentukan alternatif pilihan.
Jika terdapat elemen yang memiliki kualitas setara maka dikelompokkan
ke dalam sutau komponen yang sama.
2. Membentuk matriks perbandingan berpasangan
ANP mengasumsikan bahwa pengambil keputusan harus membuat
perbandingan kepentingan antara seluruh elemen untuk setiap level dalam
bentuk berpasangan. Perbandingan tersebut ditransformasi ke dalam
bentuk matriks A. Nilai aij merepresentasikan nilai kepentingan relatif dari
42

elemen pada baris ke-i terhadap elemen pada kolom ke-j, misalnya
wi
aij  . Jika ada n elemen yang dibandingkan maka matriks
wj

perbandingan A didefinisikan sebagai:


 w1 w1 w 
 .... 1 
 w1 w2 wn 
w w2 w2 
A 2 ....  = ........ (2.4)
 w1 w2 wn 
w wn wn 
 n .... 
 w1 w2 wn 

3. Menghitung bobot elemen


Jika perbandingan berpasangan telah lengkap, vektor prioritas w yang
disebut sebagai eigenvector dihitung dengan rumus:

A.w  mkas .W ....... (2.5)

Dengan A adalah matriks perbandingan berpasangan dan maks adalah


eigen value terbesar dari A. Eigen vector merupakan bobot prioritas suatu
matriks yang kemudian digunakan dalam penyusunan supermatriks.
4. Menghitung rasio konsistensi
Rasio konsistensi harus 10% atau kurang. Jika nilainya lebih dari 10%,
maka penilaian data keputusan harus diperbaiki. Adapun langkah-langkah
dalam menghitung Consistency Ratio (CR) adalah sebagai berikut:
a. Nilai perbandingan berpasangan dikalikan secara matrik dengan bobot
(eigen) sehingga menghasilkan suatu nilai hasil. Nilai-nilai hasil
tersebut selanjutnya akan dibagi dengan nilai eigen tiap barisnya
untuk mendapatkan nilai rata-rata. Selanjutnya menghitung nilai phi.
b. Nilai phi diperoleh dari jumlah nilai hasil dibagi dengan jumlah
indikator yang dibandingkan.
Phi = ......... (2.6)
43

c. Deviasi maks (phi) dari n merupakan suatu parameter Consistency


Index (CI) sebagai berikut:
max  n
CI  ....... (2.7)
n 1
Dimana:
CI = consistency index

maks = niali eigen terbesar


n = jumlah elemen yang dibandingkan (jumlah indikator)
d. Untuk menentukan tingkat konsistensi suatu matriks yang disebut
dengan Consistency Ratio (CR) dinyatakan dengan rumus:
CI
CR  ...... (2.8)
RI
Dimana:
CR = Consistency Ratio
CI = Consistency Index
RI = Random Index
Nilai RI merupakan nilai random yang dikeluarkan oleh Oarkridge
Laboratory. Berikut merupakan nilai RI seperti tampak pada Gambar
2.5.

Gambar 2.5 Tabel Index Random


5. Membuat Supermatriks
Supermatriks merupakan hasil vektor prioritas dari perbandingan
berpasangan antar cluster, kriteria dan alternatif. Supermatriks teridiri dari
tiga tahap yaitu Supermatriks Tidak Tertimbang (Unweighted
44

Supermatrix), Supermatriks Tertimbang (Weighted Supermatrix) dan


Supermatriks Limit (Limmiting Supermatrix).
Adapun tahapan dari ke tiga Supermatriks tersebut adalah:
a. Tahap Supermatriks Tidak Tertimbang (Unweighted Supermatrix)
Matriks ini dibuat berdasarkan perbandingan berpasangan antar
cluster, kriteria dan alternatif dengan cara memasukkan vektor
prioritas (eigen vector) kolom ke dalam matriks yang sesuain dengan
selnya.
b. Tahap Supermatriks Tertimbang (Weighted Supermatrix)
Diperoleh dengan cara mengalikan semua elemen pada Unweighted
Supermatrix dengan nilai yang terdapat dalam matriks cluster yang
sesuai sehingga setiap kolom memiliki jumlah satu.
c. Tahap Supermatriks Limit (Limmiting Supermatrix)
Selanjutnya untuk memperoleh Supermatriks Limit (Limmiting
Supermatrix), weighted supermatrix dinaikkan bobotnya. Menaikkan
bobot weighted supermatrix dilakukan dengan cara mengalikan
supermetriks tersebut dengan dirinya sendiri sampai beberapa kali.
Ketika bobot pada setiap kolom memiliki nilai yang sama, maka
Limmiting Supermatrix sudah didapatkan.

Tahapan ANP dapat digambarkan pada flowchart seperti tampak pada


Gambar 2.6.
45

Mulai

Tidak
Input Nilai Bobot

Perhitungan Kuadrat Matrik


Iterasi 1

Perhitungan Hasil Nilai Eigen


Iterasi 1

Perhitungan Kuadrat Matrik


Iterasi 2

Perhitungan Hasil Nilai Eigen


Iterasi 2

Selesai
Hitung Nilai phi =

Output Nilai phi, CI, CR,


Limit Matrik

Hitung Limit Matrik

Hitung weighted Matrik

Data valid & Hitung Unweighted Matrik


reliabel
Ya

Gambar 2.6 Algoritma perhitungan Bobot dengan ANP

2.5 Penelitian Sebelumnya


Sebelum penelitian ini dilakukan, telah ada beberapa penelitian
sebelumnya yang terkait dengan permasalahan evaluasi program pelatihan
terhadap kinerja karyawan. Adapun beberapa penelitian tersebut antara lain
sebagai berikut :
46

1. Nur Fitriani, dkk (2013) dengan penelitian yang berjudul “Analisis


Kinerja Karyawan Berdasarkan Kompetensi dengan Metode Analytic
Network Process (ANP) dan Rating Scale (Studi Kasus Di PT Erindo
Mandiri Pasuruan)”. Perusahaan ini merupakan perusahaan yang bergerak
dalam industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Salah satu upaya
yang dapat ditempuh perusahaan ini untuk meningkatkan produktivitas
karyawan adalah dengan melakukan penilaian kinerja karyawan. Tujuan
ini adalah untuk mengetahui faktor kompetensi yang dapat digunakan
untuk analisis kinerja karyawan dan bagaimana mendapatkan bobot
kriteria dengan menggunakan metode Metode Analytic Network Process
(ANP) serta mendapatkan hasil penilaian kinerja karyawan dengan
menggunakan rating scale. Hasil yang didapatkan adalah bobot masing-
masing cluster yaitu task skills (0,719), task management skills (0,100),
contingency management skills (0,008), dan job/role environment skills
(0,174). Hasil bobot pada masing-masing subkriteria adalah memenuhi
tingkat kehadiran (0,275), datang dan pulang tepat waktu (0,375),
mengoperasikan mesin (0,038), menjaga kebersihan area kerja (0,030),
menyelesaikan tugas sesuai target (0,080), menyelesaikan tugas secara
efesien (0,005), melaporkan data aktivitas produksi secara akurat (0,015),
melakukan perawatan mesin (0,003), mendeteksi gejalan kerusakan mesin
(0,004), melakukan perbaikan mesin (0,001), bekerja sama dengan
karyawan lain (0,035), menjalin komunikasi dengan baik (0,020), dan
melaksanakan instruksi kerja dari atasan dengan baik (0,119). Adapun
hasil dari penilaian kinerja terhadap 30 karyawan kontrak dengan rating
scale dan pembobotan kriteria dan subkriteria didapatkan 9 karyawan
yang memiliki nilai kinerja tinggi dan 21 karyawan memiliki kinerja
sesuai standar. Nilai yang didapatkan digunakan sebagai salah satu
pertimbangan dalam proses pengangkatan karyawan kontrak menjadi
karyawan tetap diperusahaan tersebut.

2. Teny Sylvia, dkk (2013) dengan penelitian yang berjudul “Penilaian


Kinerja Karyawan Bagian Personalia Berdasarkan Kompetensi dengan
47

Menggunakan Metode Metode Analytic Network Process (ANP) dan


Rating Scale (Studi Kasus Di Pabrik Gula Pesantren Baru – Kediri)”.
Penilaian kinerja karyawan khususnya bagian personalia yang dilakukan
oleh PG Pesantren Baru belum cukup optimal karena belum adanya
pembobotan terhadap kriteria penilaian kinerja karyawan. Oleh karena itu,
perlu dilakukan pembobotan kriteria penilaian kinerja karyawan untuk
mengetahui komponen penilaian mana yang lebih penting atau sebaliknya.
Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan bobot kriteria kompetensi
dengan metode ANP dan mendapatkan hasil penilaian kinerja karyawan
dengan menggunakan rating scale. Dari hasil pembobotan dengan ANP,
diperoleh bobot untuk kelompok kompetensi keterampilan teknis (0,079),
kelompok kompetensi kepribadian/penampilan (0,339), kelompok
kompetensi keterampilan mengurus tugas (0,069), dan kelompok
kompetensi hubungan kerja (0,513). Berdasarkan hasil penilaian terhadap
7 karyawan bagian personalia didapatkan hasil bahwa 4 karyawan
memiliki kinerja tinggi sedangkan 3 karyawan lainnya memiliki kinerja
sesuai standar.

3. Hendang Setyo Rukmi, dkk (2010) dengan penelitian yang berjudul “


Rancangan Penilaian Kinerja Operator Painting Body Komponen Caliper
Guna Pemberian Insentif dengan Menggunakan Metode Rating Scale dan
Urutan Kerja Standar Di PT Tri Dharma Wisesa”. Menurut bagian Quality
Assurance proses pengecoran body caliper menghasilkan cacat terbesar.
Penyebabnya operator painting kurang termotivasi menjalankan Urutan
Kerja Standar (UKS) dengan benar karena upahnya tetap per bulan dan
insentif berdasarkan atas pencapaian targt jumlah produk tanpa dilihat
kualitasnya. Untuk memotivasi operator painting menjalankan UKS
dengan benar sehingga jumlah cacat turun, perlu dirancang sistem
penilaian kinerja baru yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam
pemberian insentif. Metode yang digunakan adalah rating scale karena
mudah dan praktis untuk menilai kinerja karyawan yang jumlah banyak.
Kriteria penilaian ditentukan berdasarkan UKS, aktivitas dalam UKS
48

diuraikan dan diidentifikasikan jenis cacat yang bisa terjadi serta biaya
kualitasnya. Skala penilaian setiap kriteria ditentukan berdasarkan
perbandingan biaya kualitas. Pemberian insentif tergantung pada kategori
nilai kinerjanya. Hasil rancangan penilaian kinerja menggunakan 6
kriteria. Setiap kriteria memiliki bobot tertentu. Skala penilaian yang
digunakan dari sangat buruk sampai dengan sangat baik. Nilai setiap
kriteria merupakan perkalian bobot kriteria dengan skala penilaian. Total
nilai kinerja merupakan jumlah seluruh nilai setiap kriteria. Kategori total
nilai kinerjanya adalah sangat kurang sampai istimewa.

4. Riska Safitri Maulani, dkk (2013) dengan penelitian yang berjudul


“Penilaian Kinerja Karyawan Berdasarkan Kompetensi Spencer dengan
Menggunakan Metode Analytic Network Process (ANP) Di Bagian
Produksi UD. MHD Jaya Kec. Ujung Pangkah Gresik”. UD. MHD Jaya
belum pernah melakukan penilaian kinerja berdasarkan kompetensi.
Kompetensi yang akan digunakan adalah kompetensi Spencer. Penelitian
ini bertujuan untuk menentukan bobot kriteria kinerja karyawan produksi
dan peningkatan karyawan berdasarkan kinerjanya. Metode yang
digunakan adalah Analytic Network Process (ANP). Adapun variabel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompetensi spencer dengan
kriteria semangat berprestasi (AA1), perhatian terhadap kejelasan tugas
(AA2), proaktif (AA3), mencari informasi (AA4), empati (HH1), orientasi
pada pelanggan (HH2), kemampuan mengarahkan (M1), kerjasama
kelompok (M2), memimpin kelompok (M3), pengendalian diri (PE1),
percaya diri (PE2), fleksibilitas (PE3), komitmen terhadap organisasi
(PE4). Hasil pembobotan kriteria kompetensi yang telah dilakukan adalah
AA1 – 0.109, AA2 – 0.051, AA3 – 0.074, AA4 – 0.050, HH1 – 0.018,
HH2 – 0.033, M1 – 0.061, M2 – 0.089, M3 – 0.009, PE1 – 0.177, PE2 –
0.113, PE3 – 0.135, PE4 – 0.080. Hasil dari pemeringkatan karyawan
yang didapatkan adalah 3 orang dengan kategori kinerja tinggi (B), 19
orang dengan kategori kinerja sesuai standar (C) dan 3 orang dengan
kategori kinerja rendah (D).

Anda mungkin juga menyukai