Anda di halaman 1dari 39

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Kinerja Pegawai

2.1.1.1 Pengertian Kinerja

Dalam kegiatan kita melakukan aktifitas yang berhubungan dengan

masyarakat ataupun organisasi tentu memiliki target dan tujuan yang diharapkan,

target ataupun tujuan yang diharapkan adalah sebuah bentuk hasil dari dari sebuah

kinerja. Kinerja yang dilakukan bisa saja berhasil Baik dan bisa juga berhasil tidak

baik. Banyak hal yang mempengaruhi kinerja, seperti kepemimpinan, motivasi,

kompensasi, disiplin, lingkungan kerja, sarana pra sarana dan lain sebagainya.

Dengan demikian kita akan dapat mengukur dan menganalisis tingkat keberhasilan

kinerja dari faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut.

Dengan demikian kita dapat mendefinisikan pengertian kinerja atau

performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan visi dan misi

organisasi yang di tuangkan melalui perencanaan strategi suatu organisasi.Arti kata

kinerja berasal dari kata-kata job performance dan di sebut juga actual performance

atau prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang telah di capai oleh seseorang

karyawan. Moeherionto ( 2012: 69)

Menurut oxfoord dictionary, kinerja (performance) merupakan suatu tindakan

proses atau cara bertindak atau melakukan fungsi organisasi. Moeheriono (dalam

10
11

Rosyida 2010: 11) Dalam bukunya menyimpulkan pengertian kinerja karyawan atau

definisi kinerja atau performance sebagai hasil kinerja yang dapat dicapai oleh

seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi baik secara kualitatif maupun

secara kuantitatif, sesuai dengan kewewenangan, tugas dan tanggung jawab masing-

masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak

melanggar hukum dan sesuai dengan moral ataupun etika.

Dalam penjelasan lain dijelaskan Kinerja atau performance merupakan

gambaran mengenai tingkat pencapaian suatu pelaksanaan suatu program kegiatan

atau kebijaka dalam mewujudkan sasaran, tuijuan, visi dan misi organisasi yang di

tuangkan melalui perencanaan suatu strategi organisasi. Sebenarnya kinerja

merupakan suatu konstruk, dimana banyak para ahli yang masih memiliki sudut

pandang yang berbeda dalam mendefinisikan kinerja, seperti yang di kemukakan

oleh Ronnins. Mengemukakan bahwa kinerja sebagai fungsi interaksi antara

kemampuan dan ebility (A) Motivasi atau Motivation (M) dan kesempatan atau

opportunity (O), yaitu kenerja = f (AxMxO). Artinya kinerja merupakan fungsi dari

kemampuan, motivasi dan kesempatan bersangkutan secara legal, tidak melanggar

hukum dan sesuai dengan moral ataupun etika.

Sedangkan menurut Scriber, dalam English Dictionary menjelaskan Kinerja

berasal dari kata to perform dengan beberapa entitas yaitu . (1) melakukan,

menjelaskan, melaksanakan (to do or carry of a execute). (2) memenuhi atau

melaksanakan kewajiban atau nazar (to do discharge of fulfil as vow). (3)

melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete of an


12

undrestan king). (4) melakukan sesuatu yang di harapkan oleh seseorang atau mesin

(to do what is expected of a person machine) Moeharianto, (2012 : 95)

Beberapa Aspek-aspek kinerja karyawan dapat dilihat sebagai berikut: a) hasil

kerja, bagaimana seseorang itu mendapatkan sesuatu yang dikerjakannya. b)

kedisiplinan yaitu ketepatan dalam menjalankan tugas, bagaimana seseorang

menyelesikan pekerjaannya sesuai dengan tuntutan waktu yang dibutuhkan. c)

tanggung jawab dan kerja sama, bagaimana seseorang bisa bekerja dengan baik

walaupun dalam dengan ada dan tidaknya pengawasan. Aspek-aspek diatas sejalan

dengan pendapat Prabu Mangkunegara (2010: 67) bahwa kinerja karyawan adalah

hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang di berikan kepadanya.

Sedangkang menurut Edy Sutrisno (2010: 172) menyimpulkan kinerja sebagai

hasil kerja karyawan dilihat dari aspek kualitas, kuantitas, waktu kerja, dan kerja

sama untuk mencai tujuan yang sudah di tetapkan oleh organisasi. Dari berbagai

uraian diatas dapat di tegaskan bahwa kinerja pegawai adalah kinerja yang

merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh pegawai dengan standar yang

telah ditentukan. Kinerja juga berarti hasil yang dicapai oleh seseorang, baik kuantitas

maupun kualitas dalam suatu organisasi sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya.

Kinerja pegawai yang baik adalah kinerja pegawai yang berkualitas dalam

proses sampai dengan hasil. Untuk menentukan kinerja berkualitas dibutuhkan

pegawai yang memiliki sumber daya manusia yang baik, disiplin dalam bekerja,
13

memiliki motivasi kerja yang baik dan mampu bekerja sama dalam rangka mecapai

tujuan yang telah ditetapkan.

2.1.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Banyak hal yang mempengaruhi kinerja pegawai pada sebuah organisai,

terutama sekali faktor-faktor yang memberikan motivasi kepada pegawai untuk

bekerja dengan baik. Dari banyak teori tentang faktor yang mempengaruhi kinerja

pegawai, berikut ini ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut

beberapa ahli, diantaranya Simanjuntak (2011: 11) menjelaskan bahwa kinerja

seseorang di pengaruhi oleh banyak faktor yang dapat di golongkan pada 3 (tiga)

kelompok yaitu kompensasi individu orang yang bersangkutan, dukungan organisasi,

dan dukungan manajemen.

1. Kompensasi individu

Kompensasi individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja.

Kompensasi setiap orang mempengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat di

kelompokkan dalam 6 (enam) golongan yaitu :.

a. Kemampuan dan keterampilan kerja

Keahlian yang menggambarkan tentang kerja karyawan berdasarkan sejauh

mana pengetahuan tentang hal yang mereka tangani lebih baik dari pada dari

pada orang yang lain di bidang yang sama.

b. Kebutuhan yang menggambarkan tentang kinerja karyawan berdasarkan pada

hal-hal yang menggerakkan karyawan pada aktivitas-aktivitasdan menjadi

dasar alasan berusaha.


14

c. Tanggung jawab yang menggambarkan tentang kinerja karyawan

berdasarkan keadaan wajib menanggung terhadap tugas-tugasnya.

d. Latar belakang yang menggambarkan tentang kinerja karyawan dilihat dari

titik tolak masa lalunya yamg memberikan pemahaman kepada pekerjaannya

apa yang ingin dia lakukan.

e. Etos kerja yang menggambarkan kinerja karyawan berdasarkan sikap yang

muncul atsas kehendak dan kesadaran sendiri yang didasari oleh sistem

organisasi orientasi nilai budaya terhadap kinerja.

2. Faktor Dukungan organisasi

Kondisi dan syarat kerja setiap seseorang juga tergantung pada dukungan

organisasi dalam bentuk pengorganisasian, penyediaan sarana dan prasarana

kerja, kenyamanan lingkungan kerja, serta kondisi dan syarat kerja.

Pengorganisasian yang di maksud disini adalah untuk memberi kejelasan bagi

setiap unit kerja dan setiap orang tentang sasaran tersebut. Sedangkan penyediaan

sarana dan alat kerja langsung mempengaruhi kinerja setiap orang, penggunaan

peralatan dan teknologi maju sekarang ini bukan saja dimaksudkan untuk

meningkatkan kinerja, akan tetapi juga dipandang untuk memberikan kemudahan

dan kenyamanan kerja.

3. Faktor psikologis

Kinerja perusahaan dan kinerja setiap perorangan juga sangat tergantung pada

kemampuan psikologis seperti persepsi, sikap dan motivasi. Sedangkan menurut

pandangan Henry Simamora, kinerja (performance) di pengaruhi oleh tiga faktor:


15

(1) faktor individual yang terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar belakang,

demografi. (2) faktor psikologis, terdiri dari persepsi attitude (sikap), personality,

pembelajaran, motivasi. (3) faktor organisasi, terdiri dari sumber daya,

kepemimpinan, penghargaan, struktur job design (Mangkunegara. 2010 : 14 )

2.1.1.3 Penilaian Kinerja

Beberapa ahali dan teori mengatakan bahwa Kinerja Pegawai dapat di ukur

dan di ketahui jika individu atau sekelompok pegawai telah mempunyai kriteria atau

standar keberhasilan berdasarkan tolak ukur yang telah di tetapkan oleh organisasi.

oleh karena itu jika tanpa tujuan dan target yang di tetapkan dalam pengukuran, maka

pada seseorang atau kinerja pegawai tidak mungkin dapat di ketahui bila tidak ada

tolak ukur keberhasilan. Pengukuran atau penilaian kinerja (performance

measurement) mempunyai pengertian suatu proses penilaian tentang suatu kemajuan

pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran dalam pengelolaan sumber daya manusia untuk

menghasilkan barang dan jasa termasuk informasi atas efisiensi serta efektifitas

tindakan dalam mencapai tujuan organisasi. (Moeharianto, 2012 : 95)

Penilaian kerja (performance aprasial) adalah proses mengevaluasi seberapa

banyak karyawan melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan dengan

seperangkat standar dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut kepada

karyawan. Penilaian kinerja juga disebut evaluasi karyawan, tinjauan karyawan,

evaluasi kinerja dan penilaian hasil. Penilaian kinerja digunakan secara luas untuk

mengelola upah dan gaji, memberikan umpan balik kinerja dan mengidentifikasi

kekuatan dan kelemahan karyawan individual.


16

Sebagaian besar penilaian tidak konsisten hanya berorientasi pada jangka

pendek, subjektif dah berguna hanya untuk mengidentifikasi karyawan yang bekerja

sangat baik atau sangat buruk, penilaian kinerja yang dilakukan dengan buruk akan

membawa hasil yang mengecewakan untuk semua pihak yang terkait, tetapi tanpa

penilaian kenerja formal akan membatasi pilihan pemberi kerja yang berkaitan

dengan pendisiplinan dan pemecatan.

2.1.1.4 Indikator Penilaian Kinerja Pegawai

Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan

karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka

memberikan kontribusi kepada organisasi. Menurut Umar (2003: 101) ada beberapa

indikator atau kriteria pengukuran perusahaan terhadap kinerja pegawai antara lain:

1. Kualitas pekerjaan.

2. Kejujuran karyawan

3. Inisiatif.

4. Kehadiran dan pengetahuan tentang pekerjaan.

5. Sikap dan tanggung jawab.

6. Kerja sama dan keandalan.

Untuk mengukur kinerja seorang karyawan, Bernadin (1993; dalam

Trihandini, 2006) menjelaskan bahwa terdapat lima indikator yang dihasilkan dari

pekerjaannya, yaitu:

a. Kualitas, Kualitas merupakan tingkatan dimana hasil akhir yangdicapai

mendekati sempurna dalam arti memenuhi tujuan yang diharapkan.


17

b. Kuantitas, Kuantitas adalah jumlah yang dihasilkan yang dinyatakan dalam

istilah sejumlah unit kerja ataupun merupakan jumlah siklus yang dihasilkan.

c. Ketepatan waktu, Tingkat aktivitas diselesaikannya pekerjaan tersebut pada

waktu awal yang diinginkan.

d. Efektifitas, Efektifitas merupakan tingkat pengetahuan sumber daya organisasi

dengan maksud menaikkan keuntungan.

e. Kemandirian, Karyawan dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa bantuan dari

orang lain.

2.1.2 Kepemimpinan

2.1.2.1 Definisi Kepemimpinan

Dalam sebuah organisasi akan terdapat beberapa faktor yang akan menjadi

dasar untuk menjalankan kegiatan organisasi, diantaranya adanya karyawan,

pimpinan atau manejer, aturan yang mengatur dan tujuan organisasi. Untuk

menggerakkan organisasi tersebut, faktor kepemimpinan akan sangat mempengaruhi

faktor-faktor lain dalam organisasi. Karena faktor kepemimpinan akan berugas

merencanakan, mengatur, menjalankan, mengawasi serta mengevaluasi program

organisasi sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan bersama serta didukung oleh

anggota atau pegawai yang dipimpinnya.

Kepemimpinan menurut Yukl (2015: 9) adalah proses mempengaruhi orang

lain untuk memahami dan menyetujui apa yang dibutuhkan dalam melaksanakan

tugas dan bagaimana melakukan tugas itu, serta proses untuk memfasilitasi upaya

individu dan kolektif guna mencapai tujuan bersama. Sedangkan Northouse (2016: 5)
18

mendefinisikan kepemimpinan adalah proses dimana individu mempengaruhi

sekelompok individu untuk mencapai tujuan bersama.

Selain itu, menurut Siagian (2009: 62-63) mendefinisikan kepemimpinan

adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi, dalam hal ini para bawahannya

sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pemimpin

meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak disenanginya. Sementara Danim

(2012: 55-56) mendefinisikan kepemimpinan adalah setiap tindakan yang dilakukan

oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada

individu atau kelompok lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai

tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Selanjutnya, menurut Triatna (2015: 167) mendefinisikan kepemimpinan

merupakan upaya untuk menggerakkan berbagai sumber daya melalui SDM untuk

mencapai tujuan. Sedangkan Pasolong (2008: 5) mendefinisikan kepemimpinan

adalah (cara atau teknik = gaya) yang digunakan pemimpin dalam mempengaruhi

pengikut atau bawahannya dalam melakukan kerja sama mencapai tujuan yang telah

ditentukan.

Kemudian menurut Robbins (2007: 177) mendefinisikan kepemimpinan adalah

proses mempengaruhi kelompok menuju tercapainya sasaran. Sementara menurut

Sunarto (2004: 223) definisi kepemimpinan adalah sebagai kemampuan untuk

mempengaruhi satu kelompok ke arah tercapainya tujuan. Sumber dari pengaruh ini

bisa formal, seperti misalnya yang disediakan oleh pemilihan peringkat manajerial

dalam organisasi. Menurut Rivai (2008: 2-3) mendefinisikan kepemimpinan secara


19

luas yaitu meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi,

memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk

memperbaiki kelompok dan budayanya.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi bawahan,

memberikan motivasi dan mengarahkan bawahan agar mau bekerja sesuai keinginan

pimpinan berdasarkan sasaran pencapaian tujuan organisasi yang telah disepakati

sebelumnya.

2.1.2.2 Teori Kepemimpinan

1. Teori Sifat

Pendekatan sifat pada kepemimpinan artinya rupa dari keadaan pada suatu

benda, tanda lahiriah, ciri khas yang ada pada sesuatu untuk membedakan dari

yang lain (Rivai, 2008: 116). Lebih lanjut ia menjelaskan pada zaman Yunani

Kuno dan zaman Roma, orang percaya bahwa pemimpin itu dilahirkan,

bukannya dibuat. Hal ini berangkat dari teori The Great Man mengatakan bahwa

seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin, ia akan menjadi pemimpin, apakah

ia mempunyai sifat atau tidak mempunyai sifat sebagai pemimpin.

Keith Davis dalam Thoha (2003: 287-288) merumuskan empat sifat umum

yang nampaknya mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan

organisasi, yakni (1) Kecerdasan: pada umumnya pemimpin mempunyai tingkat

kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin. (2)

Kedewasaan dan keleluasaan hubungan sosial: pemimpin cenderung menjadi


20

matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian yang luas

terhadap aktivitas-aktivitas sosial. (3) Motivasi diri dan dorongan berprestasi:

pemimpin secara relatif mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk

berprestasi. (4) Sikap-sikap hubungan kemanusiaan: pemimpin yang berhasil

mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya.

2. Teori Perilaku

Pendekatan tingkah laku pada kepemimpinan artinya perbuatan,

kelakuan, atau perangai. Sehingga dengan demikian kepemimpinan yang efektif

berdasarkan tingkah laku dapat disebutkan menjadi dua aspek utama, yaitu: (1)

aspek fungsi kepemimpinan dan (2) gaya kepemimpinan. Maka sehubungan

dengan itu, fungsi-fungsi yang diselenggarakan oleh pemimpin, yaitu meliputi.

(1) memberitahukan kebijakan pimpinan organisasi kepada staf dan

merumuskannya menjadi pekerjaan staf termasuk implikasinya. (2) memimpin

dan mengkoordinasikan pelaksanaan pekerjaan staf serta membantu anggota staf

yang mendapat kesukaran dalam masalah, (3) mengadakan pengecekan terhadap

kegiatan yang telah dan sedang dilaksanakan oleh staf, (4) mengadakan integrasi

daripada pekerjaan staf dalam arti menyatukan hasil-hasil pekerjaan staf, (5) jika

diperlukan memberikan keterangan dan penjelasan kepada pimpinan tentang

perkembangan tugas staf serta keadaan staf sepanjang menyangkut faktor-faktor

yang mempengaruhi pelaksanaan tugas masing-masing, (6) menerima petunjuk-

petunjuk dan keputusan-keputusan dari pimpinan untuk selanjutnya diolah

sebagai tugas staf, (7) mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar


21

keputusan pimpinan dapat terlaksana dengan efektif, (8) mengumpulkan laporan-

laporan tentang pelaksanaan dari unit-unit lini dan setelah dianalisis dilaporkan

kepada pimpinan, (9) menggerakan staf untuk mempelajari keadaan dan

kemungkinan-kemungkinan untuk perencanaan yang inovatif sebagai bahan bagi

pimpinan dalam menetapkan kebijakan-kebijakan baru demi kepentingan

organisasi. Rivai (2008: 118-121).

3. Teori Kontingensi

Teori kontingensi adalah adalah teori kesesuaian pemimpin (Fiedler &

Chemers, 1974) dalam Northouse (2013: 117) yang berarti berusaha

menyesuaikan pemimpin dengan situasi yang tepat. Hal ini disebut sebagai

kontingensi, karena teori ini menyatakan bahwa keefektifan pemimpin

tergantung pada seberapa sesuai gaya pemimpin dengan situasi sekitar.

Selanjutnya, Fiedler mengembangkan teori kontingensi dengan mempelajari gaya

dari banyak pemimpin yang bekerja dikonteks yang berbeda, terutama organisasi

militer. Dia menilai gaya pemimpin, situasi dimana mereka bekerja, dan apakah

memburuk, Fiedler dan koleganya mampu membuat generalisasi yang secara

empiris benar tentang manakah gaya kepemimpinan yang terbaik dan yang

terburuk, berdasarkan konteks organisasi yang ada. Inti dari teori kontingensi

adalah terkait dengan gaya dan situasi.


22

4. Teori Situasional Hersey dan Blanchard

Pendekatan Hersey dan Blanchard memfokuskan banyak perhatian pada

karakteristik-karakteristik para karyawan dalam menentukan perilaku

kepemimpinan yang tepat. Maksud Hersey dan Blanchard adalah para bawahan

memiliki tingkat kesiapan yang berbeda-beda. Orang-orang yang memiliki

tingkat kesiapan tugas yang rendah karena sedikitnya kemampuan atau pelatihan,

atau perasaan tidak aman, membutuhkan gaya kepemimpinan yang berbeda

dengan orang-orang yang memiliki tingkat kesiapan tinggi, dan memiliki

kemampuan, keterampilan, kepercayaan diri yang baik, dan kesediaan untuk

bekerja (Daft, 2006: 330).

5. Teori Jalur-Tujuan

Teori jalur-tujuan (path-goal) adalah tentang bagaimana pemimpin

memotivasi bawahan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Northuose,

2013: 131). Tujuan yang dinyatakan teori kepemimpinan ini adalah untuk

meningkatkan kinerja karyawan serta kepuasan karyawan dengan memusatkan

pada motivasi karyawan. Teori jalur-tujuan menekankan hubungan antara gaya

kepemimpinan dan karakteristik bawahan serta latar pekerjaan. Asumsi yang

mendasari teori jalur-tujuan didapat dari teori harapan. Asumsi itu menyatakan

bahwa bawahan akan termotivasi bila mereka berpikir, mereka mampu

melaksanakan pekerjaan mereka, bila mereka percaya bahwa upaya mereka akan

memberi hasil tertentu, dan bila mereka percaya bahwa hasil yang didapat

bernilai.
23

Pendekatan jalur tujuan juga merupakan salah satu teori kepemimpinan

kontingensi situasional pertama, yang menjelaskan bagaimana karakteristik tugas

dan bawahan mempengaruhi dampak kepemimpinan pada kinerja bawahan.

Kerangka kerja yang disediakan dalam teori jalur tujuan menginformasikan

pemimpin tentang cara memilih gaya kepemimpinan yang tepat, berdasarkan

beragam tuntutan tugas dan jenis bawahan yang diminta mengerjakan tugas itu,

Northouse (2016: 138)

2.1.2.3 Indikator Kepemimpinan

Indikator-indikator kepemimpinan menurut Chapman (Indriyo Gitosudarmo

dan I Nyoman Sudita, 1997: 127) adalah:

1. Cara Berkomunikasi

Setiap pemimpin harus mampu memberikan informasi yang jelas dan untuk itu

harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik dan lancar. Karena

dengan komunikasi yang baik dan lancar, tentu hal ini akan memudahkan bagi

bawahannya guna menangkap apa yang dikehendaki oleh seorang pemimpin baik

untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Jika seorang pemimpin dalam

mentransfer informasi sulit dipahami dan dimengerti oleh para bawahannya atau

karyawannya, maka akan menimbulkan permasalahan. Sebab disatu sisi ingin

program kerja dalam pencapaian tujuan perusahaan tercapai, namun di sisi

lainnya para karyawan atau bawahan merasa bingung atau kesulitan harus

bekerja yang bagaimana sehingga mampu mencapai tujuan perusahaan. Sehingga

disini kemampuan untuk berkomunikasi bagi seorang pemimpin benar-benar


24

memegang kursi peranan penting guna memperlancar dalam usaha pencapaian

tujuan perusahaan kaitannya dengan operasional perusahaan

2. Pemberian Motivasi

Seorang pemimpin selain mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi yang

baik dan lancar, tentu saja mempunyai kemampuan untuk memberikan dorongan-

dorongan atau memberi motivasi secara finansial atau nonfonansial, bahwa dari

segi penghargaan ataupun pengakuan sangat memberikan makna yang sangat

tinggi bagi karyawan atau bawahan. Hal ini akan dapat menciptakan prestasi dan

suasana kondusif bagi keberhasilan usaha, dimana bawahan atau karyawan akan

merasa sangat diperhatikan oleh pimpinannya yang mewakili perusahaan, dengan

harapan prestasi yang dicapai selama ini mendapatkan pernghargaan yang

sepadan.

3. Kemampuan Memimpin

Tidak setiap orang atau pemimpin mampu memimpin, karena yang berkenaan

dengan bakat seseorang untuk mempunyai kemampuan memimpin adalah

berbeda-beda. Hal ini dapat terlihat dalam gaya kepemimpinannya, apakah

mempunyai gaya kepemimpinan otokratik, partisipatif atau bebas kendali.

Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Jika seorang dengan gaya

kepemimpinan otokratik, maka kendali pengambilan keputusan akan berada

sepenuhnya di tangan pemimpin. Jika menggunakan gaya kepemimpinan

partisipatif, kendali pengambilan keputusan mengikutsertakan karyawan,


25

sedangkan gaya kepemimpinan bebas kendali, pengambilan keputusan berada di

para karyawan tetapi masih dalam pengendalian pimpinan sepenuhnya.

4. Pengambilan Keputusan

Seorang pemimpin harus mampu mengambil keputusan berdasarkan fakta dan

peraturan yang berlaku di perusahaan serta keputusan yang diambil tersebut

mampu memberikan motivasi bagi karyawan untuk bekerja lebih baik bahkan

mampu memberikan kontribusi bagi peningkatan produktivitas kerja. Dengan

demikian keputusan yang telah diambil tersebut berlaku efektif dalam

menanamkan rasa percaya diri para karyawannya.

5. Kekuasaan yang Positif

Seorang pemimpin dalam menjalankan organisasi atau perusahaan walaupun

dengan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda tentu saja harus memberikan rasa

aman bagi karyawan yang bekerja. Hal ini sesuai sekali dengan gaya

kepemimpinan melalui pendekatan manusiawi, dimana para karyawan dituntut

untuk bekerja dengan sepenuh hati untuk menghasilkan produk yang berkualitas

baik, tanpa adanya penekanan dari pihak manapun.

2.1.2.4 Hubungan Kepemimpinan Terhadap Disiplin Kerja dan Kinerja

Pegawai.

1. Hubungan Kepemimpinan Terhadap Disiplin Kerja

Kepemimpinan bukan hanya diartikan untuk mempengaruhi seseorang untuk

mencapai tujuan melainkan juga merupakan suatu proses memotivasi tingkah

laku karyawan dalam upaya perbaikan kelompok serta disiplin kerja dari
26

karyawan. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur,

adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik,

kedisiplinan pegawai pun akan ikut baik (Hasibuan, 2012). Secara empiris,

membuktikan adanya pengaruh kepemimpinan terhadap disiplin memiliki

dampak positif yang signifikan terhadap disiplin kerja dan kinerja karyawan.

Tead (dalam Kartono 2002:62-67) mengemukakan metode kepemimpinan antara

lain sebagai berikut memberi perintah, memberi sanksi dan pujian, memupuk

tingkah laku pribadi pemimpin yang benar, peka terhadap saran-saran,

memperkuat rasa persatuan kelompok, menciptakan disiplin diri dan disiplin

kelompok serta meredam isu-isu yang tidak benar. Untuk melihat sukses atau

gagalnya pemimpin itu dalam suatu organisasi dilakukan dengan mengamati dan

mencatat sifat-sifat pemimpin tersebut termasuk dalam hal meningkatkan disiplin

kerja pegawai. Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan dalam

mengarahkan pegawai untuk dapat mematuhi peraturan yang ada di dalam

organisasi.

1) Hubungan Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai

Kepemimpinan (leadership) dapat dikatakan sebagai cara dari seorang

pemimpin (leader) dalam mengarahkan, mendorong dan mengatur

seluruh unsur-unsur di dalam kelompok atau organisasinya. untuk

mencapai suatu tujuan organisasi yang diinginkan sehingga menghasilkan

kinerja pegawai yang maksimal. Dengan meningkatnya kinerja pegawai

berarti tercapainya hasil kerja seseorang atau pegawai dalam mewujudkan


27

tujuan organisasi. Setiap organisasi pasti ada pemimpin dan yang

dipimpin. Pemimpin harus berhubungan baik dengan siapa saja yang

dipimpinnya. Pemimpin harus mengenal dan mengetahui orang –orang

yang ia pimpin dalam suatu organisasi.

Stogdill (dalam Stoner 1996: 119) yang menyatakan bahwa "Kepemimpinan

adalah suatu proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan

dengan pekerjaan dari anggota kelompok". Dari pendapat Stogdill tersebut

maka dapat diartikan bahwa kepemimpinan itu merupakan upaya untuk

mempengaruhi dan mengarahkan suatu kelompok. Keberhasilan suatu

organisasi baik sebagai keseluruhan maupun berbagai kelompok dalam suatu

organisasi tertentu, sangat tergantung pada mutu kepemimpinan yang

terdapat dalam organisasi yang bersangkutan. Menurut Siagian (2002:127)

berpendapat mutu kepemimpinan yang terdapat dalarn suatu organisasi

memainkan peranan yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi

tersebut dalam menyelenggarakan berbagai kegiatannya terutama terlihat

dalam kinerja para pegawainya.

2.1.3 Konsep Motivasi Kerja

2.1.3.1 Pengertian Motivasi Kerja

Seorang pegawai akan berkeja dengan baik tentu memiliki motivasi atau

dorongan. Dorongan tersebut bisa berasal dari diri pegawai itu sendiri dan bisa beasal

dari luar diri pegawai tersebut. Banyak faktor yang memotivasi pegawai untuk
28

bekerja, baik itu faktor kebutuhan, penghargaan dan kepuasan. Kata motivasi berasal

dari kata “movere” dalam Bahasa Latin yang berarti dorongan atau menggerakkan.

Menurut Sondang P. Siagian (2008:138) motivasi adalah daya pendorong yang

mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk menggerakkan

kemampuan dalam membentuk keahlian dan keterampilan tenaga dan waktunya

untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan

menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran

organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.

Sedangkan menurut Malayu (2005) motivasi kerja merupakan dorongan yang

berasal dari dalam diri atau luar diri seseorang yang mendorong dia untuk

menggerakkan daya dan potensinya untuk bekerja dan mencapai tujuan yang

diinginkan. Wawan Purwanto (2006:72) menyebutkan tiga komponen pokok

motivasi, yaitu: (a) Menggerakkan. Artinya motivasi yang timbul dalam diri mampu

menggerakkan seseorang untuk bertidak dengan cara tertentu, (b) Mengarahkan

tingkah laku. Artinya dengan adanya motivasi, maka ada sebuah tujuan yang ingin

dicapai dan akan mengarahkan cara bersikap seseorang, (3) Adanya dorongan dari

lingkungan sebagai penopang dari dorongan dan tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya.

Berdasarkan definisi tersbut dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan

sebuah dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang untuk berbuat sesuatu dan

menuntun cara bersikap seseorang atas sebuah pekerjaan atau perbuatan. Motivasi

bersifat tidak tetap, ada kalanya motivasi seseorang rendah dan tinggi. Hal ini
29

bergantung pada seberapa besar dorongan dalam dirinya untuk mencapai sesuatu,

seberapa tepat langkah-langkah yang dipilih oleh seseorang untuk mencapai

tujuannya, dan seberapa kuat lingkungan menopang dorongan dalam dirinya untuk

terus berbuat.

2.1.3.2 Teori-Teori Motivasi Kerja

Ada berbagai macam teori tentang motivasi dalam berbagai disiplin ilmu,

secara umum teori-teori tersebut adalah:

1. Teori Dua Faktor Herzberg

Beberapa ahli menyebut teori dua faktor Herzberg ini dengan sebutan

motivation-hygiene theory dan telah mendapatkan pengakuan yang luas dalam

lingkup manajemen dan berdampak dalam mendesain pekerjaan (Stone,

2011:427). Teori Herzberg ini mengkategorikan 2 (dua) kelompok kategori atau

faktor, yaitu: (1) Faktor motivator, yaitu faktor-faktor yang mendorong seseorang

untuk berprestasi dan berasal dari dalam dirinya sendiri. Bagian yang termasuk

dalam faktor motivator adalah pekerjaan, adanya pengakuan dari orang lain atas

sebuah pencapaian, adanya tanggung jawab untuk bekerja, kesempatan untuk

melakukan sesuatu yang bermanfaat, kesempatan untuk terlibat dalam proses

pengambilan keputusan, adanya perasaan diperlukan oleh organisasi. (2) Faktor

pemeliharaan atau faktor hygiene, yang dimaksud dengan faktor pemeliharaan

adalah faktor yang bersifat ekstrinsik dan berasal dari luar diri seseorang yang

juga turut menentukan perilaku seseorang dalam hidup. Faktor ini mencakup

status dan hubungan pegawai dalam organisasi, supervisi dari atasan, kebijakan
30

dalam organisasi, kondisi kerja, dan system imbalan yang berlaku (Hackman,

1976) :

2. Teori Keadilan (Equity Theory)

Teori equity merupakan teori yang diperkenalkan oleh Adams pada

tahun 1963 yang berfokus pada bagaimana seseorang melihat seberapa adil

seseorang diperlakukan berdasarkan apa yang telah dia berikan dan apa yang dia

terima dibandingkan dengan orang lain dalam sebuah urusan yang sama (Adams,

1963:422). Teori Adams menjelaskan bahwa seorang pegawai ingin diperlakukan

adil oleh atasannya. Menurut teori ini, pegawai akan membandingkan input yang

mereka berikan untuk organisasi dan output yang mereka terima dengan apa yang

orang lain terima. Apabila pegawai tersebut melihat ada kesenjangan antara dia

dengan orang lain, maka pegawai tersebut akan termotivasi untuk meningkatkan

kinerjanya atau bahkan cenderung menjadi malas (Stone, 2011:431).

2.1.3.3 Indikator Pengukuran Motivasi Kerja

Berdasarkan pengertian motivasi kerja yang menyebutkan bahwa motivasi

kerja merupakan kekuatan yang mendorong seorang pegawai untuk mau mengasah

keterampilannya dalam bekerja dan melakukan tugas yang menjadi kewajibannya

dengan penuh tanggung jawab dan keikhlasan demi mencapai sebuah tujuan ataupun

sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi (Siagian, 2008:138). Malayu, 2005;

Wawan, 2006:72), maka pengukuran motivasi kerja pegawai akan dilakukan

berdasarkan indikator yang berikut:


31

1. Daya pendorong, ada kekuatan atau sesuatu yang mendorong seorang pegawai

untuk bekerja, seperti dorongan untuk memenuhi kebutuhannya sebagai seorang

manusia seperti kebutuhan dasar, kebutuhan aktualisasi diri, dan keinginan untuk

diakui.

2. Kemauan, ada kemauan dari dalam diri pegawai untuk meningkatkan kualitas

dirinya sebagai seorang pegawai

3. Keahlian dan keterampilan, pegawai memiliki keahlian dan keterampilan dalam

melakukan tugas dan kewajibannya di dalam organisasi yang harus selalu diasah

dan ditingkatkan.

4. Tanggung jawab, pegawai memiliki rasa tanggung jawab untuk melaksanakan

pekerjaannya dengan sebaik mungkin sebagai bentuk kesadarannya akan

kewajibannya terhadap organisasi tempat ia bekerja

5. Tujuan, pegawai menyadari bahwa pekerjaan yang dilakukannya akan membantu

organisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

Sedangkan Indikator motivasi kerja menurut Sedarmayanti (2007:233239)

yaitu antara lain sebagai berikut:

1) Gaji (salary). Bagi pegawai, gaji merupakan faktor penting untuk memenuhi

kebutuhan diri sendiri dan keluarganya. Gaji selain Kekuatan motivasi = Fungsi

(drive x habit) berfungsi memenuhi kebutuhan pokok bagi setiap pegawai juga

dimaksudkan untuk menjadi daya dorong bagi pegawai agar dapat bekerja

dengan penuh semangat. Tidak ada satu organisasi pun yang dapat memberikan

kekuatan baru kepada tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika


32

tidak memiliki sistem kompensasi yang realitis dan gaji bila digunakan dengan

benar akan memotivasi pegawai.

2) Supervisi. Supervisi yang efektif akan membantu peningkatan produktivitas

pekerja melalui penyelenggaraan kerja yang baik, juga pemberian petunjuk-

petunjuk yang nyata sesuai standar kerja, dan perlengkapan pembekalan yang

memadai serta dukungan-dukungan lainnya. Tanggung jawab utama seorang

supervisor adalah mencapai hasil sebaik mungkin dengan mengkoordinasikan

sistem kerja pada unit kerjanya secara efektif. Supervisor mengkoordinasikan

sistem kerjanya itu dalam tiga hal penting yaitu: melakukan dengan memberi

petunjuk/pengarahan, memantau proses pelaksanaan pekerjaan, dan menilai hasil

dari sistem kerja yang diikuti dengan melakukan umpan balik (feed back).

3) Kebijakan dan Administrasi. Keterpaduan antara pimpinan dan bawahan sebagai

suatu keutuhan atau totalitas sistem merupakan faktor yang sangat penting untuk

menjamin keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Melalui pendekatan manajemen partisipatif, bawahan tidak lagi dipandang

sebagai objek, melainkan sebagai subjek. Dengan komunikasi dua arah akan

terjadi komunikasi antar pribadi sehingga berbagai kebijakan yang diambil dalam

organisasi bukan hanya merupakan keinginan dari pimpinan saja tetapi

merupakan kesepakatan dari semua anggota organisasi. Para pendukung

manajemen partisipatif selalu menegaskan bahwa manajemen partisipatif

mempunyai hubungan positif terhadap pegawai. Melalui partisipasi, para


33

pegawai akan mampu mengumpulkan informasi, pengetahuan, kekuatan dan

kreaktivitas untuk memecahkan persoalan.

4) Hubungan kerja. Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah

didukung oleh suasana kerja atau hubungan kerja yang harmonis yaitu

terciptanya hubungan yang akrab, penuh kekeluargaan dan saling mendukung

baik hubungan antara sesama pegawai atau antara pegawai dengan atasan.

Manusia sebagai makhluk sosial akan selalu membutuhkan hubungan dengan

orang lain, baik di tempat kerja maupun di luar lingkungan kerja. Manusia

sebagai makhluk sosial membutuhkan persahabatan dan mereka tidak akan

bahagia bila ditinggalkan sendirian, untuk itu maka mereka akan melakukan

hubungan dengan teman-temannya.

5) Kondisi kerja. Kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh

peralatan yang memadai tentu akan membuat pegawai betah untuk bekerja.

Dengan kondisi kerja yang nyaman, pegawai akan merasa aman dan produktif

dalam bekerja sehari-hari. Lingkungan fisik dimana individu bekerja mempunyai

hubungan pada jam kerja maupun sikap mereka terhadap pekerjaan itu sendiri.

Sebanyak 30% dari kasus absensi para pekerja ternyata disebabkan oleh sakit

yang muncul dari kecemasan yang berkembang sebagai reaksi bentuk kondisi

kerja.

6) Pekerjaan itu sendiri. Menurut Herzberg merupakan faktor motivasi bagi

pegawai untuk berforma tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan

telah mencapai sesuatu, tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan
34

tantangan bagi pegawai, merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya

sangat menentukan bagi motivasi untuk hasil kinerja yang tinggi. Suatu

pekerjaan akan disenangi oleh seseorang bila pekerjaan itu sesuai dengan

kemampuannya, sehingga dia merasa bangga untuk melakukannya. Pekerjaan

yang tidak disenangi kurang dan menantang, biasanya tidak mampu menjadi

daya dorong, bahkan pekerjaan tersebut cenderung menjadi rutinitas yang

membosankan dan tidak menjadi kebanggaan. Teknik pemberdayaan pekerjaan

dapat dijadikan sebagai sarana motivasi pegawai dengan membuat pekerjaan

mereka lebih menarik, dan membuat tempat kerja lebih menantang dan

memuaskan untuk bekerja.

7) Peluang untuk maju. Merupakan pengembangan potensi diri seorang pegawai

dalam melakukan pekerjaan. Setiap pegawai tentunya menghendaki adanya

kemajuan atau perubahan dalam pekerjaannya yang tidak hanya dalam hal jenis

pekerjaan yang berbeda atau bervariasi, tetapi juga posisi yang lebih baik. Setiap

pegawai menginginkan adanya promosi ke jenjang yang lebih tinggi,

mendapatkan peluang untuk meningkatkan pengalamannya dalam bekerja.

Peluang bagi pengembangan potensi diri akan menjadi motivasi yang kuat bagi

pegawai untuk bekerja lebih baik. Promosi merupakan kemajuan pegawai ke

pekerjaan yang lebih dalam bentuk tanggung jawab yang lebih besar, prestise

atau status yang lebih, skill yang lebih besar, dan khususnya naiknya tingkat

upah atau gaji.


35

8) Pengakuan atau penghargaan (recognition). Setiap manusia mempunyai

kebutuhan terhadap rasa ingin dihargai. Pengakuan terhadap prestasi merupakan

alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber

dari pemberian kompensasi. Pengakuan merupakan kepuasan yang diperoleh

seseorang dari pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan psikologis dan/atau fisik

di mana orang tersebut bekerja, yang masuk dalam kompensasi non finansial.

Seseorang yang memperoleh pengakuan atau penghargaan akan dapat

meningkatkan semangat kerjanya. Kebutuhan akan harga diri/penghormatan

lebih bersifat individual atau mencirikan pribadi, ingin dirinya dihargai atau

dihormati sesuai dengan kapasitasnya (kedudukannya). Sebaliknya setiap pribadi

tidak ingin dianggap dirinya lebih rendah dari yang lain. Mungkin secara jabatan

lebih rendah tetapi secara manusiawi setiap individu (pria atau wanita) tidak

ingin direndahkan.

9) Keberhasilan (achievement). Setiap orang tentu menginginkan keberhasilan

dalam setiap kegiatan/tugas yang dilaksanakan. Pencapaian prestasi atau

keberhasilan (achievement) dalam melakukan suatu pekerjaan akan

menggerakkan yang bersangkutan untuk melakukan tugas-tugas berikutnya.

Dengan demikian prestasi yang dicapai dalam pekerjaan akan menimbulkan

sikap positif, yang selalu ingin melakukan pekerjaan dengan penuh tantangan.

Sesorang yang memiliki keinginan berprestasi sebagai suatu kebutuhan dapat

mendorongnya untuk mencapai sasaran. Kebutuhan berprestasi biasanya


36

dikaitkan dengan sikap positif dan keberanian mengambil resiko yang

diperhitungkan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan.

10) Tanggung jawab. Merupakan kewajiban seseorang untuk melaksanakan fungsi-

fungsi yang ditugaskan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan pengarahan yang

diterima. Setiap orang yang bekerja pada suatu perusahaan/organisasi ingin

dipercaya memegang tanggung jawab yang lebih besar dari sekedar apa yang

telah diperolehnya. Tanggung jawab bukan saja atau diberikan sebagai orang

yang mempunyai potensi. Setiap orang ingin diikutsertakan dan ingin di akui

sebagai orang yang mempunyai potensi, dan pengakuan ini akan menimbulkan

rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar.

2.1.3.4 Hubungan Motivasi Kerja dengan Kinerja Pegawai dan Disiplin Kerja

1) Hubungan Motivasi Kerja dengan Kinerja Pegawai

Motivasi dan kinerja memiliki hubungan antara satu dengan lainnya.

Kinerja merupakan fungsi dari interaksi antara kemampuan dan motivasi

(Robbins, 2003: 233). Sedangkan Menurut Robert Kreitner dan Anglo Kinicki

(2001:205) motivasi kerja dapat dipastikan mempengaruhi kinerja, walaupun

bukan satu-satunya faktor yang membentuk kinerja.

Motivasi seseorang berawal dari kebutuhan, keinginan dan dorongan untuk

bertindak demi tercapainya kebutuhan atau tujuan. Hal ini menandakan seberapa

kuat dorongan, usaha, intensitas dan kesediaannya untuk berkorban demi

tercapainya tujuan. Semakin kuat dorongan atau motivasi akan semakin tinggi

tingkat kinerjanya. Mathis (2002; 114) mengatakan bahwa motivasi merupakan


37

keinginan dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak.

Biasanya orang bertindak karena suatu alasan untuk mencapai tujuan. Memahami

motivasi sangatlah penting, reaksi terhadap kompensasi dan persoalan sumber

daya manusia yang lain dipengaruhi dan mempengaruhi motivasi.

Motivasi kerja dapat dipastikan sangat mempengaruhi kinerja pegawai,

walaupun bukan satu-satunya faktor yang membentuk kinerja. Motivasi kerja

adalah dorongan yang timbul dari diri seseorang untuk bertindak, berbuat atau

melakukan sesuatu dalam pemenuhan kebutuhannya. Jika motivasi kerja

seseorang untuk mencapai sesuatu tujuan semakin tinggi maka semakin tinggi

pula usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Begitu juga

sebaliknya, semakin sering seseorang gagal melakukan sesuatu mencapai tujuan,

maka kemungkinan menipis motivasinya. Motivasi kerja merupakan penggerak

utama yang bersumber dari dalam atau diluar diri seseorang yang mendorong

untuk berbuat dan memperlihatkan tingkat kinerja dan produktivitas sesuai

dengan standar yang dipahami dan berlaku dalam pekerjaan.

2.1.4 Disiplin Kerja

2.1.4.1 Pengertian Disiplin Kerja

Menurut Rivai & Sagala (2013:825) disiplin kerja adalah suatu alat yang

digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia

untuk mengubah suatu perilaku dan untuk meningkatkan kesadaran juga kesediaan

seseorang agar menaati semua peraturan dan norma sosial yang berlaku di suatu

perusahaan.
38

Sejalan dengan Rivai & Sagala, bagi Sinta Asih & Wiratama (2013:129),

disiplin kerja adalah merupakan tindakan manajemen untuk mendorong kesadaran

dan kesediaan para anggotanya untuk mentaati semua peraturan yang telah ditentukan

oleh organisasi atau perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku secara

sukarela.

Menurut Setyaning Dyah (2013:145) disiplin kerja adalah kebijakan bergeser

individu untuk menjadi diri bertanggung jawab untuk mematuhi peraturan lingkungan

(organisasi). Sedangkan menurut Harlie (2010:117) disiplin kerja pada hakekatnya

adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran bagi para pekerjanya untuk melakukan

tugas yang telah diberikan, dan pembentukan disiplin kerja ini tidak timbul dengan

sendirinya.

Hasibuan (2007:193) mengemukakan bahwa kedisiplinan adalah kesadaran

dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma

sosial yang berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati

semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi, dia akan

mematuhi atau mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan.

Disiplin kerja memang dibutuhkan untuk suatu perusahaan dalam kaitannya

untuk mempermudah dan melancarkan perusahaan dalam mencapai tujuannya, karena

disiplin kerja yang tertanam pada setiap karyawan akan memberikan kesediaan

mereka dalam mematuhi dan menjalankan aturan yang telah di tetapkan demi

memajukan perusahaan. Hal ini dikarenakan dalam kehidupan sehari-hari dibutuhkan

peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang akan mengatur dan membatasi


39

setiap kegiatan dan perilaku kita, terlebih didalam lingkup kerja. Peraturan sangat

diperlukan untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan bagi karyawan dalam

menciptakan tata tertib yang baik di perusahaan. Dengan tata tertib yang baik,

semangat kerja, moral kerja, efisiensi, dan efektivitas kerja karyawan akan

meningkat. Hukuman diperlukan dalam meningkatkan kedisiplinan dan mendidik

karyawan supaya menaati semua peraturan perusahaan. Pemberian hukuman harus

adil dan tegas terhadap semua karyawan.

Kedisiplinan harus ditegaskan dalam suatu organisasi perusahaan.Tanpa

dukungan disiplin karyawan yang baik, sulit perusahaan untuk mewujudkan

tujuannya.Jadi, kedisiplinan adalah kunci keberhasilan suatu perusahaan dalam

mencapai tujuannya. Menurut Rivai & Sagala (2013:824) semakin baik disiplin yang

dilakukan oleh karyawan disuatu perusahaan, maka semakin besar prestasi kerja yang

dapat dihasilkan. Sebaliknya, tanpa disiplin yang baik, sulit bagi perusahaan

mencapai hasil yang optimal.

2.1.4.2 Pentingnya Disiplin Kerja

Menurut Sutrisno (2009:87-88) menggambarkan betapa pentingnya disiplin

kerja dan beberapa manfaat yang dapat dirasakan adalah disiplin karyawan bertujuan

untuk meningkatkan efisien semaksimal mungkin dengan cara mencegah pemborosan

waktu dan energi. Selain itu juga mencegah kerusakan atau kehilangan harta benda,

peralatan dan perlengkapan perusahaan yang disebabkan oleh ketidak hati-hatian dan

tindak pencurian.
40

Adapun sebenarnya dengan disiplin kerja ini terdapat manfaat yang bisa

dirasakan oleh pihak perusahaan dan karyawan, antara lain:

1. Bagi Organisasi atau Perusahaan, disiplin kerja akan menjamin tata tertib dan

kelancaran pelaksanaan setiap tugas, sehingga nantinya dapat diperoleh hasil

yang optimal.

2. Bagi Karyawan, akan diperoleh suasana yang menyenangkan dan kondusif,

sehingga nantinya dapat menambah semangat kerja dalam melaksanakan setiap

tugas yang diembannya. Hal tersebut nantinya akan membuat karyawan dapat

melaksanakan tugasnya dengan penuh kesadaran serta dapat mengembangkan

tenaga dan pikirannya seoptimal mungkin

Disiplin dibutuhkan untuk tujuan organisasi yang lebih jauh lagi dan agar

dapat menunjang kelancaran segala aktivitas dalam organisasi, agar tujuan organisasi

dapat dicapai secara maksimal.

2.1.4.3 Bentuk-bentuk Disiplin Kerja

Dalam penerapan disiplin kerja kita harus mengetahui empat prespektif daftar

yang menyangkut disiplin kerja menurut Rivai & Sagala (2013:825-826). Keempat

prespektif tersebut antara lain:

1) Disiplin Retributif (Retributive Discipline), yaitu berusaha menghukum orang

yang berbuat salah.

2) Disiplin Korektif (Corrective Discipline), yaitu berusaha membantu karyawan

mengoreksi perilakun-perilaku yang tidak tepat.


41

3) Perspektif hak-hak individu (Individual Rights Perspective), yaitu berusaha

melindungi hak dasar individu selama tindakan-tindakan disipliner.

4) Perspektif Utilitarian (Utilitarian Perspective). Yaitu berfokus pada penggunaan

disiplin hanya pada saat konsekuensi-konsekuensi tindakan disiplin melebihi

dampak-dampak negatifnya.

2.1.4.4 Indikator Pengukuran Disiplin Kerja

Pada dasarnya banyak indikator untuk mengukur tingkat kedisiplinan

pegawai pada suatu organisasi. Menurut Malayu Hasibuan (2012 : 194) indikator

disiplin yaitu :

1) Tujuan Kemampuan, dari tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan

secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti

bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan

kemampuan karyawan bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sungguh dan

disiplin dalam mengerjakannya. Dimensi tujuan kemampuan diukur dengan

menggunakan dua indikator yaitu :

a) Kehadiran pegawai tepat waktu di tempat kerja

b) Intensitas kehadiran pegawai selama bekerja

2) Tingkat Kewaspadaan Karyawan, pegawai yang dalam pelaksanaan

pekerjaannya selalu penuh perhitungan dan ketelitian memiliki tingkat

kewaspadaan yang tinggi terhadap dirinya maupun pekerjaannya. Dimensi

tingkat kewaspadaan diukur dengan menggunakan dua indikator yaitu :

a) Kewaspadaan dan hati-hati dalam bekerja


42

b) Menjaga dan merawat peralatan kerja

3) Ketaatan pada Strandar kerja, dalam melaksanakan pekerjaannya karyawan

diharuskan menaati semua standar kerja yang telah ditetapkan sesuai dengan

aturan dan pedoman kerja agar kecelakaan kerja tidak terjadi atau dapat

dihindari. Dimensi ketaatan pada standar kerja diukur dengan menggunakan tiga

indikator yaitu :

a) Memiliki rasa tanggung jawab dalam bekerja

b) Bekerja sesuai fungsi dan tugasnya

c) Bekerja sesuai jam kerja

4) Ketaatan pada Peraturan Kerja, dimaksudkan demi kenyamanan dan kelancaran

dalam bekerja. Dimensi ketaatan pada peraturan kerja diukur dengan dua

indikator yaitu :

a) Pemahaman pegawai atas peraturan kerja

b) Menyelesaikan pekerjaan sesuai peraturan kerja

5) Etika Kerja, diperlukan oleh setiap karyawan dalam melaksanakan perkerjaannya

agar tercipta suasana harmonis, salin menghargai antar sesama karyawan.

Dimensi etika kerja diukur dengan menggunakan satu indikator yaitu memiliki

sikap dan perilaku yang baik dalam bekerja.

2.1.4.5 Hubungan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Pegawai

Hasibuan (2014:193) berpendapat Kedisiplinan merupakan kesadaran dan

kesediaan seseorang menaati semua peraturan instansi dan norma-norma sosial yang
43

berlaku, sehingga akan menghasilkan kinerja yang baik. Kesadaran disini merupakan

sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas

dan tanggung jawabnya. Jadi, dia akan mematuhi atau mengerjakan semua tugasnya

dengan baik, bukan atas paksaan. Dari definisi yang dikemukakan oleh Hasibuan

mengenai disiplin kerja, diperoleh gambaran bahwa disiplin kerja merupakan

kesadaran dan kesedian yang harus dimiliki setiap karyawan dalam menaati segala

peraturan dan norma-norma yang ada dalam perusahaan. Dengan disiplin yang baik

dalam diri seorang karyawan akan terbentuk keteraturan dan peningkatan kinerja,

sehingga dapat membantu perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Karyawan yang memiliki kedisiplinan dalam bekerja akan menghasilkan kinerja yang

baik dan sebaliknya (Mudjiman, 2001: 44).

2.2 Penelitian terdahulu

Untuk mendukung penelitian yang dilakukan peneliti maka diperlukan

penelitian yang serupa yang telah dilakukan sebelumnya. Agar dapat dilihat dan

diketahui apakah penelitian ini berpengaruh dan mendukung penelitian

sebelumnya. Adapun penelitian yang relevan dapat dilihat dari :

1. H.Tamzil Yusuf Fakultas Ekonomi Universitas Balikpapan ”Pengaruh

Kepemimpinan, Komunikasi, Motivasi Kerja, Dan Kedisiplinan Terhadap

Kinerja Karyawan PT. Komatsu Remanufacturing Asia Plant Sudirman Di

Departemen Produksi Balikpapan“. Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa kepemimpinan, komunikasi, motivasi kerja dan disiplin

karyawan secara bersama-sama memiliki keterkaitan dengan kinerja


44

karyawan. Hubungan antara kepemimpinan, komunikasi, motivasi kerja dan

disiplin karyawan secara bersama-sama dengan kinerja karyawan tergolong

sangat baik. Hal tersebut ditunjukkan melalui koefisien determinasi bahwa

kepemimpinan, komunikasi, motivasi kerja dan disiplin karyawan secara

bersama-sama mampu memberikan sumbangan efektif terhadap peningkatan

kinerja karyawan hingga mencapai 83,7%. Selain itu, hasil uji beda

menunjukkan bahwa variabel kepemimpinan, komunikasi, motivasi kerja dan

disiplin karyawan secara parsial juga mampu memberikan pengaruh terhadap

kinerja karyawan. Dari hasil uji beda ini juga diketahui bahwa faktor

kedisiplinan karyawan memberikan andil paling besar terhadap peningkatan

kinerja karyawan di PT. Komatsu Remanufacturing Asia Plant Sudirman Di

Departemen Produksi Balikpapan.

2. Arief Chaidir Abdillah, Farid Wajdi Program Pasca Sarjana Magíster

Manajemen Universitas Muhammadiyah Surakarta “Pengaruh

Kepemimpinan, Stress Kerja, Disiplin Kerja, dan Kompensasi terhadap

Kinerja Pegawai di Kantor KPP Boyolali”. Berdasarkan hasil penelitiannya

dapat disimpulkan :Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara

kepemimpinan, disiplin kerja, dan kompensasi terhadap kinerja pegawai KPP

Pratama Boyolali. Ada pengaruh negatif antara stres kerja terhadap kinerja

pegawai KPP Pratama Boyolali. Variabel kepemimpinan mempunyai

pengaruh yang paling dominan terhadap kinerja pegawai KPP Pratama

Boyolali.
45

3. Elpis Anto Manalu, Prihatin Lumbanraja, Sitti Raha Agoes Salim, Program

Pasca Sarjana Universitas Terbuka “Pengaruh Motivasi, Kepemimpinan Dan

Disiplin Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Dinas Kehutanan Dan

Perkebunan Kabupaten Tapanuli Tengah”. Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan : adanya pengaruh Variabel Motivasi, Kepemimpinan dan

Disiplin memiliki korelasi yang sangat kuat terhadap produktivitas kerja

Pegawai Dinas kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Tengah.

Variabel Motivasi, Kepemimpinan dan disiplin mampu menjelaskan variabel

Produktivitas kerja Pegawai Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten

Tapanuli Tengah sebesar : 79,6 %

4. Ivonne A. S. Sajangbati, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Manajemen

Universitas Sam Ratulangi Manado, “Motiovasi, Disiplin dan Kepuasan

Pengaruhnya terhadap Kinerja Pegawai PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang

Bitung, berdasarkan hasil penelitiannya dapat disimpulkan : Motivasi,

Disiplin dan Kepuasan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap

terhadap Kinerja Pegawai pada PT. Pos Indonesia (persero) cabang Bitung.

Dengan meningkatkan motivasi berupa bentuk penghargaan kepada para

karyawan, dengan sendirinya akan meningkatkan disiplin serta kepuasan dan

senantiasa akan tercipta dan dapat memberi pengaruh terhadap kinerja

karyawan.

5. Gede Prawira Utama Putra, Made Subudi, Fakultas Ekonomi Universitas

Udayana (Unud), Bali, Indonesia, “Pengaruh Disiplin Kerja, Gaya


46

Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada Hotel

Matahari Terbit Bali Tanjung Benoa-Nusa Dua, berdasarkan hasil penelitian

dapat disimpulkan : Secara simultan variabel disiplin kerja, gaya

kepemimpinan, dan motivasi kerja mempengaruhi variasi kinerja karyawan

pada Hotel Matahari Terbit Bali signifikan dengan kontribusi sebesar 83,9

persen sedangkan sisanya 16,1 persen dipengaruhi variabel lain di luar model.

6. Yuli Suwati, Mahasiswa Program S1 Ilmu Adiministrasi Bisnis, Fakultas Ilmu

Sosial dan Politik, Universitas Mulawarman, “Pengaruh Kompensasi dan

Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pad PT. Tunas Hijau Samarinda,

berdasarkan penelitian dapat disimpulkan : Variabel kompensasi dan motivasi

kerja secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

kinerja karyawan, artinya semakin tinggi nilai kedua variabel bebas tersebut

maka semakin tinggi pula kinerja karyawan pada PT. Tunas Hijau Samarinda.

2.3 Kerangka Konseptual

Sesuai dengan landasan teori dan beberapa hasil penelitian terdahulu diatas

maka dapat dibuat sebuah kerangka berpikir konseptual yang akan dipedomani

seperti terlihat pada gambar dibawah ini yaitu:


47

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

KEPEMIMPINAN
(X1)

KINERJA PEGAWAI (Y)


MORIVASI (X2)

DISPLIN KERJA
(X3)

2.4 Hipotesis

Menurut Erlina (2008:29), Hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan

maksud untuk diuji secara empiris. Proporsi merupakan ungkapan atau pernyataan

yang dapat dipercaya, disangkal atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau

konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena. Dengan demikian

hipotesis merupakan penjelesan sementara tentang prilaku, fenomena atau keadaan

tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Dalam penelitian ini mengemukakan

hipotesis sebagai berikut :

Ho : Terdapat Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi Kerja dan Disiplin Kerja terhadap

Kinerja Pegawai pada Dinas Pendidikan Kabupaten Kerinci


48

Ha : Tidak terdapat pengaruh Kepemimpinan, Motivasi Kerja dan Disiplin Kerja

terhadap Kinerja Pegawai pada Dinas Pendidikan Kabupaten Kerinci

Anda mungkin juga menyukai