Anda di halaman 1dari 35

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Kinerja

a. Pengertian Kinerja

Pengertian kinerja pegawai sebenarnya mengacu pada istilah

kinerja yang berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance

(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang).

Kinerja (prestasi kerja) didefinisikan sebagai hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Faktor

yang mempengaruhi pencapaian kinerja pegawai dapat digolongkan menjadi

dua yaitu faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi. Faktor

kemampuan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan nyata

(pengetahuan dan keahlian). Artinya seorang pegawai yang memiliki

kecerdasan tinggi dengan pendidikan yang memadai dan kemampuan nyata

yang tinggi seharusnya akan lebih mudah untuk mencapai kinerja yang

diharapkan. Sedangkan faktor motivasi terkait dengan sikap mental yang

mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja yang

ditetapkan secara maksimal (Mangkunegara, 2011).

Kinerja menurut Cheringthon dalam Umam (2010) menunjukkan

pencapaian target kerja yang berkaitan dengan kualitas dan kuantitas dan

waktu. Pencapaian kinerja tersebut dipengaruhi oleh kecakapan dan waktu.

1
Kinerja akan terwujud dengan optimal bilamana organisasi dapat memilih

karyawan yang memiliki motivasi dan kecakapan yang sesuai dengan

pekerjaannya serta memiliki kondisi yang memungkinkan mereka akan

bekerja secara maksimal. Menurut Mc Cloy dalam Umam (2010) kinerja

merupakan perilaku atau tindakan yang relevan dengan tujuan organisasi.

Spesifikasi tujuan ini mewakili keputusan penilaian yang dilakukan oleh

ahlinya dalam menentukan tujuan apa yang harus dicapai oleh karyawan.

Agar karyawan melakukan tugas sesuai dengan kinerja yang diinginkan,

prasyarat yang harus dipenuhi adalah memiliki pengetahuan dan ketrampilan

yang dibutuhkan serta memilih dengan sungguh-sungguh untuk bekerja pada

tugas pekerjaannya selama tenggang waktu dengan tingkat usaha tertentu.

Bernardin dan Russel dalam Umam (2010) menyatakan bahwa

kinerja adalah catatan hasil yang diproduksi (dihasilkan) pada sebuah fungsi

pekerjaan atau aktivitas selama periode tertentu yang berhubungan dengan

tujuan organisasi.

Dari berbagai pendapat di atas dapat penulis definisikan kinerja

sebagai hasil kerja yang dicapai oleh seseorang pegawai yang disesuaikan

dengan peran atau tugas dan tanggungjawabnya dalam suatu organisasi pada

suatu periode waktu tertentu, yang dihubungkan dengan suatu ukuran nilai

atau standar tertentu dari organisasi dimana dia bekerja.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

Menurut Jackson & Mathis (2009), faktor yang mempengaruhi

kinerja individu adalah:

2
(1) Kemampuan individu dalam melakukan pekerjaan tersebut meliputi

bakat, minat, dan faktor kepribadian individu.

(2) Tingkat usaha yang dicurahkan meliputi adanya motivasi, etika kerja,

kehadiran, dan rancangan tugas.

(3) Dukungan organisasi meliputi pelatihan dan pengembangan, peralatan

dan teknologi, standar kinerja, manajemen dan rekan kerja.

c. Kriteria Dasar Untuk Mengukur Kinerja

Bernadin dan Russel dalam Robbins (2011), mengatakan enam

kriteria primer yang digunakan untuk mengukur kinerja :

(1) Quality, merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan

kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang

diharapkan.

(2) Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalkan jumlah rupiah,

jumlah unit, jumlah siklus, kegiatan yang diselesaikan.

(3) Timeliness, adalah tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada

waktu yang dikehendaki dengan memperhatikan kordinasi output lain

serta waktu yang tersedia untuk kegiatan lain.

(4) Cost effectiviness, adalah tingkat sejauh mana penggunaan daya

organisasi (manusia, keuangan, teknologi, material) dimaksimalkan

utnuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap

unit penggunaan sumberdaya.

(5) Need for supervisor, merupakan tingkat sejauh mana seorang pejabat

dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan

3
pengawasan seorang supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang

diinginkan.

(6) Interpersonal impact, merupakan tingkat sejauh mana karyawan/ pekerja

memelihara harga diri, nama baik dan kerjasama di antara rekan kerja

dan bawahan.

d. Pengukuran Kinerja

Berdasarkan hal di atas, pengukuran kinerja peneliti menggunakan

teori dari Bernardin dan Rusel (1993), dengan dimensi:

(1) Quality

Merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan

mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.

Indikator yang dipakai :

(a) Kualitas hasil pekerjaan.

(2) Quantity

Merupakan jumlah yang dihasilkan, misalkan jumlah rupiah, jumlah

unit, jumlah siklus, kegiatan yang diselesaikan. Indikator yang dipakai :

(a) Hasil sesuai dengan target yang diharapkan.

(3) Timeliness

Merupakan tingkat sejauh mana suatu pekerjaan diselesaikan pada

waktu yang dikehendaki dengan memperhatikan koordinasi output lain

serta waktu yang tersedia untuk pekerjaan lain.

(a) Ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan

4
(b) Kegiatan diselesaikan dengan koordinasi antar bagian

(4) Cost effectiviness

Meruapakan tingkat sejauh mana penggunaan daya organisasi (manusia,

keuangan, teknologi, material) dimaksimalkan utnuk mencapai hasil

tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan

sumberdaya. Indikator yang dipakai :

(a) Penggunaan SDM secara maksimal

(b) Penggunaan sumber dana secara maksimal

(c) Penggunaan asset fisik secara maksimal.

(5) Need for supervisor.

Merupakan tingkat kemandirian atau sejauh mana seorang pejabat dapat

melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan

seorang supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.

(a) Kemandirian

(6) Interpersonal impact

Merupakan tingkat sejauh mana karyawan / pekerja memelihara harga

diri, nama baik dan kerjasama di antara rekan kerja dan bawahan.

(a) Kepatuhan

(b) Penghargaan terhadap pekerjaan

2. Kepuasan Kerja

a. Pengertian Kepuasan Kerja

Dalam kehidupan organisasi yang penuh dengan perilaku orang di

dalamnya dengan peran, fungsi, tugas, kewajiban dan tanggung jawab yang

5
berbeda tentu akan menimbulkan berbagai variasi dalam kepuasan kerja

yang diperolehnya. Keadaan tersebut dapat dianggap wajar mengingat

bahwa kepuasan kerja bersifat individual, artinya hanya orang tersebut yang

merasakannya. Dalam kebijakan yang ditetapkan oleh organisasi terkadang

terjadi ada orang yang merasa puas dan ada yang tidak puas. Kepuasan

tersebut dikarenakan keinginan secara individual merasa terpenuhi dan

diuntungkan, sedangkan ketidakpuasan tersebut terjadi karena ada

kepentingan yang dirugikan atau bersifat mengancam. Oleh karena itu tidak

mengherankan apabila orang dalam organisasi yang merasa tidak puas akan

melakukan reaksi atau protes sampai keinginannya terpenuhi, sedangkan

bagi yang puas akan senantiasa memberikan sikap yang positif bagi

kemajuan organisasinya.

Dengan demikian menunjukkan bahwa kepuasan kerja

berhubungan dengan sikap seorang pegawai dalam melaksanakan

pekerjaannya, sehingga memberikan kontribusi yang positif bagi kemajuan

lembaga, sebagaimana dikemukakan oleh Siagian (2004) bahwa kepuasan

kerja pegawai adalah sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya, artinya

secara umum dapat dirumuskan bahwa seseorang yang memiliki rasa puas

terhadap pekerjaannya akan mempunyai sikap yang positif terhadap

organisasi di mana ia berkarya. Sedangkan menurut Martoyo (2000)

kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional karyawan yang

terjadi maupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan

dan perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang

diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan.

6
Senada dengan konsep tersebut Anoraga (2002) mengemukakan

bahwa kepuasan kerja merupakan sikap yang positif yang menyangkut

penyesuaian diri yang sehat dari para karyawan terhadap kondisi dan situasi

kerja, termasuk di dalamnya masalah upah, kondisi sosial, kondisi fisik dan

kondisi psikologis.

Konsep tersebut mengisyaratkan bahwa kepuasan kerja merupakan

aspek yang sangat positif bagi kemajuan lembaga yang berhubungan dengan

masalah upah, keadaan sosial, fisik dan psikologis. Sedangkan secara

sederhana Anwar (2003) mengemukakan kepuasan kerja adalah perasaan

yang menyokong atau tidak menyokong yang diawali pegawai dalam

mengerjakan pekerjaannya. Konsep tersebut mengandung arti bahwa

kepuasan kerja berhubungan dengan perasaan yang dimiliki seorang

pegawai yang dapat mendukung atau tidak mendukung terhadap pekerjaan

yang dilakukannya. Aspek yang mendukung tentu apabila pegawai merasa

puas dalam melaksanakan pekerjaan, sedangkan yang tidak mendukung

apabila pegawai merasa tidak puas terhadap pekerjaan yang dilakukannya.

Berdasarkan konsep-konsep yang telah dikemukakan tersebut

menunjukkan bahwa kepuasan kerja merupakan bagian penting dalam

kehidupan organisasi yang harus dipelihara dan ditumbuhkembangkan oleh

pimpinan organisasi. Oleh karena itu pemahaman terhadap kondisi

psikologis pegawai dan kebutuhannya dalam melaksanakan pekerjaan

merupakan kunci mendasar bagi pimpinan untuk mampu mengidentifikasi

kepuasan kerja yang dimiliki oleh para pegawai. Dengan memperhatikan

pendapat-pendapat yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa

7
kepuasan kerja guru adalah perasaan seorang guru terhadap pelaksanaan

tugas dan tanggung jawabnya dengan menggeneralisasikan sikap-sikap yang

didasarkan pada aspek-aspek pekerjaan yang bervariasi serta kondisi

psikologis dan kebutuhannya yang berhubungan dengan faktor motivasi dan

faktor hygiene.

b. Karakteristik Kepuasan Kerja

Sebagaimana yang telah dikemukakan dalam konsep awal mengenai

kepuasan kerja menunjukkan bahwa antara orang yang puas dalam

melaksanakan pekerjaan tentu akan berbeda dengan orang yang kurang atau

tidak puas dalam melakukan pekerjaan. Untuk mengetahui antara orang

yang puas dalam melaksanakan pekerjaan dengan yang kurang puas dapat

diidentifikasi dari perilaku yang ditampilkannya. Perasaan puas atau tidak

puas tersebut berhubungan dengan konsisi fisik dan psikologis orang dalam

melaksanakan pekerjaan. Secara lebih spesifik Siagian (2004)

mengemukakan beberapa karakteristik pegawai yang memiliki kepuasan

dalam bekerja, antara lain : (1) penampilan kerja yang penuh dengan

semangat; (2) memiliki disiplin dan loyalitas tinggi; (3) bertanggung jawab

dalam memikul beban pekerjaan; (4) penuh dengan inisiatif dan kreatif; dan

(5) berusaha untuk memajukan organisasi secara optimal. Secara lebih jelas

dan rincinya karakteristik pegawai yang memiliki kepuasan dalam bekerja

tersebut dapat penulis uraikan sebagai berikut.

1) Penampilan Kerja yang Penuh dengan Semangat

Seorang pegawai yang memiliki kepuasan dalam melaksanakan

pekerjaannya tentu akan menampilkan kerja yang penuh dengan

8
semangat. Orang tersebut merasa optimis bahwa apa-apa yang

dilakukannya bersifat menyenagkan dan menguntungkan. Dia akan

memanfaatkan waktu secara optimal dan tidak akan mudah putus asa

dalam menyelesaikan setiap beban pekerjaan meskipun cukup banyak

dan bervariasi. Penampilan kerja yang penuh dengan semangat akan

memberikan dampak yang sangat menguntungkan bagi kehidupan

organisasi, terutama dalam mewujudkan tujuan organisasi yang telah

diprogramkan. Oleh karena itu dalam kehidupan organisasi seorang

pimpinan perlu memiliki pengetahuan untuk mengidentifikasi para

pegawai yang bekerja penuh semangat dengan yang malas.

2) Memiliki Disiplin dan Loyalitas Tinggi

Disiplin berhubungan dengan ketaatan terhadap aturan yang telah

ditetapkan oleh organisasi, sedangkan loyalitas berhubungan dengan

pengabdian yang diberikan terhadap organisasi dengan cara

menempatkan kepentingan individu dengan organisasi secara

proporsional. Kedua aspek tersebut merupakan faktor yang sangat

penting dalam mewujudkan tujuan organisasi yang diharapkan. Seorang

pegawai yang merasa terpuaskan kebutuhannya, baik secara psikologis

maupun secara jasmaniah dari organisasi tempat melaksanakan

pekerjaannya, maka dia akan memberikan timbal balik terhadap

organisasi tersebut. Salah satu wujud timbal balik tersebut adalah dengan

melaksanakan tugas secara disiplin dan loyalitas yang tinggi terhadap

organisasinya. Dengan demikian agar pegawai disiplin dan loyal

terhadap organisasi, maka pimpinan selaku manajer organisasi perlu

9
memberikan yang terbaik bagi para pegawainya, sehingga mereka

menjadi terpuaskan kebutuhannya.

3) Bertanggung Jawab dalam Memikul Beban Pekerjaan

Tanggung jawab dalam memikul beban pekerjaan yang berhubungan

dengan tugas dan kewajiban merupakan resiko yang harus dilaksanakan

oleh seorang pegawai dalam kehidupan organisasi. Seorang pegawai

bersedia masuk menjadi anggota organisasi, maka harus menerima

konsekuensi berupa diberikannya tanggung jawab untuk menyelesaikan

pekerjaan. Seorang pegawai yang merasa puas tentu akan melaksanakan

pekerjaan dengan penuh tanggung jawab. Dia tidak akan dengan mudah

menghindar dari beban pekerjaannya. Sesulit apapun jenis pekerjaannya,

dia akan menghadapinya dengan penuh tanggung jawab, mengingat dia

menyadari bahwa jika meninggalkan tanggung jawab akan merugikan

diri sendiri dan kehidupan organisasinya.

4) Penuh dengan Inisiatif dan Kreatif

Seorang pegawai yang merasa puas dalam bekerja, tentu akan

memberdayakan potensi yang dimilikinya untuk berpikir dengan penuh

inisiatif dan kreatif. Inisiatif berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan

tanpa menunggu komando dari pimpinan, namun dengan kesadaran

sendiri melaksanakan pekerjaan tersebut sesuai dengan yang diprogram

organisasi. Inisiatif bukan berarti menganggap diri serba tahu terhadap

pekerjaan yang harus diselesaikan, namun inisiatif menunjukkan

perbuatan tanpa menunggu perintah atasan dengan itikad demi

keberhasilan organisasi mewujudkan tujuan. Sementara kreatif

10
berhubungan dengan penciptaan suatu ide untuk menyelesaikan

pekerjaan atau mengatasi suatu permasalahan. Orang yang inovatif dan

kreatif sangat diperlukan oleh organisasi agar organisasi tersebut mampu

bersaing dan membertahankan keberadaannya. Untuk mendapatkan

pegawai yang inovatif dan kreatif, maka pimpinan perlu memperhatikan

kebutuhan pegawai tersebut, baik kebutuhan dalam melaksanakan

pekerjaan maupun kebutuhan yang berhubungan dengan kepentingan

hidupnya, sehingga pada akhirnya orang tersebut merasa terpuaskan.

5) Berusaha untuk Memajukan Organisasi secara Optimal

Orang yang merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan organisasi

tentu akan menganggap bahwa organisasi tersebut merupakan segalanya

atau bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupannya. Oleh karena itu,

pegawai tersebut akan senantiasa berpikir untuk memajukan organisasi

tersebut secara optimal. Dia akan memanfaatkan sumber daya yang

dimilikinya untuk kepentingan organisasi, sehingga apapun yang

dimiliki akan dikorbankan demi kepentingan organisasi. Dengan

demikian dia berprinsip bahwa kehancuran organisasi, maka termasuk

juga kehancuran kehidupannya, antara dirinya dengan organisasi

merupakan satu kesatuan yang sudah menyatu dan sulit untuk

disipisahkan.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Untuk lebih memahami mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi kepuasan kerja terlebih dahulu perlu diketahui faktor-faktor

utama yang berpengaruh terhadap pegawai dalam melaksanakan suatu

11
pekerjaan. Sumardi (2007) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang

dikategorikan turut berpengaruh terhadap pegawai dalam melaksanakan

suatu pekerjaan adalah: (a) upah, (b) pengawasan, (c) isi atau konten

pekerjaan, (d) ketentraman, (e) kondisi pekerjaan dan (f) kesempatan untuk

maju. Sedangkan secara khusus faktor-faktor yang dikategorikan

mempengaruhi terhadap kepuasan kerja pegawai menurut As’ad (2005)

meliputi : (1) faktor fisiologis yang berhubungan dengan kejiwaan pegawai,

meliputi: minat, bakat, keterampilan, ketentraman kerja dan sikap kerja; (2)

faktor sosial yang berhubungan dengan interaksi sosial antara sesama,

pegawai dengan atasan maupun antara pegawai yang berbeda jenis dan unit

kerjanya; (3) faktor fisik yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan

pekerjaan dan pegawai yang meliputi jenis pekerjaan, waktu kerja dan

istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu dan lain-lain; dan (4)

faktor finanisial yang berhubungan dengan jaminan dan kesejahteraan

pegawai, meliputi : gaji, jaminan sosial, tunjangan dan lain-lain.

Sementara Ferdinan (2003) mengemukakan pula bahwa faktor-

faktor yang turut serta mempengaruhi terhadap kepuasan dan ketidakpuasan

kerja antara lain berhubungan dengan perasaan: lelah, susah, senang,

gembira, takut dan kebosanan kerja. Kelelahan dalam melaksanakan

pekerjaan akan mengakibatkan pekerjaan kurang optimal diselesaikan,

sehingga apabila terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama jelas akan

menimbulkan ketidakpusan dalam bekerja. Kesusahan dalam menyelesaikan

pekerjaan akan menghambat terhadap keberhasilan organisasi dalam

mewujudkan tujuan, sehingga lama kelamaan produktivitas individu dan

12
organisasi tidak optimal yang pada akhirnya menimbulkan ketidakpuasan.

Demikian pula dengan perasaan takut dan kebosanan dalam melaksanakan

pekerjaan pada akhirnya pegawai akan merasa kurang puas terhadap hasil

pekerjaan yang dicapainya. Namun sebaliknya perasaan senang dan gembira

merupakan aspek yang positif yang menunjukkan pegawai puas terhadap

tugas yang dilaksanakannya.

Konsep penting teori Dua-Faktor dari Herzberg, memandang

manusia cenderung untuk melihat kepuasan kerja berhubungan dengan

faktor intrinsik (dalam diri seseorang) seperti keberhasilan melaksanakan

pekerjaan, pekerjaan yang menantang, prestasi, dan pengakuan. Sedangkan

ketidakpuasan (dissatisfaction) berhubungan dengan faktor ekstrinsik

(keadaan luar) seperti faktor gaji, pengawasan, dan kondisi kerja. kepuasan

kerja seseorang sering dihubungkan dengan jenis pekerjaan, sedangkan

ketidakpuasan dihubungkan dengan faktor ekstrinsik (lingkungan). Faktor

pekerjaan yang dapat mendorong lebih giat bekerja disebut faktor motivator

dan faktor ekstrinsik (lingkungan) disebut faktor penyehat (hygiene factors).

Cakupan kondisi ekstrinsik dan intrinsik dikemukakan oleh Gibson (1989)

bahwa faktor-faktor kondisi ekstrinsik (dissatisfaction) meliputi upah,

keamanan kerja, kondisi kerja, status, kebijakan perusahaan/prosedur

perusahaan, mutu supervisi, hubungan antar pribadi dengan atasan, bawahan

atau dengan rekan sejawat. Faktor-faktor motivator (satisfaction) dari

kondisi intrinsik terdiri atas: prestasi kerja (achievement), pengakuan

(recognition), tanggung jawab (responsibility), kemajuan (advancement),

13
pekerjaan itu sendiri (the work it self), dan kemungkinan berkembang (the

possibility of growth).

Selanjutnya Siagian (2004) mengemukakan pula bahwa faktor-

faktor yang secara langsung mempengaruhi kepuasan kerja pegawai adalah:

pekerjaan yang penuh tantangan, penerapan sistem penghargaan yang adil,

kondisi yang sifatnya mendukung dan sikap rekan sekerja. Untuk lebih jelas

dan rincinya faktor-faktor tersebut dapat penulis uraikan sebagai berikut.

1) Pekerjaan yang Penuh Tantangan

Pekerjaan yang penuh tantangan dapat diartikan bahwa seseorang dalam

melakukan pekerjaan menuntut tingkat kreativitas, inovatif dan daya

imajinatif yang tinggi dalam pelaksanaannya. Dengan adanya pekerjaan

yang menantang tersebut, maka jelas pegawai akan berusaha

melaksanakannya, sehingga tujuan yang diharapkan segera terwujud

dengan baik. Apabila tujuan tersebut telah mampu diwujudkan dengan

optimal, maka akan menimbulkan kepuasan pada diri pegawai itu

sendiri. Dengan kata lain bahwa apa yang telah dilakukan setimpal

dengan hasil yang diperoleh, sehingga pada akhirnya memunculkan

kepuasan tersendiri bagi pegawai tersebut.

2) Penerapan Sistem Penghargaan yang Adil

Masalah keadilan dalam kehidupan organisasi, sesungguhnya

berhubungan dengan masalah persepsi. Secara sederhana dapat

dinyatakan bahwa biasanya seseorang akan merasa diperlakukan adil,

apabila perlakuan tersebut menguntungkan dirinya dan sebaliknya

merasa diperlakukan tidak adil apabila perlakuan itu dilihatnya sebagai

14
sesatu yang merugikan. Dalam kehidupan organisasi penerapan sistem

pengharagaan yang adil tersebut dapat berhubungan dengan :

3) Masalah Upah dan Penggajian

Upah atau gaji merupakan imbalan yang diterima oleh seorang pegawai

dari organisasi atas jasa yang diberikannya, baik berupa waktu, tenaga,

keahlian atau keterampilan dengan memperbandingkan tingkat

pendidikan, pengalaman, masa kerja, jumlah tanggungan, status sosial

dan kebutuhan ekonomian lainnya. Adanya keseimbangan antara jasa

yang diberikan dengan upah atau gaji yang diterima, maka pegawai

merasa diperlakukan adil, demikian pula sebaliknya jika jasa yang

diberikan tidak setimpal dengan upah atau gaji, maka pegawai akan

protes sebagai sesuatu yang dianggapnya tidak adil.

4) Sistem Promosi

Dalam pengelolaan sumber daya manusia, salah satu kebutuhan nyata

seorang pegawai adalah memuaskan kebutuhan untuk maju dan

berkembang dalam karier. Sulit untuk diwujudkan kepuasan kerja

seorang pegawai, apabila berada secara statis pada tangga karier yang

sama sejak mulai masuk kerja dalam organisasi sampai meninggalkan

organisasi tersebut.

5) Kondisi Kerja

Kondisi kerja berhubungan dengan tempat kerja yang didiami oleh

seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Kondisi kerja ini

berhubungan dengan kenyamanan tempat kerja, pentilasi yang cukup,

penerangan lampu yang memadai, kebersihan, keamanan dan hal-hal

15
yang lainnya. Selain itu pula kondisi kerja dapat pula berhubungan

dengan lokasi tempat tinggal seorang pegawai. Dalam hal ini bahwa

pegawai yang lokasi tempat tinggalnya jauh dari kondisi kerja, maka

akan memperoleh insentif tambahan dibandingkan dengan yang dekat.

Keadaan tersebut memberikan jaminan kepuasan tersendiri dari pegawai

dalam melaksanakan tugasnya.

6) Kondisi yang Sifatnya Mendukung

Efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja akan dicapai secara optimal

apabila kondisi kerja yang ada bersifat mendukung. Keadaan ini berarti

bahwa tersedianya sarana dan prasarana kerja yang memadai sesuai

dengan sifat tugas yang harus diselesaikan. Meskipun baiknya perilaku

manusia yang ditunjukkan oleh kesetiaan yang besar, disiplin yang

tinggi dan dedikasi yang tidak diragukan, tetapi tanpa sarana dan

prasarana kerja yang memadai, maka dia tidak akan dapat berbuat

banyak. Tingkat pengetahuan dan keterampilan yang tinggipun tidak

akan banyak berarti, apabilka tidak didukung oleh kondisi kerja yang

memadai. Misalnya ruang kerja yang kotor dan pengap dapat

mengakibatknya timbulnya penyakit, cepat lelah, sesak napas dan mudah

mengantuk, sehingga pekerjaan tidak dapat dilasanakan secara optimal.

Oleh karena itu keadaan tersebut perlu mendapat perhatian yang serius

dari pimpinan organisasi untuk meninkatan kenyamanan pegawai dalam

melaksanakan pekerjaannya.

7) Sikap Rekan Kerja

16
Perlu diakui bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup

sendiri, apalagi dalam kehidupan organisasi yang melibatkan banyak

orang, tentunya seorang pegawai mau tidak mau harus melakukan

interaksi dengan orang lain, baik sesama rekan sekerja maupun dengan

pimpinannya. Keharusan untuk melakukan interaksi tersebut, karena

adanya saling ketergantungan dan keterkaitan antara satu tugas dengan

tugas lainnya. Dukungan atasanpun sangat penting, misalnya atasan

memberikan nasehat dan pengghargaan apabila bawahannya mengadapi

kesulitan dan kesukaran dalam menyelesaikan tugasnya, termasuk

apabila bawahan menghadap permasalahan, baik yang berhubungan

dengan penyelesaian tugas maupun pribadi. Bentuk dukungan lain yang

dapat diberikan oleh seorang pimpinan pada bawahannya adalah melalui

kesediannya menerima saran dan pendapat dari bawahan dalam rangka

memajukan produktivitas organisasi. Kesungguhan pada pimpinan

dalam kehidupan organisasi merupakan syarat mutlak, artinya seorang

pimpinan jangan hanya dengan mengatakan senang menerima kritik dari

bawahan, tetapi dalam kenyataannya kritik tersebut tidak pernah

dilaksanakan.

Dengan demikian kepuasan kerja guru adalah perasaan seorang

guru terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya dengan

menggeneralisasikan sikap-sikap yang didasarkan pada aspek-aspek

pekerjaan yang bervariasi serta kondisi psikologis dan kebutuhannya yang

berhubungan dengan faktor motivasi dan faktor hygiene.

17
3. Motivasi

a. Pengertian Motivasi

Motivasi adalah proses mempengaruhi atau mendorong dari luar

terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan

sesuatu yang telah ditetapkan (Samsudin, 2009). Motivasi atau dorongan

dimaksudkan sebagai desakan yang alami untuk memuaskan dan

mempertahankan kehidupan.

Gomes (2003) berpendapat bahwa motivasi berkaitan dengan

tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam mengejar suatu tujuan.

Rivai berpendapat (2004) bahwa motivasi adalah serangkaian sikap dan

nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik

sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu

yang invisible yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu

bertingkah laku dalam mencapai tujuan.

b. Macam-macam Motivasi

Berdasarkan atas timbulnya, maka ada 2 (dua) macam motivasi

adalah sebagai berikut (As’ad 2001).

1. Motivasi Internal

Adalah motivasi yang tidak dipengaruhi atau dirangsang dari dalam.

Motivasi itu berasal dari dalam diri individu yang telah ada dorongan

yang kuat untuk mempengaruhi pola pikirnya dan kemudian mengarah

perilaku individu tersebut. Dalam hal ini seseorang pegawai yang rajin

dan bertanggung jawab tidak perlu menanti komando/perintah dari

pimpinan untuk melakukan pekerjaannya.

18
2. Motivasi Eksternal

Adalah motivasi yang dipengaruhi atau dirangsang dari luar yang

dikendalikan oleh manajer. Seperti gaji, kondisi kerja, kebijakan,

penghargaan.

c. Teori Motivasi Kerja

Teori motivasi bermaksud untuk menentukan apa yang memotivasi

pegawai dalam bekerja (Handoko 2007).

1. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow

Menurut Maslow Motivasi adalah kesediaan melakukan usaha tingkat

tinggi guna mencapai sasaran organisasi, yang dikondisikan oleh

kemampuan usaha tersebut memuaskan kebutuhan sejumlah individu.

Inti dari teori Kebutuhan Maslow adalah bahwa kebutuhan manusia

tersusun dalam suatu hirarki. Secara lebih terinci kelima kebutuhan dasar

manusia yang berbentuk hirarki kebutuhan sebagai berikut (Handoko

2007).

a. Kebutuhan Fisiologis yaitu kebutuhan seperti makan dan minum.

b. Kebutuhan keamanan (safety needs) kebutuhan akan keselamatan

dan perlindungan dari bahaya, ancaman dan perampasan ataupun

pemecatan dari pekerjaan.

c. Kebutuhan Sosial (social needs), yaitu kebutuhan rasa cinta dan

kepuasan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, kepuasan dan

19
perasaan memiliki serta diterima dalam suatu kelompok, rasa

kekeluargaan persahabatan dan kasih sayang.

d. Kebutuhan Penghargaan (esteem need), yaitu kebutuhan akan status

atau kedudukan, kehormatan diri reputasi dan prestasi.

e. Kebutuhan Aktualisasi Diri (self actualization needs), yaitu

kebutuhan pemenuhan diri untuk mempergunakan potensi diri,

pengembangan diri semaksimal mungkin, kreativitas, ekspresi diri

dan melakukan apa yang paling cocok serta menyelesaikan pekerjaan

itu sendiri.

Teori Kebutuhan Maslow mengasumsikan bahwa orang berusaha

memenuhi kebutuhan yang pokok sebelum mengarah ke perilaku untuk

memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi (aktualisasi diri).

2. Teori Motivasi Mc Clelland

Menurut Mc Clelland, seseorang dianggap mempunyai motivasi

prestasi tinggi apabila mempunyai keinginan untuk berprestasi lebih baik

dari pada yang lain dalam berbagai situasi. Karakteristik kebutuhan

manusia adalah sebagai berikut (Handoko, 2007)

a. Kebutuhan Prestasi (Need For Achievement)

Merupakan kebutuhan untuk mencapai sukses, yang diukur

berdasarkan standar kesempurnaan dalam diri seseorang. Kebutuhan

ini berhubungan erat dengan pekerjaan, dan mengarah tingkah laku

pada usaha untuk mencapai sukses.

Tercermin pada keinginan mengambil tugas yang dapat bertanggung

jawab secara pribadi atas perbuatannya, menentukan kebutuan yang

20
wajar dengan memperhitungkan resiko, mendapatkan umpan balik

atas segala sesuatu secara kreatif dan inovatif.

b. Kebutuhan Afiliasi (Need for Affiliation)

Merupakan kebutuhan akan kehangatan dan sokongan dalam

hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini mengarahkan

tingkah laku untuk mengadakan hubungan secara akarab dengan

orang lain. Ditujukan dengan adanya keinginan untuk bersahabat,

dimana lebih mementingkan aspek-aspek antar pribadi pekerjaanya,

lebih senang bekerja sama, bergaul berusaha mendapatkan

persetujuan orang lain dan melaksanakan tugas-tugas secara lebih

efisien bila bekerja dengan orang lain dalam suasana kerja.

c. Kebutuhan Kekuasaan (Need For Power)

Kebutuhan untuk menguasai dan mempengaruhi terhadap orang lain.

Kebutuhan ini menyebabkan orang yang bersangkutan tidak atau

kurang memperdulikan perasaan orang lain. Kebutuhan ini tercermin

pada seseorang yang ingin mempengaruhi orang lain , peka terhadap

struktur pengaruh antar pribadi suatu organanisasi, aktif menjalankan

policy dalam organisasi, membantu orang lain dengan mencoba

mengatur perilakunya dan membuat orang lain terkesan padanya,

selalu menjaga reputasi dan kedudukan.

Ketiga kebutuhan tersebut di atas akan selalu muncul pada tingkah

laku individu, hanya saja kekuatannya tidak sama antara kebutuhan-

kebutuhan itu pada diri seseorang.

21
3. Teori Motivasi Dua Faktor Herzberg

Herzberg dikenal sebagai teori motivasi dua faktor atau teori

motivasi higienis (motivasi hygiene theory). Faktor-faktor yang

berperan sebagai motivator terhadap pegawai menurut Herzberg adalah

yang mampu memuaskan mendorong orang untuk bekerja dengan baik

yaitu dengan pencapaian hasil (achievement), pengalaman (recognition),

pekerjaan itu sendiri (the work it self) tanggungjawab (responsebilities)

dan kemajuan/pengembangan (advansement). Rangkaian kepuasan

tersebut berkaitan dengan sifat pekerjaan (kedudukan pekerjaan), dan

dengan imbalan yang dihasilkan langsung dari prestasi kerjanya serta

peningkatan dalam tugasnya. Namun apabila faktor-faktor tersebut tidak

terpenuhi, maka tidak akan selalu menimbulkan ketidakpuasan, tetapi

mereka akan selalu bersatu untuk memenuhinya.

Faktor-faktor penyebab ketidakpuasan kerja meliputi gaji (wages)

kondisi pekerjaan (working condition ) Hubungan antar pribadi (inter

personal supervision), supervisi (technical supervision) dan bijaksana

dan administrasi perusahaan/organisasi (company and administration).

Seluruh ketidakpuasan kerja tersebut timbul dari dalam hubungan

sesorang pergawai bekerja. Untuk itu seorang pimpinan atau manajer

harus berusaha mengilangkan kekecewaan para pegawai dengan

memperbaiki faktor hygiene terutama yang menyangkut kebijakan

personalia, karena kebijakan bisa dianggap atau dinilai orang sebagai

penyebab utama ketidakefesienan dan ketidakefektifan produksi maupun

sistem kerja dalam perusahaan atau organisasi tersebut.

22
4. Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi pada organisasi merupakan dimensi perilaku

yang dapat digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat kekuatan

karyawan dalam bertahan melaksanakan tugas dan kewajibannya pada

suatu organisasi. Komitmen dipandang sebagai suatu orientasi nilai terhadap

organisasi yang menunjukkan individu sangat memikirkan dan

mementingkan pekerjaan dan organisasinya. Individu akan berusaha

semaksimal mungkin dan memberikan yang dimilikinya dalam rangka

membantu organisasi mencapai tujuannya.

a. Definisi Komitmen Organisasi

Meyer dan Allen dalam Umam (2010) merumuskan definisi

komitmen organisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang merupakan

karakteristik hubungan anggota dengan organisasinya dan berimplikasi

terhadap individu untuk melanjutkan keanggotaan dalam organisasinya.

Berdasarkan definisi tersebut anggota yang memiliki komitmen terhadap

organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai bagian dari organisasi

dibandingkan yang tidak memiliki komitmen.

Menurut Mathis dan Jackson (2011), komitmen organisasi adalah

tingkat sampai dimana keyakinan dan penerimaan tujuan organisasional,

serta keinginan karyawan untuk tinggal bersama atau meninggalkan

perusahaan pada akhirnya tercermin dalam ketidakhadiran dan angka

perputaran karyawan.

23
Baron dan Greenberg dalam Umam (2010) menyatakan bahwa

komitmen organisasional berarti penerimaan yang kuat dalam diri

individu terhadap tujuan dan nilai-nikai perusahaan, sehingga individu

tersebut akan berusaha dan berkarya serta memiliki hasrat yang kuat

untuk tetap bertahan diperusahaan tersebut.

Dari definisi-definisi di atas, diketahui bahwa komitmen organisasi

merupakan sikap tentang loyalitas karyawan kepada organisasi mereka,

dan sebuah proses yang terus-menerus berlanjut dimana partisipan

organisasi mengungkapkan perhatian untuk organisasi dan kesuksesan

yang berkelanjutan.

b. Dimensi Komitmen Organisasi

Allen dan Meyer dalam Umam (2010) mengemukakan ada 3 (tiga)

komponen atau dimensi komitmen organisasional yaitu Affective

Commitment, Continuance Commitment, dan Normative Commitment.

Yang dimaksudkan ketiganya adalah :

(i) Affective Commitment

Affective Commitment muncul berkaitan dengan hubungan emosional

anggota terhadap organisasinya, identifikasi dengan organisasi, dan

keterlibatan anggota dengan kegiatan di organisasi. Anggota

organisasi dengan Affective Commitment yang tinggi akan tetap

menjadi anggota dalam organisasi karena memiliki keinginan untuk

itu.

(ii).Continuance Commitment

24
Continuance Commitment muncul berkaitan dengan rasa kesadaran

anggota organisasi sehingga akan mengalami kerugian jika

meninggalkan organisasi. Anggota organisasi dengan tingkat

Continuance Commitment yang tinggi akan tetap menjadi anggota

dalam organisasi karena memiliki kebutuhan untuk menjadi

organisasi tersebut.

(iii)Normative Commitment

Normative Commitment muncul karena perasaan keterikatan untuk

tetap berada dalam organisasi. Anggota organisasi dengan Normative

Commitment yang tinggi akan tetap menjadi anggota dalam

organisasi karena merasa dirinya dalam organisasi tersebut.

c. Proses Pembentukan Komitmen Organisasi

Komitmen dalam berorganisasi menurut Allen dan Meyer

dalam Umam (2010) dapat terbentuk karena beberapa faktor, baik dari

organisasi maupun dari individu sendiri. Dalam perkembangannya

Affective Commitment, Continuance Commitment, dan Normative

Commitment masing-masing memiliki pola perkembanagan sendiri.

(i) Proses Terbentuknya Affective Commitment

Berdasarkan penelitian mengenai antecedent dari Affective

Commitment didapatkan tiga kategori besar, yaitu sebagai berikut :

(a) Karateristik organisasi

Karateristik organisasi yang mempengaruhi perkembangan

Affective Commitment adalah adanya kebijakan organisasi yang

25
adil dan cara menyampaikan organisasi kepada anggota

organisasi.

(b) Karakteristik Individu

Beberapa peneltian karakteristik individu yang mempengaruhi

Affective Commitment adalah usia, status pernikahan, tingkat

pendidikan, kebutuhan untuk berprestasi, etos kerja dan persepsi

individu mengenai kompetensinya, gender (ada beberapa

penelitian yang menyatakan gender berpengaruh, namun ada

yang tidak).

(c). Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja individu yang mempengaruhi proses

terbentuknya Affective Commitment antara lain job scope, yaitu

beberapa karateristik yang menunjukan kepuasan dan motivasi.

Hal ini mencakup tantangan dalam pekerjaan, tingkat otonomi

individu, dan variasi kemampuan yang digunakan individu.

Selain itu peran individu dalam organisasi tersebut dan

hubungannya dengan atasan.

(ii) Proses Terbentuknya Continuance Commitment

Continuance Commitment dapat berkembang karena adanya berbagai

tindakan atau kejadian yang dapat meningkatkan kerugian jika

meninggalkan organisasi. Beberapa tindakan atau kejadian ini

digolongkan dalam variabel investasi dan alternatif. Investasi yaitu

sesuatu yang berharga seperti waktu, usaha ataupun uang yang harus

26
dilepas individu jika meninggalkan organisasi. Sedangkan alternatif

adalah kemungkinan untuk masuk organisasi lain. Selain itu proses

pertimbangan akan investasi dan alternatif serta dampaknya bagi

mereka sendiri juga dapat mempengaruhi individu.

(iii) Proses Terbentuknya Normative Commitment

Normative Commitment dapat berkembang dari sejumlah

tekanan yang dirasakan individu selama sosialisasi dan selama

sosialisasi saat individu baru masuk organisasi. Selain itu juga dapat

berkembang karena organisasi memberikan sesuatu yang sangat

berharga bagi individu yang tidak dapat dibalas kembali, atau juga

kontrak psikologis yang berupa kepercayaan dari masing-masing

pihak bahwa masing-masing akan saling memberi.

d. Indikator Komitmen Organisasi

Menurut Umam (2010) dimensi- dimensi komitmen

organisasional dapat ditunjukan dengan indikator-indikator sebagai

berikut :

(i) Indikator Affective Commitment

Individu dengan Affective Commitment yang tinggi memiliki

indikator kedekatan hubungan emosionalnya yang erat dengan

organisasi.

(ii) Indikator Continuance Commitment

27
Individu dengan tingkat Continuance Commitment yang tinggi

memiliki indikator ia akan tetap bertahan menjadi anggota dalam

organisasi bukan karena ikatan emosional, tetapi karena kesadaran

dalam individu tersebut, ia akan mengalami kerugian jika

meninggalkan organisasi.

(iii)Indikator Normative Commitment

Individu dengan tingkat Normative Commitment yang tinggi

memiliki indikator akan tetap menjadi menjadi anggota dalam

organisasi karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas.

Komitmen organisasional juga dapat dianggap sebagai suatu

keadaan yang mana seorang anggota organisasi memihak pada suatu

organisasinya dan tujuan-tujuannya, serta berniat menjaga keanggotaan

dalam organisasi tersebut. Dengan demikian, komitmen organisasional

yang tinggi menunjukkan tingkat kepemihakan yang tinggi seorang

anggota organisasi terhadap organisasi tersebut.

Bagi suatu organisasi atau perusahaan yang ingin mengetahui

sampai dimana tingkat komitmen organisasional para karyawannya

dapat mengetahuinya dari statistik daftar ketidakhadiran karyawan.

Daftar ketidakhadiran karyawan dapat menunjukkan tingkat

kemangkiran para karyawan. Semakin tinggi tingkat kemangkiran

seorang karyawan, berarti semakin rendah tingkat komitmen

organisasional yang dimiliki oleh karyawan tersebut. Begitu sebaliknya,

semakin rendah tingkat kemangkiran seorang karyawan, berarti semakin

28
tinggi komitmen organisasional yang dimiliki karyawan tersebut. Daftar

ketidakhadiran kerja juga dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi

organisasi untuk menilai kebijakan yang telah dibuatnya. Bila ternyata

jumlah karyawan yang memiliki tingkat kemangkiran kerja tinggi, maka

ini menjadi peringatan bagi pihak manajemen organisasi untuk

mengevaluasi kembali kebijakannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Alfath dan Fitri (2009)

menemukan adanya pengaruh positif yang kuat antara komitmen

organisasional terhadap peningkatan kinerja karyawan Lembaga

Keuangan Bank dan Non Bank Berbasis Syariah di Wilayah Depok,

Jakarta Selatan dan Tangerang. Komitmen organisasional yang

diindikasikan dari adanya keterlibatan dan loyalitas karyawan terhadap

organisasi akan memicu semangat kerja karyawan. Sebagai akibatnya

karyawan akan melakukan upaya-upaya terbaik guna kemajuan

organisasi. Dengan begitu, komitmen organisasional menjadi faktor

pendukung meningkatnya kinerja karyawan.

e. Pengukuran Komitmen Organisasi

Berdasarkan hal di atas, dalam hal ini untuk mengukur

komitmen organisasi peneliti menggunakan teori dari Meyer dan Ellen

(1978) dengan dimensi :

(i) Komitmen Afektif

Merupakan komitmen para pegawai yang bersifat afeksi kepada

organisasi.

29
Indikator yang dipakai :

(a). Kebanggaan akan organisasi

(b).Bagian dari organisasi

(c). Ikatan emosional

(d).Kesediaan berkarier di organisasi

(ii) Komitmen Kontinuan

Merupakan bentuk komitmen pegawai untuk mau tetap bekerja

dalam organisasi.

Indikator yang dipakai :

(a) Khawatir

(b) Rasa rugi

(c) Rasa berat

(iii)Komitmen Normatif

Merupakan komitmen yang bersifat normatif dari para pegawai

kepada organisasinya.

Indikator yang dipakai :

(a) Loyalitas

(b) Tidak etis

(d) Kesetiaan

B. Hubungan antar Variabel

1. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja

30
Kaitan kepuasan kerja dengan kinerja karyawan ditunjukkan oleh

keadaan perusahaan dimana karyawan yang lebih terpuaskan cenderung

lebih efektif daripada perusahaan-perusahaan dengan karyawan yang kurang

terpuaskan. Siagian (2004) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja antara

lain mempunyai peran untuk mencapai produktivitas dan kualitas standar

yang lebih baik, menghindari terjadinya kemungkinan membangun kekuatan

kerja yang lebih stabil, serta penggunaan sumber daya manusia yang lebih

efisien. Hasil penelitian dari Subakti Saiin (2008) menunjukkan ada

pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja. Dalam penelitiannya, kepuasan

kerja merupakan variabel independen yang berpengaruh signifikan dan

positif terhadap sikap karyawan terhadap perusahaan yang tercermin melalui

kinerja karyawan.

2. Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja

Motivasi seorang berawal dari kebutuhan, keinginan dan dorongan

untuk bertindak demi tercapainya kebutuhan atau tujuan. Hal ini

menandakan seberapa kuat dorongan, usaha, intensitas, dan kesediaanya

untuk berkorban demi tercapainya tujuan. Dalam hal ini semakin kuat

dorongan atau motivasi dan semangat akan semakin tinggi kinerjanya. Hal

ini sesuai dengan pendapat Sadili (2009) yang menyatakan bahwa motivasi

adalah proses mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang

atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah

ditetapkan. Hasil penelitian Akmal Umar (2011) pengaruh motivasi

terhadap kinerja adalah positif karena karyawan yang memiliki motivasi

31
yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang tinggi pula. Hal ini berarti,

semakin tinggi motivasi maka semakin tinggi pula kinerja karyawan.

3. Pengaruh Komitmen Organisasional Terhadap Kinerja

Kinerja karyawan dipengaruhi oleh komitmen organisasional.

Karyawan yang mempunyai keterlibatan tinggi dalam bekerja tidak

mempunyai keinginan untuk keluar dari perusahaan dan dalam hal ini

merupakan modal dasar untuk mendorong produktivitas yang tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Alfath dan Fitri (2008) menemukan adanya

pengaruh positif yang kuat antara komitmen organisasional terhadap

peningkatan kinerja karyawan Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank

Berbasis Syariah di Wilayah Depok, Jakarta Selatan dan Tangerang.

Komitmen organisasional yang diindikasikan dari adanya keterlibatan dan

loyalitas karyawan terhadap organisasi akan memicu semangat kerja

karyawan. Sebagai akibatnya karyawan akan melakukan upaya-upaya

terbaik guna kemajuan organisasi. Dengan begitu, komitmen organisasional

menjadi faktor pendukung meningkatnya kinerja karyawan.

C. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini merujuk dari beberapa penelitian sebelumnya, dimana kajian

empiris dari peneliti-peneliti terdahulu, di antaranya adalah sebagai berikut :

32
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Judul / Peneliti Variabel Alat Hasil
Analisis
1. Pengaruh Kepemimpinan Variabel bebas: Regresi Budaya kolektivitas
dan Komitmen kepemimpinan berganda memoderasi pengaruh
Organisasional Terhadap dan komitmen kepemimpinan terhadap
Kinerja Karyawan organisasional kinerja, terdapat pengaruh
Dengan Budaya Variabel terikat: kepemimpinan terhadap
Kolektivitas sebagai Kinerja kinerja, terdapat pengaruh
Variabel Moderasi (Agus Variabel komitmen organisasional
Sudiharto, 2012) moderasi : terhadap kierja.
buaya
kolektivitas
2. Pengaruh Kepemimpinan, Variabel bebas : Regresi Terdapat pengaruh positif
Budaya Organisasi dan kepemimpinan, berganda dan signifikan
Komitmen Organisasional budaya kepemimpinan, budaya
Terhadap Kepuasan Kerja organisasi dan organisasi dan komitmen
Guru SMKN 1 Klego komitmen organisasional terhadap
Boyolali. (Yudha organisasional kepuasan kerja secara
Trishananto, 2013) Variabel parsial. Variabel
Terikat : kepemimpinan
kepuasan kerja berpengaruh dominan
terhadap kepuasan kerja
3. Pengaruh Upah, Motivasi Variabel bebas: SEM Upah, motivasi dan
Kerja dan Kepuasan Kerja upah, motivasi kepuasan berpengaruh
Terhadap Kinerja Pekerja kerja dan signifikan terhadap
Industri Manufaktur di kepuasan kerja kinerja. Kepuasan kerja
Kota Makasar (Akmal Variabel Terikat: berpengaruh terhadap
Umar, 2011) kinerja kinerja

4. Pengaruh Kepuasan Kerja Variabel bebas : Regresi Ada pengaruh kepuasan


terhadap Kinerja Pegawai kepuasan kerja sederhana kerja terhadap Kinerja
Klinik Spesialis Bestari Variabel terikat :
Medan (Subakti Saiin, kinerja
2008)
5. Pengaruh kepemimpinan Variabel bebas : Regresi Kepemimpinan
dan kepuasan kerja kepemimpinan berganda berpengaruh terhadap
terhadap kinerja guru di dan kepuasan kinerja dan kepuasan
SMP Neger 2 Ngrampal kerja kerja berpengaruh
Sragen (Samto, 2012) Variabel terikat : terhadap kinerja
kinerja
6. Analisis Pengaruh Budaya Variabel bebas : Structural Budaya organisasi dan
Organisasi Dan budaya Equation keterlibatan kerja
Keterlibatan Kerja organisasi dan Modeling mempunyai pengaruh
Terhadap Komitmen keterlibatan (SEM) positif dan signifikan
Organisasi Dalam Variabel terikat : terhadap komitmen
Meningkatkan komitmen organisasi dalam

33
Kinerja Karyawan organisasi dan meningkatkan kinerja
(Kartiningsih, 2007) kinerja karyawa

D. Kerangka Pemikiran Teoretis

Kerangka pemikiran penelitian dimaksudkan memberikan gambaran

mengenai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian dan untuk melihat

hubungan yang terjadi antar variabel. Pengembangan kerangka pikir penelitian

didasarkan atas penelaahan pustaka yang telah dilakukan sebelumnya. Kerangka

pemikiran teoritis tersebut dapat digambarkan dalam model grafis penelitian

sebagai berikut :

Kepuasan Kerja
1. Semangat
2. Disiplin dan loyal Kinerja
3. Tanggung jawab 1. Kualitas
4. Penuh inisiatif
2. Kuantitas
5. Memajukan organisasi
3. Ketepatan
waktu
4. Efektifitas
Motivasi Kerja biaya
5. Kebutuhan
1. Kebutuhan psikologis
pengawasan
2. Kebutuhan rasa aman
6. Dampak antar
3. Kebutuhan sosial
persoinal
4. Kebutuhan harga diri
5. Kebutuhan aktualisasi
diri

Komitmen
Organisasional
1. Komitmen afektif
2. Komitmen
berkelanjutan
3. Komitmen normatif

Gambar 2.1.
Kerangka Pemikiran Teoretis

34
E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teoritis, hubungan antar variabel dan

kerangka berpikir, maka dapat dikemukakan hipotesis penelitian sebagai

berikut:

1. Ada pengaruh positif dan signifikan kepuasan kerja terhadap kinerja

karyawan Akademi Pelayaran Niaga Indonesia (AKPELNI) Semarang.

2. Ada pengaruh positif dan signifikan motivasi terhadap kinerja karyawan

Akademi Pelayaran Niaga Indonesia (AKPELNI) Semarang.

3. Ada pengaruh positif dan signifikan komitmen organisasional terhadap

kinerja karyawan Akademi Pelayaran Niaga Indonesia (AKPELNI)

Semarang.

4. Ada pengaruh positif dan signifikan Kepuasan kerja, motivasi dan

komitmen terhadap kinerja karyawan Akademi Pelayaran Niaga Indonesia

(AKPELNI) Semarang.

35

Anda mungkin juga menyukai