Anda di halaman 1dari 19

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori
1. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)

Pada peelitian ini MSDM berperan sebagai grand Theory. Menurut Armstr
ong yang dikutip oleh (Prawironegoro dan Utari 2016, 2) mengatakan bahwa:
“Sumber daya manusia adalah harta yang paling penting yang dimiliki oleh su
atu organisasi.” Menurut Filippo yang dikutip oleh (Prawironegoro dan Utari
2016, 36)mengatakan bahwa: “Manajemen Sumber Daya Manusia adalah pro
ses merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), mengarahkan
(directing), dan mengendalikan (controlling) pengadaan (proucement), penge
mbangan (development), memberikan kompensasi (compensation), penyatuan
(intergration), pemeliharaan (maintenance), pelepasan (separation) untuk me
ncapai tujuan.”

Menurut Peter Boxall dkk, yang dikutip oleh (Suryadana 2015, 6) mengata
kan bahwa: “Human resource management (HRM), the management of work
and people towards desired ends, is a fundamental activity in any organizatio
n in which human beings are employed” “Manajemen sumber daya manusia
(SDM), manajemen pekerjaan dan orangorang menuju tujuan yang diinginkan,
adalah kegiatan mendasar dalam setiap organisasi di mana manusia dipekerja
kan.”

Manajemen telah banyak disebut sebagai “seni untuk menyelesaikan pekerj


aan melalui orang lain”. Definisi ini, yang dikemukakan oleh Mary Parker Fol
let, mengandung arti bahwa para manajer mencapai tujuan – tujuan organisasi
melalui pengaturan orang – orang lain untuk melaksanakan berbagai pekerjaa
n yang diperlukan atau dengan kata lain tidak melakukan pekerjaan – pekerja
an itu sendiri. Manajemen memang dapat mempunyai pengertian lebih luas da
ripada itu, tetapi definisi ini memberikan kenyataan bahwa kita mengelola su
mber daya manusia bukan finansial (Handoko, 2014:3).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya ma
nusia adalah suatu aset atau harta yang sangat penting yang paling utama dala
m organisasi atau perusahaan untuk menggerakan suatu sistem atau peraturan
yang ada di dalam perusahaan, maka sumber daya manusia perlu di rawat dan
dibina dan di lakukan pelatihan dari awal sampai menjadi sumber daya manus
ia yang berguna bagi organisasi dan perusahaan.

Pendekatan-pendekatan yang dilakukan organisasi sehingga sumber daya


manusia tersebut mau dan ingin bersama-sama dalam mencapai tujuan org
anisasi akan lebih terealisasikan ketika organisasi juga mampu memberika
n balasan atas apa yang dilakukan sumber daya manusianya. Hal tersebut s
esuai dengan definisi Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) yakni sua
tu ilmu yang mempelajari bagaimana memberdayakan karyawan dalam pe
rusahaan, membuat pekerjaan kelompok kerja, mengembangkan para kary
awan yang mempunyai kemampuan, mengindentifikasi suatu pendekatan u
ntuk dapat mengembangkan kinerja karyawan dan memberikan imbalan ke
pada mereka atas usahanya dalam bekerja Bohlander (2007) dalam (Arifan
& Nurdiana Dihan, 2018).

Human resource theory


Teori Human Resource (Sumber Daya Manusia) adalah pandangan
yang menekankan pada pentingnya pengembangan sumber daya manusia d
alam organisasi untuk mencapai tujuan bisnis yang lebih baik. Teori ini me
ngasumsikan bahwa sumber daya manusia merupakan aset yang sangat pe
nting dan strategis bagi organisasi.
Menurut teori ini, pengelolaan sumber daya manusia yang efektif d
apat meningkatkan kinerja organisasi dan memberikan keunggulan kompet
itif yang signifikan. Salah satu tujuan utama teori Human Resource adalah
untuk menciptakan lingkungan kerja yang memotivasi karyawan untuk me
mberikan kinerja terbaik mereka.
Teori Human Resource juga menekankan pada pentingnya pengem
bangan keterampilan dan kompetensi karyawan melalui pelatihan dan pen
gembangan, serta memberikan penghargaan dan insentif yang memadai un
tuk mendorong karyawan untuk terus meningkatkan kinerja mereka.Teori i
ni telah banyak digunakan oleh organisasi di seluruh dunia dalam upaya u
ntuk meningkatkan produktivitas dan kinerja karyawan serta organisasi sec
ara keseluruhan
Indikator Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Afandi (2018:
10)
Indikator dari manajemen sumber daya manusia antara lain:
1) Tugas Kerja merupakan rincian kegiatan yang harus dilaksanakan oleh kar
yawan
2) Kualitas kerja merupakan hasil kerja yang memenuhi standar dan sesuai de
ngan yang diinginkan.
3) Kuantitas merupakan jumlah yang dihasilkan dari produksi kerja karyawan.
4) Ketepatan waktu merupakan hasil produksi kerja karyawan yang sesuai de
ngan waktu yang ditentukan.
5) Efektivitas biaya yaitu penggunaan anggaran secara tepat, efektif dan efisi
en
2. Teori Pendukung Penelitian
a. Kinerja
1. Pengertian Kinerja
Pada dasarnya dalam kehidupan berorganisasi ataupun dunia kerja,
setiap individu pastinya selalu mengharapkan suatu penghargaan atau
imbalan yang adil atas hasil kerjanya. Dalam melakukan suatu penilai
an kinerja tentunya harus dilakukan seobjektif mungkin dikarenakan h
asil penilaian akan berdampak pada motivasi kerja karyawan yang ke
mudian akan kembali mempengaruhi kinerja. Menurut Bernardin yang
dikutip oleh (Sedarmayanti 2017, 285) mengatakan bahwa: “Kinerja
merupakan catatan hasil yang diproduksi/dihasilkan atas fungsi pekerj
aan tertentu/aktivitas selama periode waktu tertentu.”
Menurut (Amir 2015, 5) mengatakan bahwa: “Kinerja adalah sesua
tu yang ditampilkan oleh seseorang atau suatu proses yang berkaitan d
engan tugas kerja yang ditetapkan.” Menurut Rummler dan Brache ya
ng dikutip oleh (Sedarmayanti 2017, 285) mengatakan bahwa: “Kinerj
a individu adalah pencapaian/efektivitas pada tingkat pegawai/pekerja
an ini dipengaruhi tujuan pekerjaan, rancangan pekerjaan, dan manaje
men pekerjaan, serta karakteristik individu.”
Mangkunegara (2006) menjelaskan “kinerja karyawan merupakan i
stilah dari kata job performance atau actual performance “(prestasi ke
rja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertia
n kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yan
g dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Handoko (2006) menjelaskan “pengertian kinerja karyawan sebaga
i ukuran terakhir keberhasilan seorang karyawan dalam melaksanakan
pekerjaannya”. Sedangkan Mitchell dan Larson (2008) menjelaskan
“kinerja karyawan menunjukkan pada suatu hasil perilaku yang dinilai
oleh beberapa kriteria atau standar mutu suatu hasil kerja”. Persoalan
mutu ini berkaitan dengan baik buruknya hasil yang dikerjakan oleh k
aryawan. Bila perilaku karyawan memberikan hasil pekerjaan yang se
suai dengan standar atau kriteria yang ditetapkan oleh organisasi maka
kinerja karyawan tergolong baik, begitu juga sebaliknya bila perilaku
karyawan memberikan hasil pekerjaan yang kurang atau tidak sesuai d
engan standar yang ditetapkan oleh organisasi maka kinerja karyawan
dapat dikatakan kurang baik.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil
kerja karyawan termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung di
mana dalam proses ini organisasi dapat menilai prestasi kerja karyawa
n.

Teori Kinerja Karyawan

Teori ekspektansi menyatakan bahwa kekuatan kecenderungan kita


untuk bertindak dengan cara tertentu bergantung pada kekuatan ekspe
ktasi kita mengenai hasil yang diberikan dan ketertarikannya. Dalam h
al yang lebih praktis, para pekerja akan mengarahkan pada penilaian k
inerja yang baik yang akan mengarahkan pada imbalan organisasi, mis
alnya peningkatan gaji dan atau imbalan secara intrisik, dan bahwa im
balan akan memuaskan tujuan pribadi para pekerja. Setiap hubungan i
ni akan dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu (Robbins dan Judge, 20
15). Teori harapan atau Expectancy Theory of Motivation yang dikem
ukakan oleh Victor H. Vroom pada tahun 1964 memiliki tiga asumsi y
aitu :

1) Harapan hasil (outcome expectancy) Harapan hasil memiliki artian


bahwa hasil akan dapat dicapai dengan adanya perlakuan tertentu d
ari seseorang yang mengharapkan hasil tersebut.
2) Valensi (valence) Valensi memiliki artian bahwa terdapat nilai yan
g akan orang berikan kepada hasil yang diharapkan karena setiap h
asil atau capaian itu memiliki nilai bagi individu.
3) Harapan usaha (effort expectancy) Harapan usaha memiliki artian
bahwa terdapat usaha dari seseorang dalam pencapaian suatu hasil t
ertentu, karena setiap capaian itu berkaitan dengan seberapa sulit m
encapainya

2. Karakteristik Kinerja Karyawan


Karakteristik orang yang mempunyai kinerja tinggi adalah sebagai ber
ikut:
1) Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi.
2) Berani mengambil dan menanggung resiko yang dihadapi.
3) Memiliki tujuan yang realistis.
4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk mere
alisasi tujuannya.
5) Memanfaatkan umpan balik (feed back) yang konkrit dalam seluru
h kegiatan kerja yang dilakukannya.
6) Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah dipro
gramkan.

3. Factor-faktor yang memepengaruhi Kinerja


Kinerja para pegawai adalah awal dari suatu keberhasilan sebuah insta
nsi untuk mencapai tujuannya. Ada tiga faktor utama yang mempenga
ruhi kinerja pegawai, yaitu:
1) Kemampuan Individual
Kemampuan individual pegawai ini mancakup bakat, minat dan fak
tor kepribadian. Tingkat keterampilan, merupakan bahan mentah ya
ng dimiliki seorang pegawai berupa pengetahuan, pemahaman, ke
mampuan, kecakapan interpersonal dan kecakapan teknis. Dengan
demikian, kemungkinan seorang pegawai akan mempunyai kinerja
yang baik. Jika pegawai tersebut memiliki keterampilan baik, maka
pegawai tersebut akan menghasilkan kinerja yang baik pula.

2) Usaha yang dicurahkan


Usaha yang dicurahkan dari pegawai bagi instansi adalah etika kerj
a, kehadiran dan motivasinya. Tingkat usahanya, merupakan gamba
ran motivasi yang diperlihatkan pegawai untuk menyelesaikan peke
rjaan dengan baik. Dari itu, kalaupun pegawai mempunyai tingkat
keterampilan untuk mengerjakan pekerjaan, akan tetapi tidak akan
bekerja dengan baik jika hanya sedikit upaya. Hal ini berkaitan den
gan perbedaan antara tingkat ketrampilan dengan tingkat upaya. Ti
ngkat ketrampilan merupakan cermin dari apa yang dilakukan, seda
ngkan tingkat upaya merupakan cermin apa yang dilakukan.
3) Dukungan organisasional
Dalam dukungan organisasional, instansi menyediakan fasilitas bag
i pegawai, dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan
pegawai. Kinerja pegawai adalah apa yang mempengaruhi sebanya
k
mereka memberikan kontribusi pada organisasi.
4. Indikator Kinerja
Adapun indikator kinerja adalah:
1) Kualitas kerja
Kemampuan menghasilkan sesuai dengan kualitas standar yang dit
etapkan perusahaan
2) Kuantitas kinerja
Kemampuan menghasilkan sesuai dengan jumlah standar yang ditet
apkan perusahaan.
3) Keandalan kerja
Kemampuan karyawan memberikan integritas pribadi dalam menin
gkatkan tata kelola perusahaan dengan prinsipprinsip terbaik.
4) Sikap Kerja
Sikap terhadap perusahaan karyawan lain serta kerjasama diantara r
ekan kerja, ketaatan pada atasan/pimpinan juga dalam hal ini bisa
memotivasi para karyawan untuk meningkatkan kinerjanya.
b. Stress Kerja
1. Pengertian Stress Kerja
Beberapa pengertian stres kerja menurut beberapa ahli yaitu : Stres a
dalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berp
ikir, dan kondisi seseorang (Hasibuan, 2017:204). Stres kerja adalah per
asaan yang menekan atau merasakan tertekan yang dialami karyawan d
alam menghadapi pekerjaan (Mangkunegaran, 2017:157).
Pada pandangan Robbins (2006), stres kerja ialah situasi dinamis yan
g mana seseorang dihadapkan pada tuntutan, rintangan, sekaligus kesem
patan berkaitan dengan ambisinya dan hasilnya dipandang mengandung
ketidakpastian namun penting. Stres memperlihatkan bahwa terjadi kon
frontasi antara tuntutan, halangan, dan peluang dengan keinginan dan h
asil yang dipandang sebagai sesuatu yang tidak menentu. Ivancevich da
n Matteson (dalam Luthans, 2006) mengartikan stres kerja ialah respons
adaptif yang dikorelasikan dengan perbedaan seseorang dan psikologis
yang menjadi konsekuensi lingkungan eksternal, situasi, atau perbuatan
yang membebankan tuntutan fisik atau psikologis di luar batas kapasitas
nya.
Stres adalah realita yang ada di suatu perusahaan, terlebih perusahaa
n yang bergerak di bidang jual beli. Pada satu aspek, stres berguna bagi
peningkatan kinerja misalnya penetapan tenggat waktu dalam menyeles
aikan tugas dan persaingan di antara rekan bisnis. Namun pada aspek lai
n, stres juga memengaruhi kinerja dan pegawai secara negatif (Birdseye
& Hill, 1995; Flaherty, Dahlstrom, & Skinner, 1999; Fry, Parasuraman,
& Chmielewski, 1986 dalam Wulandari, 2016).
Stres yang dihadapi seseorang di tempat kerjanya kerap didorong kar
ena faktor yang datang dari luar (faktor eksternal) dan dari dalam (fakto
r internal) yang berkonsekuensi secara berbeda pada tiaptiap orang, ber
gantung pada sikap yang ditunjukkan dalam menanggapi faktor stres ter
sebut

Teori Stress Kerja

The Theory of Work Adjustment (TWA) menyatakan bahwa kepua


san kerja didefinisikan sebagai hubungan antara penguat (reinforcers) d
alam Iingkungan kerja dan kebutuhan (needs) seseorang. Semakin dekat
hubungan antara reinforcers dan needs maka semakin tinggi kepuasan k
erja (Houser dan Chace,1993).

Theory Work Adjustment merupakan kesesuaian manusia – lingku


ngan (person -environment fit) atau yang memfokuskan pada work relat
ed outcomes seperti kepuasan, kinerja, dan masa kerja. Untuk tetap bera
da dalam lingkungan, individual harus mencapai suatu derajat correspo
ndence tertentu. Suatu level correspondence yang tinggi antara abilities
dan job requirements dikombinasikan dengan needs dan rewards dari li
ngkungan berasosiasi dengan kepuasan kerja (Breiden, 2002).

2. Faktor-faktor Stres Kerja


Merujuk pada Anatan dan Ellitan (2007) stres timbul karen
a faktor antara lain:
a. Individual stressor; rasa tertekan yang muncul dari dalam perso
nal seseorang sebagai konsekuensi dari ambiguitas dan konflik
peran, kurangnya pengendalian perusahaan, dan beban tugas p
ekerjaan yang berlebihan.
b. Group stressor, faktor pendorong stres dalam kelompok organi
sasi yang muncul karena minimnya rasa kerjasama dan solidari
tas untuk menyelesaikan pekerjaan, terlebih pada jenjang bawa
han, pimpinan tidak menunjukkan dukungan yang optimal, lahi
rnya konflik antarkelompok, interpersonal, maupun antarperso
nal.
c. Organizational stressor, pemicu tekanan dari internal organisas
i, di antaranya situasi lingkungan pekerjaan, sistem perusahaan,
desain dan struktur perusahaan, strategi dan kebijakan adminis
trasi.
d. Extra organizational stressor, faktor yang menyebabkan stres d
ari eksternal perusahaan mencakup situasi keluarga, situasi ma
syarakat relokasi, dinamika keuangan dan ekonomi yang meme
ngaruhi pola bekerja, berubahnya gaya hidup di masyarakat, pe
rkembangan teknologi dan berubahnya kondisi sosial di lingku
ngan luar.
3. Indikator Stres Kerja
Variabel stres kerja (job stress) dapat dinilai menggunakan i
ndikator yang berdasarkan penjelasan Rivai (2008:516), yakni s
ebagai berikut:
a. Beragam jenis perubahan di organisasi Segala dinamika yang d
ihadapi dalam perusahaan tempat pegawai bekerja. Pengukura
n ini dilakukan dengan meninjau aspek adaptasi terhadap segal
a dinamika yang dialami organisasi.
b. Ketiadaan wewenang yang mencukupi dalam menyelesaikan tu
gas Pegawai memiliki batas kewenangan atau otoritas dalam m
enuntaskan beban kerjanya. Pengukuran terhadap indikator ini
didasarkan pada respons karyawan apakah mampu menunaikan
tanggung jawab dengan bagus dengan keterbatasan wewenang
yang dimilikinya tersebut.
c. Umpan balik mengenai penyelesaian tugas yang kurang tercap
ai Berarti respons yang diperoleh dari pimpinan atas suatu pek
erjaan yang diperlukan oleh pekerja. Pengukuran atas indikator
umpan balik ialah mengenai penyelesaian tugas yang kurang m
encapai target.
d. Desakan atau tekanan dalam menuntaskan pekerjaan Berupa d
esakan atau tekanan yang ditujukan pada pegawai berkenaan d
engan tenggat waktu penyelesaian beban kerja.
e. Beban kerja yang berlebihan. Pemberian beban kerja pada peg
awai yang berada di luar batas kapasitas dan melebihi job descr
iption pegawai yang bersangkutan.
c. Kecerdasan Emosional
1. Pengertian Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional (Emotional Intelligence) adalah kemampuan
seseorang untuk mendeteksi serta mengelola petunjuk – petunjuk dan i
nformasi emosional (Yenti, Machasin dan Amsal, 2014 : 9). Kecerdas
an emosional adalah Kemampuan seseorang untuk mengenali emosi p
ribadinya sehingga tahu kelebihan dan kekurangannya, Kemampuan s
eseorang untuk mengelola emosi tersebut, Kemampuan seseorang unt
uk memotivasi dan memberikan dorongan untuk maju kepada diri sen
diri, Kemampuan seseorang untuk mengenal emosi dan kepribadian or
ang lain, Kemampuan seseorang untuk membina hubungan dengan pi
hak lain secara baik. Jika kita memang mampu memahami dan melaks
anakan kelima wilayah utama kecerdasan emosi tersebut, maka semua
perjalanan bisnis atau karier apapun yang kita lakukan akan lebih berp
eluang berjalan mulus (Goleman, 2015:7).
Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memonitor perasaa
n sendiri dan orang lain, keyakinan, keadaan diri dan menggunakan in
formasi yang diperoleh untuk memandu pemikiran dan tindakan baik
diri sendiri maupun orang lain (Sholiha et al., 2017:82). Kecerdasan e
mosional adalah salah satu kepribadian yang penting bagi keberhasila
n individu terutama dalam bisnis berbasis layanan.
Berdasarkan beberapa definisi yang sudah dijelaskan sebelumnya da
pat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan sese
orang dalam menggunakan atau mengelola emosi baik pada diri sendir
i maupun ketika berhadapan dengan orang lain, dan menggunakannya
secara efektif untuk memotivasi diri dan bertahan pada tekanan, serta
mengendalikan diri untuk mencapai hubungan yang produktif (Sholih
a et al., 2017:82).
2. Karakteristik Kecerdasan Emosional
Aspek-aspek kecerdasan emosi yang menempatkan kecerdasan priba
di Gardner yang mencetuskan aspek-aspek kecerdasan emosi sebagai
berikut : (Goleman 2009:58-59)
a) Mengenali emosi diri
Mengenali emosi diri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali
perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Aspek mengenali emosi diri terj
adidari kesadaran diri, penilaian diri, dan percaya diri. Kemampuan ini
merupakan dasar dari kecerdasan emosi, para ahli psikologi menyebut
kan bahwa kesadaran diri merupakan kesadaran seseorang akan emosi
nya sendiri.
b) Mengelola emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan inividu dalam menangani p
erasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga terca
pai keseimbangan dalam diri individu.
c) Memotivasidiri sendiri
Dalam mengerjakan sesuatu, memotivasi diri sendiri adalah salah satu
kunci keberhasilan. Mampu menata emosi guna mencapai tujuan yang
diinginkan. Kendali diri secara emosi, menahan diri terhadap kepuasa
n dan megendalikan dorongan hati adalah landasan keberhasilan di se
gala bidang.
d) Mengenali emosi orang lain
Kemampuan mengenali emosi orang lain sangat bergantung pada kesa
daran diri emosi. Empati merupakan salah salah satu kemampuan men
genali emosi orang lain, dengan ikut merasakan apa yang dialami oleh
orang lain.Kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau pe
duli, menunjukkan empati seseorang. Individu yang memiliki kemamp
uan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersemb
unyi dan mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan oleh orang lain seh
ingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terha
dap perasan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang l
ain (Goleman, 2009 :58).
e) Membina hubungan dengan orang lain Kemampuan membina hubung
an sebagian besar merupakan keterampilan mengelola emosi orang lai
n. Keterampilan ini merupakan keterampilan yang menunjang popular
itas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi. Orang yang dapat
membina hubungan dengan orang lain akan sukses dalam bidang apap
un yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain.
Kecerdasan emosional terbagi ke dalam lima wilayah utama, yai
tu kemampuan mengenali emosional diri, mengelola emosional diri, m
emotivasi diri sendiri, mengenali emosional orang lain, dan kemampu
an membina hubungan dengan orang lain. Secara jelas hal tersebut da
pat dijelaskan sebagai berikut: (Goleman, 2009:58-59)

Self Awareness (kesadaran diri)


Kesadaran diri merupakan kemampuan untuk mengenali emosi
pada waktu emosi itu terjadi. Kesadaran diri berarti waspada terhadap
suasana hati atau pikiran tentang suasana hati atau tidak hanyut dalam
emosi. Orang yang dapat mengenali emosi atau kesadaran diri terhada
p emosi, tidak buta terhadap emosinya sendiri, termasuk dapat membe
rikan label setiap emosi yang dirasakan secara tepat. Mengenali emosi
atau kesadaran emosi ini merupakan dasar kecerdasan emosi (Golema
n, 2009:58).
Emosi seseorang dapat mengganggu pikiran, emosi merupakan t
amu yang tak diundang dalam kehidupan kita, namun emosi memberi
informasi yang bila diabaikan akan mengakibatkan masalah-masalahs
erius. Jika kita menyadari keberadaan emosi ini, maka kita akan memp
erlakukan emosi ini dengan rasional. Orang yang mempunyai kesadar
an diri menyadari apa yang sedang dipikirkan dan apa yang akan diras
akan saat ini. Kesadaran diri terhadap emosi merupakan inti kecerdasa
n emosional. Apabila kita ingin mengembangkan kecerdasan emosion
al, kita harus memulai dengan meningkatkan kesadaran diri.

Kompetensi kesadaran diri sebagai berikut :

1. Mengetahui emosi yang sedang mereka rasakan, dapat mengetahui ala


san timbulnya emosi-emosi tersebut.
2. Menyadari rantai emosi dengan tindakan (hubungan antara perasaan-p
erasaannya dan apa yang sedang dipikirkan, dikatakan dan dilakukan)
3. Mengenali bagaimana perasaan-perasaan itu mempengaruhi kinerja, k
ualitas pengalaman di tempat kerja dan dalam hubungan mereka.
4. Memiliki kesadaran penuntun terhadap nilai-nilai dan tujuan.

Self Regulation (pengendalian diri)


Seseorang yang dapat mengatur diri mereka dapat mengelola dan men
gekspresikan emosi yang ditandai dengan (Goleman, 2009:58):
1. Dapat menangani emosi, sehingga emosi dapat diekspresikan dengan t
epat.
2. Mempunyai toleransi terhadap frustasi.
3. Menangani ketegangan jiwa dengan lebih baik.

Self Motivation (motivasi diri)


Menata emosi merupakan hal yang sangat erat kaitannya dengan motivasi
diri untuk berkreasi. Orang yang mampu mengendalikan emosi merupaka
n landasan keberhasilan dalam segala bidang. Orang yang mempunyai mo
tivasi diri cenderung lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang m
ereka kerjakan. Ciri-ciri orang yang mempunyai motivasi diri serta dapat
memanfaatkan emosi secara produktif adalah sebagai berikut (Goleman, 2
009: 58):
1. Ketekunan dalam usaha mencapai tujuan
2. Kemampuan untuk menguasai diri
3. Bertanggung jawab
4. Dapat membuat rencana-rencana inovatif-kreatif ke depan dan mampu
menyesuaikan diri, mampu menunda pemenuhan kebutuhan sesaat unt
uk tujuan yang lebih besar, lebih agung dan lebih menguntungkan.

Empathy (empati)
Empati adalah merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu me
mahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan
menyelaraskan diri dengan berbagai tipe individu. Ciri-ciri orang yang me
miliki empati adalah sebagai berikut: (Goleman,2009:58)
a. Mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengis
yaratkan kebutuhan orang lain.
b. Mampu menerima sudut pandang atau pendapat orang lain.
c. Peka terhadap perasaan orang lain.
d. Mampu mendengarkan orang lain.

Social skill (keterampilan sosial)


Orang yang mampu melakukan hubungan sosial merupakan orang yang cer
das emosi. Orang yang cerdas emosi akan mampu menjalin hubungan deng
an orang lain, mereka dapat menikmati persahabatan dengan tulus. Ketulus
an memerlukan kesadaran diri dan ungkapan emosional sehingga pada saat
berbicara dengan seseorang, kita dapat mengungkapkan perasaan-perasaan
secara terbuka termasuk gangguan apapun yang merintangi kemampuan ses
eorang untuk mengungkapkan perasaan secara terbuka (Goleman, 2009:59).

B. Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Stress Kerja terhadap Kinerja Karyawan
Hasil dari penelitian Tri Wartono (2017) yaitu terdapat pengaruh y
ang signifikan yang sangat kuat atau positif antara stres kerja terhadap ki
nerja karyawan.Menurut penelitian Wisnu Bimantoro (2012) stress kerja
dengan indicator lingkungan kerja berpengaruh negative terhadap kinerja
karyawan.
Dari penelitian Stress Massie dkk (2018) kerja berpengaruh kecil d
an signifikan terhadap Kinerja Karyawan pada Kantor Pengelola IT Cent
er
Wartono (2017), menunjukkan terdapat pengaruh signifikan yang
sangat kuat dan positif antara stress kerja terhadap kinerja karyawan.
Stres kerja mempunyai pengaruh secara langsung dan signifikan ter
hadap Kinerja Karyawan.
Moorhead (2013), menyatakan bahwa suatu pekerjaan bergantung
pada kemampuan dan tingkat stres yang dialami karyawan. Sehingga dal
am mencapai kinerja yang baik karyawan wajib memiliki kemampuan un
tuk mengendalikan stress kerja yang dialami. Upaya pengendalian stres k
erja dapat diperhatikan oleh perusahaan melalui lingkungan kerja. Diman
a lingkungan kerja dapat mempengaruhi secara langsung maupun tidak la
ngsung kinerja karyawan sehingga perusahaan perlu menciptakan lingku
ngan kerja yang baik dan kondusif, seperti tata ruang perusahaan yang m
emadai.
Dari penelitian terdahulu diatas pada penelitian ini dapat ditarik hip
otesis :
H1: Stress Kerja berpengaruh negative terhadap Kinerja Karya
wan. Yang artinya jika stres kerja meningkat maka
kinerja karyawan menurun, dan sebalik nya apabila stres
kerja menurun maka kinerja karyawan meningkat.

2. Pengaruh Stres Kerja terhadap Kecerdasan Emosional


Karambut (2012), menyatakan kecerdasan emosional yang semaki
n tinggi sehingga stres kerja semakin menurun. Tingkat kecerdasan emos
ional yang semakin rendah, maka tingkat stres kerja akan semakin menin
gkat.
Goswami (2013), membuktikan terdapat hubungan negatif signifik
an kecerdasan emosional dengan stres karyawan. Penelitian ini dilakukan
di Assam pada insinyur yang bekerja sector publik tingkat manajerial.
Berdasarkan hasil penelitian Rafiee et al (2013: 2423) yang menem
ukan bahwa stress kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kece
rdasan emosional, kecerdasan moral dan kecerdasan organisasional.
Nikolau et al. (2002), menyatakan bahwa kecerdasan emosional m
emiliki hubungan negatif terhadap stres kerja. Karambut (2012), menyata
kan bahwa adanya pengaruh kecerdasan emosional secara langsung dan n
egatif pada stres kerja.
Hubungan antara kecerdasan emosional terhadap kepuasan kerja
dibuktikan dari beberapa penelitian. Menurut Supriyanto (2012),
kecerdasan emosional memiliki pengaruh positif signifikan pada
kepuasan kerja. Tingkat kecerdasan emosional semakin meningkat
sehinggatingkat kepuasan kerja semakin meningkat pula. Oleh karena itu,
kemampuan karyawanakan mengatur dengan menggunakan emosi yang
cerdas dalam bekerja merupakan bagian penting dan harus dijaga terus
menerus dan dipertahankan. Ashraf et al. (2014), menyatakan bahwa
kecerdasan emosional memiliki hubungan kuat dengan kepuasan kerja.
Kecerdasan emosional berpengaruhpositif signifikan dengan kepuasan
karyawan yang bekerja terhadap sektor jasa (pelayanan) di Sindh
Pakistan. Hubungan antara kecerdasan emosional terhadap stres kerja
dibuktikan dari beberapa penelitian.
Nikolau et al. (2002), menyatakan bahwa kecerdasan emosional
memiliki hubungan negatif terhadap stres kerja. Karambut (2012),
menyatakan bahwa adanya pengaruh kecerdasan emosional secara
langsung dan negatif pada stres kerja.
Berdasarkan hasil dari penelitian terdahulu pada penelitian ini dapa
t ditarik hipotesis :

H2: stress kerja berpengaruh negative terhadap kecerdasan e


mosional. Yang artinya jika stres kerja meningkat maka
kecerdasan emosional menurun, dan sebalik nya apabila
stres kerja menurun maka kecerdasan emosionalnya
meningkat.
3. Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja Karyan
Dari hasil penelitian Devi Risma (2012) yang diperoleh dapat disi
mpulkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan dari pelatihan kecerd
asan emosional terhadap kinerja karyawan dengan mengontrol variabel in
telegensi, self efficacy dan komunikasi interpersonal.
Laras Tris Ambar (2006) terdapat pengaruh yang positif signifikan
antara kecerdasan emosional terhadap kinerja SDM.
Berdasarkan penelitian dari Yani dan Istiqomah (2016) Kecerdasan
emosional berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kinerja karyawa
n.
dari penelitian Dodi R. (2009) menhasilkan terdapat hubungan posi
tif signifikan antara variable kecerdasan emosional dengan variable kiner
ja karyawan pada Universitas Azzahra.
Berdasarkan hasil penelitian Atifah Ridhawati (2016) dapat disimp
ulkan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan ter
hadap kinerja karyawan pada PT. Sang Hyang Seri (Persero) Cabang Sidr
ap
Menurut Mangkunegara (2009:4) mengemukakan bahwa dalam hu
bungannya dengan pencapaian kinerja karyawan yang tinggi, perlu diland
askan pada beberapa pendekatan, salah satunya adalah pendekatan psikol
ogis dari karyawan itu sendiri dan organisasi. Pendekatan psikologis dan
organisasi terhadap kinerja ini diantaranya adalah pendekatan terhadap k
epribadian dan kecerdasan emosional dari sumber daya manusia yang ada
di dalam perusahaan. Sedangkan menurut Goleman (2001:84) mengetahu
i bagaimana kesadaran diri akan mempengaruhi kinerja sebab menentuka
n sasaran yang akan dicapai diperlukan pengetahuan terhadap diri sendir
i.
Berdasarkan hasil dari penelitian terdahulu pada penelitian ini dapa
t ditarik hipotesis :
H3 : kecerdasan emosional berpengaruh positif signifikan terhadap ki
nerja karyawan. Yang artinya apabila kecerdasan emosional
meningkat maka kinerja karyawan ikut meningkat, dan
sebalik nya apabila kecerdasan emosional menurun maka
kinerja karyawannya menurun.

4. Stress Kerja terhadap Kinerja Karyawan di mediasi Kecerdasan Ka


ryawan
Menurut penelitian Hutasuhut dan Sari (2021) Kecerdasan Emosio
nal menjadi variabel mediasi parsial pada pengaruh Kecerdasan Spiritual
terhadap Kinerja Akademik.
Devonish (2016) Beberapa hipotesis mediasi diuji dengan menggunaka
n pendekatan estimasi interval kepercayaan interval 95%. Hasilnya menunjukka
n bahwa kepuasan kerja dan depresi terkait pekerjaan memediasi hubungan anta
ra EI dan kinerja tugas; dan hubungan antara EI dan OCB-O, namun hanya depr
esi terkait pekerjaan yang memediasi hubungan antara EI dan OCB-I
Hasil SEM Karatepe (2013) menunjukkan bahwa kecerdasan emosional
berfungsi sebagai mediator penuh efek overload kerja, konflik keluarga-pekerja,
dan konflik keluarga-pekerjaan terhadap ketergangguan dan kinerja pekerjaan.
Menurut Salovey dan Mayer (1990), kecerdasan emosional adalah bagian
dari kecerdasan sosial (social intelligence) yang meliputi kemampuan untuk me
monitor perasaan dan emosi diri sendiri dan orang lain, membedakannya, dan m
enggunakan informasi emosi tersebut untuk memandu proses berpikir dan bertin
gkah laku
Sehingga kecerdasan emosional dapat memediasi antara stress kerja terha
dap kinerja karyawan.
H4 : stress kerja terhadap kinerja karyawan dimediasi oleh ke
cerdasan emosional. Kecerdasan emosional menjadi
perantara antara stres kerja terhadap kinerja
karyawan.

Stress Kerja Kinerja Karyawan


H1
(X) (Y)

H4

H2 Kecerdasan Emosio H3
nal
(Mediasi)

Anda mungkin juga menyukai