Anda di halaman 1dari 20

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kinerja

2.1.1 Pengertian Kinerja

Kinerja merupakan salah satu aspek penting dalam organisasi.

Kinerja sering juga disebut sebagai prestasi kerja. Kinerja berasal dari

kata dalam bahasa inggris “performance” yang dapat diartikan sebagai

“penampilan”, “prestasi”, “pertunjukkan kerja” dan “pelaksanaan

tugas”. Salah satu aspek yang menentukan keberhasilan organisasi

adalah kinerja dari organisasi itu sendiri. Kinerja merupakan hasil kerja

yang dicapai oleh suatu organisasi atau pegawai dalam melaksanakan

tugas dan tanggung jawabnya. Istilah kinerja sering digunakan untuk

menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan dari individu ataupun

kelompok individu (organisasi).

Menurut Mahsun ( Mahsun 2009 ; 25) Kinerja (performance)

adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

kegiatan / program / kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi

dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu

organisasi ”

Berikut ini pendapat Otley dalam Mahmudi (Mahmudi 2007 ; 6)

tentang definisi kinerja:

Kinerja mengacu pada sesuatu yang terkait dengan kegiatan


melakukan pekerjaan, dalam hal ini meliputi hasil yang telah
dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja merupakan suatu konstruk
yang bersifat multidimensional dan pengukurannya juga bervariasi

9
tergantung pada kompleksitas faktor-faktor pembentuk kinerja
tersebut.

Selanjutnya pengertian kinerja menurut Joko Widodo pada

hakekatnya berkaitan dengan tanggung jawab individu atau organisasi

dalam menjalankan apa yang menjadi wewenang dan tanggung jawab

yang diberikan kepadanya. Kinerja adalah melakukan suatu kegiatan

dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan

hasil seperti yang diharapkan. (Joko Widodo, 2005; 79)

Menurut Pedoman Penyusunan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia dalam

Widodo menyebutkan bahwa kinerja merupakan gambaran mengenai

tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/ kebijakan

dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi. (Widodo,

2005 : 79).

Sedangkan menurut Bernardin dan Russel dalam Ruky

mendefinisikan “Performance is defined as the record of outcomes

produced on a specified job function or activity during specified

timeperiod” (kinerja sebagai catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh

dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama

kurun waktu tertentu). (Ruky, 2002 : 15).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa kinerja organisasi dapat diartikan sebagai

kemampuan organisasi untuk melaksanakan kegiatan, aktivitas dan

tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya dalam mengoptimalkan

pencapaian tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Kinerja juga

10
bisa dijelaskan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian

pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam

mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang

dalam strategic planning suatu organisasi.

Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau

tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu. Kinerja bisa

diketahui hanya jika individu atau kelompok individu tersebut

mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria

keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang

hendak dicapai. Tanpa ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau

organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolok

ukurnya.

2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Kinerja merupakan suatu konstruk multidimensional yang

mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya. Menurut Mahmudi

(2007:20) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain:

1. Faktor personal atau individual, meliputi : pengetahuan,


keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan
komitmen yang dimiliki setiap individu;
2. Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan
dorongan, semangat, arahan dan dukungan yang diberikan oleh
manajer atau team leader;
3. Faktor tim, meliputi : kualitas dukungan dan semangat yang
diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan sesama anggota
tim, kekompakan anggota tim dan keeratan anggota tim;
4. Faktor sistem, meliputi : sistem kerja, fasilitas kerja, infrastruktur
yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur kinerja
dalam organisasi;
5. Faktor kontekstual (situasional), meliputi : tekanan dan perubahan
lingkungan eksternal dan internal.

11
Sedangkan Soesilo dalam Hessel Nogi Tangkilisan (2005:180-

181) mengemukakan bahwa kinerja suatu organisasi birokrasi di masa

depan dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:

a. Struktur organisasi sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan


fungsi yang menjalankan aktivitas organisasi.
b. Kebijakan pengelolaan, berupa visi dan misi organisasi.
c. Sumber daya manusia, yang berkaitan dengan kualitas karyawan
untuk bekerja dan berkarya secara optimal.
d. Sistem informasi manajemen, yang berhubungan dengan
pengelolaan data base untuk digunakan dalam mempertinggi kinerja
organisasi.
e. Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan
penggunaan teknologi bagi penyelenggaraan organisasi pada setiap
aktivitas organisasi

Berdasarkan uraian diatas, maka faktor-faktor yang diindikasi

dapat mempengaruhi kinerja organisasi yang menjadi lokus dalam

penelitian ini antara lain;

1. Faktor sumber daya manusia terkait dengan kapasitas, kualitas dan


kuantitas pegawai dimana SDM merupakan salah satu faktor vital
yang mempengaruhi keberhasilan organisasi.
2. Faktor sarana dan prasarana merupakan faktor vital sama halnya
dengan SDM yaitu terkait dengan teknologi peralatan, kualitas
teknologi dan kuantitas teknologi serta fasilitas penunjang yang
mempermudah manusia/organisasi dalam pencapaian tujuan
(penyelesaian kerja).
3. Faktor komunikasi merupakan faktor yang terkait dengan
komunikasi antar pegawai, pembagian job, wewenang, tugas intern
organisasi. Sedangkan komunikasi ekstern organisasi yaitu
komunikasi organisasi dengan masyarakat.

2.1.3 Penilaian Kinerja

Menilai kinerja organisasi sektor publik ternyata tidaklah

semudah seperti hanya menilai organisasi privat yang lebih berorintasi

ke arah profit motive. Jika pada perusahaan profit motive menilai

kinerja biasanya cukup dengan melihat keuntungan yang didapat, jika

12
untung besar pastilah kinerjanya baik. Sedangkan pada organisasi

publik yang lebih mengarah pada nonprofit orientation maka visi dan

misinya masih abstrak. Seperti yang dikemukakan oleh Mahsun

(2009;21), bahwa “Pengukuran kinerja organisasi sektor publik tidak

bisa diukur dengan laba karena tujuan utama organisasi ini bukan

memperoleh laba tetapi meningkatkan kesejahteraan masyarakat, selain

itu output organisasi pada umumnya bersifat intangible dan indirect ”

Kinerja dari organisasi atau individu dapat diketahui jika

organisasi ataupun individu tersebut telah mempunyai kriteria

keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini dapat

berupa tujuan-tujuan, target-target dan sasaran. Kriteria keberhasilan

sangatlah penting karena berfungsi sebagai tolok ukur penilaian kinerja.

T. Hani Handoko (1995 ; 234) mengemukakan tentang penilaian kinerja

bahwa Penilaian kinerja yaitu sesuatu yang dilakukan dengan

membandingkan antara pelaksanaan kerja dengan standar-standar dan

tujuan-tujuan organisasi.

Whittaker dalam Mahsun menjelaskan bahwa pengukuran

kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk

meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.

(Mahsun, 2009: 25-26).

Pengukuran kinerja mempunyai beberapa manfaat. Simon dalam

Mahsun menyebutkan bahwa pengukuran kinerja membantu manajer

dalam memonitor implementasi strategi bisnis dengan cara

membandingkan antara hasil aktual dengan sasaran dan tujuan strategis.

13
Dari manfaat ini dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah

suatu metode atau alat yang digunakan untuk mencatat dan menilai

pencapaian pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan, sasaran, dan

strategi sehingga dapat diketahui kemajuan organisasi serta

meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.

(Mahsun, 2009 : 26)

Evaluasi kinerja dalam Widodo merupakan kegiatan untuk

menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi atau

unit kerja, dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang dibebankan

kepadanya, karena itu evaluasi kinerja merupakan analisis dan

interprestasi keberhasilan dan kegagalan pencapaian kinerja. (Widodo

2007:94)

Menurut Agus Dwiyanto (2006:47) bahwa penilaian kinerja

merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan

sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya

selain itu informasi kinerja berguna untuk menilai seberapa jauh

pelayanan yang diberikan oleh organisasi tersebut mampu memenuhi

harapan dan memuaskan para pengguna jasa.

Penilaian merupakan usaha melihat hasil capaian dari suatu

aktivitas yang telah dilakukan oleh individu ataupun organisasi. Dalam

menilai diperlukan tolok ukur untuk mempermudah penilaian hasil

capaian, tolok ukur inilah yang disebut dengan indikator. Jadi indikator

merupakan alat untuk mempermudah seseorang dalam melakukan

14
pengamatan dan penilaian terhadap sesuatu hal yang ingin diketahui

hasilnya.

Dari berbagai hal diatas dapat disimpulkan bahwa pengukuran

kinerja mempunyai peran yang penting dalam pengembangan kapasitas

organisasi, mengukur tingkat keberhasilan program dan penentuan

strategi selanjutnya dalam melaksanakan tugas dan fungsi organisasi

atau instansi. Selain itu tanpa adanya pengukuran kinerja, maka tidak

akan diketahui mana yang harus dihargai serta dipertahankan dan mana

yang harus diperbaiki oleh organisasi atau instansi tersebut. Pengukuran

kinerja pada intinya dilakukan dengan membandingkan antara indikator

yang dapat berbentuk rencana, sasaran, standar tertentu, ataupun

harapan dengan realisasi yang sudah dilakukan oleh individu atau

instansi tersebut. Sehingga pada akhirnya dapat dilihat berapa besarnya

gap yang terjadi.

2.1.4 Indikator Kinerja

Penilaian kinerja merupakan upaya untuk memperbaiki kinerja

agar lebih terarah dan sistematis. Maka dari itu dalam penilaian perlu

adanya indikator kinerja yang memudahkan dalam menilai tingkat

ketercapaian tujuan, sasaran dan strategi. Menurut Dwiyanto, dkk.

Pengertian kinerja organisasi dalam birokrasi publik secara lengkap

dapat dilihat dari beberapa indikator, yaitu sebagai berikut :

1. Produktivitas

Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi

juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami

sebagai rasio antara input dengan output

15
2. Kualitas Layanan

Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting

dalam menjelaskan kinerja organisasi publik. Banyak pandangan

negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena

ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima

dari organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan masyarakat

terhadap layanan dapat dijadikan inidikator kinerja organisasi

publik.

3. Responsivitas

Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali

kebutuhan masyarakat, menyusun agenda, dan prioritas pelayanan,

dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai

dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat

responsivitas di sini menunjuk pada keselarasan antara program

dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu indikator kinerja

karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan

organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang

rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara pelayanan

dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan

kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan

organisasi-organisasi publik. Organisasi yang memiliki

16
responsivitas yang rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang

jelek pula.

4. Responsibilitas

Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan

organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip

administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi,

baik yang eksplisit maupun implisit. Oleh sebab itu, responsibilitas

bisa saja pada suatu ketika berbenturan dengan responsivitas.

5. Akuntabilitas

Akuntabilitas publik menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan

kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang

dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik

tersebut karena dipilih oleh rakyat dengan sendirinya akan selalu

merepresentasikan kepentingan rakyat. Dalam konteks ini, konsep

akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar

kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan

kehendak masyarakat banyak. Kinerja organisasi publik tidak

hanya bisa dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh

organisasi publik atau pemerintah, seperti pencapaian target.

Kinerja sebaiknya harus dinilai dari ukuran eksternal, seperti nilai-

nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan

organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan

itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang

berkembang dalam masyarakat. (Agus Dwiyanto, 2006 : 50-51).

17
Sementara itu Lenvine dalam review literatur yang diketemukan

oleh Ratminto dan Atik dalam buku “Manajemen Pelayanan”

mengemukakan tiga konsep yang dapat dijadikan acuan untuk

mengukur kinerja organisasi publik, yakni responsivitas

(responsiveness), Responsibilitas (responsibility) dan akuntabilitas

(accountability).

1) Responsiveness atau responsivitas ini mengukur daya tanggap

providers terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan

customers.

2) Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang

menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu

dilakukan dengan tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang telah

ditetapkan.

3) Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang

menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian antara

penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran-ukuran eksternal yang

ada di masyarakat dan dimiliki oleh stakeholders, seperti nilai dan

norma yang berkembang di masyarakat. (Ratminto & Atik,

2005:175)

Selain itu Zeithaml, Parasuraman & Berry (1990) dalam

Ratminto Atik juga mengungkapkan beberapa indikator kinerja,

yaitu : tangibles, reliability, responsiveness, assurance, empathy.

1. Tangibles atau ketampakan fisik, artinya petampakan fisik dari


gedung, peralatan, pegawai, dan fasilitas-fasilitas lain yang dimiliki
oleh provider.
2. Reliability atau reliabilitas adalah kemampuan untuk
menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat.

18
3. Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk menolong
customers dan menyelenggarakan pelayanan secara ikhlas.
4. Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para
pekerja dan kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan
kepada customers.
5. Empathy adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan
oleh provider kepada costumers. (Ratminto & Atik, 2005:175-176)

Menurut Ratminto dan Atik, aspek kinerja dapat

dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu aspek kinerja yang

berorientasi pada proses dan aspek kinerja yang berorientasi pada

hasil. Aspek-aspek tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Ukuran yang berorientasi pada hasil:

a) Efektivitas

Efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan,

baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun

misi organisasi. Akan tetapi pencapaian tujuan ini harus juga

mengacu pada visi organisasi.

b) Produktivitas

Produktivitas adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan

pemerintah daerah untuk menghasilkan keluaran yang

dibutuhkan oleh masyarakat.

c) Efisiensi

Efisiensi adalah perbandingan terbaik antara keluaran dan

masukan. Idealnya Pemerintah Daerah harus dapat

menyelenggarakan suatu jenis pelayanan tertentu dengan

masukan (biaya dan waktu) yang sesedikit mungkin. Dengan

demikian, kinerja Pemerintah Daerah akan menjadi semakin

tinggi apabila tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dapat

19
dicapai dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan dengan

biaya yang semurah-murahnya.

d) Kepuasan

Kepuasan, artinya seberapa jauh Pemerintah Daerah dapat

memenuhi kebutuhan karyawan dan masyarakat.

e) Keadilan

Keadilan yang merata, artinya cakupan atau jangkauan

kegiatan dan pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah

Daerah harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi

yang merata dan diperlakukan secara adil.

2. Ukuran yang berorientasi pada proses

a) Responsivitas

Adalah kemampuan provider untuk mengenali kebutuhan

masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta

mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan

kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat dapat

dikatakan bahwa responsivitas ini mengukur daya tanggap

providers terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta

tuntutan customers.

b) Responsibilitas

Ini adalah ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat

kesesuaian antara penyelenggaraan pemerintahan dengan

hukum atau peraturan dan prosedur yang telah ditetapkan.

20
c) Akuntabilitas

Ini adalah ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat

kesesuaian antara penyelenggaraan pemerintahan dengan

ukuran-ukuran eksternal yang ada di masyarakat dan dimiliki

oleh stakeholders, seperti nilai dan norma yang berkembang di

masyarakat.

d) Keadaptasian

Keadaptasian adalah ukuran yang menunjukkan daya tanggap

organisasi terhadap tuntutan perubahan yang terjadi di

lingkungannya.

e) Kelangsungan hidup

Kelangsungan hidup artinya seberapa jauh Pemerintah Daerah

atau program pelayanan dapat menunjukkan kemampuan untuk

terus berkembang dan bertahan hidup dalam berkompetisi

dengan daerah atau program lain.

f) Keterbukaan/transparansi

Adalah bahwa prosedur/tata cara, penyelenggaraan

pemerintahan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan proses

pelayanan umum wajib diinformasikan secara terbuka agar

mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta

maupun tidak diminta.

g) Empati

Empati adalah perlakuan atau perhatian Pemerintah Daerah

atau penyelenggara jasa pelayanan atau providers terhadap isu-

21
isu aktual yang sedang berkembang di masyarakat. (Ratminto

& Atik, 2005:180-181)

Dari berbagai aspek yang telah dikemukakan diatas, peneliti

dalam penelitian ini akan menggunakan indikator yang dikemukakan

oleh Agus Dwiyanto, (2006: 124-125) adalah sebagai berikut:

Produktivitas, Kualitas Layanan, Responsivitas, Responsibilitas, dan

Akuntabilitas.

2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai

Jika berbicara mengenai kinerja pegawai, pasti yang terlintas

dalam pikiran kita adalah mengenai pelayanan yang diberikan oleh

instansi tertentu yang dapat mempermudah seseorang dalam proses

administrasi. Setiap organisasi mempunyai tujuan. Salah satu sarana

organisasi untuk mencapai tujuan adalah kinerja para anggotanya

dalam melaksanakan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya,

sesuai dengan kedudukan dan peranan masing- masing dalam

organisasi. Sebuah organisasi instansi pemerintah merupakan sebuah

lembaga yang menjalankan roda pemerintah merupakan sebuah

lembaga yang menjalankan roda pemerintahan dan melaksanakan

pembangunan sumber daya manusia yang memiliki kinerja yang baik

dan dapat memberikan stimulasi yang berpengaruh terhadap banyak

orang.

Menurut Muchdarsyah Sinungan (1995 : 145) produktivitas

karyawan mengacu pada pola tingkah laku yang mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut:

22
1. Adanya hasrat yang kuat untuk melaksanakan sepenuhnya apa yang

sudah menjadi norma, etika dan kaidah yang berlaku.

2. Adanya perilaku yang dikendalikan.

3. Adanya ketahanan.

Holloway dalam Nasucha (Dalam Harbani Pasalong 2004:108),

mengemukakan bahwa indikator kinerja dapat berupa akuntabilitas,

efisiensi, efektifitas dan equity (keadilan).

Selanjutnya kinerja pegawai dapat diketahui dari jumlah

pekerjaan yang telah dilaksanakan dengan penggunaan waktu yang

dipakai serta jabatan yang dipangku oleh pegawai dari tingkat

keahlian serta latar belakang pendidikan.

Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Muchdarsyah

Sinungan (1995 : 95) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

dapat dilihat dari manusianya yang meliputi:

1. Kualitas Kerja

Kualitas pelayanan jasa pada ummnya dikaitkan dengan

keberhasilan pekerjaan, merupakan hasil pelayanan yang harus

memuaskan. Produktifitas pelayanan biasanya selalu dikaitkan

dengan kualitas hasil pekerjaan. Seorang pegawai harus

memberikan pelayanan yang baik kepada publik. Publik ialah

sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan,

harapan, sikap, dan tindakan yang benar berdasarkan nilai-nilai

norma yang mereka miliki ( Inu Kencana Syafei, 2006:18) Artinya

setiap manusia memiliki kebutuhan yang sama dalam menjalani

23
kehidupannya. Mereka juga ingin mendapakan perlakuan yang

sama karena memiliki perasaan yang sama pula.

Kualitas kerja merajuk pada hasil (output) yang telah

dilaksanakan oleh pegawai atau karyawan. Apabila hasil yang

dilaksanakan oleh para pegawai tersebut telah sesuai dengan

prosedur dan sistem kerja yang telah ditetapkan atau dalam arti

telah memberikan hasil sesuai dengan kebutuhan bahkan mampu

memberikan perbaikan-perbaikan yang signifikan, maka dapat

dikatakan bahwa kinerjanya dilihat dari kualitas sudah baik.

Sehingga dengan demikian dapat memberikan kepuasan kepada

masyarakat. Rasa puas orang yang memerlukan pelayanan bisa

diartikan dengan membandingkan bagaimana pandangan antara

pelayanan yang diterima dengan harapan pelayanan yang

diharapkan (Inu Kencana, 2003:116). Maksudnya seseorang yang

dilayani akan merasa puas dan merasa dilayani apabila pelayanan

yang diberikan oleh yang memberikan layanan telah sesuai dengan

kebutuhan yang ingin dicapai oleh yang dilayani, dalam arti

masyarakat telah merasa puas atas layanan pegawai apabila

pegawai telah memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat

dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat tersebut.

Dan juga bagi setiap pegawai harus mementingkan

kepentingan umum diatas kepentingan pribadi atau kelompok.

Kepentingan umum harus menjadi landasan yang kokoh bagi

perilaku administrasi negara karena sesungguhnya kepentingan

inilah yang merupakan sarana untuk menjaga eksistensi negara

24
(Wahyudi Kumorotomo, 2001:303). Yang harus sesuai dengan

peraturan dan perundangundangan yang berlaku, hal itu mengacu

pada Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan

umum. “Pelaksanaan pelayanan publik berasaskan pada

kepentingan umum”. Setiap pegawai atau karyawan harus bekerja

atas dasar kepentingan umum. Dari pendapat diatas dapat ditarik

kesimpulan bahwa seorang pegawai atau karyawan dituntut harus

bekerja dengan ketulusan hatinya dalam memberikan pelayanan

kepada masyarakat. Mereka lebih mementingkan kepentingan

umum daripada kepentingan pribadi, hal itu harus berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Kuantitas Kerja

Kuantitas kerja yaitu banyaknya kerja yang telah

dilaksanakan oleh seorang pegawai dalam periode tertentu. Hal ini

dapat dilihat dari hasil kerja pegawai dalam penggunaan waktu

tertentu dan kecepatan dalam menyelesaikan tugas dan tanggung

jawabnya. Dengan demikian kuantitas kerja dapat dilihat dari

jumlah pekerjaan dan penggunaan waktu. Penggunaan waktu

maksudnya adalah banyaknya waktu yang digunakan dalam

menyelesaikan tugas dan pekerjaan. Apabila kuantitas kerja

pegawai telah terlaksana dengan baik, maka dapat dikatakan

kinerja pegawai jika dilihat dari kuantitas sudah tergolong baik.

Dngan adanya kuantitas kerja yang baik, tentu akan memberikan

kesuksesan bagi setiap pegawai dan juga bagi organisasi atau

lembaga. Sukses adalah sebuah pencapaian yang tidak pernah

25
terhenti pada suatu titik saja. Artinya pegawai selalu

memperhatikan kuantitas dari pekerjaan tersebut. Harus bekerja

dengan memperhatikan hasil pekerjaannya dan waktu yang

digunakan dalam setiap pelaksanan pekerjaannya itu yang akan

dinikmati oleh masyarakat.

Sejalan dengan pendapat diatas, bahwa kinerja dalam

menjalankan pekerjaan kantor, tergantung kemampuan serta

kualitas yang terdapat pada manusianya dalam menyelesaikan

tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan pelayanan

kepada masyarakat, sehingga segala sesuatu yang berhubungan

dengan kepentingan masyarakat menjadi elemen penting serta

menjadi sorotan yang dapat menentukan baik buruknya kualitas

pelayanan yang diberikan oleh setiap pegawai kepada masyarakat.

Dengan demikian, bahwa kinerja dari seorang pegawai

dapat diukur melalui kemampuan manusianya dalam

menyelesaikan serta melaksanakan tugas-tugas yang berhubungan

langsung dengan proses dan pencapaian yang dapat dikerjakan oleh

manusia itu sendiri sesuai dengan tingkat kualitas dan kuantitasnya

sebagai Pegawai Negeri Sipil, sehingga kemampuan dari pegawai

tersebut dapat terlihat dari hasil serta kepuasan masyarakat

terhadap kinerja sesuai dengan keterampilan yang dimiliki masing-

masing individu.

26
2.2 Pengertian Satpol PP

Berdasarkan PP Nomor 6 Tahun 2010 pasal 3, Satuan Polisi Pamong

Praja merupakan bagian perangkat daerah dibidang penegakan Perda,

ketertiban umum dan ketentraman masyarakat yang dipimpin oleh seorang

Kepala Satuan dan berkedudukan dibawah dan bertangung jawab kepada

Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) mempunyai tugas membantu

Kepala Daerah untuk menciptakan daerah yang tentram, tertib dan teratur

sehingga penyelenggaraan pada pemerintahan dapat berjalan dengan lancar

dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan aman. Oleh karena itu,

disamping menegakkan Perda, Satpol PP juga dituntut untuk menegakkan

Kebijakan Pemerintah Daerah lainnya yaitu Peraturan Kepala Daerah.

Untuk mengoptimalkan kinerja Satpol PP perlu dibangun

kelembagaan Satpol PP yang mampu mendukung terwujudnya kondisi daerah

yang tentram, tertib, dan teratur. Penataan kelembagaan Satpol PP tidak

hanya mempertimbangkan kriteria kepadatan jumlah penduduk disuatu

daerah, tetapi juga beban tugas dan tanggung jawab yang diemban, budaya,

sosiologi serta resiko keselamatan Polisi Pamong Praja. Dasar hukum tentang

tugas dan tanggung jawab Satpol PP Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan

Polisi Pamong Praja yang ditetapkan pada tanggal 6 Januari 2010.

2.3 Hasil Penelitian Terdahulu

Rachman Edytia Alfian, 2017. Mahasiswa Program Studi Ilmu

Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta, Skripsi. Kinerja Satpol PP Dalam menertibkan

27
pedakang kaki lima di Kabupaten Bantul Tahun 2015-2016. Dari hasil

penelitian dapat disimpulkan bahwa kinerja Satpol PP sudah baik, dilihat dari

semua aspek dalam pengukuran kinerja sudah terpenuhi. Aspek tersebut

adalah aspek produktivitas, aspek orientasi layanan kepada pelanggan, aspek

responsivitas, dan aspek akuntabilitas. Selain itu juga faktor pendukung yang

mempengaruhi kinerja juga sudah lengkap dan berjalan dengan baik.

Walid Mustafa, 2015. Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Skripsi, Kinerja

Satuan Polisi Pamong Praja dalam Memberikan Pelayanan keamanan. Hasil

analisis menunjukkan bahwa menurut masyarakat yg mana mereka

mengatakan bahwa kinerja Satpol PP masih kurang baik, masih banyak

kekurangan–kekurangan pada kinerja aparat kecamatan dalam rangka

melaksanakan pelayanan administrasi kepada masyarakat. Hal ini berarti

bahwa kualitas pelayanan masih bisa ditingkatkan lagi, sehingga pada saatnya

terwujud aparatur yang professional yang mampu melayani masyarakat

secara prima. Faktor yang menjadi penghambat terhadap kinerja adalah

kurangnya kedisiplinan pegawai.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu diatas, penelitian yang

akan dilakukan jelas sangat berbeda, dari segi judul tentunya dan objek

penelitiannya, namun demikian semuanya menunjukkan kesimpulan yang

sama, bahwa faktor-faktor kinerja pegawai berpengaruh positif terhadap

layanan yang diberikan oleh pegawai/karyawan. Pengaruh positif berarti

bahwa semakin baik pemberian layanan publik, semakin tinggi pula kinerja

pegawai/karyawan.

28

Anda mungkin juga menyukai