Anda di halaman 1dari 42

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kinerja

2.1.1 Definisi

Kinerja (Performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian

pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran,

tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu

organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat

keberhasilan individu maupun kelompok individu. Kinerja bisa diketahui hanya

jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan

yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujaun atau target-

target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa ada tujuan atau target, kinerja

seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolak

ukurnya (Sumber: Mahsun 2006:25).

Menurut Wibowo (2011:7) Kinerja berasal dari pengertian performance.

Ada pula yang memberikan pengertian performance sebagai hasil kerja atau

prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas,

bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung.

Riani (2013:61) kinerja adalah job performance / kinerja adalah tingkat

produktivitas seorang karyawan, relatif pada rekan kerjanya, pada beberapa hasil

dan perilaku yang terkait dengan tugas. Kinerja dipengaruhi oleh variabel yang

terkait dengan pekerjaan meliputi role-stress dan konflik kerja / non-kerja.


Berdasarkan beberapa definisi mengenai kinerja diatas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa kinerja merupakan bagian dari organisasi untuk mencapai

tujuan bersama, sehingga tujuan dari kinerja akan menghasilkan organisasi yang

berprestasi dengan kriteria keberhasilan berupa tujuan-tujuan atau target tertentu

yang hendak di capai dan sesuai dengan kebutuhan yang diharapkan secara

efektif.

2.1.2 Pengukuran Kinerja

Menurut Pasolong (2007:182) pengukuran kinerja pada dasarnya di gunakan

untuk penilaian atas keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan, program,

dan/atau kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam

rangka mewujudkan misi dan visi instansi pemerintah. Pengukuran kinerja

mencangkup penetapan indikator kinerja dan penetapan capaian indikator kinerja.

Gary Dessler dalam pasolong (2013: 182) menyatakan bahwa penilaian kinerja

adalah merupakan upaya sistematis untuk membandingkan apa yang dicapai

seseorang dibandingkan dengan standar yang ada. Tujuannya, yaitu untuk

mendorong kinerja seseorang agar bisa berada diatas rata-rata. Dari beberapa

pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah menilai hasil

kerja organisasi publik sudah tercapai atau belum sehingga tujuan yang di capai

akan berhasil guna sesuai dengan rencana yang telah ditentukan oleh organisasi

publik tersebut.
2.1.3.Tujuan Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja menurut Mardiasmo dalam Pasolong (2007:185)

mempunyai 3 tujuan, yaitu:

a. Membantu memperbaiki kinerja pemerintahan agar kegiatan pemerintah

terfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja.

b. Pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan.

c. Mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi

kelembagaan.

2.1.4.Elemen Pokok Pengukuran Kinerja

Menurut Mahsun (2006: 26) terdapat empat elemen pengukuran kinerja

organisasi publik, yaitu:

a. Menetapkan Tujuan, Sasaran dan Strategi Organisasi

Tujuan adalah pernyataan secara umum (belum secara eksplisit) tentang apa yang

ingin di capai organisasi. Sasaran merupakan tujuan organisasi yang sudah

dinyatakan secara eksplisit dengan disertai batasan waktu yang jelas. Strategi

adalah cara atau teknik yang digunakan organisasi untuk mencapai tujuan dan

sasaran. Tujuan, sasaran, dan strategi tersebut ditetapkan dengan berpedoman

pada visi dan misi organisasi. Berdasarkan tujuan, sasaran dan strategi tersebut

selanjutnya dapat ditentukan indikator dan ukuran kinerja secara tepat.

b. Merumuskan indikator dan ukuran kinerja

Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-

hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja. Ukuran kinerja

mengacu pada penilaian kinerja secara langsung. Indikator kinerja dapat


berbentuk faktor-faktor keberhasilan utama (critical success factors) dan indikator

kinerja kunci (key performance indicator). Faktor keberhasilan utama adalah

suatu area yang mengindikasikan kesuksesan kinerja unit kerja organisasi. Area

ini menggambarkan preferensi manajerial dengan memperhatikan variabel-

variabel kunci finansial dan nonfinansial pada kondisi waktu tertentu. Faktor

keberhasilan utama ini harus secara konsisten mengikuti perubahan yag terjadi

dalam organisasi. Sedangkan indikator kinerja kunci merupakan sekumpulan

indikator yang dapat dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik yang bersifat

finansial maupun nonfinansial untuk melaksanakan operasi dan kinerja unit bisnis.

Indikator ini dapat digunakan ini dapat digunakan oleh manajer untuk mendeteksi

dan memonitor capaian kinerja.

c. Mengukur Tingkat Ketercapaian Tujuan dan Sasaran-Sasaran Organisasi

Jika sudah mempunyai indikator dan ukuran kinerja yang jelas, maka pengukuran

kinerja bisa diimplementasikan. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan, sasaran,

dan strategi adalah membandingkan hasil aktual dengan indikator dan ukuran

kinerja yang telah ditetapkan.

2.1.5. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Pasolong (2010:186), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

suatu organisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Kemampuan

Pada dasarnya kemampuan menurut Robbins (2002:50), adalah suatu kapasitas

individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan

tersebut dapat dilihat dari dua segi: (1) kemampuan intelektual, yaitu kemampuan

yang diperlukan untuk kegiatan mental, dan (2) kemampuan fisik, yaitu
kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut

stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan.

b. Kemauan

Kemauan atau motivasi menurut Robbins (2002:208), adalah kesediaan untuk

mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi. Kemauan atau

motivasi kerja seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: (a) pengaruh

lingkungan fisik, yaitu setiap pegawai menghendaki lingkungan fisik yang baik

untuk bekerja, lampu yang terang, ventilasi udara yang nyaman, sejuk, bebas dari

gangguan suara berisik dan sebaiknya ada musik. (b) pengaruh lingkungan sosial

yaitu sebagai makhluk sosial dalam melaksanakan pekerjaan tidak semata-mata

hanya mengejar penghasilan saja, tetapi juga mengharapkan penghargaan oleh

pegawai lain, pegawai lebih berbahagia apabila dapat menerima dan membantu

pegawai lain.

c. Energi

Energi menurut Jordan E. Ayan (2002:47), adalah pemercik api yang menyalakan

jiwa. Tanpa adanya energi psikis dan fisik yang mencukupi, perbuatan kreatif

pegawai terhambat.

d. Teknologi

Teknologi menurut Gibson dkk (1997:197), adalah tindakan fisik dan mental oleh

seseorang untuk mengubah bentuk atau isi dari objek atau ide. Jadi teknologi

dapat dikatakan sebagai “tindakan yang dikerjakan oleh individu atau suatu objek

dengan atau tanpa bantuan alat atau alat mekanikal, untuk membuat beberapa

perubahan terhadap objek tersebut.


e. Kompensasi

Kompensasi adalah sesuatu yang diterima oleh pegawai sebagai balas jasa atas

kinerja dan bermanfaat baginya. Jika pegawai mendapat kompensasi yang

setimpal dengan hasil kerjanya, maka pegawai dapat bekerja dengan tenang dan

tekun.

f. Kejelasan Tujuan

Kejelasan tujuan merupakan salah satu faktor penentu dalam pencapaian kinerja.

Oleh karena pegawai yang tidak mengetahui dengan jelas tujuan pekerjaan yang

hendak dicapai, maka tujuan yang tercapai tidak efisien dan atau kurang efektif.

g. Keamanan

Keamanan pekerjaan menurut Geeorge Strauss & Leonard Sayles (1990:10),

adalah sebuah kebutuhan manusia yang fundamental, karena pada umumnya

orang menyatakan lebih penting keamanan pekerjaan daripada gaji atau kenaikan

pangkat. Oleh sebab itu, tidak cukup bagi seseorang dengan hanya terpenuhinya

kebutuhan-kebutuhan fisik mereka dari hari kehari, tetapi mereka ingin

memastikan bahwa kebutuhan mereka akan terus terpenuhi dimasa yang akan

datang. Seseorang yang merasa aman dalam melakukan pekerjaan berpengaruh

terhadap kinerjanya.

2.1.6.Indikator Kinerja

Indikator kinerja yang dimaksud oleh LAN-RI dalam Pasolong (2013:177)

adalah ukuran kualitatif atau kuantitatif yang menggambarkan tingkat

penggambaran suatu sasaran atau tujuan yang menggambarkan tingkat pencapaian


suatu sasaran atau suatu tujuan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan

indikator masukan (input), keluaran (outputs), hasil (outcomes), manfaat (benefit),

dan dampak (impacts).

BPKP dalam Mahsun (2006:71) adalah indikator masukan (input) adalah segala

sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan agar dapat berjalan untuk

menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa dana, sumber daya manusia,

informasi, dan kebijakan, atau peraturan perundang-undangan. Indikator keluaran

(outputs) adalah sesuatu yang dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik

dan atau non fisik. Indikator hasil (outcomes) adalah segala sesuatu yang

mencerminkan berfungsinya pengeluaran kegiatan pada jangaka menengah (efek

langsung). Indikator manfaat (benefits) adalah sesuatu yang yang terkait dengan

tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. Indikator dampak (impact) adalah

pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif pada setiap tingkatan

indikator berdasarkan asumsi yang ditetapkan.

BPKP dalam Mahsun (2006:71) menerangkan hal yang tidak jauh berbeda dengan

LAN-RI yang menyatakan bahwa indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif

dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau

tujuan yang telah ditetapkan. Dwiyanto dalam pasolong (2010:178) menjelaskan

beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik,

yaitu:

a. Produktivitas, yaitu tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi jga

mengukur efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami

sebagai ratio antar input dan output.


b. Kualitas Layanan, banyak pandangan negatif yang berbentuk mengenai

organisasi publik yang muncul karena ketidakpuasan publik terhadap kualitas.

Dengan demikian menurut Dwiyanto kepuasan masyarakat terdapat layanan

dapat dijadikan indikator kinerja birokrasi publik.

c. Responsivitas, yaitu kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan

masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan

program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi

masyarakat. Responsivitas dimaksudkan sebagai salah satu indikator kinerja

karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan birokrasi

publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat.

d. Responsibilitas, yaitu menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan birokrasi

publik itu dilakakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar

dengan kebijakan birokrasi, baik yang eksplisit maupun implisit.

e. Akuntabilitas, yaitu menunjuk seberapa besar kebijakan dan kegiatan birokrasi

publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat.

Menurut Hersey, Blanchard dan Jhonson dalam wibowo (2011:102) terdapat

tujuh indikator kinerja:

a. Tujuan

Tujuan menunjukkan ke arah mana kinerja harus dilakukan. Atas dasar arah

tersebut, dilakukan kinerja untuk mencapai tujuan. Kinerja individu maupun

organisasidikatan berhasil apabila dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

b. Standar
Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan dapat dicapai.

Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan tercapai. Kinerja

seseorang dikatakan berhasil apabila mampu mencapai standar yang ditentukan

atau disepakati bersama antara atasan dan bawahan.

c. Umpan Balik

Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan

kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan umpan balik dilakukan

evaluasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja.

d. Alat atau Sarana

Alat atau sarana merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan. Tanpa alat

atau sarana, tugas pekerjaan spesifik tidak dapat dilakukan dan tujuan tidak dapat

diselesaikan sebagaimana seharusnya.

e. Kompetensi

Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menjalankan

pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik. Kompetensi

memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang berkaitan dengan pekerjaan

yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

f. Motif

Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu,

tanpa dorongan motif untuk mencapai tujuan, kinerja tidak akan berjalan.

g. Peluang

Pekerja perlu mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan prestasi kerjanya.

Tugas mendapatkan prioritas lebih tinggi, mendapat perhatian lebih banyak, dan

mengambil waktu yang tersedia.


Dari beberapa indikator yang dikemukakan ahli tersebut, peneliti menggunakan

indikator kinerja menurut Dwiyanto dalam Pasolong dalam menilai kinerja

pengawasan pengelolaan limbah medis padat rumah sakit Abdul Moeloek dan

rumah sakit DKT yang dilaksanakan oleh BPPLH Kota Bandar Lampung.

Indikator ini digunakan oleh peneliti karena indikator ini lebih tepat jika dikaitkan

dengan fokus dan rumusan masalah penelitian, mulai dari Produktivitas, Kualitas

Layanan, Responsivitas, Responsibilitas dan Akuntabilitas. Dengan begitu akan

didapatkan hasil pengukuran kinerja organisasi yang lebih akurat. Berikut dapat

dilihat dibawah ini:

a. Indikator Produktivitas, yaitu tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi

juga mengukur efektifitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami

sebagai ratio antara input dengan output. Melalui indikator ini yang menjadi

ukuran adalah produktivitas yang dilakukan oleh Badan Pengelolaan dan

Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung untuk mengukur tingkat

efektivitas dan efisiensinya. Untuk melihat produktivitas yang dilakukan oleh

Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung dalam pengawasan

pengelolaan limbah medis padat rumah sakit Abdul Moeloek dan rumah sakit

DKT dapat dilihat dari input dan output.

b. Indikator Kualitas Layanan, yaitu cenderung menjadi penting dalam

menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif

yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan

publik terhadap kualitas. Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan

Hidup Kota Bandar Lampung dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat berupa pelayanan pengaduan akibat pencemaran lingkungan yang


berasal dari limbah medis padat RSUDAM dan RS DKT yang merugikan

masyarakat sekitar. Dalam konteks ini pelayanan yang di berikan oleh Badan

Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung

kepada masyarakat sudah memenuhi kepuasan masyarakat atau sebaliknya.

c. Indikator Responsivitas, yaitu kemampuan birokrasi untuk mengenali

kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan

mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan

masyarakat dan aspirasi masyarakat. Responsivitas yang dilaksanakan oleh

Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Bandar

Lampung adalah pelaksanaan kegiatan dalam bidang pengawasan pengelolaan

limbah medis padat rumah sakit Abdul Moeloek dan rumah sakit DKT.

d. Indikator Responsibilitas, yaitu menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan

birokrasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang

benar dengan kebijakan birokrasi, baik yang eksplisit maupun implisit.

Responsibilitas pada Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup

dalam pengawasan pengelolaan limbah medis padat rumah sakit Abdul

Moeloek dan rumah sakit DKT yaitu dalam melaksanakan kegiatan

pengawasan yang ditugaskan oleh pemerintah pusat sesuai dengan ketentuan

prinsip-prinsip administrasi yang benar dengan kebijakan birokrasi.

e. Indikator Akuntabilitas, yaitu menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan

kegiatan birokrasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh

rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih

oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu memperioritaskan kepentingan

publik. Kinerja birokrasi publik seperti Badan Pengelolaan dan Pengendalian


Lingkungan Hidup Namun sebaliknya kinerja harus dilihat dari ukuran

eksternal, seperti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Suatu kegiatan birokrasi publik dikatakan memiliki akuntabilitas yang tinggi

kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang

berkembang dalam masyarakat.

2.1.7.Peningkatan Kinerja

Upaya peningkatan kinerja karyawan merupakan salah satu faktor utama

bagi perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan. Ada beberapa faktor yang

dapat meningkatkan kinerja karyawan, diantaranya: gaji, lingkungan kerja, dan

kesempatan berprestasi. Dengan gaji, lingkungan kerja, dan kesempatan

berprestasi diharapkan mampu meningkatkan kemampuan dan keterampilan

pegawai dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan perusahaan. Kinerja

menunjukkan kemampuan karyawan meningkatkan produktivitas kerjanya, dapat

diartikan atau dirumuskan sebagai perbandingan antara keluaran (output) dengan

masukan (input). Hasibun (2003:126). Apabila produktivitas naik hanya

dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi (waktu, bahan, tenaga), dan

sistem kerja, teknik produksi, dan adanya peningkatan keterampilan tenaga kerja.

Seperti telah dikutip di atas bahwa kinerja setiap orang dipengaruhi oleh tiga

faktor, yaitu: a. Kompetensi individu, meliputi: Kemampuan dan keterampilan:

kebugaran fisik dan kesehatan jiwa, pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja

dan motivasi dan etos kerja: bekerja sebagai tantangan dan memberi kepuasan, b.

Dukungan organisasi, meliputi: Pengorganisasian, penyediaan sarana dan

prasarana kerja, pemilihan teknologi, kenyamanan lingkungan kerja, serta kondisi

dan syarat kerja, c. Dukungan manajemen, meliputi: Mengoptimalkan


pemanfaatan keunggulan dan potensi kerja, Mendorong pekerja untuk terus

meningkatkan kemampuan, Membuka kesempatan yang luas bagi pekerja untuk

meningkatkan kemampuan, Membantu pekerja dalam kesulitan melaksanakan

tugas, Membangun motivasi kerja, disiplin kerja dan etos kerja, yaitu:

menciptakan variasi penugasan, membuka tantangan baru, memberikan

penghargaan dan insentif, membangun komunikasi dua arah.

2.2.Pendapatan

2.2.1.Kinerja Keuangan

Penilaian kinerja keuangan suatu perusahaan merupakan hal yang sangat

membantu terhadap suatu keputusan yang diambil karena kinerja keuangan akan

menunjukkan seberapa hasil suatu perusahaan dalam menjalankan roda usahanya.

Penilaian kinerja keuangan terhadap RS Bogor Medical Center ini dilakukan

melalui analisis laporan keuangan. Laporan keuangan yang digunakan adalah

neraca dan laporan laba rugi. Neraca adalah laporan sistematis tentang aktiva,

hutang serta modal dari suatu perusahaan pada saat tertentu yang bertujuan untuk

menunjukan posisi keuangan suatu perusahaan pada suatu tanggal tertentu,

biasanya pada waktu di mana buku- buku ditutup dan ditentukan sisanya pada

suatu akhir tahun fiskal atau tahun kalender, sehingga neraca sering disebut

dengan balanced sheet. Sedangkan laporan rugi laba adalah suatu laporan

sistematis tentang penghasilan biaya, laba rugi yang diperoleh oleh suatu

perusahaan selama periode tertentu.

Melalui analisis laporan keuangan perusahaan dengan menggunakan analisis

rasio dapat diketahui informasi mengenai kinerja keuangan serta faktor–faktor


yang mempengaruhi. Adapun indikator penilaian kinerja pelayanan rawat inap

(aspek non keuangan) yang digunakan yaitu BOR, ALOS, TOI, dan BTO.

Indikator finansial dan non–finansial ini belum diketahui seberapa jauh hubungan

diantara keduanya. Apakah jika Indikator pelayanan meningkat akan diikuti

dengan peningkatan dari segi pendapatan ataukah sebaliknya.

Secara ringkas, dalam kerangka pemikiran penulisan ini akan membahas

hubungan dan pengaruh dua indikator yang berbeda antara finansial dan non–

finansial.

Menurut Bastian (2006) menjelaskan bahwa : “Kinerja adalah gambaran tingkat

pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/ kebijaksanaan dalam

mewujudkan sasaran, tujuan misi dan visi organisasi yang tertuang dalam

perumusan skema strategi (strategic planning) suatu organisasi”. Jadi kinerja

adalah suatu alat yang digunakan untuk mengetahui kesehatan suatu perusahaan,

alat utamanya untuk mengetahui sehatnya suatu perusahaan adalah laporan

keuangan.

Menurut Mahsun (2006), kinerja keuangan menjelaskan bahwa: “kinerja

merupakan suatu manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas

pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Dapat disimpulkan bahwa kinerja

diukur dengan cara : (a) menentukan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi, (b)

merumuskan indikator dan ukuran kinerja, (c) mengukur tingkat ketercapaian

tujuan dan sasaran-sasaran organisasi, (d) evaluasi kerja.”

Definisi kinerja keuangan menurut Sawir (2003) menjelaskan bahwa: “Kinerja

keuangan merupakan suatu proses atau perangkat proses untuk mengetahui

kondisi keuangan perusahaan, dengan cara pengambilan keputusan secara rasional


dengan menggunakan alat-alat analisis tertentu.” Analisis kinerja keuangan ini

dapat dilakukan baik oleh pihak eksternal maupun pihak internal perusahaan.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa kinerja

keuangan merupakan prestasi yang dihasilkan atau yang dicapai oleh suatu

perusahaan dibidang keuangan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan

tingkat kesehatan perusahaan pada bidang tersebut.

2.2.2.Laporan Keuangan

2.2.2aPengertian Laporan Keuangan

Untuk membahas manajemen keuangan, tidak bisa terlepas dari laporan

keuangan. Kondisi keuangan suatu perusahaan akan dapat diketahui dari laporan

keuangan perusahaan yang bersangkutan, oleh karena itu perlu pembahasan

singkat mengenai laporan keuangan. Kasmir (2008) berpendapat bahwa:

“Laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan

perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu”. Menurut Sutrisno

(2007) laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi yang

meliputi dua laporan utama, yakni (1) Neraca dan (2) Laporan Laba-Rugi.

Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu laporan

keuangan merupakan informasi yang penting bagi berbagai pihak yang

berkepentingan dengan perusahaan yang bersangkutan, dan merupakan suatu

produk akhir dari proses kegiatan–kegiatan akuntansi dalam suatu usaha serta

dapat dijadikan sebagai bahan penguji dalam pengerjaan menganalisis pembukuan

dan menilai posisi keuangan suatu perusahaan pada periode tertentu, karena berisi
semua informasi tentang keadaan keuangan serta hasil-hasil yang telah dicapai

perusahaan.

Laporan keuangan yang disusun oleh manajemen menurut Baridwan (2004)

biasanya terdiri dari:

a. Neraca yaitu laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu perusahaan

pada tanggal tertentu. Keadaan keuangan ini ditunjukkan dengan jumlah harta

yang dimiliki yang disebut aktiva dan jumlah kewajiban perusahaan yang

disebut pasiva.

b. Laporan laba rugi yaitu laporan yang menunjukkan hasil usaha dan biaya–

biaya selama periode akuntansi. Laporan rugi laba kadang- kadang disebut

laporan penghasilan atau laporan pendapatan dan biaya merupakan laporan

yang menunjukkan kemajuan keuangan perusahaan dan juga tali penghubung

dua neraca yang berurutan.

c. Laporan perubahan modal, yaitu laporan yang menunjukkan sebab- sebab

perubahan modal dari jumlah awal periode menjadi jumlah modal pada akhir

periode.

d. Laporan perubahan posisi keuangan (Statement of changes in financial

position), menunjukkan arus dana dan perubahan-perubahan dalam posisi

keuangan selama tahun buku yang bersangkutan.

Pada dasarnya laporan keuangan yang utama terdiri dari neraca dan laporan laba

rugi. Sedangkan laporan keuangan lainnya seperti laporan perubahan modal,


laporan arus kas, laporan sebab-sebab perubahan laba kotor serta daftar-daftar

lainnya hanya merupakan laporan pelengkap yang sifatnya memberikan

penjelasan lebih lanjut. Dua jenis laporan keuangan yang sering dipakai adalah

Neraca (Balance Sheet) dan Laporan Laba Rugi (Income Statement).

2.2.2bTujuan Laporan Keuangan

Menurut Sutrisno (2007) laporan keuangan disusun dengan maksud untuk

menyediakan informasi keuangan suatu perusahaan kepada pihak-pihak yang

berkepentingan sebagai bahan pertimbangan di dalam mengambil keputusan.

Pihak-pihak yang berkepentingan tersebut antara lain manajemen, pemilik,

kreditor, investor dan pemerintah. Kasmir (2008) memiliki beberapa tujuan

pembuatan atau penyusunan laporan keuangan yaitu:

a. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta) yang dimiliki

perusahaan pada saat ini.

b. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal yang

dimiliki perusahaan pada saat ini.

c. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang diperoleh

pada suatu periode tertentu.

d. Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang dikeluarkan

perusahaan dalam suatu periode tertentu.

e. Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada aktiva,

pasiva, dan modal perusahaan.

f. Memberikan informasi tentang kinerja perusahaan dalam suatu periode.


g. Memberikan informasi tentang catatan-catatan atas laporan keuangan.

Informasi keuangan lainya.

Jadi, dengan memperoleh laporan keuangan suatu perusahaan, akan dapat

diketahui kondisi keuangan secara menyeluruh.

2.2.2c Pihak yang berkepentingan terhadap Laporan Keuangan

Penyajian Laporan Keuangan serta analisisnya akan sangat berguna bagi

pihak-pihak tertentu yang berhubungan langsung dengan perusahaan. Pihak -

pihak yang dimaksud tersebut adalah:

a. Pemilik Perusahaan

Pemilik perusahaan berkepentingan terhadap Laporan Keuangan untuk dapat

menilai sukses atau tidaknya para manajer yang diberi kepercayaan untuk

mengendalikan dan memimpin perusahaannya.

b. Manajemen Perusahaan

Dengan diterbitkannya Laporan Keuangan, manajemen perusahaan dapat

mengetahui posisi keuangan perusahaan serta dapat menyusun suatu rencana dan

kebijaksanaan yang lebih baik.

c. Investor, Bank ataupun Kreditor

Dengan membaca Laporan Keuangan yang diterbitkan perusahaan, mereka dapat

menentukan prospek keuntungan perusahaan di masa

datang, mengetahui jaminan investasinya serta kemampuannya dalam

mengembalikan pinjaman.

d. Pemerintah
Pemerintah berkepentingan dengan Laporan Keuangan terutama untuk

menentukan besarnya pajak serta masalah tenaga kerja dan kebijaksanaan lain

yang dapat menunjang pertumbuhan perekonomian nasional.

e. Karyawan

Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakilinya tertarik terhadap laporan

keuangan berkaitan dengan stabilitas dan profitabilitas perusahaan selain juga

untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, manfaat

pensiun dan kesempatan kerja.

f. Pelanggan

Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup

perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang

dengan, atau tergantung pada perusahaan.

g. Masyarakat

Perusahaan mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara dan melalui

laporan keuangannya perusahaan dapat membantu masyarakat dengan

menyediakan informasi kecenderungan ( trend ) dan perkembangan terakhir

kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.

h. Pemasok dan kreditor usaha lainnya

Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi yang

memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terhutang akan

dibayar pada saat jatuh tempo. Kreditor usaha berkepentingan terhadap

perusahaan dalam tenggang waktu yang lebih pendek dibanding kreditor.


2.2.2d Analisis Laporan Keuangan

Dalam menganalisis dan menilai posisi keuangan dan potensi atau kemajuan

perusahaan, faktor yang paling utama untuk mendapatkan perhatian adalah:

a. Likuiditas yaitu menunjukan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi

kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi atau kemampuan

perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih.

b. Solvabilitas yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban

keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasikan baik kewajiban

keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.

c. Rentabilitas atau Profitabilitas adalah menunjukan kemampuan perusahaan

untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Rentabilitas diukur dengan

kesuksesan perusahaan dan kemampuan mempergunakan aktivanya secara

produktif dengan demikian rentabilitas perusahaan dapat diketahui dengan

memperbandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan

jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan tersebut.

d. Stabilitas usaha adalah menunjukan kemampuan perusahaan untuk melakukan

usahanya dengan stabil yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan

perusahaan untuk membayar kembali beban bunga atas hutang–hutangnya dan

akhirnya membayar kembali hutang–hutang tersebut tepat pada waktunya,

serta kemampuan perusahaan untuk membayar dividen secara teratur kepada

para pemegang saham tanpa mengalami hambatan atau krisis keuangan.

2.2.2e Metode dan Teknik Analisa Laporan Keuangan


Metode dan teknik analisa yang dipergunakan untuk menganalisa Laporan

Keuangan pada dasarnya bertujuan untuk menyederhanakan informasi keuangan

supaya dapat lebih dimengerti.

a)Metode Analisis Laporan Keuangan

Ada 2 (dua) metode analisis yang digunakan, yaitu:

a. Analisis Horisontal adalah analisa dengan mengadakan

pembandingan Laporan Keuangan untuk beberapa periode atau

beberapa saat, sehingga akan diketahui perkembangannya.

b. Analisis Vertikal yaitu apabila analisa hanya meliputi satu periode

atau satu saat saja.

b)Teknik Analisis Laporan Keuangan

Dalam melakukan analisis terhadap laporan keuangan diperlukan teknik-teknik

tersendiri yang secara khusus dapat memenuhi tujuan pihak-pihak yang

berkepentingan terhadapnya. Teknik analisis laporan keuangan tersebut dibedakan

menjadi 8 (delapan), yaitu:

a. Analisis Perbandingan Laporan Keuangan, adalah teknik analisis dengan cara

membandingkan laporan keuangan untuk dua periode atau lebih, dengan

menunjukkan data absolut atau jumlah-jumlah dalam rupiah, kenaikan atau

penurunan dalam jumlah rupiah, kenaikan atau penurunan dalam prosentase,

perbandingan yang dinyatakan dengan rasio atau prosentase dari total.

b. Analisis Trend, adalah suatu teknik analisa untuk mengetahui tendensi

keadaan keuangan, tetap, naik atau turun.

c. Common Zise Statement, adalah suatu metode analisa untuk mengetahui

prosentase investasi pada masing-masing aktiva terhadap total aktivanya, juga


untuk mengetahui struktur permodalannya dan komposisi perongkosan yang

terjadi dihubungkan dengan jumlah penjualnnya.

d. Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja, merupakan suatu analisis

untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan modal kerja atau untuk

mengetahui sebab-sebab berubahnya modal kerja dalam periode tertentu.

e. Analisis Sumber dan Penggunaan Kas (Cash Flow Statement Analysis),

adalah suatu analisis yang bertujuan untuk mengetahui sebab-sebab

berubahnya jumlah uang kas atau untuk mengetahui sumber-sumber serta

penggunaan uang kas selama periode tertentu.

f. Analisis Rasio, merupakan suatu metode analisis yang bertujuan untuk

mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca dan laporan laba

rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.

g. Analisis Perubahan Laba Kotor (Gross Profit Anlysis), adalah suatu analisis

untuk mengetahui sebab-sebab perubahan laba kotor suatu perusahaan dari

periode ke periode yang lain atau perubahan laba kotor suatu periode dengan

laba yang dianggarkan untuk periode tersebut.

h. Analisis Break-Even, yaitu analisis untuk menentukan tingkat penjualan yang

harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak menderita

kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan.

2.3.Analisis Rasio

Sesungguhnya, metode dan teknik manapun yang digunakan, kesemuanya

itu merupakan permulaan dari proses analisis yang diperlukan untuk menganalisis

laporan keuangan, dan setiap metode dan teknik analisis mempunyai tujuan yang
sama, yaitu untuk membuat agar data dapat lebih dimengerti sehingga dapat

digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan bagi pihak-pihak yang

membutuhkan. Namun, dalam penelitian ini pembahasan hanya akan difokuskan

pada analisis rasio saja, karena dalam prakteknya analisis ini lebih banyak

dipergunakan, hal ini disebabkan analisis rasio dapat mengungkapkan hubungan

dan sekaligus menjadi dasar pembandingan yang menunjukkan kondisi atau

kecenderungan yang tidak dapat dideteksi bila hanya melihat komponen-

komponen rasio itu sendiri.

Penerapan analisis rasio dalam hubungannya dengan keputusan yang diambil serta

penilaian atas perkembangan perusahaan, bertujuan untuk menilai efektifitas

keputusan yang telah diambil oleh perusahaan dalam rangka menjalankan

aktivitas usahanya serta seberapa besar perkembangan mengenai kekuatan dan

kelemahan perusahaan. Analisis ini mencakup analisa likuiditas, Leverage,

Aktivitas dan Profitabilitas (Harjito dan Martono, 2012):

2.3.1Rasio Likuiditas

Suatu analisis yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi

hutang jangka pendeknya.

Rasio likuiditas terdiri atas beberapa rasio, yaitu:

a. Current Ratio, yaitu perbandingan antara jumlah aktiva lancar dengan hutang

lancar. Rasio ini bertujuan untuk mengetahui kesanggupan perusahaan

memenuhi kewajiban jangka pendeknya karena rasio ini menunjukkan

seberapa jauh tuntutan atau tagihan dari para kreditur segera dapat berubah
menjadi tunai dalam periode yang sama dengan jatuh tempo hutang atau

tagihan tersebut.

b. Cash Ratio, yaitu rasio yang dihitung dari penjumlahan kas dan efek yang

dibagi dengan hutang lancar. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan

untuk membayar hutang yang harus segera dipenuhi dengan menggunakan kas

yang tersedia dalam perusahaan dan efek yang dapat segera diuangkan.

c. Quick (Acid Test) Ratio, yaitu rasio yang dihitung dengan menggunakan aktiva

lancar tanpa memperhitungkan persediaan dibagi dengan hutang lancar.

Persediaan merupakan unsur aktiva lancar yang paling tidak likuid dan unsur

tersebut seringkali merupakan kerugian jika terjadi likuiditas. Rasio ini untuk

mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar hutang yang harus segera

dipenuhi dengan aktiva lancar yang lebih likuid.

2.3.2 Rasio Leverage

a. Debt Ratio (Rasio Hutang) adalah rasio antara total hutang (total debt) dengan

total asset (total assets). Rasio hutang mengukur berapa persen asset

perusahaan yang dibelanjai dengan hutang.

b. Total Debt to Equity Ratio (Rasio Total Hutang Terhadap Modal Sendiri)

adalah perbandingan antara jumlah seluruh hutang baik jangka pendek

maupun jangka panjang dengan jumlah modal sendiri perusahaan. Bila nilai

rasio lebih besar dari satu, maka kemampuan modal sendiri untuk menjamin

hutang semakin rendah demikian pula sebaliknya.

2.3.3 Rasio Aktivitas


Suatu analisis yang mengukur efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber

daya yang dimiliki perusahaan.

Rasio aktivitas meliputi rasio-rasio:

a. Total Assets Turnover, adalah rasio yang mengukur kemampuan dana yang

tertanam dalam keseluruhan aktiva, berputar dalam satu periode tertentu atau

kemampuan modal yang ditanam untuk menghasilkan revenue. Semakin cepat

perputarannya yang ditunjukkan dengan angka rasio yang lebih besar adalah

semakin baik karena perusahaan dapat memanfaatkan total aktivanya dengan

efisiensi untuk menghasilkan penjualan.

b. Receivable Turnover, adalah rasio yang mengukur kemampuan dana yang

tertanam dalam piutang berputar pada periode tertentu. Perusahaan yang

mempunyai kesulitan dalam penagihan, berarti perusahaan mempunyai saldo

piutang yang besar dan rasio yang rendah. Sebaliknya, jika perusahaan

mempunyai kebijakan kredit dan prosedur penagihan yang baik, maka saldo

piutangnya rendah dan rasionya tinggi.

c. Average Collection Periode, adalah rasio yang memberikan gambaran tentang

berapa periode rata-rata yang diperlukan untuk mengumpulkan piutang.

d. Inventory Turnover, adalah rasio yang mengukur kemampuan dana yang

tertanam dalam persedian berputar pada suatu periode tertentu.

2.3.4Rasio Profitabilitas

Suatu alat yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk

memperoleh laba selama periode tertentu. Rasio profitabilitas terdiri atas:


a. Gross Profit Margin, adalah rasio yang mengukur ukuran persentase dari hasil

sisa penjualan sesudah perusahaan membayar harga pokok penjualan. Semakin

tinggi rasio ini, semakin baik dan secara relative semakin rendah haga pokok

barang yang dijual dan mengukur efisiensi pengendalian harga pokok atau

biaya produksinya, mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk

berproduksi secara efisiensi.

b. Net Profit Margin, adalah rasio yang mengukur keuntungan neto per rupiah

penjualan.

c. Rate of Return on Investment ( ROI ), adalah rasio yang mengukur

kemampuan modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk

menghasilkan keuntungan neto. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan kondisi

perusahaan yang semakin baik.

d. Rate of Return on Net Worth (ROE), adalah rasio yang mengukur kemampuan

modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan.

2.4.Rumah Sakit

Rumah sakit yang dalam bahasa Inggris disebut Hospital, berasal dari

bahasa latin yaitu Hospitium dikenal juga dengan nama ZH atau Zieken Huis yang

dalam bahasa Belanda artinya rumah orang sakit.

Beragam pengertian rumah sakit diantaranya :

a. UU RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan :

Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan

untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif,


kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,

dan/atau masyarakat.

b. Perhimpunan RS seluruh Indonesia (PERSI) :

Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang telah ditentukan dan

diatur oleh peraturan perundang-undangan Negara RI.

2.4.1Jenis Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan tingkatannya menurut UU RI No. 36 tahun 2009 tentang

kesehatan, pelayanan kesehatan dibagi menjadi 3, yaitu:

a. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan

b. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat kedua adalah pelayanan

kesehatan yang diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan spesialistik

c. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah pelayanan

kesehatan yang diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan sub spesialistik.

Dalam memberikan pelayanan yang baik dan bermutu, rumah sakit harus

mempunyai sejumlah biaya yang memadai dan biaya ini menjadi masalah dan

tantangan rumah sakit yang harus disikapi dengan cermat oleh pihak manajemen

(Jacobalis, 2000).

Tantangan dalam menghadapi perubahan dilingkungan dalam adalah

ketidaksiapan SDM, keterbatasan sarana dan prasarana, buruknya sistem yang ada

dan keterbatasan biaya sedangkan faktor luarnya adalah pengaruh pemilik, pasar

yang berubah–ubah, melemahnya kepercayaan pasar terhadap produk dan

menurunnya kepercayaan pemasok. Selain tantangan keuangan, tantangan rumah

sakit lainnya adalah adanya kenaikan harga, laju inflasi yang meningkat yang
antaralain disebabkan oleh kenaikan gaji, kenaikan permintaaan, transisi

epidemiologis, kemajuan ilmu dan teknologi dan perubahan pola pelayanan

kesehatan. (Feldstein, 1993)

2.4.2 Indikator Pelayanan Rumah Sakit

Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui

tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-

a. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur).

BOR menurut Huffman (1994) adalah “the ratio of patient service days to

inpatient bed count days in a period under consideration”. Sedangkan menurut

Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan

waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat

pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal adalah

antara 60- 85% (Depkes RI, 2005).

b. ALOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat). ALOS

menurut Huffman (1994) adalah “The average hospitalization stay of inpatient

discharged during the period under consideration”. ALOS menurut Depkes RI

(2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping

memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran

mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal

yang perlu pengamatan yang lebih lanjut.

Secara umum nilai ALOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes,2005).

c. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran).


TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak

ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan

gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong

tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.

d. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur).

BTO menurut Huffman (1994) adalah “...the net effect of changed in occupancy

rate and length of stay”. BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi

pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam

satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata

dipakai 40-50 kali/ Tahun.

e. NDR (Net Death Rate)

NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 2 x 24 jam atau 48 jam

setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan

gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.

f. GDR (Gross Death Rate)

GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000

penderita keluar.

Dengan kemajuan ilmu dan teknologi pula, pendekatan peningkatan mutu pada

saat ini lebih dikaitkan dengan penilaian outcome dari pelayanan. Kinerja rumah

sakit merupakan suatu dimensi utama dari mutu pelayanan RS, untuk menilai

kinerja rumah sakit diperlukan indikator. Menurut Departemen Kesehatan RI

tahun 2005 tentang indikator kinerja rumah sakit, terdapat 6 (enam) indikator

yaitu BOR (Bed Occupancy Rate), ALOS (Average Length of Stay), TOI (Turn
Over Interval), BTO (Bed Turn Over), NDR (Net Death Rate), dan GDR (Gross

Death Rate). NDR dan GDR bertujuan untuk menggambarkan angka kematian,

sehingga hanya memberikan gambaran pelayanan mutu di rumah sakit.

Untuk mengetahui tingkat hunian pasien digunakan analisa Bed Occupancy Rate

(BOR), dampak dari perkembangan BOR yang rendah berakibat kepada

rendahnya pendapatan jasa perawatan. Rendahnya jasa perawatan mempengaruhi

secara keseluruhan pendapatan rumah sakit. Sehingga dalam memandang dan

menilai perkembangan serta kemajuan suatu rumah sakit tidak hanya dengan cara

menganalisis dari aspek non finansial saja, tetapi juga harus dilihat dari aspek

finansial.

Salah satu rumah sakit swasta di Bogor yang harus mempertahankan eksistensinya

yaitu rumah sakit Bogor Medical Center yang berdiri sembilan tahun lalu oleh

beberapa dokter spesialis di bogor.


Pengembangan Model Instrumen Penilaian Kinerja Dokter

Spesialis Obsgyn Melalui Analisis Kinerja di Rumah Sehat Ibu

Dan Anak Budi Kemuliaan

PENDAHULUAN

Dokter di suatu rumah sakit merupakan pemimpin bagi setiap pelayanan yang

diberikan kepada pasien (Whiteetal,2010),sehinggamutupelayanankesehatan yang

diberikan rumah sakit sangat tergantung pada mutu pelayanan medis yang

diberikan oleh seorang dokter yang bekerja di rumah sakit tersebut.

TheJointCommissiononAccreditationofHealthcare Organization (JCAHO) dalam

risetnya mengatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

adequatestaffingdenganoutcomeklinis(Lovern2001, dalam Fried 2008). Dengan

pengelolaan/manajemen SDM medis (Dokter) yang adekuat diharapkan rumah

sakit dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan memenangkan

kompetisi. (Fried et al, 2008). Salah satu kegiatan manajemen sumberdaya


manusia adalah manajemen kinerja dengan kegiatan utama melakukan penilaian

kinerja.

Penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya sumberdaya manusia dalam

suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja (Kemenkes, 2009). Dalam

proses penilaian kinerja terlebih dahulu harus dilakukan pembuatan instrumen

penilaian kinerja yang berisi kriteria-kriteria penilaian kinerja yang spesifik/key

performance indicators sehingga kinerja dapat diukur dengan tepat. Kriteria

penilaian kinerjaini haruslah berhubungan dengan pekerjaan dan relevan dengan

kebutuhan organisasi (Fried, et al, 2008). Proses penilaian kinerja dengan

menggunakan instrumen penilaian kinerja individu yang efektif mampu secara

obyektif dan akurat memberikan gambaran mengenai kinerja individu.

Proses penilaian kinerja dokter sebagai tenaga profesional utama di rumah sakit

harus dilakukan secara realistis, obyektif dan berbasis bukti serta spesifik sesuai

spesialisasi dan atau prosedur spesifik (The Joint Commission, 2011). Penilaian

kinerja dokter bertujuan untuk memahami kekurangan dari kinerja yang telah

dilakukan sehingga dapat membuka ruang bagi improvement atau perbaikan

terhadap mutu dan efisiensi rumah sakit, untuk keperluan pemberian insentif dan

program rewards serta value-based purchasing strategies (Smallwood, 2006).

Rumah Sehat Ibu dan Anak (RSIA) Budi Kemuliaan adalah rumah sakit khusus

tipe B yang terdiri dari 274 tempat tidur dan sudah beroperasional sejak hampir

100tahun yanglalu.RSIA Budi Kemuliaan memiliki perhatian yang sangat besar

dalam kualitas pelayanan kesehatan yang diberikannya kepada pasien. Sebagian

besar dokter spesialis di RSIA Budi

KemuliaanadalahDokterSpesialisObsgynsebanyak 11 orang (32%) dari 34 dokter


spesialis yang ada dan semua Dokter Spesialis Obsgyn merupakan dokter purna

waktu . Kasus kebidanan dan ginekologi juga merupakan kasus terbanyak yang

ditangani di RSIA Budi Kemuliaan sebesar 59% dari jumlah pasien rawat jalan

dan sebesar 45,6% dari jumlah pasien rawatinap.Karenahal-hal tersebut diatas

maka kinerja Dokter Obsgyn memegang peranan penting dalam mempengaruhi

kinerja RSIA Budi Kemuliaan secara keseluruhan. Walaupun RSIA Budi

Kemuliaan mulai tahun 2010 mulai melakukan uji coba dan menerapkan sistem

penilaian kinerja sebagai sistem pemberian kompensasi atas hasil kinerja yang

sangat baik, tapi penilaian kinerja dokter belum dilakukan.

BerdasarkanwawancaradenganDirekturRSIABudi Kemuliaan didapatkan data

bahwa RSIA Budi Kemuliaan belum memiliki dan membutuhkan instrumen

penilaian kinerja yang efektif sebagai dasar melakukan penilaian kinerja bagi

Dokter pada umumnya dan Dokter Spesialis Obsgyn pada khususnya sebagai

bagian dari proses peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan

kepada pasien. Bagaimana cara menilai kinerja Dokter Spesialis Obsgyn, yang

merupakan sumberdaya dokter terbesar, dengan menggunakan instrumen

penilaian kinerja yang sesuai untuk RSIA Budi Kemuliaan merupakan rumusan

masalah penelitian kali ini.

Penelitian ini ditujukan untuk menyusun model instrumen penilaian kinerja

Dokter Spesialis Obsgyn yang sesuai untuk RSIA Budi Kemuliaan, dengan tujuan

khusus berupa :

a. Mengidentifikasi komponen-komponen yang diperlukan untuk penyusunan

model instrumen penilaian kinerja Dokter Spesialis Obsgyn yang sesuai untuk

RSIA Budi Kemuliaan.


b. Mengembangkan rancangan model instrumen penilaian kinerja untuk Dokter

Spesialis Obsgyn yang berisi indikator kinerja kunci individu yang

berhubungan dengan pekerjaan dan relevan dengan kebutuhan RSIA Budi

Kemuliaan.

c. Memantapkan rancangan model instrumen penilaian kinerja Dokter Spesialis

Obsgyn yang sesuai untuk RSIA Budi Kemuliaan melalui uji coba dan

evaluasi.

TINJAUAN PUSTAKA

Dokter disuatu rumah saki tmerupakan ujun gtombak pelayanan dan pemimpin

bagi setiap pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien, sehingga proses

penilaian kinerja dokter harus menjadi agenda bagi setiap rumah sakit sebagai

bagian dari proses pengendalian mutu pelayanan kesehatan pasien (White et al,

2010). Proses evaluasi kinerja dokter sebagai tenaga profesional utama di rumah

sakit harus dilakukan secara realistis, obyektif dan berbasis bukti serta spesifik

sesuai spesialisasi dan atau prosedur spesifik (The Joint Commission, 2011).

Penilaian kinerja dokter bertujuan untuk memahami kekurangan dari kinerja yang

telah dilakukan sehingga dapat membuka ruang bagi improvement atau perbaikan

terhadap mutu/kualitas dan efisiensi rumah sakit, untuk keperluan pemberian

insentif dan program rewards serta value-based purchasing strategies ( Fried,

2008; Smallwood, 2006). Melakukan penilaian kinerja meliputi 3 (tiga) aktivitas


utama yaitu memilih indikator, menetapkan standar, dan mengumpulkan data

untuk dianalisa (Gambone, 2008, dalam Rayburn, 2008). Organisasi kesehatan,

dalam hal ini rumah sakit, sangatlah penting untukmemiliki instrumen penilaian

kinerja yang efektif bagi tenaga kerja profesional (Ilyas, 2012).

Council of Medical Specialty Societies (CMSS) memberikan pernyataan bahwa

penilaian kinerja dokter bermanfaat untuk memberikan informasi dan perubahan

pembayaran insentif yang pada akhirnya akan memperbaiki pelayanan kesehatan

yang diberikan oleh dokter, dimana keterlibatan dokter menjadi kunci utama

keberhasilannya. Rumah sakit diharapkan untuk melakukan penilaian kinerja

dokter dengan menggunakan instrumen penilaian kinerja yang terstandarisasi, hal

ini terutama dikaitkan dengan pola pembayaran dari payer yang memaksa rumah

sakit memberlakukan sistem payforperformance dan adanya peningkatan demand

dari masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi (Smallwood,

2006).

Pendekatan yang biasa dilakukan dalam menilai kompetensi dan kinerja dokter

adalah (1) pemberian surat ijin praktek dan kredentialing : validasi terhadap

penilaian kompetensi dilakukan secara rutin oleh pemerintah dan penilai medis

lainnya; (2) physician profiling: biasanya dilakukan berdasarkan review terhadap

rekam medis, sarana dan prasarana dan kebijakan operasional; (3) penilaian

kinerja klinis : penilaian terhadap kuantitas pelayanan kesehatan yang diberikan

Dokter kepada pasien; (4) proprietary performance appraisal system : penilaian

kuantitas dan kualitas terhadap perilaku kerja dan hasil/output pelayanan yang

diberikan Dokter, yang biasanya didesain secara spesifik oleh rumah sakit (Labiq,

2009).
Data yang dipakai untuk menilai kinerja dokter bisa didapatkan dari berbagai

sumber diantaranya rekam medis, survey pelanggan/pasien, hasil tes, laporan

kinerja rumah sakit, dan data adminstratif. Gold standard sumber data adalah dari

rekam medis tapi dengan syarat rekam medis yang ada harus memiliki data yang

akurat dan lengkap. Solusi bagi akurasi dan kelengkapan data yang ada didalam

rekam medis adalah dengan penggunaan elektronic health care record (EHR). Saat

ini The Office of the National Coordinator of Health Information Technology

(ONCHIT) tengah mengembangkan EHR yang mampu mengakomodir kebutuhan

praktik dokter sehingga mampu memberikan data yang akurat dan lengkap.

Selama belum ada EHR yang akurat dan lengkap, maka sumber data untuk

kepentingan penilaian kinerja dokter yang paling cost effective saat ini bisa

diperoleh dari data administratif rumah sakit (PBGH, 2005).

TheAmericanCollegeofPhysicianmerekomendasikan bahwa untuk kepentingan

pay for performance sebaiknya menggunakan data yang valid dan reliabel serta

terhindar dari faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol oleh Dokter seperti

kepatuhan pasien terhadap nasihat medis (Terry, 2005 dalam Rayburn, 2008).

Menggunakan survey kepuasan pasien sebagai dasar pemberian insentif dirasa

kurang etis karena datanya kurang valid.

JCAHO’s pada tahun 2007 menetapkan standar bagi penilaian kompetensi dokter

yang berupa kerangka kerja penilaian kompetensi berdasarkan 6 (enam) kategori

kompetensi dasar yang dikenal sebagai 6 (enam) kerangka kerja kompetensi dasar

dokter (six competencies to evaluated medical doctor performance) yaitu:

(Smallwood, 2006; TJC, 2011) Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 2

Nomor 2
a. Patient care: seorang dokter harus mempertimbangkan pelayanan yang penuh

kasih sayang, tepat dan efektif dalam memberikan pelayanan yang berorientasi

kepada pasien baik yang bersifat promotif, preventif , kuratif maupun

diakhirkehidupannya. Penilaian terhadapmasing- masing elemen diantaranya :

Kasih sayang: kemampuan berkomunikasi, contohpemberianinformedconsent

Ketepatan pelayanan: berhubungan dengan

prosespelayanandiantaranyatepatdiagnosa,tepat pemberian obat, dan lain-lain,

contoh pemberian angiotensin converting enzyme inhibitors pada

pasienpulangdengangagaljantung

Efektif:berhubungandenganoutcomepelayanan, contohangkakematian

b. Medical/clinical knowledge: seorang dokter harus memiliki pengetahuan

tentang biomedik, klinik dan ilmu sosial lainnya yang diperlukan untuk upaya

mengembangkan dan menerapkan pengetahuan- pengetahuan tersebut dalam

memberikan pelayanan kepada pasien dan atau dalam memberikan edukasi

kepada pasien dan masyarakat. Melakukan penilaian elemen ini pada dokter

yang telah mendapatkan sertifikatbukanlahhalyangmudah.

c. Practice based learning and improvement: seorang dokter harus bisa

menggunakan bukti-bukti ilmiah dan metodologi ilmiah dalam melakukan

investigasi, evaluasidanmeningkatkanpelayananyangdiberikan. Melakukan

penilaian elemen ini juga sangat sulit dan harus memiliki kesesuaian dengan

masing-masing spesialisasikedokteran.

d. Interpersonal and communication skills: seorang dokter harus memiliki

kemampuan komunikasi terapeutik. Penilaian terhadap elemen ini dilakukan


melalui survey kepuasan pelanggan atau pasien dan

surveyterhadapstaflainnyadirumahsakit.

e. Profesionalism:seorangdokterdiharapkanmenunjukkan perilaku yang

mencerminkan komitmen terhadap suatu

pengembanganprofesionalitas,etika,sensitifitasterhadap perbedaan, dan

tanggung jawab terhadap pasien, profesi kedokteran yang dimilikinya dan

masyarakat. Penilaian terhadap elemen ini dilakukan melalui

adanyakejadianpelanggarankodeetikkedokteran.

f. System-based practice: seorang dokter diharapkan memiliki pemahaman

tentang sistem pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sistem kesehatan.

Penilaian terhadap elemen ini dilakukan melalui penilaian terhadap kerjasama

tim, kemampuan

koordinasi antar level pelayanan, contoh ketepatan utilisasitransfusidarah,

Dalam Standars BoosterPak yang dikeluarkan The Joint Commission (TJC, 2011)

diterangkan elemen-elemen kinerja yang bisa dijadikan dasar pembuatan

instrumen penilaian kinerja dokter berdasarkan 6 kerangka kerja

kompetensidoktertersebutdiatas,diantaranya:

Kriteriapenilaian kinerjaharus realistis dan berdasarkan

padaevidencebased(contoh:operasi kembali,tingkat infeksi pasca operasi)

Adanyatrigger/pemicu yang menunjukkan penilaian kinerja perlu segera

dilakukan. Pemicu adalah hasil kerja yang tidak diharapkan seperti adanya

peningkatan angka kejadian yang tidak diharapkan (KTD), sentinel event,


peningkatan angka kejadian infeksi nosokomial, peningkatan average lengths of

stay, readmission untuk penyakit atau masalah yang sama, jumlah penggunaan

alat penunjang diagnostic dan terapi yang tidak diperlukan, tidak mengikuti

panduan praktik klinik, clinical pathway dan juga standar prosedur operasional

yangtelah ditetapkan, peningkatan angka kejadian return to surgery,dan lain-lain.

Kriteria penilaian kinerja harus didasarkan pada spesialisasi dan atau prosedur

spesifik dan obyektif

Kriteria“zero”:

oTidakadareturnstotheOR

oTidakadakomplikasi

oTidakadakomplainpasien

oTidakadainfeksi

Terdapat 7 (tujuh) elemen atau tahap yang dapat

dilakukandalammeningkatkandanmempertahankan quality improvement

(perbaikan kualitas) dan juga program patient safety dalam bidang obstetri dan

ginekologi. Ketujuh tahap ini merupakan bagian dari Quality Improvement in

Women’s Health Care yang dipublikasikan dalam ACOG (American College of

Obstetricians and Gynecologists) (Gambone, 2008, dalam Rayburn, 2008).

7 (tujuh) tahap perbaikan kualitas dari ACOG adalah sebagai berikut :

Getting Organizaed

Identifying Priorities

Measuring Performance

oSelect Quality Indicators

oEstablish Standards
oGather and Analyze Data

Identifiying Opportunities for Improvement

Identifying Breaches of the Standard of Care

Taking Action and Making Changes for Improvement

Ongoing Monitoring of Results

Gambone (2008, dalam Rayburn, 2008) menyatakan bahwa indikator penilaian

kinerja berbasis kualitas meliputimedicalevent,prosedurmedisatautesmedis,

penegakan diagnosa, atau suatu outcome dari pelayanan yang dinilai penting. The

IOM (Institute of Medicine) menyarankan agar indikator kinerja kunci yang

dipilih memenuhi kriteria “SMART” yaitu specific, measurable, acceptable,

reasonable dan time-framed (Gambone, 2008, dalam Rayburn, 2008).

Berikut beberapa contoh IKKI yang dapat dipakai untuk merumuskan instrumen

penilaian kinerja Dokter Spesialis Obsgyn : (TJC, 2011; Sutoto,_; WHO, 2007)

Penilaian kinerja umum :

oKelengkapan pengisian rekam medis

oTidak menggunakan singkatan dalam penulisan rekam medis

oALOS

oTerapi sesuai formularium

oJumlahdantipetindakanmedisyangdilakukan

oRe-operasi

oReadmissionuntukpenyakityangsamadalam 7 hari

oKembali ke ICU < 72 jam

oKejadian infeksi nosokomial


oKonsul ke spesialis lainnya dilakukan atas indikasi yang tepat

oJumlah kasus dirujuk

oMorbidity

oMortalitydalam 24jam dan 48 jam

oKomplain dan kepuasan pasien

oBerperilaku secara profesional

Penilaian kinerja spesifik :

oGinekologi :

Penggunaan terapi konservatif sebelum tindakan histerektomi

Kerusakan ureteral atau visceral selama operasi

Jumah LOS setelah histerektomi > 4 hari

oObstetri :

Jumlah tindakan Sectio Cesaria

Dalam menetapkan standar penilaian kinerja, Kementerian Kesehatan melalui

Peraturan Menteri Kesehatan No 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan

Minimal telah menetapkan beberapa standar bagi pelayanan yang berhubungan

dengan spesialisasiobstetridan ginekologi yaitu : (Permenkes, 2008)

Kejadian kematian ibu karena persalinan akibat perdarahan(≤1%),pre

klampsi≤30%dansepsis

≤ 0,2%.

Pertolongan persalinan melalui seksio cesaria ≤ 20%


Pemberian pelayanan persalinan dengan tindakan operasi dilakukan oleh

Dokter SpOG, Dokter SpAdan Dokter SpAn.

Rata-rata pasien yang kembali ke perawatan intensif dengan kasus yang sama <

72 jam : ≤ 3%

Waktu tunggu operasi elektif : ≤ 2 hari

Kejadian kematian dimeja operasi :< 1%

Tidak adanya kejadian tertinggalnya benda asing/lain pada tubuh pasien setelah

operasi : 100%

Indikator standar pelayanan minimal dalam Permenkes tersebut diatas digunakan

untuk menilai kinerja rumah sakit. Indikator kinerja rumah sakit dapat dijadikan

dasar pemilihan IKKI bagi SDM rumah sakit terutama dokter bila rumah sakit

tersebut menganut metode penilaian kinerja MBO. Setiap rumah sakit dapat

mengembangkan instrumen penilaiankinerjaspesifikbagidokterdenganmengacu

kepada standar-standar yang telah ditetapkan diatas serta disesuaikan dengan visi

dan misi organisasi rumah sakitnya.

Anda mungkin juga menyukai