A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai pihak,
khususnya keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan yang
dikenal sebagai tri pusat pendidikan. Fungsi dan peranan tri pusat pendidikan itu, baik
sendiri maupun bersama-sama merupakan faktor penting dalam mencapai tujuan
pendidikan yakni membangun manusia seutuhnya serta menyiapkan sumber daya
manusia pembangunan yang bermutu.
Lingkungan merupakan salah satu unsur atau komponen pendidikan. Lingkungan itu
bermacam-macam yang satu dengan yang lain saling pengaruh mempengaruhi
berdasarkan fungsinya masing-masing dan kelancaran proses serta hasil pendidikan.
Sebagaimana pendidikan umumnya. Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang
universal dalam kehidupan manusia, baik dalam lingkungan keluaraga yaitu orang tua
sebagai pendidik di dalam keluarga dan guru di lingkunngan sekolah. Pengaruh serta
timbal balik pendidikan di sekolah, keluarga, dan masyarakat sangatlah penting
karena itu sangat menentukan kejiwaan serta tingkah laku anak didik dalam
kehidupan sehari-hari dan kehidupan sosial masyarakat. Pemahaman peranan
keluarga, sekolah dan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan akan sangat penting
dalam upaya membantu perkembangan peserta didik yang optimal.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari lingkungan dan lembaga pendidikan menurut Islam?
2. Apa saja jenis-jenis dari lingkungan dan lembaga pendidikan menurut Islam serta
peranannya masing-masing?
3. Apa saja bentuk-bentuk lembaga pendidikan dalam Islam?
C. Tujuan
1. Mendeskripsikan definisi dari lingkungan dan lembaga pendidikan menurut Islam.
2. mendeskripsikan jenis-jenis dari lingkungan dan lembaga pendidikan menurut
Islam.
3. Mendeskripsikan bentuk-bentuk lembaga pendidikan dalam Islam.
Adapun lingkungan yang dapat memberi pengaruh terhadap anak didik ini, dapat
dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Lingkungan yang acuh tak acuh terhadap agama.
Kadang-kadang anak mempunyai apresiasi unilistis. Untuk itu ada kalanya
berkeberatan terhadap pendidikan agama, dan ada kalanya menerima agar sedikit
mengetahui masalah itu.
2. Lingkungan yang berpegang teguh kepada tradisi agama, tetapi tanpa keinsafan
batin, biasanya lingkungan yang demikian itu menghasilkan anak-anak beragama
yang secara tradisional tanpa kritik, atau dia beragama secara kebetulan.
3. Lingkungan yang mempunyai tradisi agama dengan sadar dan hidup dalam
lingkungan agama.
Bagi lingkungan yang kurang kesadarannya, anak-anak akan menjunjung tempat-
tempat ibadah dan ada dorongan orang tua, tetapi tidak kritis dan tidak ada
bimbingan.[4]
1. Keluarga
Keluarga merupakan masyarakat alamiah yang pergaulan diantara anggotanya
bersifat khas. Di sini pendidikan berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan
tatanan pergaulan yang berlaku didalamnya, artinya tanpa harus diumumkan atau
dituliskan terlebih dahulu agar diketahui dan diikuti oleh seluruh anggota keluarga.
Suatu kehidupan keluarga yang baik, sesuai dan tetap menjalankan agama yang
dianutnya merupakan persiapan yang baik untuk memasuki pendidikan sekolah, oleh
karena itu melalui suasana keluarga itu tumbuh perkembangan efektif anak secara
“benar” sehingga ia dapat tumbuh dan berkembang secara wajar. Keserasian yang
pokok harus terbina adalah keserasian antara ibu dan ayah, yang merupakan
komponen pokok dalam setiap keluarga.
2. Asrama
Asrama sebagai lingkungan pendidikan memiliki ciri-ciri antara lain, sewaktu-waktu
atau dalam waktu tertentu hubungan anak dengan keluarganya menjadi terputus dan
waktu tertentu pula anak-anak itu hidup bersama anak-anak sebaya. Jenis dan bentuk
asrama dengan kepentingan dan tujuan dari pengadaannya sebagai berikut:
a. Asrama santunan yatim piatu sebagai tempat untuk menampung anak-anak yang
salah satu atau kedua orang tuanya meninggal.
b. Asrama tampungan dimana anak-anak di didik oleh orang tua angkat, karena orang
tuanya sendiri tidak mampu atau karena orang tuanya menitipkan pendidikan dan
pemeliharaan anak kepadanya.
c. Asrama untuk anak nakal atau mempunyai kelainan fisik atau mental, maupun
kedua-duanya, sehingga membutuhkan pendidikan khusus atau pendidikan luar biasa.
d. Asrama yang didirikan untuk tujuan-tujuan tertentu yang tidak mungkin dapat
dilakukan dalam pendidikan rumah maupun sekolah.
e. Asrama yang dibutuhkan untuk menunjang ketercapaian tujuan pendidikan suatu
jabatan, yang tanpa itu tidak mungkin dihasilkan pejabat-pejabat yang dapat memikul
tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang bersangkutan.
Setiap asrama tersebut, masing-masing merupakan lingkungan pendidikan
yang dibina sedemikian rupa sesuai dengan tujuannya dalam rangka membantu
perkembangan kepribadian anak.
3. Perkumpulan Remaja
Pada masa ini gambaran tentang orang tua (ayah dan ibu), guru, ulama atau
pemimpin-pemimpin masyarakat lainnya amat besar artinya bagi mereka. Tokoh
identifikasi itu bisa ayah, ibu, guru tau meluas kepada tokoh-tokoh lain yang
menonjol dalam masyarakat. Identifikasi ini merupakan sebuah proses yang cukup
bermakna bagi perkembangan sosial anak.
Disinilah terletak kesempatan yang baik perkumpulan-perkumpulan remaja untuk
mengorganisir dirinya dan menyalurkan segala kehendak hati, keinginan dan angan-
angan sebagai pembuktian bahwa merekapun patut mendapat pengakuan masyarakat
lingkungannnya. Melalui perkumpulan-perkumpulan itu mereka memperoleh
kesempatan dan mendapatkan pengalaman-pengalaman yang mematangkan diri
mereka. Melalui pengalaman-pengalaman itu mereka menemukan dirinya sendiri,
menyadari batas-batas kemampuan dan upaya-upaya yang dapat disumbangkannya,
dan terjadilah saling didik mendidik di antara sesamanya,
4. Lingkungan Kerja
Peralihan dari lingkungan keluarga dan sekolah ke lingkungan kerja memakan
waktu yang lama. Lingkungan kerja merupakan suatu lingkungan baru yang menuntut
berbagai penyesuaian. Dalam lingkungan itu mereka bergaul dengan orang-orang
dewasa lain yang berbeda dari yang pernah mereka alami.
Kehidupan modern dewasa ini menuntut lebih banyak ketahanan fisik maupun
mental. Di atas pundak mereka terpikul kewajiban-kewajiban yan lebih lama dan
lebih berbobot dibandingkan dengan zaman sebelumnya. Tuntutan mutu pendidikan
yang lebih berbobot tersebut meliputi segi pengetahuan, akhlak dan bermacam-
macam keterampilan.
C. Pembinaan Lingkungan Islami
yang harus dibina dengan konsep pendidikan Islam adalah sebagai berikut:[7]
1. Lingkungan Keluarga.
2. Lingkungan Sekolah.
3. Lingkungan Masyarakat.
Pembinaan lingkungan keluarga dilakukan pertama kali oleh ayah terhadap anak-
anaknya, suami terhadap istrinya. Ayah harus menjadi pemimpin yang bijaksana dan
menjunjung tinggi asas demokrasi dalam keluarga.
Laki-laki memiliki tugas dan fungsi kepemimpinan yang berbeda dengan
perempuan. Laki-laki dengan bebas mencari nafkah diluar rumah, sedangkan
perempuan harus menjaga kehormatannya didalam rumah, apalagi ketika suaminya
sedang berada diluar rumah.
Pada prinsipnya, lingkungan keluarga tidak akan terbina dengan baik dan benar
apabila suami dan istri tidak menyadari hak dan kewajibannya menurut perundang-
undangan yang berlaku. Oleh sebab itu, Undang-Undang 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Komplikasi Hukum Islam merupakan sarana pendidikan Islam dalam
keluarga.
Selain lingkungan keluarga, yaitu lingkungan sekolah harus diisi dengan berbagai
system pendidikan yang Islami. Kurikulum yang diajarkan merupakan kurikulum
yang islami dengan tujuan mewujudkan muslim yang beriman dan bertakwa.
Dalam lingkungan masyarakat, pembinaan dimulai dengan tercerminnya
lingkungan keluarga. Apabila akhlak semua anggota keluarga telah baik, akan baik
pula lingkungan masyarakatnya. Pembinaan lingkungan keluarga masyarakat dengan
pendidikan Islam dapat dilakukan dengan mengadakan berbagai kegiatan yang
bersifat menumbuh kembangkan pemahaman tentang Islam, misalnya kegiatan yang
bersifat pengajian, gotong royong, silaturahmi, dan dialog-dialog interaktif antara
pendidik dengan peserta dialog yang mengambil tema mengenai pendidikan Islam
dan lingkungan masyarakat yang islami.
Tarikh Islam telah menunjukkan bahwa Islam disebarkan pada mulanya dalam bentuk
pendidikan keluarga secara diam-diam kemudian meningkat ke lingkungan
sekitarnya.
b. Lembaga Pendidikan Formal.
Lembaga pendidikan formal ialah lembaga pendidikan yang berstruktur,
memiliki jenjang tingkatan, dan dilaksanakan dengan sengaja dalam waktu dan
tempat tertentu. Lembaga pendidikan ini lazim disebut dengan sekolah, yang di
dalamnya dikembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau nilai yang
dtanamkan kepada pendidik.[15]
Karakteristik lembaga pendidikan formal telah diuraikan oleh Sanapiah Faisal,
yang dikutip dari pendapat G. Poulston pada “Planning Non-Formal Education
Alternative”, yaitu:[16]
a) Tatanan sturkturnya kuat dan jelas.
b) Konten atau kandungannya bersifat akademik, abstrak, dengan orientasi berskala
nasional.
c) Waktu pelaksanaannya berorientasi jangka panjang dan masa depan, dengan urutan
programnya berlangsung ketat dan kaku.
d) Tempat berlangsungnya pendidikan ditentukan pada lokasi tertentu.
e) Pengendaliannya lebih terkoordinasi, umumnya ditangani oleh birokrasi nasional,
regional atau keagamaan, dengan posisi pengendalian dari atas.
f) Fungsinya ditekankan pada sosialisasi, enkulturasi, dan memperpanjang masa
belajar secara formal.
g) Metode penyampaian yang digunakan kurang luwes, kurang inovatif dan harus
menyesuaikan dengan kebijaksanaan atasan.
h) Pembiayaannya terstandar untuk masing-masing jenjang.
c. Lembaga Pendidikan Nonformal
Lembaga pendidikan non-formal adalah lembaga pendidikan diluar sekolah
yang dapat membantu dan menggantikan pendidikan formal dalam aspek tertentu,
yang diselenggarakan dengan sengaja dan sistematis.[17]
Pendidikan non-formal merupakan pendidikan yang dilaksanakan secara sadar
dan teratur, tetapi tidak mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat, misalnya
berupa kursus-kursus atau semacam majelis taklim. Situasi pendidikannya berada
antara pendidikan formal dan informal, dengan kata lain setengah formal dan
setengah informal. Lembaga pendidikan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. Fleksibel, tidak ada tuntutan syarat yang ketat bagi pendidikannya atau pengikut
kursus, waktu penyelenggaraan disesuaikan dengan kesempatan yang ada, biasanya
dalam jangka pendek.
2. Efektif dan Efisien, efektif karena programnya lebih menjurus kepada suatu bidang
tertentu seperti kursus montir atau kursus mubalig. Efisien karena dalam waktu
singkat bisa didapatkan hasil yang diharapkan dari pendidikan tersebut.
3. Instrumental, karena tujuannya untuk menciptakan tenaga kerja tertentu atau
memberikan pengetahuan tertentu sehingga bisa dimanfaatkan dalam kehidupan
sehari-hari.[18]
Lembaga pendidikan non-formal merupakan pelengkap dari kedua lembaga
pendidikan sebelumnya, sehingga kalau diurut secara kronologis adalah sebagai
beriku: pada mulanya anak menerima pendidikan informal berupa pendidikan
keluarga, kemudian memasuki pendidikan formal disekolah atau meadrasah, akhirnya
memasuki lembaga pendidikan non-formal di masyarakat, baik yang diselenggarakan
oleh instansi pemerintah maupun lembaga kemasyarakatan atau keagamaan. Namun
demikian tidak berarti proses pendidikan berlangsung secara ketat menurut urutan
diatas.
2. Sekolah (Madrasah)
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang sangat penting sesudaj keluarga. Sekolah
merupakan lembaga pendidikan yang melaksanakan pembinaan, pendidikan, dan
pengajaran dengan sengaja, teratur, dan terencana. Pendidikan yang berlangsung di
sekolah bersifat sistematis, berjenjang,dan dibagi dalam waktu-waktu tertentu, yang
berlangsung dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
3. Masyarakat
Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang kedua setelah keluarga dan
sekolah. Pendidikan ini telah dimulai sejak kanak-kanak, berlangsung beberapa jam
dalam satu hari selepas dari pendidikan keluarga dan sekolah. Corak yang diterima
peserta didik dalam masyarakat ini banyak sekali, yaitu meliputi segala bidang baik
pembentukan kebiasaan, pengetahuan, sikap dan minat, maupun pembentukan
kesusilaan dan keagamaan.
)6 : (التحر يم....يَا اَ يُهَاا للَ ِذ ْينَ اَ َمنُوْ ا قُوْ ا اَ ْنفُ َس ُك ْم َواَ ْهلِ ْي ُك ْم نَارًا
“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka”
c. Tugas Masyarakat
1. Tugas Masjid
Bagaimana peranan masjid sebagai lembaga pendidikan Islam menurut Al-Abdi,
tempat yang terbaik untuk belajar adalah masjid karena dengan duduk belajar di
masjid akan menampakkan hidupnya sunnah, bid’ah-bid’ah dapat dimatikan, dan
hokum-hukum Tuhan dapat diungkapkan. Tugas Pesantren
- Mencetak ulama yang menguasai ilmu-ilmu agama. Sesuai dengan firman Allah
dalam Surah At-Taubah (91): 122. Golongan ini adalah pengawal umat yang member
peringatan dan pendidikan kepada umatnya untuk bersikap, berfikir, berprilaku,
serta berkarya sesuai dengan ajaran agama.
- Mendidik muslim yang dapat melaksanakan syariat agama.
- Mendidik agar objek memiliki kemampuan dasar yang relevan dengan
terbentuknya masyarakat beragama. Selain dua kelompok diatas, kenyataan
membuktikan bahwa setiap kelompok masyarakat dalam bentuk kultur dan peradaban
apapun, ada sekelompok manusia terakhir ini yang tidak memiliki komitmen
(keterkaitan yang erat) dengan nilai-nilai dan cita-cita yang relevan dengan agama.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Simpulan yang dapat ditarik dari pembahasan makalah tersebut adalah timbal
balik antara keluarga, sekolah dan masyarakat merupakan sama-sama media
sosialisasi. Keluarga merupakan media utama sedangkan sekolah adalah pembimbing
menuju sosialisasi yang lebih tinggi. Setelah dari lingkup keluarga, bimbingan dari
sekolah juga perlu sekaligus menambah luas lingkup pergaulan anak. Keluarga adalah
media sosialisasi primer, sedang sekolah adalah media sosialisasi sekunder. Jadi
sekolah merupakan kelanjutan dari sosialisasi yang dilakukan didalam keluarga tidak
cukup, oleh karena itu orang tua menyerahkan pendidikan pada lembaga pendidikan
formal yang disebut sekolah. Dalam sekolah anak diberi berbagai pengetahuan baik
pengetahuan yang berkaitan untuk pengembangan pribadi, pengetahuan untuk bekal
hidup dalam masyarakat, dan pengetahuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi lebih lanjut. Pendidikan disekolah dilaksanakan secara bertingkat-
tingkat. Pada dasarnya dibedakan pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
perguruan tinggi. Anak yang telah selesai pada tingkat pendidikan tertentu yang
memerlukan keterampilan dapat masuk pada pendidikan nonformal dalam lembaga
pendidikan masyarakat. Setelah mendapatkan tambahan keterampilan maka ia terjun
kedunia kerja dalam masyarakat. Akan tetapi ada juga yang setelah selesai
pendidikan pada tingkat pendidikan tertentu langsung memasuki dunia kerja dalam
masyarakat. Masyarakat sebagai pemakai hasil tiga pendidikan itu akan memberi
balikan bagi masing-masing penyelenggara pendidikan dalam ketiga lingkungan
pendidikan.
DAFTAR RUJUKAN
3. Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 1991. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Rineka
Cipta.
4. Ahmad, Beni dan Hendra Akhdiyat. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV
Pusataka Setia.
5. Daud Ali dan Habibah Daud. 1995. Lembaga-lembaga Islam di Indonesia. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
6. Drajat, Zakiah. 2000. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.
7. Faisal, Sanapiah. 1971. Sosiologi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional .
8. M. Said.1985. Ilmu Pendidikan. Bandung: Alumni.
9. Rahman, Abdul. 2005. Pendidikan Agama & Pembangunan Watak
Bangsa. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
10. Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
11. Sofyani. 1987. Ilmu Pendidikan Islam. Banjarmasin: Fakultas Tarbiyah IAIN
Antasari.
12. Umar, Bukhari. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: AMZAH.
13. Yusuf, Muri. 1982. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
14. Zuhairini. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.
[1] Drajat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000). Hal. 63-64
[2] Rahman, Abdul. Pendidikan Agama & Pembangunan Watak Bangsa. (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2005). Hal. 259
[3] Zuhairini, dkk. Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009). Hal.173
[4] Ibid. Filsafat Pendidikan Islam. Hal. 175
[5] Ibid. Filsafat Pendidikan Islam. Hal. 176
[6] Drajat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000). Hal. 66-71
[7] Ahmad, Beni dan Hendra Akhdiyat. Ilmu Pendidikan Islam. (Bandung: CV Pusataka Setia, 2009).
Hlmn. 262-268
[8] Daud Ali dan Habibah Daud. Lembaga-lembaga Islam di Indonesia.(Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 1995). Hal. 1
[9] Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kalam Mulia,2002). Hal. 277
[10] M. Said. Ilmu Pendidikan. (Bandung: Alumni, 1985). Hal. 112
[11] Umar, Bukhari. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: AMZAH, 2011). Hlmn. 149
[12] Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan Islam. ( Jakarta: Rineka Cipta, 1991). Hal. 171
[13] Abdullah, Burhanuddin. Pendidikan Islam Sebagai Sebuah Disiplin Ilmu. (Yogyakarta: Pustaka
Prima,2011). Hal.101
[14] Sofyani. Ilmu Pendidikan Islam. (Banjarmasin: Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari, 1987). Hal. 51
[15] Abdullah, Burhanuddin. Pendidikan Islam. (Yogyakarta: Pustaka Prima,2010). Hal. 103
[16] Faisal, Sanapiah. Sosiologi Pendidikan. (Surabaya: Usaha Nasional, 1971). Hal.149
[17] Yusuf, Muri. Pengantar Ilmu Pendidikan. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982). Hal. 63
[18] Abdullah, Burhanuddin. Pendidikan Islam. (Yogyakarta: Pustaka Prima,2010). Hal. 105
[19] Umar, Bukhari. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: AMZAH, 2011). Hlmn. 151-153