Anda di halaman 1dari 21

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai pihak,
khususnya keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan yang
dikenal sebagai tri pusat pendidikan. Fungsi dan peranan tri pusat pendidikan itu, baik
sendiri maupun bersama-sama merupakan faktor penting dalam mencapai tujuan
pendidikan yakni membangun manusia seutuhnya serta menyiapkan sumber daya
manusia pembangunan yang bermutu.
Lingkungan merupakan salah satu unsur atau komponen pendidikan. Lingkungan itu
bermacam-macam yang satu dengan yang lain saling pengaruh mempengaruhi
berdasarkan fungsinya masing-masing dan kelancaran proses serta hasil pendidikan.
Sebagaimana pendidikan umumnya. Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang
universal dalam kehidupan manusia, baik dalam lingkungan keluaraga yaitu orang tua
sebagai pendidik di dalam keluarga dan guru di lingkunngan sekolah. Pengaruh serta
timbal balik pendidikan di sekolah, keluarga, dan masyarakat sangatlah penting
karena itu sangat menentukan kejiwaan serta tingkah laku anak didik dalam
kehidupan sehari-hari dan kehidupan sosial masyarakat. Pemahaman peranan
keluarga, sekolah dan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan akan sangat penting
dalam upaya membantu perkembangan peserta didik yang optimal.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dari lingkungan dan lembaga pendidikan menurut Islam?
2.      Apa saja jenis-jenis dari lingkungan dan lembaga pendidikan menurut Islam serta
peranannya masing-masing?
3.      Apa saja bentuk-bentuk lembaga pendidikan dalam Islam?
C.     Tujuan
1.      Mendeskripsikan definisi dari lingkungan dan lembaga pendidikan menurut Islam.
2.      mendeskripsikan jenis-jenis dari lingkungan dan lembaga pendidikan menurut
Islam.
3.      Mendeskripsikan bentuk-bentuk lembaga pendidikan dalam Islam.

LINGKUNGAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN DALAM ISLAM

1.1  Lingkungan dalam Pendidikan Islam


A.    Pengertian Lingkungan
Lingkungan adalah ruang dan waktu yang menjadi tempat eksistensi manusia.
Dalam konsep ajaran pendidikan Islam, lingkungan yang baik adalah lingkungan
yang diridhai oleh Allah dan Rasulullah Saw. Misalnya, lingkungan sekolah,
madrasah, masjid, majelis taklim, balai musyarawarah, dan lingkungan masyarakat
yang Islami. Adapun lingkungan yang mendapat murka Allah dan Rasul-Nya adalah
lingkungan yang dijadikan tempat melakukan kemaksiatan dan kemungkaran.
            Sebenarnya yang salah atau jelek bukan lingkungannya, melainkan manusia
yang memakai dan mengambil manfaat lingkungan bersangkutan. Pada dasarnya,
semua lingkungan itu karunia Allah. Hanya saja, manusia yang bodoh menjadikan
lingkungan itu kotor.
            Bagi umat Islam, lingkungan yang baik dan berpengaruh dalam meningkatkan
akhlak yang mulia adalah lingkungan yang sehat dan dijadikan tempat berbagai
kegiatan yang bermanfaat, seperti pendidikan Islam, pengajian, dan aktivitas Islami
lainnya.
Disamping itu lingkungan mempunyai arti yang luas mencakup iklim dan
geografis, tempat tinggal, adat istiadat, pengetahuan, pendidikan dan alam. Dengan
kata lain lingkungan ialah segala sesuatu yang tampak dan terdapat dalam alam
kehidupan yang senantiasa berkembang. Ia adalah seluruh yang ada, baik manusia
maupun benda buatan manusia, atau alam yang bergerak atau tidak bergerak,
kejadian-kejadian atau hal-hal yang mempunyai hubungan erat dengan seseorang.
Sejauh mana seseorang berhubungan dengan lingkungannya, sejauh itu pula terbuka
peluang masuknya pengaruh pendidikan kepadanya. Tetapi keadaan-keadaan itu tidak
selamanya bernilai pendidikan, artinya mempunyai nilai positif bagi perkembangan
seseorang, karena bisa saja malah merusak perkembangannya.[1]
Disamping itu terdapat lingkungan yang hanya susah payah baru dapat diubah
atau memang sama sekali tidak dapat diubah maupun dipengaruhi guru. Misalnya
adalah iklim, tempat tinggal, pakaian dan status orang tua anak didik. Tetapi dengan
kemajuan ilmu pengetahuan beberapa lingkungan dapat secara berangsur-angsur
diubah menjadi lebih baik sehingga lebih memudahkan guru dalam menanamkan
pengaruh didikan pada anak. Misalnya kedaan orang tua yang semakin bertambah
pengetahuan dan pengalamannya, rumah-rumah tempat tinggal yang semakin baik,
pendapatan orang tua yang besar, kesehatan yang lebih maju dan sebagainya.
Pendidikan pada dasarnya merupakan suaru upaya terus menerus yang bertujuan
mengembangkan seluruh potensi kemanusiaan peserta didik dalam mempersiapkan
mereka agar mampu menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupannya. Dengan
demikian, pendidikan meliputi dua unsur utama, yaitu disatu sisi pendidikan
merupakan sebuah upaya penanaman nilai-nilai kepada peserta didik dalam rangka
membentuk watak dan kepribadiannya. Didalam proses tersebut, peserta didik
diperkenalkan pada nilai-nilai yang menjadi acuan perilaku, tentang mana yang baik
dan mana yang buruk, menurut system nilai yang dianut masyarakat. Selanjutnya,
pendidikan mendorong peserta didik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut kedalam
perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Di sisi lain, pendidikan juga merupakan suatu upaya pembekalan ilmu
pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik yang akan diserap dengan
mengembangkan daya nalarnya. Landasan bagi pembekalan ilmu pengetahuan dan
keterampilan yaitu kemampuan untuk mengoptimalkan daya pikir dan nalarnya.
Disamping itu, pendidikan juga berfungsi mengembangkan potensi seni dan estetika
melalui pendidikan kesenian.
Keberhasilan pendidikan agama dalam menanankan nilai-nilai bagi pembentukan
kepribadian dan watak peserta didik sangat ditentukan oleh proses yang
mengintergrasikan antara aspek pengajaran, pengalaman dan pembiasaan, serta
pengalaman sehari-hari yang dialami peserta didik baik di lingkungan sekolah,
keluarga dan masyarakat.[2]
Lingkungan juga merupakan salah satu faktor pendidikan yang ikut serta
menentukan corak pendidikan Islam, yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap anak
didik. Lingkungan yang dimaksud di sini ialah lingkungan yang berupa keadaan
sekitar yang mempengaruhi pendidikan anak.
Untuk melaksanakan pendidikan Islam didalam lingkungan ini perlu kiranya
diperhatikan faktor-faktor yang ada didalamnya sebagai berikut:[3]
a.       Perbedaan Lingkungan Keagamaan.
Yang dimaksud dengan lingkungan ini adalah lingkungan alam sekitar dimana anak
didik berada, yang mempunyai pengaruh terhadap perasaan dan sikapnya akan
keyakinan atau agamanya. Lingkungan ini besar sekali peranannya terhadap
keberhasilan atau tidaknya pendidikan agama, karena lingkungan ini memberikan
pengaruh positif maupun negative terhadap perkembangan peserta didik. Yang
dimaksud dengan pengaruh positif ialah pengaruh lingkungan yang memberi
dorongan atau motivasi serta rangsangan kepada anak didik untuk berbuat atau
melakukan segala sesuatu yang baik, sedangkan pengaruh negativ ialah sebaliknya,
yang berarti tidak memberi dorongan terhadap anak didik untuk menuju kearah yang
baik.
Hal yang demikian ini sebagaimana difirmankan Allah dalam Al-Qur’an surat Al
Hujurat ayat 13 yang berbunyi:

Adapun lingkungan yang dapat memberi pengaruh terhadap anak didik ini, dapat
dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1.      Lingkungan yang acuh tak acuh terhadap agama.
Kadang-kadang anak mempunyai apresiasi unilistis. Untuk itu ada kalanya
berkeberatan terhadap pendidikan agama, dan ada kalanya menerima agar sedikit
mengetahui masalah itu.
2.      Lingkungan yang berpegang teguh kepada tradisi agama, tetapi tanpa keinsafan
batin, biasanya lingkungan yang demikian itu menghasilkan anak-anak beragama
yang secara tradisional tanpa kritik, atau dia beragama secara kebetulan.
3.      Lingkungan yang mempunyai tradisi agama dengan sadar dan hidup dalam
lingkungan agama.
Bagi lingkungan yang kurang kesadarannya, anak-anak akan menjunjung tempat-
tempat ibadah dan ada dorongan orang tua, tetapi tidak kritis dan tidak ada
bimbingan.[4]

b.      Latar belakang pengenalan anak tentang keagamaan.


Di samping pengaruh perbedaan lingkungan anak dari kehidupan agama,
maka timbul suatu masalah yang ingin diketahui anak tentang seluk beluk agama,
seperti anak menanyakan tentang siapa Tuhan itu, dimana letak surga dan neraka itu,
siapa yang membuat alam ini dan sebagainya. Salah satu tugas dari pendidik ialah
menyiapkan anak agar dapat mencapai tujuan hidupnya yang utama, yaitu
menyiapkan diri untuk masa yang akan datang.
Dengan demikian agar tidak menimbulkan keraguan-keraguan terhadap anak
didik akan agama, maka sejak kecil sebelum menginjak usia sekolah harus
ditanamkan keagamaan. Sebab anak pada saat demikian dalam keadaan masih bersih
dan mudah dipengaruhi atau dididik ibarat kertas putih bersih belum ada coretan tinta
sedikitpun.
Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW. yang berbunyi:
)‫ص ِرانِ ِه اَوْ يُ َم ِج َسا نِ ِه (رواه مسلم‬ ْ ِ‫َما ِم ْن َموْ لُوْ ٍد اِالَ يُوْ لَ ُد َع َل ْالف‬
ِ َ‫ط َر ِة فَاَبَ َواهُ يُه ُِودَانِ ِه اَوْ يُن‬
Artinya:
Tidaklah anak dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah (kecenderungan
untuk  percaya kepada Allah), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak
tersebut beragama Yahudi, Nasrani, Majusi. (H.R. Muslim).

Berdasarkan hadis tersebut, dapat dimengerti bahwa anak yang telah


membawa potensi keagamaan (Islam) harus dibimbing perkembangannya terutama
ditekankan kepada kedua orang tuanya sebagai pendidikan utama dan pertama dalam
melaksanakan pendidikan terhadap anak didiknya.[5]

B.     Beberapa Lingkungan Pendidikan di Luar Sekolah


Di luar lingkungan sekolah terdapat lingkungan keluarga sebagai lingkungan
pendidikan pertama dan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan ketiga. Sekolah
sebagai lingkungan pendidikan akan dibicarakan dalam pasal tersendiri.[6]

1.      Keluarga
Keluarga merupakan masyarakat alamiah yang pergaulan diantara anggotanya
bersifat khas. Di sini pendidikan berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan
tatanan pergaulan yang berlaku didalamnya, artinya tanpa harus diumumkan atau
dituliskan terlebih dahulu agar diketahui dan diikuti oleh seluruh anggota keluarga.
Suatu kehidupan keluarga yang baik, sesuai dan tetap menjalankan agama yang
dianutnya merupakan persiapan yang baik untuk memasuki pendidikan sekolah, oleh
karena itu melalui suasana keluarga itu tumbuh perkembangan efektif anak secara
“benar” sehingga ia dapat tumbuh dan berkembang secara wajar. Keserasian yang
pokok harus terbina adalah keserasian antara ibu dan ayah, yang merupakan
komponen pokok dalam setiap keluarga.

2.      Asrama
Asrama sebagai lingkungan pendidikan memiliki ciri-ciri antara lain, sewaktu-waktu
atau dalam waktu tertentu hubungan anak dengan keluarganya menjadi terputus dan
waktu tertentu pula anak-anak itu hidup bersama anak-anak sebaya. Jenis dan bentuk
asrama dengan kepentingan dan tujuan dari pengadaannya sebagai berikut:
a.       Asrama santunan yatim piatu sebagai tempat untuk menampung anak-anak yang
salah satu atau kedua orang tuanya meninggal.
b.      Asrama tampungan dimana anak-anak di didik oleh orang tua angkat, karena orang
tuanya sendiri tidak mampu atau karena orang tuanya menitipkan pendidikan dan
pemeliharaan anak kepadanya.
c.       Asrama untuk anak nakal atau mempunyai kelainan fisik atau mental, maupun
kedua-duanya, sehingga membutuhkan pendidikan khusus atau pendidikan luar biasa.
d.      Asrama yang didirikan untuk tujuan-tujuan tertentu yang tidak mungkin dapat
dilakukan dalam pendidikan rumah maupun sekolah.
e.       Asrama yang dibutuhkan untuk menunjang ketercapaian tujuan pendidikan suatu
jabatan, yang tanpa itu tidak mungkin dihasilkan pejabat-pejabat yang dapat memikul
tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang bersangkutan.
Setiap asrama tersebut, masing-masing merupakan lingkungan pendidikan
yang dibina sedemikian rupa sesuai dengan tujuannya dalam rangka membantu
perkembangan kepribadian anak.

3.      Perkumpulan Remaja
Pada masa ini gambaran tentang orang tua (ayah dan ibu), guru, ulama atau
pemimpin-pemimpin masyarakat lainnya amat besar artinya bagi mereka. Tokoh
identifikasi itu bisa ayah, ibu, guru tau meluas kepada tokoh-tokoh lain yang
menonjol dalam masyarakat. Identifikasi ini merupakan sebuah proses yang cukup
bermakna bagi perkembangan sosial anak.
Disinilah terletak kesempatan yang baik perkumpulan-perkumpulan remaja untuk
mengorganisir dirinya dan menyalurkan segala kehendak hati, keinginan dan angan-
angan sebagai pembuktian bahwa merekapun patut mendapat pengakuan masyarakat
lingkungannnya. Melalui perkumpulan-perkumpulan itu mereka memperoleh
kesempatan dan mendapatkan pengalaman-pengalaman yang mematangkan diri
mereka. Melalui pengalaman-pengalaman itu mereka menemukan dirinya sendiri,
menyadari batas-batas kemampuan dan upaya-upaya  yang dapat disumbangkannya,
dan terjadilah saling didik mendidik di antara sesamanya,
4.      Lingkungan Kerja
Peralihan dari lingkungan keluarga dan sekolah ke lingkungan kerja memakan
waktu yang lama. Lingkungan kerja merupakan suatu lingkungan baru yang menuntut
berbagai penyesuaian. Dalam lingkungan itu mereka bergaul dengan orang-orang
dewasa lain yang berbeda dari yang pernah mereka alami.
Kehidupan modern dewasa ini menuntut lebih banyak ketahanan fisik maupun
mental. Di atas pundak mereka terpikul kewajiban-kewajiban yan lebih lama dan
lebih berbobot dibandingkan dengan zaman sebelumnya. Tuntutan mutu pendidikan
yang lebih berbobot tersebut meliputi segi pengetahuan, akhlak dan bermacam-
macam keterampilan.
C.     Pembinaan Lingkungan Islami
yang harus dibina dengan konsep pendidikan Islam adalah sebagai berikut:[7]
1.      Lingkungan Keluarga.
2.      Lingkungan Sekolah.
3.      Lingkungan Masyarakat.
Pembinaan lingkungan keluarga dilakukan pertama kali oleh ayah terhadap anak-
anaknya, suami terhadap istrinya. Ayah harus menjadi pemimpin yang bijaksana dan
menjunjung tinggi asas demokrasi dalam keluarga.
Laki-laki memiliki tugas dan fungsi kepemimpinan yang berbeda dengan
perempuan. Laki-laki dengan bebas mencari nafkah diluar rumah, sedangkan
perempuan harus menjaga kehormatannya didalam rumah, apalagi ketika suaminya
sedang berada diluar rumah.
Pada prinsipnya, lingkungan keluarga tidak akan terbina dengan baik dan benar
apabila suami dan istri tidak menyadari hak dan kewajibannya menurut perundang-
undangan yang  berlaku. Oleh sebab itu, Undang-Undang 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Komplikasi Hukum Islam merupakan sarana pendidikan Islam dalam
keluarga.
Selain lingkungan keluarga, yaitu lingkungan sekolah harus diisi dengan berbagai
system pendidikan yang Islami. Kurikulum yang diajarkan merupakan kurikulum
yang islami dengan tujuan mewujudkan muslim yang beriman dan bertakwa.
Dalam lingkungan masyarakat, pembinaan dimulai dengan tercerminnya
lingkungan keluarga. Apabila akhlak semua anggota keluarga telah baik, akan baik
pula lingkungan masyarakatnya. Pembinaan lingkungan keluarga masyarakat dengan
pendidikan Islam dapat dilakukan dengan mengadakan berbagai kegiatan yang
bersifat menumbuh kembangkan pemahaman tentang Islam, misalnya kegiatan yang
bersifat pengajian, gotong royong, silaturahmi, dan dialog-dialog interaktif antara
pendidik dengan peserta dialog yang mengambil tema mengenai pendidikan Islam
dan lingkungan masyarakat yang islami.

1.2  Kelembagaan dalam Pendidikan Islam


A.    Pengertian Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan merupakan salah satu system yang memungkinkan
berlangsungnya pendidikan secara berkesinambungan dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan.
Secara etimologi, lembaga adalah asal sesuatu, acuan, sesuatu yang member
bentuk pada yang lain, badan atau organisasi yang bertujuan mengadakan suatu
penelitian keilmuan atau melakukan sesuatu usaha. Dari pengertian di atas dapat
dipahami bahwa lembaga mengandung dua arti, yaitu:  Pengertian secara fisik,
materil, kongkrit, dan pengertian secara non-fisik, non-materil, dan abstrak.[8]
Dalam bahasa inggris menurut Hasan Langgulung, lembaga
disebut institute (dalam pengertian fisik), yaitu sarana atau organisasi untuk mencapai
tujuan tertentu, dan lembaga dalam pengertian non-fisik atau abstrak
disebut institution, yaitu suatu system norma untuk memenuhi kebutuhan. Lembaga
dalam pengertian fisik juga disebut dengan bangunan, dan lembaga dalam pengertian
non fisik disebut dengan pranata.[9]

Lembaga pendidikan adalah tempat berlangsungnya atau dilaksanakannya


kegiatan pendidikan yang fasilitasnya dapat berupa :
Ø  Rumah.
Ø  Madrasah.
Ø  Masjid.
Ø  Musholla
Ø  Majelis taklim.
Ø  Pondok Pesantren.
Ø  Balai Musyawarah.
Ø  Sekolah.
Ø  Perkantoran, dan sebagainya.

Prof. Dr. H.M. Said mengistilahkan lembaga pendidikan dengan “masyarakat


pendidikan”. Istilah tersebut diambil beliau dari Wilhem Flitner dalam
bukunya Allgemeine Paedagogik yaitu Erziehungsgemeinschaft, yang berasal dari
filosof Martin Buber dengan pengertian: “Masyarakat pendidikan adalah setiap
pertemuan dan hubungan antara manusia yang menimbulkan situasi pendidikan dan
dihayati sebagai yang mewajibkan.[10]
Lembaga menurut bahasa adalah “badan” atau “organisasi” (tempat
berkumpul). Badan (lembaga) pendidikan menurut Ahmad D. Marimba adalah
organisasi atau kelompok manusia yang karena satu dan lain hal memikul tanggung
jawab pendidikan kepada terdidik sesuai dengan badan tersebut.[11]
Adapun yang dimaksud dengan lembaga pendidikan Islam secara terminology
dapat diartikan suatu wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan itu mengandung
pengertian kongkrit berupa sarana dan prasarana dan juga pengertian yang abstrak,
dengan adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu, serta tanggung jawab
pendidikan itu sendiri.[12]
 Lembaga pendidikan Islam ialah suatu bentuk organisasi yang diadakan untuk
mengembangkan lembaga-lembaga Islam yang baik, yang permanen, maupun yang
berubah-ubah dan mempunyai pola-pola tertentu dalam memerankan fungsinya, serta
mempunyai struktur tersendiri yang dapat mengikat individu yang berada dlam
naungannya, sehingga lembaga ini mempunyai kekuatan hokum teresendiri.
Berdasarkan pengertian diatas dpat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan
Islam adalah tempat suatu organisasi yang menyelenggarakan pendidikan Islam, yang
mempunyai sturktur yang jelas yang bertanggung jawab atas terlaksananya
pendidikan Islam. Oleh karena itu, lembaga pendidikan Islam tersebut harus dapat
menciptakan suasana yang memungkinkan terlaksananya pendidikan dengan baik,
menurut tugas yang diberikan kepadanya, seperti sekolah (madrasah) yang
melaksanakan proses pendidikan Islam.

B.     Jenis Lembaga Pendidikan Islam


Pendidikan Islam yang berlangsung seumur hidup harus didukung oleh adanya
lembaga-lembaga pendidikan Islam, sebagaimana yang berlaku dalam dunia
pendidikan pada umumnya, lembaga pendidikan Islam bisa dibagi menjadi macam
seperti yang dikemukakan oleh Dr. Philips H. Coombs yaitu: Pendidikan informal,
formal, dan non-formal. Ketiga jenis pendidikan pembagiannya ditinjau dari segi
kegiatannya apakah disengaja atau tidak, jika ditinjau dari segi tempatnya maka
lembaga pendidikan terbagi tiga pula yaitu: keluarga, sekolah dan masyarakat.[13]
a.       Lembaga Pendidikan Informal.
Lembaga pendidikan informal adalah lembaga pendidikan
Lembaga pendidikan informal tidak secara resmi menunjukkan kegiatannya
sebagaimana lembaga pendidikan lainnya, namun perannya cukup besar dalam
pembentukan kepribadian seseorang. Melalui pendidikan informal seorang dapat
memperoleh nilai, sikap, keterampilan, dan pengetahuan dari pendidikan informal
berupa pengaruh lingkungan, terutama sekali dari lingkungan terdekat yaitu keluarga.
Lembaga pendidikan informal keluarga ini memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a)      Lembaga pendidikan yang pertama dan utama, yang terdiri dari orang tua (ibu dan
bapak) sebagai penndidik, dan anak-anak sebagai peserta didik.
b)      Hubungan antara pendidik dan peserta didik bersifat kasih sayang dan kodrati.
c)      Tidak terorganisir dan tidak mengenal penjenjangan atas dasar usia, pengetahuan,
atau keterampilan tertentu.
d)     Lembaga pendidikan yang sangat berperan dalam membentuk kepribadian anak.[14]
Dalam pendidilam Islam, pendidikan informal dalam bentuk pendidikan keluarga
yang sangat ditekankan oleh Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya yang berbunyi:
َ ُ‫يَا اَ يُ َهاا للَ ِذ يْنَ اَ َمنُ ْوا قُ ْوا اَ ْنف‬   
)6 : ‫(التحر يم‬....‫س ُك ْم َواَ ْهلِ ْي ُك ْم نَا ًرا‬
“Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka…”

Tarikh Islam telah menunjukkan bahwa Islam disebarkan pada mulanya dalam bentuk
pendidikan keluarga secara diam-diam kemudian meningkat ke lingkungan
sekitarnya.
b.      Lembaga Pendidikan Formal.
Lembaga pendidikan formal ialah lembaga pendidikan yang berstruktur,
memiliki jenjang tingkatan, dan dilaksanakan dengan sengaja dalam waktu dan
tempat tertentu. Lembaga pendidikan ini lazim disebut dengan sekolah, yang di
dalamnya dikembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau nilai yang
dtanamkan kepada pendidik.[15]
Karakteristik lembaga pendidikan formal telah diuraikan oleh Sanapiah Faisal,
yang dikutip dari pendapat G. Poulston pada “Planning Non-Formal Education
Alternative”, yaitu:[16]
a)      Tatanan sturkturnya kuat dan jelas.
b)      Konten atau kandungannya bersifat akademik, abstrak, dengan orientasi berskala
nasional.
c)      Waktu pelaksanaannya berorientasi jangka panjang dan masa depan, dengan urutan
programnya berlangsung ketat dan kaku.
d)     Tempat berlangsungnya pendidikan ditentukan pada lokasi tertentu.
e)      Pengendaliannya lebih terkoordinasi, umumnya ditangani oleh birokrasi nasional,
regional atau keagamaan, dengan posisi pengendalian dari atas.
f)       Fungsinya ditekankan pada sosialisasi, enkulturasi, dan memperpanjang masa
belajar secara formal.
g)      Metode penyampaian yang digunakan kurang luwes, kurang inovatif dan harus
menyesuaikan dengan kebijaksanaan atasan.
h)      Pembiayaannya terstandar untuk masing-masing jenjang.
c.       Lembaga Pendidikan Nonformal
Lembaga pendidikan non-formal adalah lembaga pendidikan diluar sekolah
yang dapat membantu dan menggantikan pendidikan formal dalam aspek tertentu,
yang diselenggarakan dengan sengaja dan sistematis.[17]
Pendidikan non-formal merupakan pendidikan yang dilaksanakan secara sadar
dan teratur, tetapi tidak mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat, misalnya
berupa kursus-kursus atau semacam majelis taklim. Situasi pendidikannya berada
antara pendidikan formal dan informal, dengan kata lain setengah formal dan
setengah informal. Lembaga pendidikan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1.      Fleksibel, tidak ada tuntutan syarat yang ketat bagi pendidikannya atau pengikut
kursus, waktu penyelenggaraan disesuaikan dengan kesempatan yang ada, biasanya
dalam jangka pendek.
2.      Efektif dan Efisien, efektif karena programnya lebih menjurus kepada suatu bidang
tertentu seperti kursus montir atau kursus mubalig. Efisien karena dalam waktu
singkat bisa didapatkan hasil yang diharapkan dari pendidikan tersebut.
3.      Instrumental, karena tujuannya untuk menciptakan tenaga kerja tertentu atau
memberikan pengetahuan tertentu sehingga bisa dimanfaatkan dalam kehidupan
sehari-hari.[18]
Lembaga pendidikan non-formal merupakan pelengkap dari kedua lembaga
pendidikan sebelumnya, sehingga kalau diurut secara kronologis adalah sebagai
beriku: pada mulanya anak menerima pendidikan informal berupa pendidikan
keluarga, kemudian memasuki pendidikan formal disekolah atau meadrasah, akhirnya
memasuki lembaga pendidikan non-formal di masyarakat, baik yang diselenggarakan
oleh instansi pemerintah maupun lembaga kemasyarakatan atau keagamaan. Namun
demikian tidak berarti proses pendidikan berlangsung secara ketat menurut urutan
diatas.  

Menurut Sidi Gazalba, lembaga pendidikan yang berkewajiban melaksanakan


pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
a)      Rumah Tangga, yaitu pendidikan primer untuk fase bayi dan fase kanak-kanak
sampai usia sekolah. Pendidikannya adalah orangtua, sanak kerabat, family, saudara-
saudara, teman sepermainan, dan kenalan pergaulan.
b)      Sekolah, yaitu ppendidik sekunder yang mendidik anak mulai dari usia masuk
sekolah samapai ia keluar dari sekolah tersebut. Pendidikannya adalah guru yang
professional.
c)      Kesatuan social, yaitu pendidikan tertier yang merupakan pendidikan yang terakhir
tetapi bersifat permanen. Pendidikannya adalah kebudayaan, adat istiadat, dan
suasana masyarakat setempat.
Zuhairi, mengemukakan bahwa secara garis besar, lembaga pendidikan Islam dapat
dibedakan kepada tiga macam, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.[19]
1.      Keluarga.
Lembaga pendidikan pertama dalam Islam adalah keluarga atau rumah tangga. Dalam
sejarah tercatat bahwa rumah tangga yang dijadikan basis dan markas pendidikan
Islam adalah rumah Arqam bin Abi Arqam. Rumah sebagai lembaga pendidikan
dalam Islam sudah diisyaratkan oleh Alqur’an, seperti yang terkandung dalam QS.
Asy-Syura (26): 214.
َ‫شى َر تَ َك اَالَ ْق َر ِبىْن‬
ِ ‫َواَ ْن ِذ ْر َع‬
“Berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”.

2.      Sekolah (Madrasah)
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang sangat penting sesudaj keluarga. Sekolah
merupakan lembaga pendidikan yang melaksanakan pembinaan, pendidikan, dan
pengajaran dengan sengaja, teratur, dan terencana. Pendidikan yang berlangsung di
sekolah bersifat sistematis, berjenjang,dan dibagi dalam waktu-waktu tertentu, yang
berlangsung dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
3.      Masyarakat
Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang kedua setelah keluarga dan
sekolah. Pendidikan ini telah dimulai sejak kanak-kanak, berlangsung beberapa jam
dalam satu hari selepas dari pendidikan keluarga dan sekolah. Corak yang diterima
peserta didik dalam masyarakat ini banyak sekali, yaitu meliputi segala bidang baik
pembentukan kebiasaan, pengetahuan, sikap dan minat, maupun pembentukan
kesusilaan dan keagamaan.

Diantara badan pendidikan kemasyarakatan dapat disebutkan antara lain:


a.       Kepanduan (pramuka)
b.      Perkumpulan-perkumpulan olahraga
c.       Perkumpulan-perkumpulan pemuda-pemudi
d.      Perkumpulan-perkumpulan sementara,seperti Panitia Hari Besar Islam
e.       Kesempatan-kesempatan berjamaah, seperti hari jum’at, acara tabligh, adanya
kerabat yang meninggal dunia.
f.       Perkumpulan-perkumpulan perekonomian seperti koperasi
g.      Perkumpulan-perkumpulan partai-partai politik, dan
h.      Perkumpulan-perkumpulan keagamaan.

C.     Tugas Lembaga Pendidikan Islam


a.       Tugas Keluarga
Orang tua dituntut untuk menjadi pendidik yang memberikan pengetahuan pada anak-
anaknya dan memberikan sikap serta keterampilan yang memadai, memimpin
keluarga dan mengatur kehidupannya, memberikan contoh sebagai keluarga yang
ideal, bertanggung jawab dalam kehidupan keluarga, baik yang bersifat jasmani
maupun rohani.
Tugas diatas wajib dilaksanakan oleh orangtua berdasarkan nash-nash Alquran,
diantaranya:
1.         Firman Allah dalam Surah At-Tahrim (66) : 6,

)6 : ‫(التحر يم‬....‫يَا اَ يُهَاا للَ ِذ ْينَ اَ َمنُوْ ا قُوْ ا اَ ْنفُ َس ُك ْم َواَ ْهلِ ْي ُك ْم نَارًا‬
“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka”

2.         Firman Allah dalam Surah An-Nisa’ (4): 9,

“ Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainnya meninggalkan


di belakang mereka anak-anak yang lemah, yanv mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.

b.      Tugas Sekolah (Madrasah)


An-Nahlawi mengemukakan bahwa sekolah (madrasah) sebagai lembaga pendidikan
harus mengemban tugas sebagai berikut:[20]
                                                      1.            Merealisasikan pendidikan yang didasarkan atas prinsip piker,
akidah, dan tasyri’ yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan.
                                                      2.            Memelihara fitrah peserta didik sebagai insan yang mulia, agar ia
tidak menyimpang dari tujuan Allah menciptakannya.
                                                      3.            Memberikan kepada peserta didik seperangkat peradaban dan
kebudayaan Islami, dengan cara mengintegrasikan antara ilmu alam, ilmu social, ilmu
ekstra dengan landasan ilmu agama, sehingga peserta didik mampu melibatkan
dirinya kepada perkembangan iptek.
                                                      4.            Membersihkan pikiran dan jiwa peserta didik dari pengaruh
subjektivitas (emosi).
                                                      5.            Memberikan wawasan nilai dan moral serta peradabann manusia
yang membawa khazanah pemikiran peserta didik menjadi berkembang.
                                                      6.            Menciptakan suasana kesatuan dan kesamaan antara peserta
didik. Tugas ini tampaknya sulit dilakukan karena peserta didik masuk lembaga
madrasah dengan membawa status social status ekonomi yang berbeda.
                                                      7.            Tugas mengoordinasikan dan membenahi kegiatan pendidikan
lembaga-lembaga pendidikan keluarga, masjid, dan pesantren mempunyai saham
tersendiri dalam merealisasikan tujuan pendidikan, tetapi pemberian saham itu  belum
cukup.
                                                      8.            Menyempurnakan tugas-tugas lembaga pendidikan keluarga,
masjid, dan pesanten.

c.       Tugas Masyarakat
1.      Tugas Masjid
Bagaimana peranan masjid sebagai lembaga pendidikan Islam menurut Al-Abdi,
tempat yang terbaik untuk belajar adalah masjid karena dengan duduk belajar di
masjid akan menampakkan hidupnya sunnah, bid’ah-bid’ah dapat dimatikan, dan
hokum-hukum Tuhan dapat diungkapkan. Tugas Pesantren
-          Mencetak ulama yang menguasai ilmu-ilmu agama. Sesuai dengan firman Allah
dalam Surah At-Taubah (91): 122. Golongan ini adalah pengawal umat yang member
peringatan  dan pendidikan kepada umatnya untuk bersikap, berfikir, berprilaku,
serta  berkarya sesuai dengan ajaran agama.
-          Mendidik muslim yang dapat melaksanakan syariat agama.
-          Mendidik agar objek memiliki kemampuan dasar yang relevan dengan
terbentuknya masyarakat beragama. Selain dua kelompok diatas, kenyataan
membuktikan bahwa setiap kelompok masyarakat dalam bentuk kultur dan peradaban
apapun, ada sekelompok manusia terakhir ini yang tidak memiliki komitmen
(keterkaitan yang erat) dengan nilai-nilai dan cita-cita yang relevan dengan agama.
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Simpulan yang dapat ditarik dari pembahasan makalah tersebut adalah timbal
balik antara keluarga, sekolah dan masyarakat merupakan sama-sama media
sosialisasi. Keluarga merupakan media utama sedangkan sekolah adalah pembimbing
menuju sosialisasi yang lebih tinggi. Setelah dari lingkup keluarga, bimbingan dari
sekolah juga perlu sekaligus menambah luas lingkup pergaulan anak. Keluarga adalah
media sosialisasi primer, sedang sekolah adalah media sosialisasi sekunder. Jadi
sekolah merupakan kelanjutan dari sosialisasi yang dilakukan didalam keluarga tidak
cukup, oleh karena itu orang tua menyerahkan pendidikan pada lembaga pendidikan
formal yang disebut sekolah. Dalam sekolah anak diberi berbagai pengetahuan baik
pengetahuan yang berkaitan untuk pengembangan pribadi, pengetahuan untuk bekal
hidup dalam masyarakat, dan pengetahuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi lebih lanjut. Pendidikan disekolah dilaksanakan secara bertingkat-
tingkat. Pada dasarnya dibedakan pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
perguruan tinggi. Anak yang telah selesai pada tingkat pendidikan tertentu yang
memerlukan keterampilan dapat masuk pada pendidikan nonformal dalam lembaga
pendidikan masyarakat. Setelah mendapatkan tambahan keterampilan maka ia terjun
kedunia kerja dalam masyarakat. Akan tetapi ada juga yang setelah selesai
pendidikan pada tingkat pendidikan tertentu langsung memasuki dunia kerja dalam
masyarakat. Masyarakat sebagai pemakai hasil tiga pendidikan itu akan memberi
balikan bagi masing-masing penyelenggara pendidikan dalam ketiga lingkungan
pendidikan.

DAFTAR RUJUKAN

1.      Abdullah, Burhanuddin. 2010. Pendidikan Islam Sebagai Sebuah Disiplin


Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Prima.
2.      Abdullah, Burhanuddin. 2010. Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Prima.

3.      Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 1991. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Rineka
Cipta.
4.      Ahmad, Beni dan Hendra Akhdiyat. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung:  CV
Pusataka Setia.
5.      Daud Ali dan Habibah Daud. 1995. Lembaga-lembaga Islam di Indonesia. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
6.      Drajat, Zakiah. 2000. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.
7.      Faisal, Sanapiah. 1971. Sosiologi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional .
8.      M. Said.1985. Ilmu Pendidikan. Bandung: Alumni.
9.      Rahman, Abdul. 2005. Pendidikan Agama & Pembangunan Watak
Bangsa. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
10.  Ramayulis. 2002.  Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
11.  Sofyani. 1987. Ilmu Pendidikan Islam. Banjarmasin: Fakultas Tarbiyah IAIN
Antasari.
12.  Umar, Bukhari. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: AMZAH.
13.  Yusuf, Muri. 1982. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
14.  Zuhairini. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.
[1] Drajat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000). Hal. 63-64
[2] Rahman, Abdul. Pendidikan Agama & Pembangunan Watak Bangsa. (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2005). Hal. 259
[3] Zuhairini, dkk. Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009). Hal.173
[4] Ibid. Filsafat Pendidikan Islam. Hal. 175
[5] Ibid. Filsafat Pendidikan Islam. Hal. 176
[6] Drajat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000). Hal. 66-71
[7] Ahmad, Beni dan Hendra Akhdiyat. Ilmu Pendidikan Islam. (Bandung: CV Pusataka Setia, 2009).
Hlmn. 262-268
[8] Daud Ali dan Habibah Daud. Lembaga-lembaga Islam di Indonesia.(Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 1995). Hal. 1
[9] Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kalam Mulia,2002). Hal. 277
[10]  M. Said. Ilmu Pendidikan. (Bandung: Alumni, 1985). Hal. 112
[11]  Umar, Bukhari. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: AMZAH, 2011). Hlmn. 149
[12]  Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan Islam. ( Jakarta: Rineka Cipta, 1991). Hal. 171
[13]  Abdullah, Burhanuddin. Pendidikan Islam Sebagai Sebuah Disiplin Ilmu. (Yogyakarta: Pustaka
Prima,2011). Hal.101
[14] Sofyani. Ilmu Pendidikan Islam. (Banjarmasin: Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari, 1987). Hal. 51
[15] Abdullah, Burhanuddin. Pendidikan Islam. (Yogyakarta: Pustaka Prima,2010). Hal. 103
[16] Faisal, Sanapiah. Sosiologi Pendidikan. (Surabaya: Usaha Nasional, 1971). Hal.149
[17]  Yusuf, Muri. Pengantar Ilmu Pendidikan. (Jakarta:  Ghalia Indonesia, 1982). Hal. 63
[18] Abdullah, Burhanuddin. Pendidikan Islam. (Yogyakarta: Pustaka Prima,2010). Hal. 105
[19] Umar, Bukhari. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: AMZAH, 2011). Hlmn. 151-153

[20] Bukhari, Umar. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: AMZAH, 2011). Hal. 155-157

Anda mungkin juga menyukai