Anda di halaman 1dari 5

Tugas 1.4.a.

9 Koneksi Antar Materi-Budaya Positif

Peserta didik diibaratkan sebagai tanaman yang harus dipupuk, dibersihkan dari hama
pegganggu, disiram dengan air agar selalu terjaga pertumbuhannya, dan dirawat agar terbebas
dari penyakit dan jamur pengganggu. Sehingga tanaman tersebut dapat bertumbuh sesuai dengan
kodratnya. Peserta didik harus tumbuh dan berkembang dalam kondisi lingkungan yang aman
dan nyaman sehingga mereka dapat menumbuhkan nilai-nilai kebajikan yang berasal dari dalam
(motivasi intrinsik). Setiap tindakan mereka haruslah beralasan untuk menjadi orang yang
menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya dan bukan karena ingin
mendapat penghargaan orang lain atau terhindar dari ketidaknyamanan.

Calon guru penggerak sebagai agen perubahan pendidikan di Indoensia harus mampu tergerak,
bergerak, dan menggerakan budaya positif sesuai dengan visi dan misi yang ditetapkan oleh
sekolah masing-masing. Budaya positif di sekolah tidak terlepas dari semua komponen yang ada
di sekolah itu sendiri. Budaya positif harus dibangun atas keyakinan dari seluruh komponen baik
itu peserta didik, guru, kepala sekolah dan warga sekolah lainnya. Keyakinan adalah nilai-nilai
kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama secara universal, lepas dari latar
belakang suku, negara, bangsa maupun agama. Menurut Gossen (1998), suatu keyakinan akan
memotivasi seseorang dari dalam atau memotivasi secara instrinsik. Seseorang akan lebih
tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada sekedar mengikuti
serangkaian aturan.

Apa yang kita impikan tentang gambaran anak didik kita di masa yang akan datang adalah visi
dari seorang guru penggerak. Guru penggerak harus memahami pentingnya memiliki keyakinan
kelas sebagai pondasi dan arah tujuan sebuah sekolah atau kelas yang nantinya menjadi landasan
dalam memecahkan konplik atau permasalahan di dalam sekolah ataupun kelas. Guru haru
mampu memahami proses pembentukan dari peraturan menjadi sebuah keyakinan kelas. Untuk
itu guru harus dapat mengidentifikasi kebutuhan dasar dari setiap peserta didik yang berbeda-
beda satu dengan yang lainnya sehingga dapat terpenuhi dengan cara yang positif. Kebutuhan
dasar manusia ada lima yaitu, cinta dan kasih sayang (kebutuhan untuk diterima), penguasaan
(kebutuhan pengakuan atas kemapuan), kebebasan (kebutuhan akan pilhan), dan kesenangan
(kebutuhan untuk merasa senang).
Dalam pelaksanaanya seorang calon guru penggerak harus dapat mereflesikan atas praktik
disiplin yang dijalankan selama ini dan dampaknya bagi peserta didik. Seorang calon guru
penggerak dapat mengtahui dan menerapkan disiplin restitusi di posisi manajer sehingga dapat
menciptakan lingkungan positif, aman dan nyaman. Diane Gossen dalam bukunya Restitution-
Restructuring School Discipline (1998) mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali
penerapan disiplin di dalam ruang-ruang kelas selama ini. Melalui serangkaian riset dan
bersandar pada teori kontrol Dr. William Glsser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol
yang diterapkan seorang guru, orangtua ataupun atasan dalam melakukan kontrol yaitu,
Penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor (Pemantau) dan Manajer.

Dari ke lima posisi kontrol tersebut idealnya seorang guru, orangtua dan kepala sekolah dapat
mencapai posisi Manajer. Dimana pada posisi ini murid dapat menjadi pribadi yang mandiri,
merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat
menciptakan lingkungan yang positif, nyaman dan aman. Kontrol manajer akan menumbuhkan
motivasi prilaku kontrol diri sehingga dapat menghasilkan identitas yang berhasil atau sukses.

Calon guru penggerak dapat mempraktikan segitiga restitusi sebagai salah satu cara
menanamkan disiplin positif pada peserta didik sebagai bagian dari budaya positif di sekolah.
Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan. Dengan restituri
kita dapat memperbaiki hubungan dan memperkuatnya, kita memberikan tawaran dan bukan
paksaan, restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri. Dalam restitusi anak didik akan
menyadari sedang menjadi orang seperti apa dan menguatkan bahwa dirinya menyadari apa yang
bisa di ubah pada dirinya dan anak didik benar-benar mengubahnya. Dalam restitusi guru
menstabilkan identitas murid kemudian mengembalikan murid yang berbuat salah ada
kelompoknya.

Dari uraian di atas bahwa keterkaitan materi Filosofi Ki Hadjar Dewantara tentang Pendidikan
Nasional, Nilai dan Peran Guru Penggerak, Visi Guru Penggerak dan Budaya Positif masing
masing tidak bisa berdiri sendiri semuanya saling terkait dan runut. Tahapan pembahasan materi
menjadi semakin utuh dari mudul 1.1 sampai dengan modul 1.4. Filosofi pendidikan yang
dikemukakan oelh Ki Hadjar Dewantara menjadi pondasi awal dalam mewujudkan karakter
pelajar seperti apa yang ingin dicapai. Untuk mencapai itu maka diperlukan nilai dan peran guru
penggerak sebagai ujung tombak pelaksanaannya di sekolah. Tentunya guru penggerak yang
memiliki visi yang jelaslah yang dapat mewujudkannya dengan salah satunya menciptakan
budya positif di sekolah. Dengan terciptanya budaya positif di sekolah maka lingkungan belajar
menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi tumbuh kembangnya anak didik yang merdeka dan
berkarakter pelajar Pancasila.
Rancangan Tindakan untuk Aksi Nyata

Judul Modul : 1.4.a.10.1 Aksi Nyata - Budaya Positif - Unggah Aksi Nyata

Nama Peserta : Iman Kadarisman, S.Si

Latar belakang

Peraturan-peraturan yang ditetapkan baik dalam kelas maupun dalam lingkungan sekolah secara
umum sering kali tidak mampu membuat kondisi peserta didik seluruhnya menjadi disiplin.
Banyak sekali kendala yang dihadapi pihak sekolah dalam upaya menumbuhkan sikap disiplin
baik terhadap peserta didik dan juga guru sekalipun. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi kita
semuanya termasuk di dalamnya guru itu sendiri dan kepala sekolah sebagai pucuk pimpinan
pengelola sekolah.

Perubahan paradigma stimulus-respon menjadi teori kontrol yang dipelajari dalam modul 1.4
Calon Guru Penggerak memberikan pengetahuan bagi Calon Guru Penggerak dalam
menumbuhkan budaya positif di sekolah dengan pemahaman baru bahwa penumbuhan budaya
positif perlu merubah peraturan-peraturan beralih ke keyakinan.

Tujuan dari rancangan tindakan aksi nyata adalah:

Membangun budaya positif dalam lingkup kelas dengan melibatkan peran serta anak didik
dengan bimbingan wali kelas

Tolak Ukur

- Peserta didik aktif dalam mengunkapkan keinginan kelasnya.

- Wali kelas memfasilitasi keinginan seluruh peserta didik dalam menumbuhkan budaya
postif kelas.

- Terdokumentasikannya keingingan peserta didik dalam bentuk tulisan.


- Terciptaanya budaya positif kelas sebagai hasil kesepakatan bersama.

Linimasa Tindakan yang akan Dilakukan

- 18 – 22 Oktober 2021 (Mensosialisasikan dan mempraktikan keinginan kelas yang ingin


dicapai)

- 25 – 27 Oktober 2021 (Mendiskusikan dalam kelas tentang kesepakatan dari setiap


keingian anak didik)

- 28 – 29 Oktober 2021 (Mencatat kesepakatan kelas dalam bentuk karton besar dan
terpampang di depan kelas)

Dukungan yang Dibutuhkan

Untuk menjalankan aksi nyata ini tentunya harus mendapat dukungan. Dukungan yang pertama
tentunya dari kepala sekolah berupa izin tertulis, rekan guru wali kelas 8 F sebagai rekan
kolaboratif, dan peserta didik.

Anda mungkin juga menyukai