Anda di halaman 1dari 8

Koneksi Antar Materi

Modul 1.4 Paradigma dan Visi Guru Penggerak


Wahid Rohman, S. Or.
CGP Rekognisi
Fasilitator Pemandu: Elliza

Kesimpulan tentang peran saya dalam menciptakan budaya positif di sekolah.


Kilas balik pembelajaran pada Paket modul 1: Paradigma dan Visi Guru Penggerak
Terdiri dari:
 Modul 1.1 Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara,
 Modul 1.2 Nilai-nilai dan Peran Guru Penggerak,
 Modul 1.3 Visi Guru Penggerak
 Modul 1.4 Budaya Positif.
Rangkaian modul membahas tentang paradigma dan visi guru penggerak, dimana guru
penggerak merupakan guru yang dijadikan sebagai pemimpin pembelajaran yang nantinya
bisa mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, aktif dan tentunya proaktif.

Modul 1.1 Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional – Ki Hadjar Dewantara


Memberikan pemahaman yang sangat luar biasa bagi saya pribadi, sehingga terjadi
perubahan mindset yang ada didalam diri saya, bahwa setiap murid mempunyai kodratnya
masing-masing, dan tugas guru hanya menuntun kodrat murid sehingga nantinya murid bisa
mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai pribadi dan juga
sebagai anggota masyarakat.
Hal yang bisa saya pahami dari pernyataan Ki Hadjar Dewantara yang tertuang dalam materi
modul 1.1
1. Pendidikan adalah menuntun tumbuh atau hidupnya kodrat yang ada pada anak agar dapat
memperbaiki lakunya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya baik
sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat
2. Murid diibaratkan sebagai tanaman, tidak akan tumbuh jagung murid yang mempunyai kodrat
padi, dan sebaliknya tidak akan tumbuh padi murid yang mempunya kodrat jagung, guru hanya
merawat saja sesuai dengan cara menanam sesuai dengan kodratnya. “tanamlah jagung seperti
menanam jagung, dan tanamlah padi seperti menanam padi”
3. Pendidikan hendaknya sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya
4. Pendidikan adalah tempat persemaian segala benih-benih kebudayaan
5. Mendidik dengan sistem among (Ing ngarsa sung tulada, Ing madya mangun karsa, tut wuri
handayani)
6. Pendidikan yang menghamba pada anak
7. Asimilasi budaya menganut konsep trikon

Modul 1.2 Nilai dan Peran Guru Penggerak


Modul 1.2 ini merupakan penguat untuk menjalankan filosofi Ki Hadjar Dewantara dengan
menegakkan nilai guru penggerak dan siap memerangkan peran guru penggrak.
Nilai dan peran guru penggerak:
1. Nilai Guru Penggerak
a. Berpihak pada murid
b. Mandiri
c. Kolaboratif
d. Reflektif
e. Inovatif
2. Peran Guru Penggerak
a. Menjadi Pemimpin Pembelajaran
b. Menjadi coach bagi rekan kerja/guru lain
c. Mendorong kolaborasi
d. Mewujudkan kepemimpinan murid
e. Menggerakkan komunitas praktis

Modul 1.3 Visi Guru Penggerak


Membuat visi yang didasari dari impian guru pada murid masa depan. Guru diharapkan bisa
membuat sebuah Prakarsa perubahan dengan sebuah manajemen Inkuiri Apresiatif (IA) yakni dengan
menerapkan tahapan-tahapan B-A-G-J-A, tentunya dengan tujuan untuk menjaga daya dan kekuatan
simultannya. Alur Inkuiri Apresiati (IA) dari B-A-G-J-A sendiri adalah dengan cara Buat pertanyaan
(define), Ambil Pelajaran (Discover), Gali Mimpi (Dream), Jabarkan Rencana (Design) dan Atur
Ekseksusi (Deliver).Dari manajemen inkuiri apresiatif BAGJA ini nantinya akan melahirkan
Prakarsa-prakarsa perubahan yang sudah terencana dan siap dengan aksinyatanya yang nantinya akan
menjadikan sebuah perubahan yang positif sesuai dengan visi guru penggerak dan juga sesuai dengan
tujuan Pendidikan nasional. perubahan – perubahan positif yang dibentuk oleh Prakarsa tersebut akan
tercipta atau terwujudnya sebuah budaya positif di sekolah.
Modul 1.4 Budaya Positif.
Didalam modul 1.4 ini saya telah memahami bagaimana mengelola penyimpangan akan nilai-nilai
universal keyakinan sekolah, dan bagaimana guru mengambil peran dalam kontrol manajer dengan
menerapkan segitiga restitusi.
Materi yang dipelajari dan dipahami di modul 1.4:
1. Disiplin positif dan kebajikan universal
a. Miskonsepsi tentang makna control
b. Minskonsepsi makna disiplin
c. Nilai-nilai kebajikan
2. Teori motivasi (hukuman,penghargaan dan restitusi)
a. Motivasi perilaku seseorang
b. Hukuman, penghargaan dan restitusi
c. Tersandera oleh penghargaan
3. Keyakinan kelas
4. Lima kebutuhan dasar manusia dan dunia berkualitas
5. Lima posisi kontrol guru, dan
6. Segitiga restitusi

Peran saya dalam menciptakan budaya positif di sekolah:


Peran saya dimulai dari pemahaman diri sendiri dan kemudian penyebaran pada teman sejawat
tentang keyakinan kelas, lima posisi kontrol dan penerapan segitiga restitusi. Penyebaran ini
saya lakukan dengan metode persuasif (empat mata) sehingga nantinya penerapan disiplin
positif bisa dimulai dari diri sendiri dan teman sejawat dan kemudian merambah pada warga
sekolah, dengan tujuan dapat menumbuhkan budaya positif yang termotivasi dari dalam yang
nantinya akan membentuk karakter murid yang berprofil Pancasila.
Refleksi Pemahaman atas keseluruhan materi modul Budaya Positif
1. Pemahaman Saya tentang konsep-konsep inti yang telah saya pelajari di modul ini, yaitu:
disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol
guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi.
a. Disiplin Positif.
Disiplin positif adalah pendekatan untuk menuntun anak agar berdaya mengontrol diri,
dan bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai
kabajikan. Disiplin positif merupakan komponen utama dalam mewujudkan budaya
positif.
b. Teori kontrol
Pada dasarnya yang bisa mengontrol seseorang adalah seseorang itu sendiri. Seseorang
bisa melakukan sesuatu atau tidak tergantung pada diri seseorang sesuai dengan
motivasi pemenuhan kebutuhan dasar dan setiap kebutuhan dasar seseorang itu
berbeda.
c. Teori Motivasi
Setiap perilaku manusia memiliki tujuan dan motivasi. Motivasi bisa berasal dari
eksternal dan internal. Motivasi yang berasal dari eksternal bertujuan untuk
menghindari ketidaknyamanan atau hukuman dan atau untuk mendapatkan
imbalan/penghargaan. Sedangkan untuk motivasi yang berasal dari internal bertujuan
untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-
nilai yang mereka percaya
Dan point dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang berasal dari internal
yang nantinya akan menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri
dengan nilai-nilai yang mereka percaya, sehingga mareka akan sadar dengan
keyakinan mereka sendiri dan tidak terpengatuh pada ketidaknyamanan, hukuman,
imbalan atau penghargaan.
d. Hukuman dan penghargaan
Pada dasarnya hukuman dan penghargaan itu sama, hanya hukuman lebih ke arah cara
mengontrol perilaku murid pada hal negatif sedangkan penghargaan adalah cara
mengontrol perilaku murid pada hal positif. Hukuman mengotrol perilaku seseorang
dengan sifat memaksa, menyakitkan dan menciptakan identitas gagal, sedangkan
penghargaan merupakan bentuk pengendalian perilaku seseorang dengan suatu benda
atau peristiwa yang diinginkan. Namun pada sejatinya pernghargaan dan hukuman
adalah cara mengontrol perilaku murid yang secara tidak langsung menghambat
potensi. Dimana dalam jangka waktu tertentu hukuman dan penghargaan akan
berdampak pada ketergantungan serta mematikan motivasi instrinsik.
e. 5 (lima) posisi kontrol guru
Ada 5 (lima) posisi kontrol guru yaitu:
1) Penghukum
2) Pembuat merasa bersalah
3) Teman
4) Pemantau
5) Manajer
f. Kebutuhan Dasar Manusia
Kebutuhan dasar manusia merupakan kebutuhan yang sangat primer pada diri
manusia, pada dasarnya setiap murid yang menyimpang dengan nilai-nilai kebajikan
atau melanggar sebuah keyakinan, pada dasarnya murid tersebut tidak terpenuhinya
salah satu kebutuhan dasarnya. Ada 5 (lima) kebutuhan dasar manusia yaitu:
1) Kebutuhan untuk bertahan hidup (survival)
2) Kebutuhan kasih sayang dan rasa diterima (Love and belonging)
3) Kebutuhan penguasaan (freedom)
4) Kesenangan (fun)
5) Pengausaan (powe)
g. Keyakinan kelas
Keyakinan kelas adalah nilai-nilai kebajikan yang diyakini oleh kelas untuk
menumbuhkan motivasi instrinsik dan budaya positif di kelas.
h. Segitiga Restitusi
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan
mereka, sehingga mereka bisa Kembali pada kelompok mereka dengan karakter yang
kuat. Dalam menciptakan restiusi perlulah beberapa Tindakan yang saling berkaitan
satu sama lain, ada 3 (tiga) Tindakan yang saling berkaitan dalam proses menciptakan
kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahannya, sehingga dari 3 (tiga) tindakan
dalam restitusi disebut dengan segitiga restitusi. Tujuan dalam segitiga restitusi adalah
membimbing murid berdisiplin positif dengan motivasi yang berasal dari dalam
(internal). Tahapan-tahapan pada pendekatan segitiga restitusi yaitu:
1) Menstabilkan identitas/Stabilize the identity.
2) Validasi Tindakan yang salah (validate the misbehaviour)
3) Menanyakan keyakinan (seek the belief)
2. Hal-hal menarik untuk saya dan diluar dugaan:
Hal menarik dari pemahaman pada materi tersebut adalah:
a. Hukuman dan penghargaan. Pada awalnya saya meyakini bahwa hukuman adalah
sesuatu tindakan yang sangat tepat, karena dengan hukuman bisa membuat murid
menjadi jera, dan justru saya sangat meyakini bahwa penghargaan adalah suatu
tindakan yang dapat memotivasi murid sebagai bentuk apresiasi tentang perilaku baik
kepada murid. Ternyata setelah saya mempelajari modul 1.4 ini hukuman dan
penghargaan sama-sama bisa mematikan motivasi intrinsik murid, dan pada jangka
waktu tertentu penghargaan akan membuat murid ketergantungan.
b. Keyakinan dan peraturan kelas. pada awalnya saya mendewakan peraturan. Peraturan
kelas itu adalah suatu sistem yang sangat efektif untuk mengatur murid agar nantinya
murid bisa berdisiplin positif sesuai dengan koridor peraturan kelas. Namun setelah
saya mempelajari modul 1.4 peraturan justru tidak efektif dalam menciptakan budaya
positif, peraturan hanya berasal dari motivasi eksternal yang nantinya akan bersifat
ketergantungan pada suatu peraturan, sedangkan keyakinan kelas merupakan motivasi
yang bersumber dari dalam, sehingga ada atau tidak adanya peraturan murid akan
melakukan dan menerapkan disiplin positif sesuai dengan keyakinannya.
c. Segitiga restitusi. Hal yang paling menarik ketika pada tahapan menstabilkan identitas
ketika seorang guru berkata pada murid bahwa “tidak apa-apa melakukan kesalahan,
dan setiap orang pasti melakukan kesalahan”. Sehingga dari kalimat yang diucapkan
oleh guru, murid bisa mengubah identitas mereka dari orang yang gagal menjadi orang
yang sukses. Sedangkan yang sering saya lakukan biasanya menyudutkan murid
dengan membahas berbagai aktivitas penyimpangan mereka dari beberapa sudut
pandang.
Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir saya dalam menciptakan budaya positif
di kelas maupun sekolah Saya setelah mempelajari modul ini?
1. Perubahan paradigma tentang hukuman dan penghargaan. Yang semula saya beranggapan
bahwa penghargaan adalah Langkah yang efektif untuk menumbuhkan budaya positif,
ternyata untuk mebangun budaya yang positif harus berawal dari motivasi intrinsik yang
nantinya akan membentuk sebuah keyakinan, baik keyakinan di kelas maupun sekolah
2. Perubahan teori kontrol. Yang semula saya beranggapan bawa guru bisa mengotrol murid
dengan daya dan upayanya, ternyata setelah mempelajari modul 1.4 guru dapat
mengontrol murid itu hanyalah sebuah ilusi. Yang dapat mengontrol murid sebenarnya
adalah murid itu sendiri. Walaupun tampaknya guru sedang mengontrol perilaku murid
namun pada sejatinya murid mengizinkan dirinyan dikontrol. Dari hal tersebut butuh
motivasi instrinsik dari murid untuk menciptakan keyakinan kelas agar murid bisa
melakukan sesuai dengan motivasi dari dalam.
3. Perubahan segitiga restitusi. Yang semula saya menyelesaikan kasus penyimpangan
dengan cara mengintervensi murid dengan menunjukkan sisi-sisi kesalahan dari berbagai
sudut pandang, sekarang keyakinan saya berubah dengan menstabilkan identitas dari
orang yang gagal menjadi orang yang sukses.
Pengalaman seperti apakah yang pernah saya alami terkait penerapan konsep-konsep
inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah saya:
Pengalaman yang saya alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam moduk budaya
positif baik di lingkup kelas maupun sekolah adalah menggunakan segitia restitusi dengan
posisi kontrol sebagai manajer. Dan hambatan dan tantangan saya masih berbenturan pada
beberapa guru yang masih berparadigma bahwa kontrol penghukum adalah Tindakan yang
paling efektif untuk mendisiplikan murid. Sehingga saya butuh pendekatan khusus secara
persuasif untuk berdiskusi dalam membangun pemahaman tentang disiplin positif dan budaya
positif.
Perasaan saya ketika mengalami hal tersebut.
Perasaan saya ketika mengalami hal tersebut, saya merasa mempunyai kewajiban untuk
menyebarkan pemahaman tentang budaya positif baik di kelas maupun di sekolah. Terutama
pada hal paradigima kontrol penghukum dan penggunaan segitiga restitusi dalam setiap
pemecahan penyimpangan yang terjadi pada murid. Saya merasa mempunyai kewajiban
kepada setiap warga sekolah untuk menyebarkan pemahaman bahwa setiap murid mempunyai
kebutuhan dasar, dan jika kebutuhan dasar tersebut terpenuhi maka tidak aka nada
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Maka dari tersebut untuk memenuhi segalam
kebutuhan murid dalam hal penyimpangan tentunya dibutuhkan segitiga restitusi yang bisa
menstabilkan identitas sampai pada keyakinan diri murid.
Terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal yang sudah baik dan
perlu diperbaiki:
Hal baik yang sudah saya lakukan yaitu adanya peraturan yang sudah mengikat, tinggal
bagaimana saya mengubah peraturan tersebut menjadi sebuah keyakinan, baik keyakinan kelas
maupun keyakinan sekolah.
Adapaun hal yang perlu saya perbaiki yaitu mengubah mindset diri saya sendiri agar saya bisa
menjadi posisi kontrol sebagai penghukum dan pemberi penghargaan menjadi sebuah guru
yang bisa mengambil peran sebagai manajer.
Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi
kontrol, posisi yang paling sering saya pakai:
Sebelum mempelajari modul ini saya sering mengambil kontrol sebagai penghukum dan
pembuat merasa bersalah. Namun setelah saya mempelajari modul 1.4 ini saya lebih
cenderung merubah posisi kontrol sebagai manajer sehingga akan membangun identitas murid
yang awalnya sebagai orang yang gagal menjadi orang yang sukses. Saya akan merasa
menjadi lebih terkontrol, sabar, dan lebih membahagiakan berbeda dengan Ketika sebagai
penghukun, saya merasa seperti dictator, di cap sebagai orang yang semena-mena.

Sebelum mempelajari modul ini, Saya menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi
permasalahan murid saya, tahap praktek, dan cara saya mempraktekkannya.
Sebelum mempelajari modul ini saya pernah menerapkan segitiga resitusi, namun beda
instilah saja dan langkah-langkah tidak teratur serta tidak ada tujuan dan indikator yang jelas
sehingga apa yang saya lakukan tanpa arah dan tujuan. Hasil dari apa yang saya lakukan tidak
berdasarkan pada keyakinan kelas dan tidak termotivasi pada dalam murid, motivasi saya
hanya bagaimana murid bisa disiplin dan tidak melanggar peraturan dan mengabaikan
motivasi intrinsiknya.
Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, hal-hal lain yang menurut
Saya penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di
lingkungan kelas maupun sekolah:
Tentunya ada, yaitu berkolaborasi dengan semua pihak agar bisa mendukung dan menciptakan
budaya positif. Kolaborasi bisa berbentuk komunikasi intens dengan kepala sekolah, teman
sejawat, wali murid dan sebagainya. Komunikasi tersebut juga berbentuk persamaan persepsi
antara semua warga sekolah sehingga bisa jadi satu visi dan misi dalam menciptakan budaya
positif.

Anda mungkin juga menyukai