Menjadi seorang guru adalah sebuah cita-cita yang mulia, karena guru
adalah sebuah profesi yang mampu menentukan arah peradaban suatu
bangsa. Adapaun menjadi guru yang baik dan selalu menyesuaikan diri
dengan tuntutan zaman adalah sebuah keharusan. Sebagai seorang guru
penggerak maka sudah tentu kita harus mampu terjun dan menyelami serta
memahami bagaimana mengkondisikan diri agar menjadi guru yang ideal di
tengah kemajuan zaman saat ini.
Pada tahap awal, sudah cukup tepat program guru penggerak
menempatkan materi dasar tentang Filosofi Pemikiran Ki Hajar Dewantara, hal
ini tentu saja bertujuan agar setiap peserta memahami bagaimana dasar-dasar
pemikiran beliau tentang konsep memerdekakan pendidikan. Kemerdekaan
pembelajaran baru akan didapatkan jika jiwa-jiwa yang terkait di dalamnya
adalah jiwa yang merdeka. Kemerdekaan itu adalah kodrat manusia. Secara
gamblang Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa kodrat itu terbagi dua yaitu,
kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam adalah kodrat yang tidak bisa
diubah, sehingga kita akan berusaha menyempurnakan pendidikan pada
kodrat zamannya. Kita jadi bisa secara jelas memaknai Ing Ngarso Sung
Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani sebagai sebuah
pemahaman yang baik bagaimana menempatkan peranan guru yakni di
depan memberikan contoh yang baik, di tengah membabangun semangat
dan di belakang memberikan dorongan. Kita tidak akan bisa mengubah
siapapun, kita hanya mampu mengubah diri kita sendiri. Namun, pada tataran
pembelajaran semuaelemen harus kita pakai agar mampu mengarahkan siswa
ke arah yang lebih baik.
Karena hal tersebut maka peranan guru sangatlah besar dalam
perkembangan pendidikan, menurut ki Hajar Dewantara Peran yang harus
dimiliki seorang guru adalah:
a. Berpihak pada murid
Selalu bergerak dengan mengutamakan kepentingan murid yakni
pendidikan anak yang selaras dengan kodrat alam dan kodrat zaman,
mengingat persoalan lingkungan alam, perubahan iklim, perusakan
lingkungan dan lain sebagainya selalu mengalami perubahan.
b. Mandiri
Terus belajar sepanjang hayat, yang artinya harus senantiasa
memampukan dirinya sendiri dalam melakukan aksi serta berkenan
mengambil tanggung jawab dan turun tangan untuk memulai perubahan
c. Kolaboratif
Senantiasa membangun daya saing, membangun rasa saling percaya dan
saling menghargai, serta mengakui dan mengelola kekuatan serta
perbedaan peran tiap pemangku kepentingan di sekolah, sehingga
tumbuh semangat saling mengisi, saling melengkapi. Semangat
pembelajaran tim
d. Reflektif
Bergeser dari dorongan perubahan diri yang sifatnya eksternal menuju
penguatan dorongan diri yang bersifat internal, mengubah pengalaman
menjadi proses pembelajaran yang memberdayakan baik individu maupun
kelompok dalam meningkatkan dan mengungkap potensi peserta didik.
e. Inovatif
Guru penggerak akan senantiasa mampu memunculkan gagasan segar
dan tepat guna. Dengan demikian, nilai inovatif ini juga mengisyaratkan
penguatan semangat ko-kreasi (gotong-royong) dan pemberdayaan
aset/kekuatan yang ada di sekolah untuk mewujudkan visi bersama
a. Pemimpin Pembelajaran
Selalu belajar agar memahami materi pembelajaran, agar mampu
memberikan penguatan kepada peserta didik dan selalu berdisiplin, agar
dapat dijadikan teladan
b. Pemimpin Pembelajaran
Selalu belajar agar memahami materi pembelajaran, agar mampu
memberikan penguatan kepada peserta didik dan selalu berdisiplin, agar
dapat dijadikan teladan
c. Pendorong Kolaborasi
Tampil sebagai pribadi yang menjembatani pemikiran guru dengan kepala
sekolah dan membantu memberikan solusi kepada teman saat
ada peserta didik yang bermasalah
d. Penggerak Komunitas
Membagikan pengalaman baru dan aktif dalam kegiatan MGMP dan
membentuk komunitas belajar murid berdasarkan kesamaan hobi dan
bakat
e. Mewujudkan Kepemimpinan Murid
Selalu meminta siswa memimpin do'a di setiap awal pembelajaran
mendorong peserta didik untuk selalu tampil dalam kegiatan di sekolah
f. Menjadi Pelatih Bagi Rekan Sejawat
Menjadi narasumber di kegiatan pelatihan dan lokakarya
Karena hal tersebut di atas maka visi guru penggerak haruslah jelas
dalam pembelajaran di sekolah. Visi adalah tujuan yang ingin dicapai dalam
mensukseskan program-program sekolah. Visi juga merupakan harapan yang
ingin dicapai di akhir setiap pembelajaran. Visi pembelajaran semakin mudah
dicapai jika kita menerapkan pembelajaran dengan metode BAGJA
(bahagia:Sunda).
Metode BAGJA merupakan Akronim dari:
B-(Buat Pertanyaan Utama)
A-(Ambil Pelajaran)
G-(Gali Mimpi)
J-(Jabarkan Rencana)
A-(Atur Strategi)
Disiplin Positif
Teori Motivasi
Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan
ada 3 motivasi perilaku manusia:
1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
Ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya
orang yang motivasi perilakunya untuk menghindari hukuman atau
ketidaknyamanan, akan bertanya, apa yang akan terjadi apabila saya
tidak melakukannya? Sebenarnya mereka sedang menghindari
permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh pada mereka
secara fisik, psikologis, maupun tidak terpenuhinya kebutuhan
mereka, bila mereka tidak melakukan tindakan tersebut. Motivasi ini
bersifat eksternal.
2. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.
Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang berperilaku
untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Orang
dengan motivasi ini akan bertanya, apa yang akan saya dapatkan
apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sebuah tindakan
untuk mendapatkan pujian dari orang lain yang menurut mereka
penting dan mereka letakkan dalam dunia berkualitas mereka. Mereka
juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan hadiah, pengakuan, atau
imbalan. Motivasi ini juga bersifat eksternal.
Hukuman bersifat satu arah, dari pihak guru yang memberikan, dan murid
hanya menerima suatu hukuman tanpa melalui suatu kesepakatan, atau
pengarahan dari pihak guru, baik sebelum atau sesudahnya. Hukuman yang
diberikan bisa berupa fisik maupun psikis, murid/anak disakiti oleh suatu
perbuatan atau kata-kata.
Didalam konsekuensi, sudah terencana atau sudah disepakati; sudah dibahas
dan disetujui oleh murid dan guru. Umumnya bentuk-bentuk konsekuensi
dibuat oleh pihak guru (sekolah), dan murid sudah mengetahui sebelumnya
konsekuensi yang akan diterima bila ada pelanggaran. Pada konsekuensi,
murid tetap dibuat tidak nyaman untuk jangka waktu pendek. Sedangkan
teori terakhir adalah resistusi.
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki
kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka,
dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga merupakan
proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk
masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa
yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang
lain (Chelsom Gossen, 1996).
Keyakinan Kelas
• Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci
dan konkrit.
• Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
• Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
• Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat
dan dipahami oleh semua warga kelas.
• Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan
tersebut.
• Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan
keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat.
• Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.
Segitiga Restitusi