Anda di halaman 1dari 44

1.4.A.9.1.

AKSI NYATA -

BUDAYA POSITIF

1. PERUBAHAN PARADIGMA BELAJAR

DISIPLIN POSITIF
2. MOTIVASI PERILAKU MANUSIA

KEBUTUHAN DASAR
3. POSISI KONTROL RESTITUSI
4. KEYAKINAN KELAS
5. SEGITIGA RESTITUSI
SARIP HIDAYAT, S.PD., M.PD.
TATANG SUHENDAR, M.PD.
DEDE SAEPUDIN, MSI, MPD
PENGAJAR PRAKTEK
FASILITATOR CGP ANGKATAN 7

SMKN 3 CIMAHI
Rancangan
Tindakan Aksi Nyata
Budaya Positif
I. Latar Belakang
Pendidikan adalah sebuah tuntunan dalam hidup dan tumbuh kembang anak. Setiap anak
memiliki kekuatan dirinya sendiri, memiliki pengalaman dan kekayaan. Pendidikan haruslah
membimbing dan menguatkan apa yang ada di dalam diri setiap anak agar dapat memperbaiki
tingkah lakunya, cara hidupnya dna pertumbuhannya. Dalam proses menuntut, anak diberi
kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan potensi bakat dan minatnya sebagai
inndividu yang unik.
Guru sebagai pamong dapat memberikan tuntunan agar anak dapat menemukan
kemerdekaannya dalam belajar. Guru diharapkan memiliki nilai-nilai positif yang
dibutuhkan untuk membentuk karakter pelajar Pancasila dengan memberi contoh
dan melakukan pembiasaan yang konsisten di sekolah. Pengembangan budaya positif
dapat menumbuhkan motivasi instrinsik dalam diri anak untuk menjadi pribadi yang
bertanggung jawab dan berbudi pekerti luhur serta akhlak mulia.
II. Materi yang disampaikan :

1. Perubahan Paradigma Belajar Disiplin Positif


2. Motivasi Perilaku Manusia Kebutuhan Dasar
3. Posisi Kontrol Restitusi
4. Keyakinan Kelas
5. Segitiga Restitusi
III. Tujuan

Memberikan Pemahaman Tentang :


1. Perubahan Paradigma Belajar Disiplin Positif
2. Motivasi Perilaku Manusia Kebutuhan Dasar
3. Posisi Kontrol Restitusi
4. Keyakinan Kelas
5. Segitiga Restitusi
IV. TOLOK UKUR

1. Terlaksananya Kesepakatan kelas dengan keterlibatan warga kelas


dengan antusias dan terbuka;
2. Murid-murid meyakini kesepakatan kelas sebagai perangkat nilai
kebajikan yang dilaksanakan dengan baik;
3. Tercipta kelas yang nyaman dan menyenangkan dan murid-murid
termotivasi dalam pembelajaran;
4. Warga sekolah memahami penerapan budaya positif dan dapat
menerapkannya dalam konteks nyata
V. Lini Masa

1. Menyusun rencana aksi nyata dan melaporkan serta mendiskusikan


dengan kepala sekolah.
2. Membuat kesepakatan kelas dengan Peserta Didik
3. Menciptakan pembelajaran di kelas menyenangkan dan penuh motivasi
4. Desiminasi Penerapan Budaya Positif pada Rekan Sejawat
berikut ini beberapa video aksi

nyata yang dilakukan di kelas

bermasa peserta didik


berikut ini beberapa video aksi

nyata yang dilakukan di kelas

bermasa peserta didik


berikut ini beberapa video aksi

nyata yang dilakukan di kelas

bermasa peserta didik


berikut ini beberapa video aksi

nyata yang dilakukan di kelas

bermasa peserta didik


berikut ini beberapa video aksi

nyata yang dilakukan di kelas

bermasa peserta didik


berikut ini beberapa video aksi

nyata yang dilakukan di kelas

bermasa peserta didik


berikut ini beberapa video aksi

nyata yang dilakukan di kelas

bermasa peserta didik


DESIMINASI
BUDAYA POSITIF
1. PERUBAHAN PARADIGMA BELAJAR

DISIPLIN POSITIF
2. MOTIVASI PERILAKU MANUSIA

KEBUTUHAN DASAR
3. POSISI KONTROL RESTITUSI
4. KEYAKINAN KELAS
5. SEGITIGA RESTITUSI
Ki Hajar Dewantara mengumpamakan
sekolah sebagai sebuah ladang
tempat persemaian bibit, agar bibit bisa perkembang secara maksimal
maka petani dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara bibit tanaman,
memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang
mengganggu hidup bibit tanaman dan lain sebagainya.” Dari uraian
tersebut, kita dapat memahami bahwa sekolah diibaratkan sebagai tanah
tempat bercocok tanam sehingga guru harus mengusahakan sekolah jadi
lingkungan yang menyenangkan, menjaga, dan melindungi murid dari hal-
hal yang tidak baik. Dengan demikian, karakter murid tumbuh dengan baik
sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila

Budaya positif adalah suatu pembiasaan yang bernilai positif,


di dalamnya mengandung sejumlah kegiatan yang mampu
menumbuhkan karakter Murid. Budaya positif perlu dibangun
dalam suatu kelas. Untuk mewujudkan budaya positif harus
dilakukan sejak dini mengingat dalam prosesnya membutuhkan
waktu yang lama dan konsisten dari setiap stakeholder yang ada.
Poto Kegiatan Budaya Positif

Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa untuk mewujudkan murid yang


merdeka, murid harus memiliki disiplin yang kuat yang berasal dari dirinya
ataupun berasal dari luar diri. Yang dinyatakan dalam bukunya yaitu
pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013,
Halaman 470 yang berbunyi
“dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat
Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline,
2001. menyatakan bahwa arti asli dari kata disiplin ini juga
berkonotasi dengan disiplin diri dari murid-murid yang dapat
membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah
tujuan, sesuatu yang dihargai dan bermakna. bagaimana cara kita
mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih
tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai. Dengan
kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa
bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena
mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan
universal.
Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa murid
yang memiliki disiplin positif akan memiliki motivasi
internal yang tinggi dalam mengusai diri untuk melakukan
Tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai kebajikan
universal. Sebagai pendidik tugasnya adalah membimbing
siswa untuk memiliki disiplin diri yang berasal dari dirinya
sendiri. Siswa dalam melakukan disiplin positif tidak
terlepas dari motivasi yang ingin dicapai oleh siswa itu
sendiri, berikut 3 Motivasi Perilaku Manusia

Menurut Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School


Discipline,
menyatakan ada 3 alasan motivasi perilaku manusia yaitu
1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
2. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari
orang lain.
3. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan
menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka
percaya
Dari ketiga motivasi prilaku manusia dalam mewujudkan
disiplin positif yang harus ditanamkan dalam murid-murid
adalah motivasi yang nomer 3 karena dengan memiliki
motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik
yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan
terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah.
Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-
nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang
menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai.
3. Posisi KONTROL RESTITUSI
Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring
School Discipline (1998) mengemukakan bahwa guru perlu
meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang-ruang
kelas kita selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat
memerdekakan dan memandirikan murid, bagaimana dan
mengapa? Melalui serangkaian riset dan bersandar pada
teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada
5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua
ataupun atasan dalam melakukan kontrol.
Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Orang
Merasa Bersalah, Teman, Monitor (Pemantau) dan Manajer. Mari kita
tinjau lebih dalam kelima posisi kontrol ini:
1. Penghukum: Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman
fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi
penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan
sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih
dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan
berkata: “Patuhi aturan saya, atau awas!” “Kamu selalu saja salah!”
“Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai” Guru seperti ini
senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa
berhasil, yaitu cara dia.
2. Pembuat Orang Merasa Bersalah: pada posisi ini biasanya
guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat orang merasa
bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat
orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri.
Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti: “Ibu
sangat kecewa sekali dengan kamu” “Berapa kali Bapak harus
memberitahu kamu ya?” “Gimana coba, kalau orang tua kamu
tahu kamu berbuat begini?” Di posisi ini murid akan memiliki
penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa
tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang
disayanginya.
3. Teman: Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun
akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi
teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini
berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru
di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk
mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata: “Ayo bantulah,
demi bapak ya?” “Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?” “Ya
sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan”. Hal
negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut
tidak membantu maka murid akan kecewa dan berkata, “Saya
pikir bapak/Ibu teman saya”. Murid merasa dikecewakan, dan
tidak mau lagi berusaha, Hal lain yang mungkin timbul adalah
murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk
guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut.
4. Monitor/Pemantau: Memonitor berarti mengawasi. Pada saat kita
mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita
awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan
konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat
memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang
menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau:
“Peraturannya apa?” “Apa yang telah kamu lakukan?” “Sanksi atau
konsekuensinya apa?” Seorang pemantau sangat mengandalkan
penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku
seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi
monitor sendiri berawal dari teori stimulus-respon, yang menunjukkan
tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.
5. Manajer:
Posisi mentor di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid,
mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya,
mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas
permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki
keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan
demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua
posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-
murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung
jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat
menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri.

yang kita lakukan di dalam kelas
Setiap tindakan atau perilaku
dapat menentukan terciptanya sebuah lingkungan positif.
Perilaku warga kelas tersebut menjadi sebuah kebiasaan, yang
akhirnya membentuk sebuah budaya positif. Dalam
mewujudkan prilaku warga sekolah yang memiliki budaya positi
hal pertama perlu diciptakan dan disepakati adalah membuat
keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip dasar bersama di
antara para warga kelas untuk mendapatkan nilai-nilai
kebajikan yang disepakati Bersama.
Mengapa keyakinan kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja ?
jawabannya adalah suatu keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari
dalam, atau memotivasi secara intrinsik. Seseorang akan lebih tergerak
dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya
sekedar mengikuti serangkaian peraturan yang mengatur mereka harus
berlaku begini atau begitu yang membuat ketidaknyamanan dan
keterpaksaan. Berikut adalah cara pembuatan keyakinan kelas
Pembuatan Keyakinan Kelas:
1. Keyakinan kelas hendaklah bersifat lebih ‘abstrak’
2. Keyakinan kelas dituliskan berupa pernyataan-pernyataan universal.
3. Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
4. Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah
diingat dan dipahami oleh semua warga kelas.
5. Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan
Sesuai dengan kondisinya
6. Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan
keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat.
7. Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu
Adalah proses menciptakan kondisi bagi

murid untuk memperbaiki mereka,

sehingga mereka bisa kembali kepada

kelompok mereka dengan karakter yang

lebih kuat (Gossen : 2004)


Membantu murid menjadi lebih

memahami tujuan, disiplin positif dan

memulihkan dirinya setelah berbuat

salah. Restitusi bukan untuk menebus

kesalahan namun untuk belajar dari

kesalahan
1.
Ketika langkah pertama

Bertujuan merubah
Memahami kebutuhan dasar yang
dan kedua sukses

orang yang merasa


mendasari tindakan murid, Menurut teori
dilakukan maka anak lebih

gagal karena berbuat


kontrol semua tindakan pasti memilki
siap dikaitkan dengan

salah menjadi orang


tujuan, entah baik ataupun buruk. Ketika
nilai-nilai kebajikan yang

sukses. kita menolak murid yang berbuat salah

maka mereka akan tetap dalam masalah.


dia percaya dan berpindah

Yang lebih diperlukan adalah kita


menjadi orang yang dia

memahami alasan mereka berbuat


inginkan. Kehidupan masa

kesalahan sehingga mereka merasa


depan yang mereka

dipahami. inginkan sangat penting

ditanyakan.
VIDEO Kasus 1
Video Percakapan antara guru dan

siswa Kasus 1
TESTIMONI

KASUS 1
VIDEO KASUS 2
VIDEO KASUS 2

Percakapan antara

Guru dan Siswa


VIDEO TESTIMONI

KASUS 2
Penangan Kasus 1 dan 2
yang dilakukan guru dengan menggunakan

pendekatan segitiga restitusi diharapkan

guru dapat memposisikan sebagai

pemantau dan manager dengan dengan

demikian murid yang mempunyai masalah

menjadi lebih mandiri percaya diri dan

bertanggung jawab
Terima Kasih
Salam Guru Penggerak :
Tergerak, Bergerak dan Menggerakan

Anda mungkin juga menyukai