Anda di halaman 1dari 15

Modul 1.

4
Setelah mempelajari modul 1.1, 1.2, dan 1.3, tentunya saat ini Anda sudah memahami bahwa
sebagai pendidik, Anda diibaratkan sebagai seorang petani yang memiliki peranan penting untuk
menjadikan tanamannya tumbuh subur.  Anda akan memastikan bahwa tanah tempat tumbuhnya
tanaman adalah tanah yang cocok untuk ditanami. Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa,
“…kita ambil contoh perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan seorang
petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang menanam
padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi
tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau
jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya.” (Lampiran 1.
Dasar-Dasar Pendidikan. Keluarga, Th. I No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr. 1937)

Dari uraian tersebut, kita dapat memahami bahwa sekolah diibaratkan sebagai tanah tempat
bercocok tanam sehingga guru harus mengusahakan sekolah jadi lingkungan yang
menyenangkan, menjaga, dan melindungi murid dari hal-hal yang tidak baik. Dengan demikian, 
karakter murid tumbuh dengan baik. Sebagai contoh, murid yang tadinya malas menjadi
semangat, bukan kebalikannya. Murid akan mampu menerima dan menyerap suatu pembelajaran
bila lingkungan di sekelilingnya terasa aman dan nyaman. Selama seseorang merasakan tekanan-
tekanan dari lingkungannya, maka proses pembelajaran akan sulit terjadi.
Dengan demikian, salah satu tanggung jawab seorang guru adalah bagaimana menciptakan suatu
lingkungan positif yang terdiri dari warga sekolah yang saling mendukung, saling belajar, saling
bekerja sama sehingga tercipta kebiasaan-kebiasaan baik; dari kebiasaan-kebiasaan baik akan
tumbuh menjadi karakter-karakter baik warga sekolah, dan pada akhirnya karakter-karakter dari
kebiasaan-kebiasaan baik akan membentuk sebuah budaya positif.
Cobalah amati lingkungan sekolah Anda sendiri saat ini, bagaimana suasananya? Bagaimana
murid-murid saling berinteraksi, bagaimana guru saling bertegur sapa, bagaimana guru menyapa
murid, bagaimana guru menyelesaikan suatu permasalahan atau konflik antar murid? Suasana
atau budaya yang berkembang di sekolah Anda saat ini, secara tidak langsung menjadi cermin
dari tujuan mulia atau nilai-nilai yang sekolah atau institusi Anda anut dan yakini selama ini.
Untuk itulah menciptakan lingkungan positif agar terbentuk suatu budaya positif adalah suatu
proses perjalanan pendidikan yang harus kita jalani, karena ini merupakan tanggung jawab kita
sebagai seorang pendidik, sebagai seorang pemimpin pembelajaran. Suatu lingkungan yang
aman dan nyaman akan memberikan murid kesempatan dan kebebasan untuk berproses, belajar,
membuat kesalahan, belajar lagi, sehingga mampu menerima dan menyerap suatu pembelajaran.
Perlu diingat, selama seseorang merasakan tekanan-tekanan dari lingkungannya, maka proses
pembelajaran akan sulit terjadi. Dan salah satu tanggung jawab kita sebagai pendidik adalah
menghilangkan atau ‘mencabut’ gangguan-gangguan yang menghalangi proses pengembangan
potensi murid.
Apa pentingnya menciptakan suasana positif di lingkungan Anda?

Agar kita bisa bahagia sehingga muncul pikiran-pikiran yang baik,semangat baru sehingga
mempunyai motivasi yang kuat untuk melakukan sesuatu.

Sebagai seorang pendidik dan/atau pimpinan sekolah, bagaimana Anda dapat menciptakan suasana
positif di lingkungan Anda selama ini?

Menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan,menanamkan disiplin,menerapkan


5S(Senyum,Salam,Sapa,Sopan,Santun) dan membangun komunikasi yang baik dengan rekan
guru dan peserta didik.

Apakah hubungan antara menciptakan suasana yang positif dengan proses pembelajaran yang
berpihak pada murid?

Suasana yang positif dengan proses pembelajaran yang berpihak pada murid memiliki hubungan
karena suasana positif yang tercipta otomatis akan menciptakan proses pembelajaran yang
berpihak pada murid dimana Pembelajaran yang berpihak pada murid salah satunya dengan
memberi kesempatan murid untuk mengemukakan pendapat dan diberi kebebasan untuk
memahami pelajaran sesuai dengan caranya.Hal tersebut didukung dengan adanya suasana yang
positif.

Bagaimana penerapan disiplin saat ini di sekolah Anda, apakah sudah diterapkan dengan efektif, bila
belum, apa yang menurut Anda masih perlu diperbaiki dan dikembangkan?

Penerapan disiplin di sekolah saya sudah baik dan efektif dengan adanya tata tertib sekolah,
yang harus diperbaiki yaitu Guru harus lebih memberikan contoh atau teladan yang baik dan
yang harus dikembangkan adanya kerja sama dengan orang tua murid dalam hal menanamkan
kedisiplinan pada murid dirumah.

Standar Nasional Pendidikan: Lingkungan yang positif sangat diperlukan agar


pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang berpihak pada murid
sebagaimana tertuang dalam standar proses pada Standar Nasional Pendidikan Pasal
12 yaitu: 
1) Pelaksanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b
diselenggarakan dalam suasana belajar yang:
a. interaktif;
b. inspiratif;
c. menyenangkan;
d. menantang;
e. memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif; dan
f. memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan
bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis Peserta Didik.
Apa saja harapan-harapan yang ingin Anda lihat berkembang pada diri Anda, sebagai seorang
pemimpin pembelajaran yang memiliki pengaruh pada warga sekolah, terutama murid-murid Anda
setelah mempelajari modul ini?

Harapan saya adalah dapat melaksanakan pembelajaran yang menyenangkan di kelas,teman


komunikasi yang baik bagi rekan Guru dan murid, dilingkungan sekolah dapat menciptakan
suasana yang positif dengan menerapkan 5S dan budaya disiplin hingga seluruh siswa dapat
menikmati pembelajaran dengan nyaman dan bahagia.

apa saja harapan-harapan yang ingin Anda lihat berkembang pada murid-murid Anda setelah
mempelajari modul ini?

Harapan-harapan yang ingin saya lihat berkembang pada murid-murid yaitu karakter profil
pelajar pancasila yaitu 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
2) Mandiri; 3) Bergotong-royong; 4) Berkebinekaan global; 5) Bernalar kritis; 6) Kreatif.

Apa saja kegiatan, materi, manfaat yang Anda harapkan ada dalam modul ini?

Saya berharap pada modul 1.4 ini bisa menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman
dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun di sekolah saya yang nantinya akan
memberikan manfaat yang baik bagi murid.

Visi saya adalah“Menuntun peserta didik agar dapat mencapai potensi


maksimal sesuai kodrat alam dan kodrat zaman”.Setelah mempelajari modul
1.3 dan memulai penerapannya di kelas dan sekolah, banyak hal positif yang
tercipta dan adanya peningkatan .Untuk mewujudkan lingkungan belajar yang
positif, kita berharap dapat menciptakan suasana pembelajaran yang nyaman,
aman, dan kondusif. Untuk mewujudkan kelas impian sesuai visi yang telah
kita buat langkah saya adalah berkolaborasi dengan seluruh warga sekolah
terutama dengan rekan sejawat dan siswa saya di dalam kelas untuk segera
mewujudkan visi tersebut dengan langkah kecil yang konsisten dan terarah.

1.4.a.4.1. Disiplin Positif dan Nilai-nilai Kebajikan Universal

Teori Kontrol (Dr. William Glasser)


Selanjutnya psikiater dan pendidik, Dr. William Glasser dalam Control Theory yang
kemudian hari berkembang dan dinamakan Choice Theory, meluruskan beberapa
miskonsepsi tentang makna ‘kontrol’.

 Ilusi guru mengontrol murid.  


Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau
murid tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun tampaknya  guru
sedang mengontrol perilaku murid, hal demikian terjadi karena murid  sedang
mengizinkan dirinya dikontrol. Saat itu bentuk kontrol guru  menjadi kebutuhan
dasar yang dipilih murid tersebut. Teori Kontrol  menyatakan bahwa semua
perilaku memiliki tujuan, bahkan terhadap  perilaku yang tidak disukai.
 Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat.  
Penguatan positif atau bujukan adalah bentuk-bentuk kontrol. Segala usaha
untuk mempengaruhi murid agar mengulangi suatu perilaku tertentu, adalah
suatu usaha untuk mengontrol murid tersebut. Dalam jangka waktu tertentu,
kemungkinan murid tersebut akan menyadarinya, dan mencoba untuk  menolak
bujukan kita atau bisa jadi murid tersebut menjadi tergantung pada pendapat
sang guru untuk berusaha.
 Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat  menguatkan
karakter.
Menggunakan kritik dan rasa bersalah untuk mengontrol murid menuju pada
identitas gagal. Mereka belajar untuk merasa buruk tentang diri mereka.
Mereka mengembangkan dialog diri yang negatif. Kadang kala sulit bagi guru
untuk mengidentifikasi bahwa mereka sedang melakukan perilaku ini, karena
seringkali guru cukup menggunakan ‘suara halus’ untuk menyampaikan pesan
negatif.
 Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa. 
Banyak orang dewasa yang percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab
untuk membuat murid-murid berbuat hal-hal tertentu. Apapun yang  dilakukan
dapat diterima, selama ada sebuah kemajuan berdasarkan sebuah  pengukuran
kinerja. Pada saat itu pula, orang dewasa akan menyadari  bahwa perilaku
memaksa tidak akan efektif untuk jangka waktu panjang,  dan sebuah
hubungan permusuhan akan terbentuk.

 Bagaimana seseorang bisa berubah dari


paradigma Stimulus-Respon kepada
pendekatan teori Kontrol? (Stephen R.
Covey)

Bagaimana seseorang bisa berubah dari paradigma Stimulus-Respon kepada


pendekatan teori Kontrol? Stephen R. Covey (Principle-Centered Leadership,
1991)  mengatakan bahwa,
 “..bila kita ingin membuat kemajuan perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap atau
perilaku Anda. Namun bila kita ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka
kita   perlu mengubah kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana Anda melihat
dunia,   bagaimana Anda berpikir tentang manusia, ubahlah paradigma Anda,
skema   pemahaman dan penjelasan aspek-aspek tertentu tentang realitas”.
Makna Kata Disiplin

Ketika mendengar kata “disiplin”, apa yang terbayang di benak Anda? Apa yang
terlintas di pikiran Anda? Kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin
dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan pada peraturan. Kata “disiplin” juga
sering dihubungkan dengan hukuman, padahal itu sungguh berbeda, karena
belajar tentang disiplin positif tidak harus dengan memberi hukuman, justru itu
adalah salah satu alternatif terakhir dan kalau perlu tidak digunakan sama
sekali.
Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang
dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita
cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.
Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa
“dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun
disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita
dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap
melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan
peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan
Kelima, 2013, Halaman 470)
Disitu Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam
konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat
utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah
disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak memiliki motivasi
internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita atau
motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri kita sendiri.
Adapun definisi kata ‘merdeka’ menurut Ki Hajar adalah:
mardika iku jarwanya, nora mung lepasing pangreh, nging uga kuwat kuwasa
amandiri priyangga (merdeka itu artinya; tidak hanya terlepas dari perintah;
akan tetapi juga cakap buat memerintah diri sendiri)
Pemikiran Ki Hajar ini sejalan dengan pandangan Diane Gossen dalam bukunya
Restructuring School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata
disiplin berasal dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata
‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang sama dengan ‘disciple’ atau
murid/pengikut. Untuk menjadi seorang murid, atau pengikut, seseorang harus
paham betul alasan mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau ajaran
tertentu, sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik, bukan
ekstrinsik.
Diane juga menyatakan bahwa arti asli dari kata disiplin ini juga berkonotasi
dengan disiplin diri dari murid-murid Socrates dan Plato. Disiplin diri dapat
membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan,
sesuatu yang dihargai dan bermakna. Dengan kata lain, disiplin diri juga
mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana menguasai
diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai.
Dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa
bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka
mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal. Dalam hal ini
Ki Hajar menyatakan;
“...pertanggungjawaban atau verantwoordelijkheld itulah selalu menjadi
sisihannya hak atau kewajiban dari seseorang yang pegang kekuasaan atau
pimpinan dalam umumnya. Adapun artinya tidak lain ialah orang tadi harus
mempertanggungjawabkan dirinya serta tertibnya laku diri dari segala hak dan
kewajibannya.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan
Kelima, 2013, Halaman 469)
Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki
disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai
kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.

Referensi:
Restitution: Restructuring School Discipline, Diane Chelsom Gossen, 2001, New
View Publications, North Canada.
Ki Hajar Dewantara; Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,2013,
UST-Press bekerjasama dengan Majelis Luhur Tamansiswa.

Sikap Murid:

Toleransi

Rasa Hormat

Integritas

Mandiri

Menghargai

Antusias

Empati

Keingintahuan

Kreativitas

Kerja sama

Percaya Diri

Komitmen
Sembilan Pilar Karakter (Indonesian Heritage Foundation/IHF)

Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNYA

Kemandirian dan Tanggung jawab

Kejujuran (Amanah), Diplomatis

Hormat dan Santun

Dermawan, Suka Menolong dan Gotong Royong

Percaya Diri, Kreatif dan Pekerja Keras

Kepemimpinan dan Keadilan

Baik dan Rendah Hati

Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan

Keterampilan Hidup

Dapat dipercaya

Lurus Hati

Pendengar yang Aktif

Tidak Merendahkan Orang Lain

Memberikan yang Terbaik dari Diri

Petunjuk Hidup

Peduli

Penalaran

Bekerja sama

Keberanian

Keingintahuan

Usaha

Keluwesan/Fleksibilitas

Berorganisasi

Kesabaran
Keteguhan hati

Kehormatan

Memiliki Rasa Humor

Berinisiatif

Integritas

Pemecahan Masalah

Sumber pengetahuan

Tanggung jawab

Persahabatan

Mungkin pada awalnya motivasi Anda mengikuti Program Guru Penggerak ini karena ingin
mendapatkan suatu penghargaan tertentu. Namun seiring Anda mengikuti program ini dan kemudian
menikmatinya, mungkinkah motivasi Anda berubah menjadi sebuah keinginan untuk menjadi guru
dengan nilai-nilai yang Anda yakini? Bila itu terjadi, apa dampaknya untuk diri Anda? Apa yang Anda
dapatkan, mengapa hal itu penting untuk Anda?

Pada awalnya saya mengikuti Guru Penggerak karena keadaan waktu itu kenaikan pangkat dan dari
Dinas Pendidikan Kabupaten mewajibkan untuk mendaftar Guru Penggerak baru akan dilayani usulan
kenaikan pangkatnya.Akhirnya saya mendaftar.Dan lebih bersyukurnya lagi saya dinyatakan lulus
dalam setiap seleksi.Setelah saya mengikuti Pendidikan Guru Penggerak saya sadar profesi saya
sebagai Guru selama ini sangat luar biasa dan saya juga menyadari sebagai seorang Guru selama ini
saya masih jauh dari sempurna dan saya harus lebih banyak belajar lagi.Setelah mempelajari modul
1.1 pemikiran dari KHD ,modul 1.2 tentang peran dan nilai Guru Penggerak bahkan 1.3 Visi Guru
penggerak membuat saya sadar bahwa saya harus belajar terus dan membuka diri terhadap hal-hal
yang baru guna perkembangan kompetensi saya sebagai Guru.
Strategi yang selama ini saya terapkan untuk menanamkan disiplin positif pada murid-murid saya, dan
hasilnya pada perilaku murid-murid saya yaitu

1.Kenalkan disiplin secara konsisten dan harus dijadikan rutinitas.

Artinya membiasakan murid untuk disiplin secara konsiten dan harus dijadikan rutinitas sehingga
menjadi suatu kebiasaan yang positif agar dapat membentuk suatu kebiasaan yang baik.

2. Diskusikan setiap aturan dan kesepakatan yang dibuat dalam kelas bersama murid.

3. Memberikan konsekuensi yang wajar sesuai kesepakatan yang dibuat.

4. Bersikap tegas.

Hasilnya tidak serta merta berhasil butuh proses tapi karena merupakan kesepakatan bersama maka
murid saya mulai berperilaku disiplin dan mentaati peraturan yang disepakati Bersama.

Nilai-nilai kebajikan apa yang Anda rasakan penting saat ini untuk ditanamkan pada
murid-murid Anda di kelas/sekolah Anda? Mengapa?

Nilai Kebajikan adalah Nilai yang merupakan sifat positif manusia. Nilai-nilai kebajikan yang
saya rasa penting ditanamkan pada murid-murid saya yaitu Keadilan, Tanggung Jawab,
Kejujuran, Rasa Syukur, Berprinsip, Kasih Sayang, Rajin, Berkomitmen, Percaya Diri dan
sabar.

Pertanyaan Reflektif

Bacalah kasus Ibu Anas di bawah ini dan cobalah jawab pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan:
Iva kurang menguasai pelajaran Matematika, sehingga pada saat pelajaran
tersebut berlangsung, dia lebih banyak berdiam diri atau menggambar di buku
pelajarannya. Pada saat guru Matematikanya, Pak Seno, menanyakan pertanyaan
Iva menjadi gugup, dan tak sengaja menjatuhkan tasnya dari kursi, serta tiba-
tiba menjadi gagap pada saat berupaya menjawab. Seluruh kelas pun tertawa
melihat perilaku Iva yang bicara tergagap dan terkejut tersebut. Pak Seno pada
saat itu membiarkan teman-teman Iva menertawakan Iva yang tergagap dan
malu luar biasa, dan malahan minta Iva untuk maju ke depan dan berdiri di
depan kelas sambil menunjuk hidungnya karena tidak bisa menjawab pertanyaan
Pak Seno. Kelas makin gaduh, dan anak-anak pun tertawa melihat Iva di depan
kelas memegang ujung hidungnya.

Jawablah kedua pertanyaan ini, dan berilah minimal 2 tanggapan terhadap


jawaban rekan Anda.

1. Apakah Anda setuju dengan tindakan pak Seno terhadap Iva? Mengapa?
2. Menurut Anda, tindakan Pak Seno terhadap Iva adalah sebuah hukuman
atau konsekuensi? Mengapa?

1.Menurut saya,saya tidak setuju dengan perbuatan Pak Seno terhadap Iva karena akan membuat Iva
malu dan trauma serta pasti akan melukai perasaan Iva.Serta hukumqan yang diberikan Pak Seno tidak
bersifat mendidik.

2.Menurut saya tindakan Pak Seno terhadap Iva merupakan suatu hukuman karena dilakukan satu arah
(Pak seno yang memberikan dan Iva yang menerima) tanpa melalui suatu kesepakatan. Hukuman yang
diberikan bisa berupa fisik maupun psikis, murid/anak disakiti oleh suatu perbuatan atau kata-kata.

Ibu Anas guru kelas 2 SD, mendapatkan masalah. Murid-muridnya tidak bisa
tertib berdiri antri di depan pintu kelas, dan selalu berebutan masuk ke dalam
kelas setelah jam istirahat usai. Ini tentunya sangat mengganggu proses
pembelajaran dimana kelas tidak dapat mulai tepat waktu karena Ibu Anas sibuk
menenangkan murid-muridnya untuk waktu cukup lama. Akhirnya Bu Anas
berpikir cepat, dan mengandalkan stiker bintang. Setiap murid-muridnya akan
masuk kelas usai jam istirahat, Bu Anas akan mengiming-imingi murid-muridnya
dengan stiker bintang. “Siapa yang dapat berdiri lurus dan berbaris rapi antri di
depan pintu, dapat bintang dari Bu Anas!” Sebagian besar murid-muridnya
menyambut tantangan tersebut, dan langsung berdiri rapi di depan pintu agar
mendapatkan stiker bintang. Hal ini terus dilakukan Bu Anas selama beberapa
minggu, karena cukup berhasil membuat murid-muridnya berdiri rapi antri di
depan pintu. Sampai pada suatu saat Bu Anas sakit, dan terpaksa digantikan Pak
Heru. Pak Heru tidak mengetahui tentang stiker bintang, dan benar saja, pada
saat mau masuk ke kelas usai jam istirahat murid-murid kelas 2 kembali
berebutan masuk kelas. Apa yang terjadi, mengapa?

Jawablah ketiga pertanyaan ini, dan berilah minimal 2 tanggapan terhadap


jawaban rekan Anda.
1. Berdasarkan teori motivasi yang telah Anda pelajari pada
pembelajaran sebelumnya, kira-kira apa motivasi murid-murid kelas 2 untuk
bersedia berdiri antri sebelum masuk kelas? 

2. Adakah cara lain agar murid-murid kelas 2 bersedia antri di depan kelas
tanpa diberi penghargaan stiker bintang? Jelaskan.

1.Motivasi murid-murid kelas 2 masuk ke kelas dengan berdiri rapi dan antri didepan kelas karena ingin
mendapatkanj penghargaan yaitu berupa stiker bintang.

2.Cara lain agar murid-murid kelas 2 bersedia antri didepan kelas tanpa diberi penghargaan berupa
stiker bintang yaitu membuat kesepakatan kelas untuk tertib masuk kelas dan merupakan kesepakatan
Bersama sehingga dapat dipatuhi dan ada konsekuensi yang diterima jika dilanggar.

Pilihlah dua kotak yang berisi pernyataan atau hasil penelitian yang paling menarik atau
menantang untuk Anda. Tuliskan tanggapan Anda terhadap pernyataan/hasil penelitian
yang Anda pilih tersebut, kemudian berilah minimal 2 tanggapan atas
jawaban/tanggapan rekan Anda.

Pernyataan yang menarik bagi saya adalah “Penghargaan Tidak Efektif”. Murid melakukan
tindakan positif hanya karena ingin mendapat pernghargaan. Ketika penghargaan tidak
diberikan, murid tidak melakukan tindakan positif. Murid yang mengharapkan penghargaan,
tetapi tidak mendapat penghargaan menjadi kecewa, kehilangan semangat, dan tidak mau lagi
berusaha. Murid yang sering mendapat penghargaan menjadi ‘kecanduan’. Ketika diiming-
imingi penghargaan, meraka akan melakukan tindakan positif, ketika tidak ada penghargaan,
mereka tidak melakukannya. Penghargaan juga tidak efektif pada murid yang motivasinya
rendah.

 kegiatan-kegiatan apa saja yang bisa dilakukan agar dapat menentukan keyakinan
suatu sekolah atau pun keyakinan kelas

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menyusun kesepakatan kelas:


1. Tanyakan pendapat murid tentang masalah dan harapan kelas.
2. Tukar pikiran dan ide dengan murid untuk mencapai kesepakatan kelas
3. Ambil kesimpulan dari ide murid.
4. Ubah ide menjadi keyakinan kelas.
5. Membuat kesepakatan dengan murid untuk dijadikan keyakinan kelas.
Prosedur Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas

1. Mempersilakan warga sekolah atau murid-murid di sekolah/kelas untuk


bercurah pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di sekolah/kelas.
2. Mencatat semua masukan-masukan para murid/warga sekolah di papan tulis
atau di kertas besar (kertas ukuran poster), di mana semua anggota kelas/warga
sekolah bisa melihat hasil curah pendapat.
3. Susunlah keyakinan kelas sesuai prosedur ‘Pembentukan Keyakinan
Sekolah/Kelas’. Gantilah kalimat-kalimat dalam bentuk negatif menjadi positif. 
Contoh:
Kalimat negatif: Jangan berlari di kelas atau koridor.
Kalimat positif: Berjalanlah di kelas atau koridor.
4. Tinjau kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat. Anda mungkin akan
mendapati bahwa pernyataan yang tertulis di sana masih banyak yang berupa
peraturan-peraturan. Selanjutnya, ajak warga sekolah/murid-murid untuk
menemukan nilai kebajikan atau keyakinan yang dituju dari peraturan
tersebut.  Contoh: Berjalan di kelas, Dengarkan Guru, Datanglah Tepat Waktu
berada di bawah 1 ‘payung’ yaitu keyakinan untuk ‘Saling Menghormati’ atau
nilai kebajikan ‘Hormat’. Keyakinan inilah yang dimasukkan dalam daftar untuk
disepakati.  Kegiatan ini juga merupakan pendalaman pemahaman bentuk
peraturan ke keyakinan sekolah/kelas.
5. Tinjau ulang Keyakinan Sekolah/Kelas secara bersama-sama. Seharusnya setelah
beberapa peraturan telah disatukan menjadi beberapa keyakinan maka jumlah
butir pernyataan keyakinan akan berkurang. Sebaiknya keyakinan sekolah/kelas
tidak terlalu banyak, bisa berkisar antara 3-7 prinsip/keyakinan. Bilamana terlalu
banyak, maka warga kelas akan sulit mengingatnya dan akibatnya sulit untuk
dijalankan.
6. Setelah keyakinan sekolah/kelas selesai dibuat, maka semua warga kelas
dipersilakan meninjau ulang, dan menyetujuinya dengan menandatangani
keyakinan sekolah/kelas tersebut, termasuk guru dan semua warga/murid. 
7. Keyakinan Sekolah/Kelas selanjutnya bisa dilekatkan di dinding kelas di tempat
yang mudah dilihat semua warga kelas.

Anda mungkin juga menyukai