Anda di halaman 1dari 7

Oleh :

MUHAMMAD BASIR MATONDANG, S.Pd


SMP NEGERI 9 BAWOLATO
CGP ANGKATAN 6 KABUPATEN NIAS
BBGP PROVINSI SUMATERA UTARA
FASILITATOR : IBU MONA MAYA
MITA
PENGAJAR PRAKTIK : BAPAK DAVID WIJAYA MUNTHE

Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis.
~ Georg Wilhelm Friedrich Hegel ~

A. Pendahuluan
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi kita sehari-hari sebagai pemimpin
pembelajaran di sekolah. Sering sekali nantinya kita akan dihadapkan pada situasi yang
membutuhkan kebijaksanaan dalam menyikapinya. Situasi yang dimaksud adalah situasi
dimana adanya pergeseran nilai dari nilai-nilai kebajikan yang diterapkan di sekolah
berbentuk pelanggaran peraturan dan sikap yang tidak sesuai norma sopan santun. Situasi
semacam ini kita sebut dengan kasus. Pelaku “kasus” inipun bisa bermacam-macam, mulai
dari murid, rekan sejawat kita sebagai guru, pegawai dan seluruh warga sekolah dan tidak
tertutup kemungkinan adalah pimpinan kita sendiri.

Tentu akan muncul berbagai macam respon dari kasus yang terjadi di sekolah. Bisa jadi
ada yang merespon secara positif dan memberikan penyelesaian yang berbasis pada aturan
yang telah disepakati bersama. Ada juga yang hanya sekedar prihatin atau simpati tanpa
menghadirkan solusi terhadap masalah/kasus yang terjadi. Dan tidak jarang pula yang
meresponnya dengan negatif, atau malah memperbesar masalahnya atau menimbulkan
masalah baru. Di sinilah tugas dan kebijaksanaan kita sebagai Guru Penggerak diuji.
Apakah kita bisa menyelesaikan kasus yang terjadi tersebut secara arif dan bijaksana ?
Atau sejauh mana lingkaran pengaruh kita sebagai Guru Penggerak dalam menerapkan
pengambilan keputusan yang bertanggung jawab terhadap kasus yang terjadi ?

Modul 3.1. dalam PGP ini mencoba untuk membekali kita tentang Pengambilan Keputusan
Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin. Modul yang merupakan salah satu
rangkaian modul yang dipelajari dalam Pendidikan Guru Penggerak ini terkait dengan
berbagai konsep-konsep praktis yang akan menjadi dasar dalam mengambil keputusan
yang bertanggung jawab dan teruji. Konsep-konsep yang dimaksud adalah adanya 4
Paradigma Dilema Etika, 3 Prinsip Pengambilan Keputusan dan 9 Langkah Pengambilan
dan Pengujian Keputusan.

Pada kesempatan kali ini, penulis akan mencoba mengoneksikan materi Modul 3.1.
Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin dengan modul-
modul dalam PGP yang sudah kita pelajari sebelumnya.
B. Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan
dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin ?

Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat
yang ada pada murid, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Proses
“menuntun” yang dimaksudkan kemudian diimplementasikan dalam bentuk Pratap Triloka
yang kita kenal dengan ungkapan Ing ngarso sing tuladha (Di depan anak murid, Guru
harus mampu memberikan contoh/teladan yang baik), Ing madya mangun karsa (Di
tengah/ Di antara muridnya, Guru mampu memberikan inspirasi / motivasi. Dan Tut Wuri
Handayani (Di belakang muridnya, Guru harus memberikan dukungan dan kepercayaan).

Ungkapan filosofis KHD inilah yang menjadi dasar kita dalam melaksanakan tugas kita
sebagai Guru dan sebagai pemimpin pembelajaran. Ungkapan ini memiliki inti pemikiran
bahwa pendidikan harus berorientasi pada kepentingan murid, agar murid dapat
menemukan kekuatan kodratnya. Hal ini sejalan dengan dasar kita dalam mengambil
keputusan sebagai pemimpin. Dalam modul 3.1., pengambilan keputusan terkait kasus di
sekolah harus memiliki 3 dasar yaitu berpihak pada murid, sesuai dengan nilai-nilai
kebajikan dan bertanggung jawab. Berpihak pada murid maksudnya adalah agar keputusan
yang diambil harus memiliki nilai kepentingan untuk murid dan beorientasi pada
kebutuhan murid. Dan seminim mungkin menghindari pengambilan keputusan yang akan
menyakiti hati murid atau menimbulkan masalah baru bagi murid.

C. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-
prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Nilai-nilai sebagai Guru Penggerak terdiri atas 5 Nilai yaitu : Berpihak pada murid ,
Mandiri, Reflektif, Kolaboratif dan Inovatif. Kelima Nilai GP ini sangat berpengaruh
secara etika dan emosional terhadap prinsip-prinsip dalam pengambilan keputusan yang
bertanggung jawab dan beretika.
Selanjutnya, keterkaitannya dengan 3 prinisp pengambilan keputusan yang bertanggung
jawab adalah sebagai berikut :
1. Berpikir berbasis hasil akhir ( Ends-Based Thinking) ; pengambilan keputusan dengan
menganalisis efek akhir dari keputusan sebuah kasus memiliki keterkaitan dengan nilai
mandiri dan reflektif. Pemimpin pembelajaran menerapkan kemandiriannya dan sikap
reflektif dalam menghadapi sebuah kasus Dilema Etika di sekolah dan memikirkan
berbagai konsekuensi dan efek dari keputusan yang akan diambil. Sikap refleksi dan
mandirid alam menganalisis kasus akan mengarahkan pemimpin dalam mengambil
keputusan yang terbaik.
2. Berpikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking) ; Beberapa ahli memang
mengatakan bahwa prinsip pengambilan keputusan yang berbasis pada peraturan
adalah pengambilan keputusan yang kaku, Namun, dalam beberapa studi kasus,
keberadaan peraturan sebuah institusi itu sangat membantu pemimpin dalam
mengmabil keputusan. Keterkaitannya dengan nilai seorang Guru Penggerak adalah
nilai berpihak pada murid dan nilai kolaboratif. Nilai berpihak pada murid terlihat dari
pemberlakuan peraturan yang sebenarnya dibuat demi kepentingan murid itu sendiri
agar terlaitih mandiri dan disiplin. Nilai kolaboratif seorang pemimpin akan terlihat
jika dalam pengambilan keputusan Dilema Etika, walau peraturan sudah tertulis
dengan baik, ada kalanya pemimpin memerlukan penguatan dengan menanyakan
berbagai pertimbangan kepada guru, orang tua, komite atau warga sekolah yang lain
yang dianggap kompeten dalam memberikan solusi terhadap sebuah kasus.
3. Berpikir berbasis rasa peduli (Care-Based Thinking) ; Solusi yang terbaik dalam
menghadapi kasus / masalah adalah dengan mengambil keputusan yang
menguntungkan semua pihak tanpa menyakiti perasaan pihak yang lain. Inilah yang
menyebabkan prinsip berbasis rasa peduli ini merupakan prinsip terbaik dalam
mengambil keputusan terhadap suatu masalah. Prinsip ini secara terang menggiring
kita pada penerapan 5 nilai Guru Penggerak yang kita pelajari. Namun, nilai inovatif
adalah nilai yang paling menonjol dalam prinsip ini. GP sebagai pemimpin
pembelajaran harus memikirkan berbagai alternatif-alternatif kreatif dalam menghadapi
berbagai kasus.

Suatu pengambilan keputusan, walaupun telah berlandaskan pada suatu prinsip atau
nilai-nilai tertentu, tetap akan memiliki konsekuensi yang mengikutinya. Pada
akhirnya kita perlu mengingat kembali hendaknya setiap keputusan yang kita ambil
didasarkan pada rasa penuh tanggung jawab, nilai-nilai kebajikan universal, serta
berpihak pada murid.

D. Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’


(bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses
pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah
kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada
pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-
hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada
sebelumnya.

Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi,
berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas
performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari
coachee (Grant, 1999). Senada dengan ungkapan di atas, International Coach Federation
mendefinisikan coaching sebagai“…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk
memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang
menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”

Jika kita tinjau dari segi teori, sangat jelas proses coaching ini adalah sebuah proses yang
memberdayakan, kolaboratif dan berfokus pada solusi yang dijalankan secara sistematis
dan kreatif berwadahkan kemitraan. Sama halnya jika kita ingin mengambil suatu
keputusan terhadap suatu kasus. Apalagi kasus tersebut melibatkan rekan sejawat guru.
Maka proses coaching adalah proses yang tepat untuk dilaksanakan dalam rangka
membimbing rekan kita tersebut dan sama-sama menemukan rangkaian kegiatan yang
bertanggung jawab dalam penuntasan kasus yang terjadi. Alur percakapan TIRTA serta
mendengarkan dengan RASA akan memberikan suasana positif bagi pelaku kasus dan
menggiring pada solusi terbaik.

Kemudian, berkaitan dengan paradigma berpikir coaching di antaranya adalah bersikap


terbuka dan memiliki kesadaran diri penuh / kehadiran penuh. Dalam penuntasan kasus di
sekolah, sebagai pemimpin sudah seharusnya kita bersikap terbuka, luwes dan siap secara
emosional berperan aktif berpartisipasi dalam menuntaskan kasus tersebut. Pemimpin juga
harus siap berkolaborasi dan mampu memanajemen emosi karena dirinya harus tampil
fulltime untuk fokus pada kasus dan memberikan solusi-solusi terbaik dengan berbagai
pertimbangan kreatif.

E. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial


emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya
masalah dilema etika?

Dalam sebuah penelitian sosial emosional ditemukan fakta bahwa guru yang memiliki
kompetensi sosial dan emosional yang baik lebih efektif dan cenderung lebih
resilien/tangguh dan merasa nyaman di kelas karena mereka dapat bekerja lebih baik
dengan murid. Kestabilan sosial-emosional yang dimiliki seorang Guru berpengaruh
positif pada kemampuannya dalam mengelola kelas dan memanajemen kelas. Hubungan
baik antara Guru dan murid ini akan mampu mewujudkan lingkungan belajar yang
suportif yang penuh dengan pembelajaran-pembelajaran bermakna. Mampu
meningkatkan sikap-sikap positif, sopan santun, rasa saling menghargai bukan hanya
pada orang yang ada di sekolah tetapi juga kepada orang yang berada di luar sekolah.
Akhir dari stabilnya social-emosional nanti akan membimbing murid untuk mencapai
kesejahteraan psikologisnya / well-being.

Adanya penguasaan terhadap pengelolaan aspek social-emosional pada seorang guru


juga akan berakibat pada meningkatnya 5 kompetensi sosial emosional. Di antara 5
kompetensi social emosional itu adalah Pengambilan Keputusan yang Bertanggung
Jawab. Kompetensi ini adalah kemampuan untuk mengambil pilihan-pilihan membangun
yang berdasar atas kepedulian, kapasitas dalam mempertimbangkan standar-standar etis
dan rasa aman, dan untuk mengevaluasi manfaat dan konsekuensi dari bermacam-macam
tindakan dan perilaku untuk kesejahteraan psikologis (well-being) diri sendiri,
masyarakat, dan kelompok. Dengan demikian, seorang guru akan memiliki banyak pilihan-
pilihan yang lebih kreatif dalam melahirkan sebuah keputusan terhadap sebuah kasus tanpa
mengabaikan standar-standar etis yang ada. Keputusan terhadap kasus akan lebih
berorientasi pada kepedulian dan berpihak pada kesejahteraan psikologis murid.

Maka, keberadaan aspek social emosional seorang guru sangat berpengaruh dalam
melahirkan keputusan yang terbaik terhadap sebuah kasus di sekolah.
F. Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika
kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Pembahasan terhadap berbagai studi kasus yang terjadi baik itu masalah moral dan etika di
sekolah akan sangat berkaitan dengan nilai-nilai yang dianut oleh seorang pendidik.
Seorang yang berprofesi sebagai Guru tentunya memiliki professional judgement
(Pertimbangan Profesional) dalam menganalisis kasus serta efek dari ketuntasan sebuah
kasus tersebut terhadap nama baiknya dan nama baik sekolah. Pertimbangan itu sering
sekali lahir dari nilai-nilai kebajikan yang selama ini dianut oleh seorang guru tersebut.

G. Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada


terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman ?

Secara pribadi, pengambilan keputusan itu tepat dan akan berdampak pada terciptanya
lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman adalah dengan melibatkan berbagai
pihak terkait dalam pengambilan keputusan tersebut. Jika masalahnya adalah masalah yang
masih bisa ditolerir dan masih bisa dikonsumsi oleh public, maka tidak ada salahnya kita
menyelesaikan masalah dengan musyawarah mufakat. Namun, jika kasus di sekolah
tersebut sangat sensitif dan tidak layak dikonsumsi oleh publik, saya sebagai pemimpin
mungkin akan mencari penyelesaian yang terbaik dengan pelaku dalam kasus tersebut
dengan orang tuanya secara tertutup. Dan hasil akhirnya akan saya komunikasikan pada
guru dan komite. Hal ini perlu untuk mengantisipasi berbagai anggapan pihak ketiga atau
masyarakat terhadap citra sekolah.

Kemudian, sebagai pemimpin pembelajaran. Jika kasus yang terjadi masih tergolong kasus
biasa. Pada siswa saya akan melaksanakan restitusi, dan pada rekan sejawat saya akan
melakukan teknik coaching.

H. Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan


pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya
dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Tantangan-tantangan yang ada dalam pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema


etika di sekolah saya adalah :
1. Kondisi sekolah yang berada di daerah 3T menjadikan kami memberikan sedikit
kelonggaran kepada murid yang rumahnya jauh dari sekolah dengan jarak tempuh 3 s/d
5 Km ke sekolah dan ditempuh dengan jalan kaki melewati hutan dan sungai.
Kelonggaran yang kami maksud adalah kelonggaran dan hal kedisiplinan kehadiran di
sekolah. Tantangan yang muncul dalam hal ini adalah adanya mindset seluruh siswa
dan orang tua yang rumahnya dekat bahwa kami pilih-pilih kasih dalam penindakan
pelanggaran disiplin sekolah.
2. Tantangan yang kedua adalah adanya pembiaran dari orang tua siswa kepada anaknya
dalam pembelajaran di sekolah dan di rumah sehingga motivasi belajar anak rendah.
3. Tantangan yang ketiga adalah sebagian besar orang tua di lingkungan sekolah kami
adalah petani dan pekebun yang kadang membutuhkan anaknya untuk membantunya di
lading. Hal ini menjadi kebiasaan dan akhirnya fokus anak dalam belajar sangat
kurang.
I. Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran
yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran
yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

Pengambilan keputusan yang kita ambil dalam menuntaskan permasalahan kasus di


sekolah sangat dipengaruhi oleh pengajaran kita yang memerdekakan murid. Jika
keputusan yang diambil memberikan efek yang baik, menenteramkan, menertibkan dan
menyenangkan semua pihak dan tidak menyakiti perasaan. Maka secara tidak langsung itu
adalah cara kita dalam memerdekakan murid-murid kita. Pembelajaran yang tepat dalam
mengakomodasi potensi murid yang berbeda-beda dengan menerapkan pembelajaran
berdiferensiasi.

J. Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat


mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Seorang pemimpin pembelajaran harus memiliki banyak pertimbangan dalam memutuskan


sebuah perkara apalagi itu yang berkaitan dengan murid-muridnya. Guru harus mampu
menerapkan dasar pengambilan keputusan yang berpihak pada murid, sesuai dengan nilai-
nilai kebajikan serta bertanggung jawab. Segala yang kita putuskan akan sangat
berpengaruh pada kehidupan dan masa depan murid. Kesalahan dalam mengambil
keputusan terhadap kasus yang melibatkan murid akan berefek pada masa depan murid
yang bisa saja makin terpuruk.

K. Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi
ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Kesimpulan akhir yang bisa penulis tarik adalah Modul 3.1. tentang Pengambilan
Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin ini merupakan modul
lanjutan dari modul-modul yang telah dipelajari selama ini. Dalam Modul 1 kita dibekali
secara teori dasar dalam keberpihakan pembelajaran pada murid. Di Modul kedua berisi
tentang bekal kita dalam pelaksanaan pembelajaran, sementara modul ketiga ini adalah
modul yang membekali kita menjadi seorang pemimpin pembelajaran. Ketiga modul ini
saling berkaitan dan menjadi bekal kita dalam mengimplementasikan pembelajaran
merdeka demi terwujudnya profil pelajar Pancasila.

L. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di
modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan
keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan
pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

Sejauh ini, pemahaman saya tentang kasus dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma
pengambilan keputusan, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan keputusan masih perlu digali
kembali dengan banyak mengadakan diskusi dan kajian-kajian lanjutan. Khususnya dalam
menganalisis berbagai studi kasus nyata yang terjadi di sekolah dan bukan hanya kepada
murid, tetapi juga studi kasus yang didalamnya melibatkan rekan kita. Bagaimana kita
harus bersikap dan bagaimana kita menerapkan konsep-konsep seperti 4 paradigma, 3
prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan jika yang menjadi pelaku
adalah rekan sejawat kita sendiri.
Hal yang diluar dugaan adalah setelah menjalani proses wawancara di demonstrasi
kontekstual. Kepala Sekolah yang saya wawancarai masih berpatokan kepada keefektifan
musyawarah mufakat dalam mengambil keputusan.

M. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan


keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa
bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Pernah. Saya dihadapkan pada beberapa kasus Dilema Etika. Dimana ada dua kondisi yang
memiliki nilai kebajikan yang sama-sama bersinggungan. Pada saat itu, kami
menyelesaikan permasalahan dengan komunikasi intens pada murid yang terlibat dan
musyawaran mufakat bersama rekan-rekan tentang pengambilan keputusan. Secara prinsip
kebanyakan kami menerapkan prinsip berpikir berbasis Rasa Peduli. Dengan Paradigma
Dilema Etika yang beragam. Perbedaannya adalah kami belum sepenuhnya menerapkan 9
langkah pengambilan dan pengujian keputusan seperti yang dipelajari di modul ini.

N. Bagaimana dampak mempelajari konsep ini buat Anda, perubahan apa yang
terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti
pembelajaran modul ini?

Dampaknya sangat baik. Saya memiliki pertimbangan yang lebih masuk akal ketika
dihadapkan pada satu kasus sehingga keputusan yang dihasilkan juga berdasarkan analisis
yang cukup banyak. Keputusan yang dihasilkan pun diharapkan memberikan manfaat
untuk semua pihak/golongan.

O. Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu
dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Modul ini penting bagi Saya. Sebagai individu saya mungkin akan lebih bijak dalam
mengambil sebuah keputusan khususnya yang bersangkutan dengan kehidupan pribadi.
Pengambilan keputusan ini juga bisa saya terapkan di dalam pengambilan keputusan dalam
keluarga jika mengalami Dilema Etika.

Sebagai seorang pemimpin, modul ini memberikan saya bekal yang menuntun saya kepada
kebijaksanaan yang mampu mengangkat profesionalitas kita sebagai guru, menuntun saya
lebih luwes dalam menyikapi berbagai kasus yang ada. Tantangan tentang mengambil
keputusan itu menjadi lebih mudah dan lebih memotivasi potensi saya sebagai seorang
pemimpin pembelajaran.

P. Penutup

Demikian koneksi antar materi modul 3.1. ini kami sampaikan. Mudah-mudahan
bermanfaat bagi pengembangan wawasan diri dan menginspirasi Bapak/Ibu Guru yang
lain. Terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai