Anda di halaman 1dari 5

Budaya Positif

oleh

I Made Lena Putra, S.Pd

I. Latar Belakang

Dalam membangun budaya positif, guru harus mengenali nilai-nilai dan


peran yang melekat pada dirinya. Jika mereka tidak mampu mengenalinya apa peran
dan nilai dari seorang guru penggerak, sudah tentu budaya positif tidak akan
terbentuk. Sering kali memberikan hukuman disalahartikan sebagai sebuah
pendisiplinan. Faktanya, hukuman memberikan efek yang kurang baik dan
meninggalkan pengalaman buruk atau bersifat traumatic. Maka dari itu, pola pikir
seperti ini harus dihapuskan dari proses pembelajaran. Salah satu cara agar budaya
positif terbentuk ialah dengan melakukan pembiasaan - pembiasaan yang positif di
lingkungan sekolah. Salah satunya ialah guru dapat melakukan kesepakatan kelas.
Melalui kesepakan kelas ini , maka akan terbentuk keyakinan kelas. Dari keyakinan
kelas akan melahirkan disiplin positif dari diri peserta didik. Oleh karena itu, penting
adanya membuat keyakinan kelas untuk membangun motivasi intrinsik dari dalam
diri.

II. Tujuan
Adapun tujuan dari kegitan aksi nyata ini ialah:

1. Memunculkan rasa aman dan nyaman bagi murid dalam proses pembelajaran.
2. Mendorong murid untuk mampu berpikir, bertindak, dan mencipta sebagai proses
memerdekakan dirinya sehingga murid lebih mandiri dan bertanggungjawab.
3. Membangun kolaborasi antar pemangku kepentingan
4. Mengubah paragdigma guru berpikir stimulus - respons ke teori kontrol
5. Menciptakan hubungan positif dan lebih dekat antara guru dengan murid
6. Membiasakan kebiasaan- kebiasaan positif sebagai upaya membangun budaya
positif dalam tujuan menciptakan Profil Pelajar Pancasila
III. Budaya Positif

Pada modul sebelumnya kita sudah mempelajari terkait dengan Filosofi


Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru
Penggerak, serta Visi Guru Penggerak. Dan sekarang pertanyaanya adalah apa
kaitanya dengan budaya positif?

Dalam menjalankan tugas dan peran sebagai penuntun peserta didik menjadi
manusia yang merdeka, gurulah sekiranya menciptakan suasana yang nyaman dan
aman dalam proses pembelajaran. Ini merupakan tugas dan peran yang harus dimiliki
oleh guru, sebagai seorang pemimpin pembelajaran. Maka dari itu, guru harus
memahami nilai- nilai yang ada pada dirinya. Dengan memahami nilai- nilai yang
melekat pada dirinya, guru dapa merancang setiap kegiatan sesuai kebutuhan peserta
didik dan menggunakan kekuatan asset yang telah dimiliki untuk dikembangkan. Di
sinilah guru dapat menerapkan pendekatan dengan menggunakan konsep BAGJA
untuk menganalisis kegiatan apa yang sudah baik untuk terus dikembangkan. Jika
ini terus dilakukan maka akan menciptakan budaya positif. Oleh karena itu
dibutuhkan budaya positif dilingkungan peserta didik.

Apa yang dimaksud dengan budaya positif? Budaya positif adalah sebuah
keyakinan yang dilakukan secara berkelanjutan atau kebiasaan- kebiasaan yang
berdampak pada tingkah laku untuk memunculkan Profil Pelajar Pancasila. Dalam
menciptakan budaya positif disekolah ada beberapa hal yang harus kita sadari.
Pertama, disiplin positif harus berasal dari diri sendiri. Ini berarti motivasi berasal
dari dalam diri peserta didik yang kita sebut dengan motivasi intrinsik. Sering kita
temui kasus pelanggaran peraturan sekolah disikapi dengan memberikan hukuman.
Pada sisi yang lain, alih-alih memotivasi peserta didik guru cenderung memberikan
penghargaan sebagai upah. Faktanya, memberikan hukuman dan penghargaan tidak
dapat mendisiplinkan peserta didik karena itu merupakan motivasi ekstrinsik dan itu
tidak akan memberikan jaminan peserta didik akan menerapkan disiplin positif
dalam waktu yang panjang. Jika peserta didik melakukan karena merasa takut atau
menghindari hal yang tidak ingin dilakukan atau mengharapkan sesuatu hasil dari
apa yang meraka telah lakukan, maka itu tidak akan memberikan keberlanjutan
untuk kedepanya. Seperti kita ketahui, paradigma stimulus- respons (pemberian
penghargaan) hendaknya tidak menjadi acuan guru dalam bertindak atau
menyelesaikan setiap kasus. Oleh karena itu, guru hendaknya mengubah paradigma
tersebut dengan memperhatikan 5 posisi kontrol.

Terdapat 5 posisi kontrol yang telah kita ketahui diantaranya: penghukum,


pembuat rasa bersalah, teman, pemantau, dan manajer. Dari 5 posisi kontrol, sebagai
seorang penuntun guru harus menempatkan dirinya pada posisi manajer. Dengan
mengambil posisi manajer memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
memperbaiki diri menjadi lebih baik. Guru senantiasa memberikan sebuah
penguatan ke pada peserta didik dimana mereka akan merasa nyaman dan secara
terbuka berbagi masalah dan menemukan solusi dari permasalahan. Sehingga
peserta didik tidak akan terus merasa bersalah dengan pelanggaran yang telah dia
lakukan.

Di dalam menjalankan posisi sebagai manajer, ada tiga tahapan yang disebut
dengan segitiga restitusi yaitu; menstabilkan identitas, memvalidasi , dan
menekankan keyakinan. Ketika seorang siswa melakukan sebuah pelanggaran,
langkah pertama yang harus dilakukan yaitu menstabilkan identitas. Pada langkah
ini, guru mengidentifikasi masalah yang terjadi dengan menenangkan keadaan siswa
yang disebut dengan menstabilkan identitas. Kedua yaitu memvalidasi kesalahan
siswa ; guru mengidentifikasi mengapa siswa berbuat demikian , kebutuhan apakah
yang belum terpenuhi. Terdapat lima dasar kebutuhan manusia yang harus terpenuhi,
diantaranya: kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa
memiliki dan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan
akan aktualisasi diri. Terakhir adalah menekankan keyakinan, dimana siswa
menguatkan keyakinannya dan memotivasi dirinya untuk lebih baik. Hal yang harus
diingat juga adalah bagaimana siswa memperbaiki dirinya melalui tindakan yang
akan dilakukannya melalui keyakinannya. Dengan membangun budaya positif
kiranya kita akan menciptakan suasana yang nyaman bagi peserta didik untuk
menuntut ilmu disekolah.

IV. Tolak Ukur

1. Terciptanya kesepakatan kelas yang dimana akan menjadi keyakinan kelas.


2. Meningkatnya kedisiplinan peserta didik dilihat dari tingkat kehadiran peserta
didik dan berkurangnya pelanggaran yang terjadi
3. Terbentuknya kebiasaan - kebiasaaan positif di lingkungan sekolah
4. Meningkatnya hasil belajar peserta didik

V. Lini masa Tindakan

Kegiatan ini dilaksanakan selama empat pekan yang terdiri dari :

1. Membuat rancangan kegiatan yang akan dilaksanakan


2. Melakukan konsolidasi dengan kepala sekolah dan pihak terkait
3. Melakukan kegiatan pengimbasan kepada rekan - rekan guru berkenaan dengan
membentuk budaya positif di lingkungan sekolah
4. Melakukan aksi nyata yaitu membuat kesepakan kelas bersama peserta didik
5. Melakukan monitoring dan elavuasi terkait keyakinan kelas yang sudah disepakati
6. Melakukan tindak lanjut terkait dengan hasil evaluasi kegiatan yang sudah
berlangsung

VI. Dukungan

1. Surat Tugas dari Kepala Sekolah mengadakan pengimbasan (desiminasi)kepada


guru- guru
2. Dukungan dari para guru untuk berpatisipasi pada kegiatan pengimbasan
(desiminasi)
3. Ketersediaan waktu dari sekolah untuk melakukan kegiatan pengimbasan
(desiminasi)
4. Sarana prasarana yang mendukung
5. Dana pendukung untuk mensosialisasikan keyakinan kelas dengan membuat
poster di dalam kelas

VII. Aksi Nyata Dokumentasi


Berikut merupakan link yang bisa diakses untuk memperoleh kegiatan aksi nyata
terkait dengan membangun budaya positif.
Youtube : https://youtu.be/-aA3aZZIi7E

PMM : https://guru.kemdikbud.go.id/bukti-karya/video/219341

VIII. Penutup
Demikianlah kegiatan yang penulis lakukan dalam membangun budaya
positif di SMK PGRI 2 Gianyar. Semoga apa yang penulis telah lakukan
bermanfaat bagi para pembaca. Besar harapan penulis untuk memperoleh saran
yang membangun dari para pembaca untuk menyempurnakan tulisan ini.

Anda mungkin juga menyukai